Daftar Isi
DAFTAR
ISI
............................................................................................................................................................
2
1.
PARADOKS
PRODUKTIVITAS
TEKNOLOGI
INFORMASI
..............................................................
3
2.
KLASIFIKASI
METODOLOGI
ANALISA
COST-BENEFIT
.................................................................
6
3.
RAGAM
TEKNIK
EVALUASI
INVESTASI
PROYEK
TEKNOLOGI
INFORMASI
....................
11
4.
TUJUAN
DAN
TIPE
INVESTASI
TEKNOLOGI
INFORMASI
.........................................................
17
5.
MEREKA-REKA
MANFAAT
TEKNOLOGI
INFORMASI
BAGI
PERUSAHAAN
......................
20
6.
PERHITUNGAN
COST-BENEFIT
SEDERHANA
UNTUK
MANFAAT
YANG
TANGIBLE
...
23
7.
TEKNIK
MENGUKUR
MANFAAT
INTANGIBLE
DALAM
INVESTASI
.....................................
29
8.
FORMULA
MENGHITUNG
KEUNTUNGAN
INVESTASI
...............................................................
31
9.
EVALUASI
INVESTASI
DENGAN
METODE
VALUE
ANALYSIS
.................................................
34
10.
PRINSIP
DASAR
PADA
KONSEP
INFORMATION
ECONOMICS
.............................................
36
11.
KERANGKA
INVESTASI
TEKNOLOGI
INFORMASI
GARTNER
...............................................
41
12.
MANAJEMEN
PORTOFOLIO
INVESTASI
TEKNOLOGI
INFORMASI
....................................
46
13.
PENGAWASAN
ALOKASI
BIAYA
PROYEK
TEKNOLOGI
INFORMASI
.................................
49
14.
PENENTUAN
EFEKTIVITAS
MANFAAT
DENGAN
PENDEKATAN
ANALISA
GAP
........
53
15.
STRATEGI
MENILAI
MANFAAT
TEKNOLOGI
INFORMASI
.....................................................
59
16.
METODE
I.S.S.U.E
UNTUK
MENGUKUR
MANFAAT
TEKNOLOGI
INFORMASI
...............
63
17.
MANAJEMEN
INVESTASI
TEKNOLOGI
INFORMASI
DALAM
STANDAR
COBIT
............
68
18.
KONSEP
TOTAL
VALUE
OF
OPPORTUNITY
DARI
GARTNER
...............................................
75
19.
PENDEKATAN
I.T.
VALUE
CHAIN
MANAGEMENT
DARI
ALINEAN
...................................
78
20.
ANALISA
INVESTASI
PROYEK
SISTEM
KEAMANAN
JARINGAN
.........................................
85
REFERENSI
.........................................................................................................................................................
93
RIWAYAT
HIDUP
.............................................................................................................................................
95
2.
Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena adanya
kerugian di area lain; dan
3.
A N A L IS A
D A N
R E P R E S E N T A S I
D A T A
Para ekonom mendefinisikan produktivitas dengan cukup mudah, yaitu jumlah keluaran
(output) dibagi dengan jumlah masukan (input). Besaran output dihitung dengan cara
mengalikan jumlah produk yang dihasilkan dengan nilai (value) rata-rata dari produk
tersebut; sementara besaran input didapatkan dari jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk
menghasilkan seluruh output tersebut. Angka rasio yang didapatkan dari hasil pembagian
antara output dengan input di atas dikenal sebagai labor productivity. Jika sumber daya
lain seperti misalnya besaran investasi dan kebutuhan material dimasukkan sebagai bagian
dari input, maka angka rasio yang didapat dikenal sebagai multifactor productivity.
Ternyata di dalam dunia teknologi informasi, rumusan sederhana ini belum tentu secara
kongkrit memperlihatkan atau merepresentasikan terjadinya kenaikan atau penurunan
produktivitas seperti yang umum dipergunakan pada aktivitas lain seperti proses
manufaktur atau produksi. Hal ini disebabkan karena berbeda dan beragamnya asumsi
terhadap variabel input maupun output yang dipergunakan.
Misalnya pada industri jasa seperti kesehatan dan pendidikan. Sangat sulit untuk
menentukan kuantitas atau karakteristik seperti apa yang dikatakan sebagai sebuah output.
3
Dalam industri kesehatan misalnya, apakah yang dimaksud dengan entiti output adalah
pasien yang dilayani, atau pasien yang berhasil disembuhkan, atau pasien yang menjalani
proses penyembuhan, dan lain sebagainya. Demikian pula di bidang pendidikan, apakah
output yang dimaksud berkaitan erat dengan jumlah mahasiswa yang lulus, atau jumlah
mahasiswa yang berhasil lulus tepat waktu, atau jumlah mahasiswa yang diluluskan, dan
lain sebagainya. Ini baru hal yang terkait dengan sesuatu yang dapat diukur dan dilihat
(kuantitaf dan tangible), belum dipertimbangkan faktor-faktor lain yang bersifat
unquantifiable dan intangible seperti kualitas dari output yang dihasilkan. Dengan kata
lain, masing-masing orang akan mencoba mendefinisikan output yang dimaksud sesuai
dengan kepentingan dan relevansinya masing-masing, sehingga pengukuran produktivitas
pun menjadi sangat relatif sifatnya.
Dari segi input, yang dalam hal ini terkait erat dengan alokasi sumber daya keuangan yang
diinvestasikan untuk pengembangan teknologi informasi, terlihat bahwa ternyata
pemakaian teknologi informasi di dalam sebuah perusahaan bersifat sistemik, dalam arti
kata menyebar di seluruh proses inti dan aktivitas penunjang yang ada, sehingga sangat
sulit untuk menentukan proporsi nilai investasi terhadap sebuah rangkaian proses tertentu
atau sub-sistem tertentu yang ingin dihitung produktivitasnya. Contohnya adalah investasi
untuk membeli sebuah mesin ATM yang ternyata tidak saja berpengaruh terhadap
meningkatnya produktivitas pada proses pelayanan terhadap pelanggan (dibandingkan
dengan menggunakan teller), tetapi berpengaruh pula terhadap aktivitas terkait lainnya
seperti: mempercepat proses transfer antar rekening, mengurangi biaya komunikasi dan
transaksi, meningkatkan rasa aman pelanggan, mempertinggi tingkat kepuasan nasabah,
dan lain sebagainya. Dengan kata lain, tidak adil rasanya jika investasi tersebut hanya
dibebankan semata pada sebuah proses atau sub-sistem tertentu sementara kontribusi
manfaatnya dirasakan pula oleh berbagai proses yang lain di dalam perusahaan.
Oleh karena itu dapat dimengerti betapa sulitnya mencari rumusan produktivitas yang
benar-benar menggambarkan keadaan yang sebenarnya dalam arti kata secara kongkrit
merepresentasikan manfaat yang diberikan oleh teknologi informasi per satuan investasi
yang dialokasikan. Hasil riset memperlihatkan lebih banyaknya hasil perhitungan yang
cenderung underestimate dampak produktivitas yang sebenarnya (kenaikan produktivitas
tersembunyi di balik angka-angka dengan asumsi yang keliru) dibandingkan yang
overestimate.
K E R U G IA N
A R E A
L A IN
Pada dasarnya organisasi semacam perusahaan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai entiti yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Katakanlah penggunaan
sebuah aplikasi teknologi informasi di salah satu divisi berhasil meningkatkan
produktivitas karyawan yang berada di dalamnya. Karena produktivitasnya meningkat,
maka perusahaan dapat mengurangi jumlah karyawannya pada divisi terkait dan
memindahkannya di divisi lain. Akibatnya secara total sistem, jika diukur
produktivitasnya, nampak tidak terjadi peningkatan yang berarti karena pada divisi baru
tersebut, karyawan yang ada hanya akan menjadi beban tambahan overhead semata.
Contoh lainnya adalah penerapan electronic commerce yang memungkinkan seorang
pelanggan untuk melakukan pemesanan produk melalui internet untuk dapat diantarkan
langsung ke rumah (delivery) pada hari yang sama. Pada proses penjualan, jelas terjadi
4
B E B A N
B IA Y A
T E K N O L O G I
IN F O R M A S I
Berbeda dengan kedua kesimpulan terdahulu dimana manfaat signifikan yang berhasil
disumbangkan oleh teknologi informasi termarginalkan oleh beberapa aspek terkait, maka
dalam kesimpulan yang ketiga ini bersumber dari kenyataan bahwa teknologi informasi
memang tidak memberikan kontribusi apapun terhadap tingkat produktivitas bahkan
cenderung memperburuk kinerja produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
Hasil kajian memperlihatkan adanya dua penyebab utama terjadinya hal ini. Hal pertama
berasal dari gagalnya penerapan teknologi informasi karena berbagai faktor penyebab
internal maupun eksternal. Dalam kerangka ini jelas terlihat bahwa investasi telah keluar
secara percuma dan tidak dapat dikembalikan lagi. Hal kedua terjadi karena tingginya
biaya pemeliharaan dan pengembangan teknologi informasi yang harus ditanggung
perusahaan. Sehingga walaupun secara bisnis telah terjadi peningkatan output,
membengkaknya biaya overhead pemeliharaan maupun pengembangan teknologi
informasi telah menyebabkan tingginya faktor input yang dibutuhkan sehingga secara
langsung berdampak pada perhitungan produktivitas.
Dengan memahami dan mempelajari fenonema paradoks tersebut, terlihat betapa sulit dan
kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi dalam rangka mencari relasi antara
besaran investasi yang dialokasikan dengan manfaat yang diperoleh oleh perusahaan
terkait dengan peningkatan produktivitas. Sudah hampir 25 tahun paradoks ini
diperbincangkan, dan selama itu pula perdebatan antara sejumlah kubu yang sepakat dan
menentang adanya paradoks ini berlangsung. Suka atau tidak suka, mau tidak mau, pada
kenyataannya filosofi business is business yang akan mendominasi manajemen
pengambil keputusan dalam menentukan apakah perusahaan perlu untuk mengalokasikan
sejumlah sumber dayanya untuk mengembangkan teknologi informasi. Pada kenyataannya
cukup banyak manajemen yang tidak perduli dengan adanya paradoks ini karena mereka
yakin betul bahwa tidak ada perusahaan yang bisa survive dewasa ini tanpa melibatkan
teknologi informasi. in IT we trust demikian kata hati mereka berbicara.
C O S T -B E N E F IT
Pada dasarnya, metode pengukuran dan analisa cost-benefit didasarkan pada cara serta
perspektif manajemen dalam menilai kinerja teknologi informasi yang diimplementasikan.
Terkait dengan paradigma ini, setiap metodologi yang dipilih dan dipergunakan oleh
manajemen memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan metodologi
lain.
Strategic Analysis and Evaluation merupakan suatu teknik pengukuran dengan
menggunakan scoring technique yang didasarkan pada prinsip bahwa semua perangkat
teknologi informasi yang diimplementasikan dalam perusahaan harus secara jelas dan
tegas mendukung strategi generik perusahaan, sehingga keberadaannya harus dikaji secara
sungguh-sungguh. Michael Porter dalam teori competitive advantage-nya yang terkemuka
mengatakan bahwa hanya ada dua strategi yang dapat membuat perusahaan unggul
dibandingkan dengan kompetitornya, yaitu melalui: cost reduction dan differentiation. Jika
implementasi sebuah aplikasi teknologi informasi terbukti dapat mengurangi sejumlah
atau sekelompok biaya organisasi misalnya biaya transaksi atau komunikasi maka
teknologi tersebut dianggap tepat untuk diterapkan oleh perusahaan. Demikian juga jika
aplikasi sebuah teknologi informasi dapat membuat perusahaan memiliki sesuatu yang
membedakannya dengan perusahaan lain atau mempunyai sesuatu yang lain dari pada
yang lain, maka keberadaannya dianggap tepat dalam kerangka strategis perusahaan.
Contoh aplikasi teknologi informasi yang menunjang performa differentiation adalah:
implementasi customer relationship management sehingga pelanggan merasa memiliki
hubungan yang khusus dengan perusahaan, aplikasi call center yang berfungsi sebagai
help desk khusus bagi seorang nasabah bank, penerapan supply chain management yang
mendukung perusahaan dalam menjalin kemitraan bisnis strategis dengan mitra
pemasoknya, dan lain sebagainya. Jika seluruh investasi teknologi informasi perusahaan
diarahkan bagi dikembangkannya perangkat teknologi terkait dengan dua strategi generik
ini, maka dinilai bahwa investasi tersebut tepat (manfaatnya telah embedded di dalam
kedua strategi tersebut). Semakin terkait langsung aplikasi teknologi informasi terhadap
pencapaian strategi cost reduction maupun differentiation, semakin tinggi score atau
nilainya bagi perusahaan.
Value Chain Assessment adalah sebuah pendekatan scoring technique lain dimana
didasarkan pada teori value chain yang diperkenalkan pula oleh Michael Porter. Value
chain merupakan suatu rangkaian proses di dalam perusahaan yang terkait langsung
dengan penciptaan nilai bagi kebutuhan pelanggan, dimana nilai yang dimaksud biasanya
direpresentasikan langsung dalam bentuk produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan
tersebut. Contoh sebuah value chain adalah rantai aktivitas perusahaan semenjak yang
bersangkutan membeli bahan mentah, menyimpan di dalam gudang bahan mentah,
mengolahnya menjadi bahan baku, menyimpan hasilnya di gudang bahan baku,
mengolahnya menjadi produk jadi, menyimpan produk jadi di gudang khusus,
mendistribusikan dan menyebarkannya ke tempat-tempat penyimpanan, menjualnya
secara retail di sejumlah tempat, sampai dengan melayani pelanggan pasca penjualan.
Dalam kerangka ini dikatakan bahwa setiap investasi teknologi informasi yang
dialokasikan harus dipergunakan untuk mengembangkan teknologi yang secara langsung
dipergunakan di dalam rangkaian core process atau proses utama dalam rangkaian value
6
chain tersebut. Semakin terlihat hubungan keterkaitannya, semakin tinggi score perangkat
aplikasi teknologi informasinya bagi sebuah perusahaan.
Relative Competitive Performance atau yang sedikit banyak dapat dianalogikan sebagai
proses benchmarking merupakan cara menilai kelayakan investasi teknologi informasi
dengan mengkomparasikan atau membandingkannya dengan perusahaan serupa
(kompetitor) dalam industri sejenis. Butir-butir kinerja yang dikomparasikan menyangkut
sejumlah aspek baik kualitatif maupun kuantitatif terkait dengan biaya yang
dikeluarkan untuk investasi maupun manfaat strategis atau operasional yang didapat
perusahaan. Melalui cara pembandingan ini diyakini bahwa perusahaan tidak akan
melakukan under investment atau over investment terhadap pengembangan teknologi
informasi yang dimilikinya.
Proportion of Management Vision Achieved merupakan sebuah pendekatan yang cukup
unik dimana masing-masing individu yang memegang jabatan manajer ke atas (seperti
senior manager, general manager, vice president, director, dan lain sebagainya) diminta
untuk melakukan penilaian atau kajian yang didasarkan pada apakah implementasi
teknologi informasi terkait sesuai dengan keinginan atau kehendak atau rencana
mereka semula sebagai seorang pengambil keputusan. Pendekatan ini dipergunakan
dengan berasumsi bahwa seluruh manajer di dalam perusahaan bekerja dan bergerak untuk
menuju kepada satu visi dan misi yang telah dicanangkan; sehingga mereka tahu persis
bagaimana teknologi informasi dapat berperan membantu mereka dalam setiap aktivitas
pencapaian visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, sebuah keputusan investasi dinilai
layak dan benar apabila sesuai dengan rencana atau pandangan dari manajer terkait,
sementara jika tidak maka dinilai investasi tersebut tidak pada tempatnya.
Work Study Assessment adalah suatu pendekatan evaluasi dimana dilakukan pengkajian
terhadap bagaimana implementasi teknologi informasi memberikan dampak pengaruh
terhadap pola dan cara kerja para individu dalam satu divisi atau departemen tertentu di
perusahaan. Dalam metode ini analisa dilakukan terhadap bagaimana kontribusi teknologi
informasi berpengaruh terhadap perbaikan kinerja sebuah proses tertentu yang sangat
ditentukan dengan besarnya volume pekerjaan dan tingginya frekuensi aktivitas yang
terjadi. Sebuah investasi teknologi informasi dinilai layak dan tepat apabila dapat benarbenar memperbaiki kinerja proses atau akvitas yang dilakukan sejumlah individu sehingga
terlihat pengaruhnya dalam bentuk peningkatan kinerja atau performansi divisi atau
departemen dimana perangkat teknologi tersebut diimplementasikan.
Economic Assessment dipandang sebagai salah satu pendekatan analisa yang
menggunakan sejumlah teori ekonomi yang dibangun berdasarkan sebuah model
matematika tertentu. Metode analisa yang biasanya dinyatakan dalam fungsi output
terhadap sejumlah variabel input ini diperkenalkan oleh sejumlah pakar ekonomi yang
bekerjasama dengan ahli matematika dan praktisi manajemen. Dengan memasukkan
sejumlah data sesuai dengan kondisi perusahaan yang ada ke dalam beragam variabel
input pada formula terkait, maka akan didapatkan nilai output yang akan dikomparasikan
dengan sejumlah parameter untuk menilai layak tidaknya biaya yang diinvestasikan
terhadap manfaat yang diperoleh perusahaan.
Financial Accounting Based Analysis adalah metode analisa yang mempergunakan
sejumlah formula dan ukuran yang baku dipergunakan dalam manajemen financial
accounting. Contohnya adalah dengan mempergunakan formula ROI, IRR, NPV, dan
lain-lain sebagai alat bantuk untuk menilai apakah sebuah investasi dianggap layak, wajar,
7
dan worth bagi sebuah perusahaan ditinjau terlebih-lebih dari aspek sumber daya
finansial.
User Attitudes adalah cara pengukuran manfaat dengan cara melibatkan mayoritas user
atau pengguna teknologi informasi di dalam perusahaan. Melalui survei, jajak pendapat,
observasi, dan diskusi, masing-masing pengguna diminta untuk menyatakan penilaiannya
terhadap setiap aplikasi yang mereka pergunakan, terutama berkaitan dengan seberapa
besar manfaat diterapkannya aplikasi tersebut untuk membantu aktivitas mereka seharihari. Semakin positif tanggapan mereka, semakin dinilai layaklah investasi teknologi
informasi yang telah dilakukan oleh perusahaan.
User Utility Assessment dipandang sebagai sebuah metodologi yang kontroversial karena
didasarkan pada asumsi yang sangat spekulatif. Prinsip yang dipegang dalam konsep ini
adalah bahwa semakin banyak dan semakin lama individu di perusahaan menggunakan
aplikasi teknologi informasi tertentu, semakin dianggap berhasillah penerapan teknologi
tersebut. Sementara semakin sedikit atau semakin banyak individu yang menolaknya,
semakin dipandang tidak layak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun sistem
tersebut. Paradigma ini dipergunakan karena anggapan bahwa semakin sering sebuah
sistem dipergunakan, berarti frekuensi transaksi bisnis yang dibantu dengan adanya
sistem tersebut semakin tinggi demikian juga dengan volume per transaksinya yang
berarti akan semakin banyak manfaat yang telah diperoleh perusahaan dengan utilisasi
tersebut. Sebaliknya, utilisasi yang rendah karena tidak terpakainya sistem berarti adanya
pemborosan sumber daya yang selayaknya tidak terjadi, yang berarti pula bahwa
investasi yang telah dikeluarkan sia-sia adanya.
Value Added Analysis adalah pendekatan dimana analisa dimulai dengan cara mengkaji
nilai atau value yang diberikan oleh sistem atau aplikasi teknologi informasi sebelum
menyentuh unsur pembiayaannya. Dengan kata lain, yang pertama-tama perlu dilakukan
adalah menyetujui akan nilai atau manfaat yang diberikan oleh aplikasi teknologi
informasi terlebih dahulu, baru kemudian mereka yang bersepakat duduk bersama untuk
mengkalkulasi biaya yang layak dikeluarkan untuk pencapaian value tersebut. Jika hasil
kalkulasi tersebut berkenan di hati para pengambil keputusan, maka investasi yang
dikeluarkan dinilai layak; sementara jika tidak, maka rencana membangun dan/atau
mengembangkan sistem terkait terpaksa tidak dilakukan.
Return on Management diperkenalkan pertama kalinya oleh Paul Strassman dalam
bukunya Information Payoff (Strassman, 1985) dan ditekankan kembali pada karyanya
The Business Value of Computers (Strassman, 1990), dimana yang bersangkutan
berusaha memisahkan apa yang dinamakan sebagai management added value dengan
management cost dan kemudian membandingkan keduanya untuk diperoleh Return On
Management atau ROM. Konsepnya cukup jelas, yaitu sebagai berikut:
Jika revenue tersebut dikurangi dengan Cost Of Goods Sold atau COGS dan
pajak, akan diperoleh profit margin atau business value added.
Dari business value added ini kemudian dikurangi dengan shareholders value
added (misalnya dalam bentuk pembagian deviden saham) dan operation costs
Jika nilai tersebut dikurangi dengan management costs, maka akan didapatlah
management value added.
User Attitudes
10
(R O I)
Pendekatan ROI ini terdiri dari sejumlah teknik pendekatan formal (Radcliffe, 1982).
Contoh yang paling sederhana dari ROI adalah payback method dimana dicoba dihitung
durasi waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang telah dialokasikan.
Namun sebagian kalangan menganggap pendekatan ini terlampau sederhana. Mereka lebih
suka menggunakan metode ROI dimana dicoba diperhitungkan nilai atau value atau
manfaat investasi yang akan diperoleh di masa depan dan memproyeksikan besaran nilai
tersebut pada saat ini (ketika investasi dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih
adalah dengan menggunakan Internal Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan
bersama dengan Net Present Value (NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang
diusulkan untuk dibiayai terlebih dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut
lebih besar dari hurdle rate of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang
telah disepakati perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR
berada di bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya
ditolak oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber daya
keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi para
pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek teknologi
informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih besar dari
ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga deposito bank atau alat
investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan leluasa dan penuh kepastian
akan memilih untuk melakukan investasi terhadap proyek tersebut. Namun kelemahan
terbesar dan dinilai cukup mendasar dari metode ROI ini adalah banyaknya hambatan
dalam menentukan nilai atau parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk
menghitung IRR misalnya, karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena
IRR membutuhkan nilai perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi
teknologi informasi di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit
untuk ditentukan, yaitu:
A N A L Y S IS
(C B A )
Metode CBA adalah pendekatan yang mencoba untuk menentukan atau menghitung nilai
dari setiap elemen teknologi informasi yang memiliki kontribusi terhadap biaya yang
dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh (King et al, 1978). Pada mulanya, metode ini lahir
untuk mengantisipasi banyaknya elemen terkait seperti manfaat - dengan teknologi
informasi yang tidak memiliki nilai pasar atau harga yang jelas. Contohnya adalah akan
dinilai berapa manfaat implementasi sebuah sistem teknologi yang memiliki potensi untuk
menyelematkan nyawa satu orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value
yang jelas dicoba untuk dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah
ditransfer ke dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam
format alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya manajemen
dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif maupun intangible.
Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian yang sudah-sudah adalah
sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam menentukan teknik yang sesuai dalam
mencari value elemen yang nilainya tidak jelas tersebut.
M U L T I -O B J E C T IV E ,
(M O M C )
M U L T I-C R IT E R IA
M E T H O D S
Salah satu variasi dari CBA yang cukup banyak dipergunakan adalah MOMC (VaidRaizda, 1983). Metode ini berkembang berpijak pada kenyataan bahwa di dalam sebuah
perusahaan terdapat sejumlah stakeholders yang masing-masing memiliki pandangan
berbeda mengenai value dari biaya maupun manfaat dari sejumlah aspek atau elemen
teknologi informasi. Dalam kerangka ini, ada ukuran yang dipandang lebih penting
dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap proyek teknologi informasi pasti
memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang ditemui terdapat lebih dari satu
obyektif yang menjadi target. Karena setiap stakeholder sebagai pengambil keputusan
memiliki pandangan atau perspektif yang berbeda terhadap obyektif tersebut, maka
masing-masing pihak berhak untuk melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap
sejumlah obyektif yang ada (misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari
investasi yang akan dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan
dengan biaya maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut
untuk memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
12
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik yang
terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun manfaat dari
teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah dimungkinkannya
pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih dari satu jenis proyek
investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat terkait. Untuk membantu
manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak sekali dijual di pasaran berbagai
jenis perangkat lunak (software) yang dapat dipergunakan. Selain sebagai alat bantu
pengambilan keputusan, perangkat lunak tersebut dapat pula melakukan kajian terkait
dengan metode ini seperti contohnya analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan
(robustness).
B O U N D A R Y
V A L U E S
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari karena
kemudahan dan kesederhanaannya (Martin, 1989). Prinsip yang dipergunakan adalah
melakukan komparasi atau perbandingan antara rasio perusahaan dengan rasio rata-rata
industri yang diperoleh dengan cara menghitung biaya total yang harus dikeluarkan untuk
investasi teknologi informasi dibandingkan dengan sebuah ukuran agregrat tertentu,
seperti total pendapatan (revenue) atau total pengeluaran operasional (operating expenses).
Jika rasio perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka
kenaikan biaya investasi dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya
dilakukan. Sementara jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi
tersebut. Sering pula dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan
menggunakan rasio biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara
manfaat teknologi informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan
pemeliharaan teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan
untuk mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan dengan
para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan memiliki kinerja
teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
R E T U R N -O N -M A N A G E M E N T
(R O M )
Metode ROM terkait dengan penghitungan nilai manfaat terkait dengan terjadinya
perubahan kenaikan tingkat produktivitas manajemen (Strassman, 1985). Cara ini
bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap nilai tambah di
kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil perhitungan dari total
pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan nilai tambah dari masingmasing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali biaya manajemen dan hal
terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah sistem baru adalah selisih antara
ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan dengan ROM setelah sistem tersebut
diimplementasikan. Tantangan penggunaan metode ini terletak pada kemampuan
memperkirakan proyek pendapatan dan biaya terkait dengannya di kemudian hari
seandainya sistem tersebut diimplementasikan. Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja
metode ROM akan jauh lebih baik dibandingkan dengan metode ex post evaluation
lainnya.
13
IN F O R M A T IO N
E C O N O M IC S
(IE )
Dari semua metode yang ada, information economics dinilai sebagai satu-satunya cara
yang paling komprehensif dan dinilai dapat menjawab sejumlah faktor dan karakteristik
unik - serta berbagai isu dan tantangan yang dihadapi - dalam mengevaluasi proyek
investasi teknologi informasi (Parker et al, 1987). Dalam prakteknya, terlihat bahwa
metode ini sebenarnya merupakan varian dari CBA, yang disesuaikan secara khusus untuk
menjawab berbagai faktor ketidakpastian (uncertainties) dan intangible yang kerap
ditemukan dalam proyek teknologi informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat
kuantitatif dan tangible dapat dengan mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode
ROI konvensional. Namun untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki
unsur resiko, diberlakukan sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring.
Hasilnya kemudian dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari
aspek yang bersifat tangible dan intangible. Singkatnya, metode ini bertujuan untuk
mengidentifikasikan, mengukur, dan me-ranking dampak ekonomis yang timbul akibat
diimplementasikannya sistem baru (perubahan kinerja organisasi). Metode ini dikatakan
merupakan sebuah teknik CBA yang diperluas karena adanya tiga proses tambahan yang
diberlakukan, yaitu:
Secara ringkas, IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan kualitatif dari
manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang penuh
ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama yang berkaitan
dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk menggunakan metode
ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang kompleks dan cukup memakan
waktu.
C R IT IC A L
S U C C E S S
F A C T O R S
(C S F )
Metode ini bersifat sangat strategis dan generik, namun diminati oleh para pimpinan
perusahaan karena relevansinya terhadap bisnis (Rockart, 1979). Setelah menentukan visi,
misi, dan obyektif bisnisnya, biasanya para pimpinan perusahaan berusaha untuk
mengidentifikasikan critical success factors atau faktor-faktor apa saja yang dipandang
sebagai kunci keberhasilan bisnis perusahaan. Setelah CSF berhasil didefinisikan, barulah
ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi informasi terhadap masing-masing
CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi sangat besar terhadap pencapaian sebuah
CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF
adalah: pelayanan prima kepada pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk
14
V A L U E
A N A L Y S IS
(V A )
E X P E R IM E N T A L
M E T H O D S
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya sistem telah selesai
dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan, terutama mereka yang
belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup mengenai dampak teknologi
informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau besar, pengerjaan yang diperkirakan
memakan waktu cukup lama, dan ketidakpastiaan akan sukses tidaknya proyek merupakan
hal-hal yang sangat menakutkan bagi para pengambil keputusan yang akhirnya
memilih untuk tidak melakukan investasi. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara
ekseperimental yang dapat dipergunakan dalam rangka menjembatani hal tersebut, yaitu
masing-masing adalah: prototyping, simulation, dan gameplaying. Penjelasan ringkas
mengenai ketiga pendekatan ini adalah sebagai berikut:
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah
agar perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif
yang terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang
bersangkutan merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi
informasinya. Melalui alat simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat
melakukan berbagai skenario yang dikehendakinya (what-if scenario)
terutama terkait dengan nilai investasi yang ingin dikeluarkan (karena hal
tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi teknologi informasi yang
akan dibangun).
16
investasi terhadap teknologi terkait adalah analisa cost benefit; dimana dalam metode ini
dicoba untuk dikomparasikan antara besarnya investasi yang dikeluarkan dengan perkiraan
manfaat efisiensi yang diperoleh melalui penerapan teknologi informasi tersebut.
Investment Purpose
business survival
improving efficiency
improving
effectiveness
competitive leap
infrastructure
Investment Type
Mandatory
Vital
Critical
Evaluate/Measure
continue/discontinue business
cost benefit
business analysis
Strategic
Architecture
strategic analysis
very broad terms
Kategori berikutnya adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektitivitas usaha, dalam
arti kata melakukan apa yang diistilahkan sebagai do the right thing. Contoh penerapan
aplikasi teknologi informasi terkait dengan hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan
keputusan (decision support system), membangun datawarehouse untuk keperluan
business intelligence, mengembangkan situs electronic commerce, dan lain sebagainya.
Dalam bisnis, investasi semacam ini dikatakan sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat
bahwa tanpa dimilikinya perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk
menjalankan suatu rangkaian proses tertentu. Oleh karena itulah maka cara melakukan
evaluasi terhadap investasi terkait adalah dengan menjalankan aktivitas analisa bisnis,
dimana dalam kegiatan tersebut dipetakan dan didefinisikan rangkaian proses mana saja
yang merupakan core processes atau proses utama; dimana teknologi informasi akan
dipergunakan untuk menopang kehandalan proses tersebut.
Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan
keunggulan kompetitif (competitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para
pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum
memiliki. Terkait dengan tipe investasi ini adalah pengembangan aplikasi untuk
menerapkan berbagai konsep manajemen baru seperti supply chain management,
enterprise resource planning, customer relationship management, call center, dan lain
sebagainya dimana secara signifikan implementasi berbagai perangkat teknologi
informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di depan dipandingkan
dengan para pesaing bisnisnya. Investasi dalam kaitan ini memang terkesan bersifat
strategis, atau memiliki perspektif rentang waktu jangka panjang, sehingga kelayakannya
sangat ditentukan oleh para pimpinan senior perusahaan (misalnya para anggota direksi);
sehingga alat bantu untuk mengukur visibilitas dari investasi ini biasanya terkait dengan
konsep analisa strategis.
Kategori yang terakhir adalah suatu bentuk investasi yang dilatarbelakangi oleh peranan
teknologi informasi sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari
keberadaannya bagi sebuah perusahaan di era global ini. Adalah merupakan suatu standar
bagi perusahaan dewasa ini untuk memiliki corporate website yang dapat diakses oleh
para calon pelanggan di seluruh dunia, menggunakan email sebagai sarana berkomunikasi
sehari-harinya, memanfaatkan sejumlah alat bantu aplikasi office productivity (seperti
word processor, spreadsheet, presentation, database, dan lain-lain), menginstalasi
jaringan Local Area Network untuk keperluan aktivitas sehari-hari, dan lain sebagainya;
dimana keseluruhan perangkat tersebut sudah menjadi sebuah infrastruktur usaha yang
harus dimiliki oleh perusahaan. Besarnya investasi yang perlu dikeluarkan sifatnya sangat
tergantung dari arsitektur infrastruktur yang diadopsi oleh perusahaan, sehingga alat ukur
kelayakannya pun cukup beraneka ragam. Biasanya pimpinan akan melakukan proses
18
benchmarking dengan perusahaan lain yang bergerak di industri serupa dan memiliki
ukuran usaha yang kurang lebih sama untuk mendapatkan perkiraan total investasi yang
wajar untuk kategori infrastruktur ini.
19
Namun pada kenyataannya, tidak semua jenis manfaat tangible dapat dinyatakan dalam
besaran angka atau kuantitatif. Contoh yang paling populer adalah dengan
dikembangkannya Office Automation System, sebuah perusahaan merasa kinerjanya
menjadi lebih efisien dan cost effective. Namun besarnya efisiensi dan efektivitas sangat
sulit dikuantitatifkan dalam rupiah.
TANGIBLE
Di sisi lain, manfaat intangible didefinisikan sebagai manfaat positif yang diperoleh oleh
perusahaan sehubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun tidak memiliki
korelasi secara langsung dengan profitabilitas perusahaan. Seperti halnya manfaat tangible
dan manfaat intangible dapat dibagi menjadi dua bagian, yang quantifiable dan yang
unquantifiable atau biasa pula dipergunakan measurable dan unmeasurable. Matriks
berikut menggambarkan kategori dari manfaat atau benefit yang diperoleh oleh
perusahaan sehubungan dengan investasi di bidang teknologi informasi beserta contohcontohnya.
HIGH
Better Information
Improved Security
Lower Risk
Staff Reduction
Lower Assets
More Sales
LOW
Market Reaction
Access to New Staff
Faster Information
Positive Staff Reaction
LOW
HIGH
MEASURABLE
21
Masih banyak lagi teknik-teknik lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung manfaat
menyeluruh yang dapat diberikan oleh suatu sistem informasi. Pada dasarnya, perlu
dibentuk tim yang secara khusus dapat melakukan analisa cost-benefit secara menyeluruh
sehingga manajemen dapat dengan mudah mengambil keputusan terhadap investasi
besarnya di bidang teknologi informasi.
22
C O S T
D IS P L A C E M E N T
Banyak biaya yang dapat direduksi dengan dimanfaatkannya komputer atau teknologi
informasi di sebuah perusahaan. Pendekatan ini biasa dipergunakan, pada saat teknologi
informasi dipergunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja efisiensi, dalam hal ini
memanfaatkan keunggulan yang ditawarkan untuk mengurangi total biaya yang harus
dikeluarkan perusahaan (biasanya terkait dengan biaya overhead). Misalnya dengan
dipergunakannya komputer, maka lembur tidak perlu dilakukan lagi sehingga biaya
tunjangan gaji karyawan maupun penyelia dapat dikurangi. Atau dengan dipergunakannya
aplikasi spreadsheet, maka tidak perlu lagi direkrut karyawan honorer untuk membuat
laporan konsolidasi dalam bentuk grafik, karena komputer telah secara otomatis
mengeluarkannya. Karena pada dasarnya biaya-biaya tersebut dapat dengan mudah
dihitung secara kuantitatif, maka ROI atau payback dari investasi teknologi informasi
tersebut dapat dengan mudah dan sederhana dihitung seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut ini.
dalam 000,000
Biaya Investasi
Personal Computer
Aplikasi Spreadsheet
Jaringan
Modem
Printer dan Scanner
Instalasi
Total
Biaya Bulanan
Karyawan
Pemeliharaan
Rp100
Rp128
Rp73
Rp2
Rp2
Rp10
Rp315
Rp9
Rp12
23
Pengembangan Aplikasi
Lain-Lain
Amortisasi
Total
Rp8
Rp8
Rp8
Rp45
Manfaat Bulanan
Reduksi gaji pegawai
Reduksi proses kontrol
Reduksi biaya administrasi
Reduksi biaya sewa tempat
Reduksi biaya lain-lain
Total
Rp42
Rp8
Rp4
Rp2
Rp1
Rp57
Rp12
Rp144
46%
2
tahun
Dalam tabel tersebut jelas diperlihatkan bahwa dalam waktu sebulan, perusahaan berhasil
memperoleh manfaat dalam bentuk reduksi biaya sebesar Rp 12 juta per bulan atau RP
144 juta per tahun. Sehingga jelas terlihat bahwa investasi yang dikeluarkan diperkirakan
akan kembali dalam kurun waktu kurang lebih 2 (dua) tahun, karena memberikan ROI
sebesar 46%. Dengan mudah tabel ini dapat di-extend misalnya untuk kurun waktu 3 (tiga)
tahun jika diperlukan oleh manajemen sehingga akan menghasilkan perhitungan seperti
yang diperlihatkan pada ilustrasi berikut.
dalam
000,000
Biaya Investasi
Personal Computer
Aplikasi Spreadsheet
Jaringan
Modem
Printer dan Scanner
Instalasi
Total
Rp100
Rp128
Rp73
Rp2
Rp2
Rp10
Rp315
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Biaya Bulanan
Karyawan
Pemeliharaan
Pengembangan Aplikasi
Lain-Lain
Amortisasi
Total
Rp9
Rp12
Rp8
Rp8
Rp8
Rp45
Rp10
Rp13
Rp9
Rp9
Rp9
Rp50
Rp11
Rp14
Rp10
Rp10
Rp10
Rp55
Manfaat Bulanan
Reduksi gaji pegawai
Reduksi proses kontrol
Reduksi biaya administrasi
Reduksi biaya sewa tempat
Rp42
Rp8
Rp4
Rp2
Rp46
Rp9
Rp4
Rp2
Rp51
Rp10
Rp5
Rp2
24
Rp1
Rp57
Rp1
Rp62
Rp1
Rp69
Rp12
Rp12
Rp14
Rp144
Rp144
Rp168
ROI
Simple Payback
46%
2
46%
tahun
53%
Cost of capital
20%
Rp1,076
tahun
Rp96
Rp120
3
Dalam tabel ini terlihat bahwa manajemen dapat pula memperhitungkan indikator
finansial lainnya seperti discounted annual net benefit dan discounted payback dalam
kurun waktu 3 (tiga) tahun tersebut terkait dengan investasi yang dikeluarkan dan manfaat
reduksi biaya yang diberikan oleh teknologi informasi.
C O S T
A V O ID A N C E
Jika pada cost diplacement diperoleh manfaat berupa reduksi biaya, maka prinsip yang
dipergunakan dalam cost avoidance adalah dihindarinya atau diantisipasinya pengeluaran
biaya yang tidak perlu karena adanya teknologi informasi. Misalnya adalah dengan
dipergunakannya aplikasi Computer Based Training (CBT), maka tidak diperlukan lagi
pengeluaran biaya karyawan untuk keperluan administrasi, akomodasi, material,
instruktur, dan transportasi ke luar kota karena proses pelatihan tersebut dapat dilakukan di
tempat kerja. Cara perhitungan yang sama dapat dipergunakan seperti yang diperlihatkan
pada tabel berikut ini. Terlihat dari perhitungan tersebut bahwa investasi yang dikeluarkan
dapat dikembalikan dalam kurun waktu kurang lebih 6 (enam) tahun karena memberikan
ROI sebesar 16%.
dalam 000,000
Biaya Investasi
Personal Computer
Aplikasi Computer Based Training
Jaringan
Modem
Printer dan Scanner
Instalasi
Total
Rp432
Rp100
Rp60
Rp20
Rp7
Rp220
Rp839
Tahun 1
Biaya Bulanan
Karyawan
Pemeliharaan
Pengembangan Aplikasi
Lain-Lain
Amortisasi
Total
Rp34
Rp65
Rp8
Rp4
Rp23
Rp134
25
Manfaat Bulanan
Tidak memerlukan instruktur
Tidak memerlukan biaya transportasi
Tidak memerlukan biaya akomodasi
Tidak memerlukan biaya makalah
Tidak memerlukan administrasi
Total
Keuntungan per Bulan
Rp120
Rp7
Rp12
Rp3
Rp3
Rp145
Rp11
Rp132
ROI
Simple Payback
D E C IS IO N
16%
6
tahun
A N A L Y S IS
Biaya Investasi
Personal Computer
Aplikasi TIS dan MIS
Jaringan
Modem
Printer dan Scanner
Instalasi
Total
Rp876
Rp89
Rp10
Rp8
Rp2
Rp3
Rp988
Biaya Bulanan
Karyawan
Pemeliharaan
Pengembangan Aplikasi
Lain-Lain
Amortisasi
Total
Rp5
Rp88
Rp11
Rp7
Rp20
Rp131
26
Manfaat Bulanan
Pembayaran piutang lebih cepat
Bunga bank karena tagihan cepat
Kenaikan penjualan
Manfaat lain-lain
Total
Keuntungan per Bulan
Manfaat per Tahun
ROI
Simple Payback
Rp14
Rp8
Rp111
Rp43
Rp176
Rp45
Rp540
55%
2 tahun
Dari situasi ini terlihat bahwa sebenarnya pengambilan keputusan penagihan yang lebih
baik memberikan keuntungan bagi perusahaan sekitar Rp 45 juta per bulan atau kurang
lebih Rp 540 juta per tahun.
IM P A C T
A N A L Y S IS
Manfaat lain yang kerap diperoleh dari implementasi teknologi informasi terkait dengan
penghematan waktu, yang berdampak langsung terhadap penghematan biaya atau peluang
memperoleh pendapatan. Misalnya penerapan Sales Information System untuk
menggantikan proses penjualan secara manual melalui telepon atau tatap muka. Sebelum
sistem ini diterapkan, dalam satu hari setiap salesman dapat melakukan sales call
sebanyak 6 kali dengan masing-masing lama pembicaraan sekitar 35 menit dan pengisian
formulir selama 60 menit. Dengan sistem yang baru, maka lama transaksi dari 35 menit
dapat direduksi menjadi 15 menit, dan pengisian formulir untuk semua pelanggan dari 60
menit dapat dikurangi menjadi 10 menit. Artinya, setiap hari akan dihemat waktu sebesar
170 menit. Artinya setiap salesman dengan waktu tambahan 170 menit tersebut dapat
melakukan tambahan sales call sebanyak 3 transaksi per hari (dengan asumsi durasi sela
antar telepon adalah 25 menit). Jika setiap telepon mendatangkan pendapatan atau revenue
sebesar Rp 1.5 juta sebagia nilai transaksi, maka dalam satu hari perusahaan mendapatkan
tambahan pendapatan sebesar Rp 4.5 juta. Jika net profit per transaksi adalah 7.5%, maka
setiap harinya akan diperoleh manfaat sebesar Rp 1.69 juta per hari atau Rp 33.75 juta per
bulan. Katakanlah sistem yang diinvestasikan ada 5 (lima) buah, berarti manfaat bulanan
satu buah sistem adalah Rp 6.75 juta atau Rp 81 juta per tahun. Perusahaan akan
memperoleh ROI yang cukup besar dalam hal ini yaitu sekitar 63%.
dalam
000,000
Rp30
Rp23
Rp10
Rp10
Rp10
Rp45
Rp128
27
Biaya Bulanan
Karyawan
Pemeliharaan
Pengembangan Aplikasi
Lain-Lain
Amortisasi
Total
Rp4
Rp6
Rp3
Rp2
Rp12
Rp27
Manfaat Bulanan
Rata-rata "sales call" per hari
Rata-rata nilai penjualan per "call"
Reduksi rata-rata durasi "sales call" dari 35 menjadi 15 menit
Reduksi waktu yang diperlukan untuk mengisi formulir dari 60 menjadi 10
menit
Total Hemat Waktu
Rata-rata waktu sela antara "sales call"
Artinya terdapat tambahan peluang untuk melakukan tambahan "sales call"
Sehingga akan mendapatkan tambahan pemasukan sejumlah
6
Rp1.5
20
menit
50
menit
Rp170
menit
25
menit
per hari
Rp4.5
per hari
Net Profit
7.5%
1.688
33.75
6.75
Rp81
ROI
63%
28
Langkah berikutnya adalah menentukan jenis indikator ukuran apa yang dapat
dipergunakan untuk merepresentasikan masing-masing perubahan tadi, seperti:
Mengurangi keluhan
jumlah keluhan
Mengurangi kesalahan
jumlah kesalahan
Mempercepat tagihan
waktu pengiriman
Mempercepat pembayaran
waktu pembayaran
dan seterusnya.
Langkah keempat adalah memperkirakan kuantitas perubahan yang terjadi terhadap
masing-masing indikator ukuran yang ada jika sistem baru diimplementasikan. Dalam hal
ini misalnya:
29
Jumlah keluhan berkurang dari sekitar 10 buah per hari menjadi tidak lebih
dari 2 per hari;
Jumlah kesalahan berkurang dari sekitar 150 buah per hari menjadi tidak lebih
dari 10 per hari;
Langkah keenam atau langkah terakhir adalah menggunakan total hasil perhitungan di atas
sebagai jumlah manfaat yang diberikan sistem teknologi informasi kepada perusahaan.
Barulah berdasarkan karakteristiknya, pergunakanlah metode pengukuran cost-benefit
seperti ROI, IRR, NPV, Value Analysis, dan lain sebagainya.
30
Fee yang diperoleh perusahaan untuk setiap transaksi yang terjadi atau
dibukukan;
Dalam perhitungan yang lebih akurat, nilai manfaat yang diharapkan tersebut sebenarnya
harus dikalikan dengan sejumlah probabilitas agar sesuai dengan kenyataan yang ada.
Rumus atau formula yang kerap dipergunakan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:
Expected Return = Estimated Return x IT Investment Equation
dimana nilai sebenarnya dari manfaat yang akan diperoleh perusahaan adalah merupakan
hasil perkalian antara besarnya nilai yang diharapkan dengan sebuah nilai probabilitas
tertentu, yang pada dasarnya merupakan ekuasi atau persamaan dari investasi teknologi
informasi.
Adapun persamaan dari investasi teknologi informasi tersebut dapat dinyatakan sebagai:
IT Investment Equation = P(ROI Type) x P(Conversion Success)
dimana
IT Investment Equation = P(Success|Return)
yang berarti bahwa probabilitas kesuksesan sebuah investasi teknologi informasi sehingga
mendatangkan atau memberikan manfaat tertentu akan sangat bergantung dari probabilitas
tercapainya ROI dari tipe aplikasi teknologi informasi terkait dan probabilitas suksesnya
proses pengembangan dan aplikasi aplikasi teknologi informasi tersebut.
Contohnya adalah sebagai berikut. Katakanlah perusahaan bermaksud untuk membeli dan
mengimplementasikan sistem lembur untuk membantu manajemen dalam memonitor dan
mengawasi pekerjaan karyawannya. Alasan diimplementasikannya sistem ini karena
melihat kenyataan bahwa banyak karyawan yang melakukan kerja lembur hanya agar
31
=
=
=
=
=
=
yang artinya adalah bahwa nilai yang harus dimasukkan sebagai value manfaat dari
teknologi informasi adalah Rp 30 juta, bukan Rp 50 juta seperti yang diperkirakan
sebelumnya.
Untuk mencari angka kedua probabilitas di atas, manajemen biasanya melakukan riset
kecil dengan cara mengumpulkan informasi atau referensi terkait dengan ukuran tersebut.
Cukup banyak lembaga-lembaga di dunia yang telah melakukan riset serupa seperti AC
Nielsen, Gartner, Jupiter, dan lain-lain - dimana hasilnya dapat dengan mudah didapatkan
melalui internet. Katakanlah sebuah perusahaan yang berniat untuk mengimplementasikan
aplikasi Enterprise Resource Planning atau ERP ingin melakukan perhitungan manfaat
yang mendekati akurat. Melalui perhitungan kasar, didapatkan keuntungan perusahaan
dalam satu tahun sebesar Rp 10 Milyar, dimana nilai ini merupakan estimated return.
Ketika dilakukan pencarian referensi, didapatkan dua buah informasi yang kurang lebih
dapat dipergunakan sebagai parameter probabilitas yang diinginkan untuk menghitung
expected return dari manfaaat implementasi ERP.
32
Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa probabilitas diperolehnya manfaat dari
implementasi ERP adalah sekitar 77% (27% highly successful dan 50% moderately
successful); sementara probabilitas keberhasilan kebanyakan proyek ERP di perusahaan
adalah sekitar 35% (implementation complete), sehingga memberikan:
Expected Return
Fenomena tersebut oleh Lucas pada tahun 1991 ditelurkan dalam bentuk 4 (empat) prinsip
utama dalam berinvestasi, yaitu masing-masing:
1.
Terdapat beraneka ragam jenis manfaat atau value bagi perusahaan melalui
penerapan teknologi informasi, dimana Return On Investment dalam satuan
dan bentuk uang hanyalah merupakan salah satu jenis dari value tersebut;
2.
3.
4.
33
P E M B A N G U N A N
P R O T O T IP
Obyektif dari tahap ini adalah melakukan perencanaan dan konstruksi sebuah prototip
aplikasi kecil untuk memberikan gambaran atau ilustrasi kepada yang berkepentingan
terhadap seperti apa bentuk aplikasi lengkap nantinya. Ada dua jenis prototip aplikasi yang
dapat dibangun. Pertama adalah prototip yang menggambarkan sebagian kecil modul dari
sistem besar yang lengkap; sementara jenis kedua adalah prototip yang menggambarkan
sebuah modul yang memiliki fitur lengkap dari sistem besarnya. Pada tahap ini, ada empat
langkah utama yang harus dilakukan.
Langkah pertama adalah melakukan identifikasi terhadap manfaat seperti apa yang dapat
diperlihatkan atau ditunjukkan kepada para mereka yang berkepentingan. Dalam
melakukan pengidentifikasian ini, sang perancang aplikasi haruslah jeli agar value atau
manfaat yang hendak diperlihatkan benar-benar dapat dimengerti, relevan, dan kontekstual
dengan calon pengguna. Contoh dari value yang dapat ditonjolkan di dalam prototip
aplikasi adalah sebagai berikut:
Seorang dokter dapat berkomunikasi dengan para pasiennya melalui teleconference yang diinstalasi di rumah dan tempat praktek kerjanya;
Seorang dosen dapat melakukan perkuliahan secara virtual di dunia maya yang
dapat diikuti oleh seluruh mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan
bumi; dan lain sebagainya.
Berdasarkan tawaran value di atas, langkah kedua yang harus dilaksanakan adalah
memperkirakan kisaran biaya maksimum berapa yang sanggup dikeluarkan oleh
perusahaan atau investor untuk membuat prototip aplikasinya. Agar yang bersangkutan
bersedia untuk mengalokasikan dana tersebut, ada baiknya prototip yang dikembangkan
bukanlah merupakan suatu sistem setengah jadi yang sifatnya coba-coba, tetapi dapat
langsung dimanfaatkan sebagai sebuah modul kecil yang menjalankan sebuah proses
bisnis tertentu.
Katakanlah perusahaan telah sepakat untuk mengalokasikan uang sejumlah X rupiah untuk
membangun aplikasi terkait. Jika biaya tersebut dianggap cukup oleh para pembuat
prototip, maka langkah ketiga yang dilakukan adalah mengembangkan prototip aplikasi
tersebut.
Setelah prototip jadi, maka langkah keempat yang dilakukan adalah mendemokan atau
memperlihatkan fitur dan keunggulan aplikasi tersebut kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama mereka yang akan menggunakan dan memiliki kewenangan
untuk memutuskan alokasi investasi. Dengan memperlihatkan prototip aplikasi ini, maka
yang bersangkutan dapat secara jelas memperoleh gambaran manfaat intangible apa yang
terkandung dan akan diperoleh perusahaan seandainya keseluruhan sistem berhasil
dibangun dan diimplementasikan.
T A H A P
P E N G E M B A N G A N
S IS T E M
U T U H
Dengan berasumsi bahwa manajemen merasa puas dengan hasil yang diperlihatkan oleh
prototip aplikasi, maka langkah kelima yang kemudian harus dilakukan adalah melakukan
perhitungan terhadap perkiraan total biaya yang dibutuhkan untuk membangun
keseluruhan sistem yang dimaksud. Perlu diperhatikan bahwa yang harus dihitung adalah
keseluruhan biaya secara lengkap (total cost of ownership), menyangkut biaya investasi,
operasional, dan pemeliharaan sistem.
Langkah keenam adalah membiarkan para pengambil keputusan untuk
mempertimbangkan kelayakan total biaya yang dibutuhkan tersebut dengan keseluruhan
manfaat yang telah mereka pahami melalui demo prototip aplikasi terdahulu.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka jika yang bersangkutan menilai bahwa biaya
tersebut sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh, maka langkah ketujuh yang
dilaksanakan adalah membangun aplikasi terkait secara utuh.
Akhirnya, setelah sistem tersebut jadi dan diimplementasikan, perlu dilakukan langkah
kedelapan untuk me-leverage investasi yang telah dialokasikan, dalam bentuk perbaikan
atau peningkatan fitur maupun fasilitas sistem utuh yang ada agar dapat memberikan lebih
banyak manfaat bagi pemakainya.
35
Value Linking adalah manfaat yang diperoleh berupa peningkatan kinerja satu atau
sejumlah fungsi bisnis atau organisasi karena adanya implementasi teknologi informasi.
Katakanlah fungsi back office atau administrasi yang tadinya sarat dengan pengeluaran
untuk keperluan alat-alat kantor dapat secara signifikan dikurangi karena
diimplementasikannya konsep paperless office atau electronic document management
system. Atau semakin meningkatnya kompetensi sumber daya manusia perusahaan karena
organisasi membangun dan menerapkan konsep computer based training. Atau sebuah
perguruan tinggi yang meningkat knowledge base dan potential revenue source-nya
karena menerapkan konsep e-learning. Manfaat yang diperoleh sebagai dampak
diimplementasikannya teknologi informasi ini harus diperhitungkan dalam melakukan
kajian atau analisa cost-benefit.
Value Acceleration berkembang sebagai konsekuensi logis dari nature atau karakteristik
teknologi yang memiliki dimensi kecepatan atau mempercepat terciptanya suatu
manfaat bagi organisasi semacam perusahaan. Lihatlah bagaimana fungsi pada ATM
(Automated Teller Machine) dapat memberikan kinerja pelayanan jauh lebih cepat
dibandingkan dengan traditional teller atau customer service dalam hal-hal semacam
mentransfer dana, mengambil tunai, menabung, membayar tagihan, dan lain sebagainya.
36
Selain fungsi operasional, secara strategis pun keberadaan teknologi informasi dapat
memberikan manfaat dalam dimensi kecepatan yang tinggi, seperti dalam hal: pembukaan
kantor cabang baru (secara virtual), pengembangan pasar secara internasional (melalui
internet), peningkatan frekuensi dan transaksi perdagangan (e-commerce atau e-business),
dan lain sebagainya.
Value Restructuring merupakan manfaat langsung maupun tidak langsung yang dinikmati
perusahaan karena terjadinya sejumlah restrukturisasi proses bisnis. Restrukturisasi yang
dimaksud terjadi ketika sejumlah rangkaian proses yang terjadi di perusahaan didesain
kembali secara lebih ramping sebagai dampak dilibatkannya perangkat teknologi
informasi dan komunikasi di dalam bisnis. Paling tidak terdapat 4 (empat) cara melakukan
restrukturisasi proses, yaitu melalui: eliminasi proses, simplifikasi proses, integrasi proses,
dan otomatisasi proses. Dengan melakukan satu atau lebih cara tersebut, jelas akan terlihat
peningkatan kinerja proses bisnis yang ada di dalam organisasi.
Innovation yang dimaksud dalam kerangka ini adalah kemampuan teknologi informasi
dalam membantu melahirkan produk-produk dan jasa-jasa baru yang dapat ditawarkan ke
pasar. Lihatlah bagaimana teknologi semacam SMS (Short Message Services) telah
mampu mengembangkan beragam pasar baru karena kemampuannya melahirkan
sejumlah produk atau jasa yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, seperti: membeli
pulsa telepon, melakukan jajak pendapat, memesan tiket pesawat, bermain game interaktif,
dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini memberikan manfaat yang sangat signifikan bagi
perusahaan yang berhasil menerapkannya.
37
atau pemilik usaha. Berdasarkan visi, misi, obyektif, dan sasaran yang dikemukakan
dalam rencana bisnis itulah maka perusahaan menyusun strategi operasionalnya
sehari-hari. Hal yang utama dilakukan adalah mendesain rangkaian proses bisnis
terkait dengan penciptaan produk dan jasanya serta membentuk sebuah struktur
organisasi yang dinilai paling efektif dan efisien.
Untuk mendesain sebuah proses bisnis dengan kinerja yang prima dalam arti kata
lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik dibandingkan dengan para pesaing bisnis
yang lain dilibatkanlah teknologi informasi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
sebuah arsitektur sistem informasi yang dapat menjawab tantangan usaha tersebut.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, perkembangan teknologi informasi yang
sedemikian cepat tidak saja merupakan tantangan tertentu bagi perusahaan, namun
lebih jauh lagi dapat menciptakan sejumlah peluang bisnis baru yang tidak pernah
terpikirkan sebelumnya. Peluang baru inilah yang secara interaktif akan
mempengaruhi rencana bisnis yang telah disusun sebelumnya untuk kemudian
direvisi.
Secara pemahaman rule of thumb, kedua domain tersebut dapat dipisahkan karena
adanya hubungan dimana domain atau perspektif bisnis dikaitkan dengan aspek
manfaat, sementara domain teknologi dianggap yang berkontribusi terhadap aspek
biaya (atau bisnis merupakan sumber pendapatan sementara teknologi merupakan
sumber pengeluaran).
38
Oleh karena itulah maka keseimbangan di antara dua domain ini perlu dijaga secara
hati-hati agar hasil akhirnya bukanlah merupakan kerugian bagi perusahaan.
Jika kedua domain tersebut dianggap sebagai sebuah neraca usaha, maka akan
diperoleh hubungan antara kedua domain terkait berupa siklus sebagai berikut. Bisnis
akan memperoleh sebuah value apabila menerapkan aplikasi teknologi informasi
tertentu. Tentu saja teknologi terkait akan membutuhkan biaya investasi dan
operasional yang akan dibebankan kepada bisnis tersebut. Namun biaya tersebut
bukanlah merupakan alokasi finansial yang hilang atau sia-sia karena akan
menggerakkan aplikasi teknologi informasi yang dimaksud untuk menciptakan
sejumlah atau beragam value yang akan mendatangkan sumber pendapatan baru bagi
bisnis, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk melakukan perhitungan terhadap value maupun biaya investasi tersebut perlu
dilibatkan berbagai pihak di dalam perusahaan, seperti: para manajer, direktur
keuangan, kepala divisi perencanaan, penanggung jawab manajemen sistem
informasi, dan lain sebagainya. Ada dua tugas besar yang harus mereka jalankan
terkait dengan pengkajian cost-benefit ini, masing-masing adalah menentukan
besarnya manfaat atau value dari sejumlah perencanaan implementasi aplikasi
teknologi informasi yang ada, untuk kemudian menyusun urutan prioritas
pengembangannya.
39
Dengan melakukan hal yang sama terhadap setiap aplikasi teknologi yang ada, maka
manajemen perusahaan dapat melihat dan membanding-bandingkan total value dari
masing-masing aplikasi teknologi yang telah dimiliki maupun yang akan
dikembangkan.
Untuk dapat menentukan prioritas terhadap sistem mana yang sebaiknya terlebih
dahulu diperhatikan dan dibangun, perlu dilakukan satu tahapan pengkajian. Caranya
adalah dengan mencoba menghitung total value yang merupakan hasil penjumlahan
antara ROI (dan konsep lain yang dimiliki) dengan hasil evaluasi pada domain bisnis
(meliputi manfaat total yang berpotensi akan diraih perusahaan) dan hasil evaluasi
pada domain teknologi (merupakan keunggulan-keunggulan yang diperoleh oleh
perusahaan karena adanya teknologi tersebut setelah memperhitungkan berbagai
faktor biaya dan resiko yang ada). Urutan prioritas ditentukan berdasarkan total nilai
terbesar yang diperoleh oleh masing-masing proyek teknologi informasi yang ada.
40
P L A N N IN G
S U IT E
Ada sebuah kerangka konseptual menarik yang diperkenalkan oleh Lembaga Riset
Gartner terkait dengan manajemen investasi teknologi informasi di sebuah perusahaan.
Gartner melihat bahwa kebijakan investasi di sebuah perusahaan adalah merupakan bagian
dari prinsip governance yang harus diterapkan dalam hal ini adalah bagaimana
perencanaan dan pengembangan teknologi informasi benar-benar dilakukan untuk
mendukung tercapainya obyektif bisnis dengan menjunjung tinggi aspek akuntabilitas,
responsibilitas, dan transparansi. Sehubungan dengan hal tersebut, perencanaan sebuah
investasi teknologi informasi harus sejalan atau align dengan strategi bisnis terkait. Untuk
keperluan tersebut, Gartner menawarkan sebuah konsep governance yang diberi nama
Gartners Integrated Planning Suite (Kumagai, 2002).
Dalam kerangka ini, ada empat aspek yang saling terkait satu dengan lainnya sehubungan
dengan prinsip governance yang ingin ditegakkan, dimana masing-masing memiliki relasi
keterkaitan sebagai berikut:
Perlu diketahui bahwa Gartner mengembangkan konsep berfikir dalam kerangka tersebut
karena dilatarbelakangi oleh hasil riset yang dilakukannya pada tahun 2002, dimana
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
3.
Dengan kata lain, keberadaan aspek strategic planning, enterprise architecture, dan
portfolio performance management merupakan kunci penting yang harus dipertimbangkan
42
V A L U E -O P T IM IZ E D
F R A M E W O R K
Dalam kenyataan sehari-hari, sangat jarang perusahaan berada dalam kondisi yang ideal
seperti yang dimaksud di atas. Proses menuju pada terciptanya governance tersebut
biasanya secara evolusi dilalui oleh perusahaan dalam beberapa tahap yang kerap
diistilahkan sebagai proses pematangan atau maturity process. Berpegang pada standar
IT Governance yang diperkenalkan oleh Information System Audit and Control
Association (ISACA) yang dikembangkan dengan menggunakan teori Capability Maturity
Model (CMM) dari Software Engineering Institute (SEI), proses pematangan IT
Governance dilakukan melalui lima tahap (level). Kerangka yang diberi nama ValueOptimized Framework ini berusaha untuk melihat kematangan tata kelola (governance)
perusahaan dari dua sisi utama, yaitu manajemen portofolio investasi (portfolio
management) dan keberadaan indikator untuk mengukur kinerja (performance
measurement). Adapun kelima tahap yang dimaksud memiliki arti sebagai berikut:
1.
Pada tahap awal ini yang dijadikan fokus untuk mengembangkan governance
lebih pada aktivitas internal perusahaan, yang masing-masing dilakukan oleh
sebuah fungsi organisasi. Dengan kata lain, ukuran kinerja perusahaan dilihat
dari seberapa jauh beragam aktivitas internal memenuhi standar yang telah
ditentukan oleh manajemen. Sementara itu, terkait dengan permasalahan
manajemen portofolio investasi, manajemen masih dalam fase dini, dimana
mulai ditanamkan keperdulian mengenai pentingnya aspek ini.
2.
Pada tahap kedua ini, fokus pengukuran kinerja mulai ditekankan pada
aktivitas atau proses lintas departemen. Yang menjadi ukuran utama pada
proses lintas fungsi ini adalah outcome atau output yang dihasilkan oleh
serangkaian proses tersebut, terutama dilihat dari sisi customer atau pelanggan
dari rangkaian proses tersebut. Adapun dalam kaitannya dengan manajemen
investasi, pimpinan perusahaan mulai memahami dan menetapkan baku
standar tata kelola investasi teknologi informasi di perusahaan yang harus
ditaati oleh segenap sumber daya manusia yang ada.
3.
4.
Pada tahap keempat, domain kinerja proses ditingkatkan secara lebih luas lagi,
yaitu menyangkut keseluruhan proses perusahaan yang telah diintegrasikan
dengan seluruh rangkaian proses yang dimiliki oleh para mitra bisnis, baik
yang berfungsi sebagai pemasok (supplier), vendor, lembaga keuangan, dan
mitra strategis lainnya. Konsep manajemen terintegrasi seperti supply chain
management dan customer relationship management merupakan beberapa
contoh dari teori yang dapat diterapkan dalam format ini. Sementara itu di sisi
manajemen investasi, telah terjadi proses optimalisasi atau perbaikan terhadap
43
Pada tahap ultimate atau final ini, secara teori telah terjadi sebuah platform,
dimana penyelenggaraan proses internal dan eksternal telah membentuk suatu
sistem yang mampu memperbaiki dirinya sendiri dalam arti kata dapat
dengan mudah diubah-ubah dan disesuaikan dengan kondisi bisnis yang secara
dinamis berubah (kemampuan adaptif). Sementara di sini manajemen
investasi, dengan sendirinya telah terjadi proses leveragement dari teknologi
informasi yang dimiliki karena telah terjadi sejumlah optimalisasi proses di
berbagai bidang.
Dalam kerangka value-optimized tersebut terlihat bahwa ketiga aspek lainnya dalam tata
kelola teknologi informasi yaitu strategic planning, investment management, dan
enterprise architecture merupakan pilar penyanggah terlaksananya governance yang
baik selama proses pematangan terjadi dengan fungsi keterkaitan sebagai berikut:
Menurut hasil riset oleh lembaga yang sama, perusahaan yang mengembangkan prinsip
governance-nya secara bertahap sesuai dengan maturity model yang ada berhasil
meningkatkan kinerjanya secara signifikan, yaitu:
44
45
46
Dalam kerangka portofolio jenis ini, nature dari sebuah aplikasi teknologi informasi dibagi
menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
Pada setiap kategorisasi pasti terkandung suatu filosofi tertentu. Foundation Infrastructure
adalah merupakan suatu kategori aplikasi yang mau tidak mau harus dimiliki oleh
perusahaan, sehingga keberadaannya bersifat mutlak. Utility merupakan kebutuhan
minimum yang harus pula dimiliki perusahaan karena merupakan aplikasi yang mengurusi
permasalahan administrasi usaha. Karena sifatnya sebagai aplikasi penunjang (supporting
applications), maka keberadaannya pastilah akan memakan biaya tertentu (cost center),
sehingga perlu dipikirkan cara yang paling efisien untuk mengelolanya. Sebaliknya pada
aplikasi bertipe enhancement, penerapan aplikasi yang baik akan memberikan keuntungan
signifikan bagi bisnis, dalam arti kata berpengaruh langsung terhadap peningkatan kualitas
produk dan jasa, sehingga aplikasi terkait harus dikembangkan seefektif mungkin. Dan
yang terakhir, aplikasi pada kategori frontier biasa dikembangkan perusahaan untuk
mencari sumber pendapatan baru (non konvensional) sehingga profitabilitas usaha dapat
47
ditingkatkan. Melihat pembagian ini, manajemen perusahaan harus berusaha keras untuk
memikirkan proporsional investasinya untuk ditanamkan pada kategori mana saja, agar
berimbang, dan sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Biasanya, proporsi
keseimbangan portofolio akan bergantung pada jenis industri dimana perusahaan tersebut
berada seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini.
dimana kategori aplikasi dibagi menjadi 5 (lima) jenis dari yang sifatnya mandatory
(keharusan) sampai dengan strategis. Terkait dengan investasi yang ditanamkan, terlihat
bahwa semakin tinggi resiko yang diambil, akan semakin besar pula potensi manfaat
investasi yang dapat diperoleh perusahaan seandainya berhasil.
48
Pada saat biaya tersebut telah disepakati, maka dialokasikanlah sejumlah uang agar proyek
terkait dapat segera dimulai. Adalah merupakan suatu keharusan bagi seorang project
manager untuk memonitor atau mengawasai pemakaian biaya tersebut selama proyek
berjalan, agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengganggu lancarnya pengerjaan
proyek. Pada aktivitas yang diberi nama project cost control ini terdapat sejumlah hal yang
harus dilakukan, yaitu:
49
Terkait dengan aktivitas tersebut di atas, ada berbagai konsep yang dapat dipergunakan,
salah satunya adalah Earned Value Management (EVM). Dalam EVM, dikenal beberapa
istilah penting, yaitu:
Terlihat dalam contoh tersebut sebuah aktivitas pembelian web server yang direncanakan
untuk dilakukan selama dua minggu; dimana di minggu pertama telah dianggarkan
sejumlah uang sebesar US$10,000 dan di minggu kedua sebesar US$0. Saat ini, proyek
telah memasuki minggu kedua (tahap pertama baru saja selesai), dan telah selesai
dikerjakan kurang lebih 75% dari aktivitas terkait; namun dari catatan yang ada, pada
minggu pertama telah dikeluarkan biaya sebesar US$15,000 dan pada minggu kedua telah
dipergunakan uang sebesar US$5,000. Dengan berdasarkan pada perhitungan EV = 75% x
US$10,000 = US$7,500 maka dapat dipergunakan sejumlah formula kinerja sebagai
berikut:
50
CPI atau Cost Performance Index sebesar 50% mengandung arti bahwa
proyek telah rugi sebesar dua kali dari biaya yang seharusnya dikeluarkan;
dan
SPI atau Schedule Performance Index sebesar 75% mengandung arti bahwa
baru 75% porsi aktivitas yang selesai dikerjakan.
Dengan kata lain, dibutuhkan dana sebesar US$10,000 (total anggaran) x 50% (CPI) =
US$5,000 pada minggu kedua agar akvititas dapat selesai sepenuhnya.
Perlu diperhatikan bahwa sejumlah formula tersebut dapat dipergunakan sebagai indikator
kinerja proyek, terutama terkait dengan manajemen pembiayaan, melalui cara sebagai
berikut:
Demikian pula CPI atau SPI yang nilainya lebih kecil dari 100% merupakan
indikasi terjadinya permasalahan biaya dalam proyek.
Mengingat proyek pada dasarnya merupakan kumpulan dari serangkaian aktivitas atau
kegiatan, maka perlu dikembangkan anggaran secara lengkap seperti yang diperlihatkan
pada tabel berikut.
51
52
T I P E
M A N F A A T
Y A N G
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan butir-butir manfaat yang
diharapkan organisasi atau perusahaan sehubungan dengan sistem teknologi informasi
yang akan diterapkan. Contohnya adalah 16 manfaat generik yang kerap dipergunakan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
L A N G K A H 2 : M E N Y U S U N
K O N S T I T U E N
K U E S I O N E R
U N T U K
K E T I G A
Hal selanjutnya yang perlu dipersiapkan adalah menyusun kuesioner serupa tapi tak
sama yang akan diisi oleh ketiga domain konstituen yang berbeda tersebut. Dikatakan
serupa karena daftar pertanyaan yang diberikan sama terhadap ketiga konstituen, yaitu
berasal dari ke-16 manfaat generik yang telah dijelaskan sebelumnya; dikatakan tak
sama karena masing-masing konstituen akan memberikan penilaiannya dengan
menggunakan konteks indikator yang berbeda sesuai dengan karakteristik, kebutuhan,
peranan, dan ekspektasi dari masing-masing konstituen. Contoh kuestioner yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
Domain Pimpinan dan Manajemen
1. Kemampuan sistem dalam mereduksi total biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan
Tidak Relevan
Tidak Penting
Penting
Kritikal
2. Mengganti karakteristik biaya yang kerap dikeluarkan melalui efisiensi
Tidak Relevan
Tidak Penting
Penting
Kritikal
3. dan seterusnya
Domain Pengelola Teknologi Informasi
1. Kemampuan sistem dalam mereduksi total biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan
Tidak Mungkin
Mungkin
Berpotensi
Pasti
2. Mengganti karakteristik biaya yang kerap dikeluarkan melalui efisiensi
Tidak Mungkin
Mungkin
Berpotensi
Pasti
3. dan seterusnya
Domain Pengguna atau Pemakai
1. Kemampuan sistem dalam mereduksi total biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan
Sangat Buruk
Buruk
Baik
Sangat Baik
2. Mengganti karakteristik biaya yang kerap dikeluarkan melalui efisiensi
54
Tidak Mungkin
Mungkin
3. dan seterusnya
Berpotensi
Pasti
H A S I L
D A N
M E N G K A J I
G A P
Hasil dari kuestioner untuk masing-masing konstituen tersebut dihitung dan dicari nilai
akhirnya misalnya dengan menggunakan rata-rata. Katakanlah hasilnya adalah seperti
yang diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Pimpinan
Pengelola
Pengguna
3.4
2.5
1.5
2.5
1.2
3.3
1.6
3.0
2.0
2.0
3.3
3.0
1.0
2.0
4.0
2.4
2.0
2.0
3.6
3.0
1.0
2.1
2.0
2.0
3.0
3.1
3.1
2.2
2.0
2.4
4.0
3.1
2.2
3.2
2.9
3.1
3.4
2.6
2.2
2.2
2.2
3.0
3.3
4.0
1.0
3.9
3.1
2.5
55
: importance scores
: expectation scores
: experience scores
1 to 2
2 to 3
3 to 4
*@
#@
*@
#@
*#
#@
*#@
#@
*#@
*#
*#
*#@
*# @
*#
*@
#@
*#@
*#
#@
56
Dari tabel di atas terlihat, bahwa sistem yang diterapkan telah berhasil memenuhi 4
(empat) harapan atau ekspektasi perusahaan, yaitu masing-masing dalam hal:
Sedangkan terhadap hasil pada masing-masing kriteria manfaat lainnya, tampak dengan
jelas sejumlah gap yang terjadi di antara ketiga konstituen terkait. Paling tidak terdapat 3
(tiga) jenis gap yang perlu diperhatikan seperti yang dijelaskan berikut ini:
Gap 1 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signifikan antara Pimpinan dan
Pengelola;
Gap 2 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signifikan antara Pengelola dan
Pengguna; dan
Gap 3 terjadi jika ada nilai perbedaan yang signifikan antara Pimpinan dan
Pengguna.
L A N G K A H 4 : M E N G A M B I L
M A S I N G - M A S I N G G A P
K E S I M P U L A N
T E R H A D A P
Dari tabel yang terakhir disusun dan tiga kategori gap yang ada, dapat diambil sejumlah
kesimpulan terhadap masing-masing butir kriteria sebagai berikut.
Gap 1: Pimpinan vs Pengelola
Jika nilai (* - #) > 0, maka berarti bahwa pengelola tidak berhasil membangun
sistem sesuai dengan besarnya harapan yang dimiliki oleh pimpinan (under
achievement) atau dianggap gagal mencapai ekspektasi yang ada.
Jika nilai (* - @) < 0, maka berarti bahwa para pengguna sistem memiliki
tingkat kepuasan sesuai atau lebih besar daripada pandangan pimpinan
terhadap nilai kepentingan sistem tersebut.
Dengan menganalisa ketiga gap tersebut maka dapat diambil sejumlah kesimpulan sebagai
berikut:
Jika Gap 1 bernilai positif, maka terdapat gap atau masalah kesenjangan yang
tinggi antara pimpinan perusahaan yang memiliki perspeksi tersendiri terhadap
business value of information technology dengan kemampuan pengelola
dalam menghasilkan sebuah sistem dengan kinerja yang dimaksud. Dalam
posisi ini layak dipertimbangkan kerjasama dengan pihak ketiga (misalnya
dengan menggunakan pola outsourcing), terutama terhadap sejumlah kriteria
manfaat yang sangat diharapkan oleh pimpinan terhadap sistem yang
dibangun.
Jika Gap 2 bernilai positif, maka terdapat gap atau masalah kesenjangan antara
manfaat positif yang secara langsung ingin dirasakan oleh para pengguna
sistem dengan kinerja sistem yang dibangun oleh pengelola. Pengelola dalam
hal ini perlu mengkaji kembali strateginya mulai dari memikirkan user
interface yang cocok bagi para pengguna sampai dengan menerapkan sebuah
aplikasi yang manfaatnya langsung dirasakan atau quick win oleh setiap
pengguna.
Jika Gap 3 bernilai positif, maka terdapat suatu masalah yang serius karena
manfaat yang dianggap penting oleh pimpinan untuk dapat dirasakan
organisasi atau perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan para
pengguna sistem tersebut. Untuk mencegah terjadinya pemboikotan dari
pengguna sistem, ada baiknya komunikasi dan negosiasi antara pimpinan
dan pengguna digalakkan untuk memperoleh pandangan yang serupa
mengenai manfaat yang dituju dengan dibangunnya sistem terkait.
Metode analisa manfaat berdasarkan gap antara tiga konstituen organisasi ini sangat baik
diterapkan di sebuah organisasi besar yang sulit melakukan komunikasi efektif antara
pihak pimpinan, pengelola, dan pengguna. Dengan dibantu oleh kuesioner sederhana dan
mudah dipahami, manajemen pengembang sistem informasi dapat membangun strategi
pendekatan agar investasi besar yang telah dikeluarkan dipandang wajar oleh ketiga
konstituen tersebut karena kecilnya gap perspektif di antara mereka bertiga.
58
E S T A B L I S H
I T S
R O L E
I N
C R E A T I N G
Setiap individu dapat memandang teknologi informasi secara berbeda, tergantung dari
kacamata atau perspektifnya masing-masing. Pimpinan perusahaan dalam hal ini harus
memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan peranan teknologi informasi yang spesifik
bagi perusahaannya dengan cara menekankan kepada segenap manajemen dan karyawan
perusahaannya akan posisi teknologi informasi yang dimaksud di dalam kerangka usaha
yang ada. Dengan cara demikianlah maka akan didapat kesatuan pandangan akan manfaat
teknologi informasi yang akan dan diharapkan diperoleh dengan keberadaannya di
perusahaan.
Sejumlah teori mengatakan bahwa karakteristik industri dimana perusahaan itu berada
akan sangat mempengaruhi tipe peran teknologi informasi dalam memberikan
manfaatnya. Lihatlah beberapa contoh teori yang kerap dipergunakan sebagai berikut:
Inti dari langkah ini adalah adanya kesepakatan dan pemahaman bersama dari seluruh
jajaran perusahaan bahwa keberadaan teknologi informasi adalah semata-mata untuk
mendatangkan manfaat bisnis tertentu yang telah dicanangkan bersama.
L A N G K A H 2 :
P O R T F O L I O
C L A S S I F Y
B E N E F I T S
W I T H I N
Y O U R
I T
Setiap perusahaan biasanya menerapkan lebih dari satu aplikasi teknologi informasi. Yang
perlu dipahami adalah bahwa setiap jenis aplikasi memiliki hakekat manfaat yang berbeda
satu dan lainnya. Terhadap masing-masing aplikasi yang berada pada portofolio aplikasi
teknologi informasi tersebut, perlu dilakukan pemetaan terhadap peranan dan manfaatnya
masing-masing. Ada beberapa sistem pembagian kategori yang dapat dilakukan.
59
Contohnya adalah lima kateogri yang diperkenalkan oleh Weill dan Broadbent sebagai
berikut:
penunjang
Dengan melakukan klasifikasi terhadap manfaat tersebut maka perusahaan dapat melihat
apakah mayoritas (atau perbandingan) aplikasi dengan proporsi terbesar sejalan dengan
peranan teknologi informasi yang telah didefinisikan sebelumnya. Jika ya, berarti
perusahaan telah secara tepat memposisikan keberadaan teknologi informasi dalam
konteks bisnis yang berarti pula akan meningkatkan probabilitas keberhasilan pencapaian
manfaat teknologi informasi. Jika tidak, perlu diadakan pengkajian ulang dengan
melibatkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan dan alasan-alasan tertentu.
L A N G K A H 3 :
S T R A T E G Y
M A P
I T
B E N E F I T S
O N T O
B U S I N E S S
60
Cara lain yang kerap dipergunakan oleh perusahaan adalah menghubungkan manfaat
teknologi informasi dengan sejumlah konsep manajemen yang diimplementasikan
perusahaan tersebut, seperti: value chain, balanced scorecard, ISO 9001:2000, sixth
sigma, dan lain sebagainya.
L A N G K A H 4 : B U I L D
D E V E L O P M E N T
I T
B E N E F I T S
I N T O
P R O J E C T
Manfaat dari teknologi informasi baru dapat dirasakan apabila perangkat teknologi
tersebut benar-benar dibangun dan diterapkan. Mengingat bahwa hampir seluruh
pengembangan teknologi informasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis
proyek, maka target tercapainya manfaat teknologi informasi tersebut harus benar-benar
dipahami oleh segenap stakeholder langsung maupun tidak langsung dari seluruh proyek
yang terdapat di perusahaan. Dalam hal ini, project manager dan project leader
merupakan para individu yang paling bertanggung jawab untuk mempromosikan dan
meyakinkan tercapainya manfaat teknologi informasi dalam setiap inisiatif proyek yang
ada. Berdasarkan teori Integrated Project Management dan konsep Project Management
Body of Knowledge, terdapat 4 (empat) tahap utama di dalam mengelola proyek yang
perlu diperhatikan, terutama dalam kaitannya untuk mempertinggi tingkat keberhasilan
proyek tersebut, yaitu:
L A N G K A H
5 :
U S E
R I S K
T O
D I S C O U N T
I T
B E N E F I T S
ketersediaan sumber daya manusia dengan kompetensi atau keahlian tertentu, dan lain
sebagainya. Biasanya dengan menggunakan teknik scoring maka dapat dilihat seberapa
besar resiko yang dihadapi perusahaan terkait dengan inisiatif pengembangan aplikasi
teknologi informasi tertentu.
Tahap kedua adalah dengan melakukan perbandingan atau kalkulasi pengurangan antara
manfaat yang akan didapat dengan besar kecilnya resiko yang dihadapi tersebut. Untuk
mempermudah perhitungan dapat dipergunakan peta matriks 2x2 dimana aspek yang
dipergunakan adalah besar kecilnya manfaat yang diperoleh dan besar kecilnya resiko
yang dihadapi.
Tahap ketiga adalah menentukan daerah resiko mana saja yang sesuai atau sepadan
dengan strategi bisnis perusahaan, sehingga proyek-proyek teknologi informasi yang
berada di daerah tersebut sajalah yang akan dikembangkan perusahaan. Misalnya dari
matriks yang ada dipilih proyek-proyek yang berada di dalam domain manfaat besar dan
resiko kecil serta domain manfaat kecil dan resiko kecil. Namun untuk seorang pimpinan
perusahaan yang bersifat risk taker, tidak mustahil berani untuk memilih melakukan
proyek dengan kriteria manfaat besar dan resiko kecil.
L A N G K A H
W O R K
6 :
P U T
P O S T - I M P L E M E N T A T I O N
R E V I E W S
T O
62
Manfaat hard biasanya terkait dengan implementasi teknologi informasi yang secara
jelas memberikan kontribusi kepada perusahaan dalam bentuk reduksi biaya,
pengurangan staf atau karyawan, peningkatan produktivitas, dan lain sebagainya.
Manfaat intangible merupakan implementasi teknologi informasi yang segera dapat
dirasakan manfaatnya bagi pengguna atau perusahaan yang menerapkannya, namun
sangat sulit dilakukan pengukuran terhadap besarnya manfaat tersebut. Contohnya
adalah bagaimana penerapan Decision Support System dapat memperbaiki kualitas
pengambilan keputusan manajemen, namun sulit untuk dikuantifikasikan besaran
manfaat yang diperoleh tersebut dalam satuan finansial.
Manfaat indirect pada dasarnya dapat dikuantifikasikan besarannya namun
keberadaannya tidak langsung dapat dirasakan oleh para pengguna. Misalnya adalah
pengembangan Local Area Network, dimana walaupun manfaatnya dapat dengan
mudah dihitung karena adanya optimalisasi terhadap sumber daya yang ada (melalui
proses sharable), namun user tidak dapat segera merasakan manfaatnya karena belum
adanya aplikasi yang diinstalasi di atas jaringan tersebut (seperti e-mail, office
productivity, intranet, dan lain sebagainya).
63
Manfaat strategic lebih merupakan suatu manfaat jangka panjang yang dapat
dinikmati perusahaan karena dimiliki atau dikembangkannya teknologi informasi
tertentu. Misalnya adalah keberadaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan
daya saing usaha, memperbesar potensi pasar, memperbaiki citra perusahaan di mata
pelanggan, mengoptimalkan hubungan dengan para mitra bisnis, dan lain sebagainya.
Dengan berpegang pada keempat manfaat tersebut, maka setiap jenis atau tipe aplikasi
teknologi informasi yang ada dapat dipetakan kategori manfaat yang diberikan.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah sebagai berikut: perusahaan harus
memfokuskan diri pada penghitungan manfaat yang mana agar kajian cost-benefit
dapat mencapai sasarannya?
64
kompleks dapat saling berinteraksi sehingga manfaat soft yang sulit dihitung dapat
teridentifikasi dan diukur. Adapun metodologi yang diperkenalkan dalam pendekatan
ini dikenal sebagai ISSUE yang merupakan kepanjangan dari Initiation Simulation
Substantiation Utilisation Estimation.
Pada tahap Initiation ini hal pertama yang dilakukan adalah mendefinisikan obyektif
dari sistem yang ingin dikembangkan, terutama berkaitan dengan manfaat yang dituju
(yang tentu saja dengan tujuan akhir manfaat tersebut dapat dikuantifikasikan). Selain
obyektif, hal yang perlu digambarkan pula adalah rangkaian proses bisnis terkait
dengan sistem yang ada, termasuk di dalamnya pemberian atribut kinerja atau
karakteristik proses seperti waktu, biaya, pelaku, dan lain sebagainya.
65
Substantiation adalah tahap konfirmasi atau penegasan kembali bahwa model yang
telah dibuat tersebut benar-benar mendekati kenyataan yang ada. Berbagai tes perlu
dilakukan untuk membuktikan hal ini terhadap sistem yang dimodelkan tersebut.
Setelah dilakukan pengecekan atau validasi terhadap kehandalan model yang dibuat,
barulah dilakukan tahap Utilisation dimana pada saat inilah dilakukan sejumlah kajian
antara kondisi AS IS dan kondisi di masa mendatang TO BE ketika aplikasi
teknologi informasi diterapkan. Perbandingan kinerja yang dinyatakan dalam
sejumlah indikator antara kondisi lama dan baru inilah yang akan menjadi fokus
kajian manfaat yang dimaksud.
66
67
IN F O R M A T IO N
C R IT E R IA
D A N
IT
R E S O U R C E S
Manajemen sebuah perusahaan akan berfungsi secara efektif apabila para pengambil
keputusan selalu ditunjang dengan keberadaan informasi yang berkualitas. COBIT
mendeskripsikan karakteristik informasi yang berkualitas menjadi 7 (tujuh) aspek utama,
yaitu masing-masing:
68
Keseluruhan informasi tersebut dihasilkan oleh sebuah sistem informasi (dan teknologi
informasi) yang dimiliki perusahaan, dimana di dalamnya teradapat sejumlah komponen
sumber daya penting, yaitu:
1.
Data yang merupakan bahan mentah dari setiap informasi yang dihasilkan,
dimana di dalamnya terkandung fakta dari aktivitas transaksi dan interaksi
sehari-hari masing-masing proses bisnis yang ada di perusahaan;
2.
3.
4.
Fasilitas yang berupa sarana fisik seperti ruangan dan gedung dimana
keseluruhan perangkat sistem dan teknologi informasi ditempatkan; dan
5.
Manusia yang merupakan pemakai dan pengelola dari sistem informasi yang
dimiliki.
69
IT Resources
Sumber: ITGI, 2000
S U C C E S S
F A C T O R S
Critical Success Factors atau biasa disingkat CSF, merupakan hal-hal yang dianggap
sebagai kunci keberhasilan perusahaan dalam mengelola teknologi informasi yang dimiliki
agar dapat secara efektif menjadi penunjang setiap usaha untuk pencapaian obyektif bisnis.
Secara prinsip, CSF memiliki karakteristik sebagai berikut:
Parameter yang dapat diukur dan diamati agar organisasi dapat sukses;
70
COBIT menganggap bahwa terkait dengan proses investasi teknologi informasi, paling
tidak ada beberapa CSF yang patut untuk dipertimbangkan untuk dipakai sebagai acuan,
masing-masing adalah:
Seluruh tipe dan jenis biaya terkait dengan teknologi informasi telah
teridentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan karakteristiknya;
K E Y G O A L IN D IC A T O R S
IN D IC A T O R S
D A N
K E Y
P E R F O R M A N C E
Key Goal Indicators atau disingkat KGI adalah merupakan sasaran atau target yang ingin
dicapai oleh sebuah proses atau aktivitas di dalam perusahaan. Karena KGI sifatnya
sebuah obyektif yang ingin dicapai di masa mendatang, maka secara berkala perlu
dilakukan pengukuran-pengukuran untuk menjamin bahwa aktivitas yang dilakukan
perusahaan berada di jalan yang benar (on the right track) dalam arti kata menuju pada
tercapainya KGI tersebut. Indikator ukuran ini lah yang di dalam COBIT dinamakan
sebagai Key Performance Indicators atau KPI.
71
Terkait dengan proses investasi teknologi informasi di perusahaan, contoh KGI yang dapat
dipergunakan adalah sebagai berikut:
Sementara itu, KPI yang dapat dipergunakan sebagai indikator kinerja adalah sebagai
berikut:
M A T U R IT Y
M O D E L
72
keberadaan dan kinerja proses tata kelola investasi teknologi informasi dapat dikategorikan
menjadi 6 (enam) tingkatan, yaitu:
Pada tahapan ini, perusahaan telah memiliki mekanisme dan prosedur yang
jelas mengenai tata cara dan manajemen proses investasi teknologi informasi,
dan telah terskomunikasikan serta tersosialisasikan dengan baik di seluruh
jajaran manajemen perusahaan;
Dengan adanya maturity level model, maka perusahaan dapat mengetahui posisi
kematangannya saat ini, dan secara kontinyu serta berkesinambungan harus berusaha
73
untuk meningkatkan levelnya sampai ke tingkat tertinggi agar aspek governance terhadap
proses investasi teknologi informasi dapat berjalan secara efektif.
74
Secara struktur logika, anatomi TVO terbagi menjadi tiga layer, yaitu: Value Questions,
TVO Applied Methodologies, dan TVO Software Flow. Metode analisa berangkat dari
sejumlah pertanyaan mendasar yang merupakan kunci dari setiap keputusan bisnis yang
terkait dengan investasi teknologi informasi, masing-masing adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Masing-masing pertanyaan tersebut kemudian akan dijawab dengan metode yang pernah
dikenal dan dipandang efektif sebagai cara untuk menyelesaikannya. Misalnya adalah
pertanyaan pertama yang akan secara baik dijawab dengan menggunakan metode Project
Description and Investment Framework yang diperkenalkan oleh MIT Sloan School of
75
Management, atau pertanyaan kelima yang dengan baik akan terjawab jika digunakan
pendekatan Total Cost of Ownership (PCO) dalam menghitung total biaya investasi, atau
pertanyaan terakhir yang akan mengarah pada dipergunakannya paradigma lima pilar
kapabilitas yaitu strategic assessment, business process impact, architecture, direct
payback, dan risk assessment. Ketujuh metode yang saling berhubungan tersebut
kemudian secara kompleks akan men-drive cara kerja aplikasi yang dipergunakan untku
membantu melakukan kalkulasi TVO yang dimaksud. Untuk mempermudah mengetahui
bagaimana hasil dari TVO dapat membantu manajemen di dalam mengambil keputusan
terhadap rancangan investasi yang akan dilakukan, dapat dilihat melalui sebuah contoh
proyek dengan ruang lingkup penerapan konsep supply chain yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah kesalahan dan meningkatkan ketepatan pengiriman dengan profil
investasi dan manfaat sebagai berikut:
Profil ini kemudian dimasukkan sebagai input ke dalam software TVO dan akan
menghasilkan initial outputs sebagai berikut:
Seperti yang terlihat pada anatomi software TVO, output ini dihasilkan setelah perangkat
lunak tool tersebut melakukan kalkulasi terhadap input yang diberikan dengan
menerapkan sejumlah teori dan konsep seperti: Framework Prime and Aggregates, IT
76
Capabilities, TCO, Future Value, dan lain sebagainya. Initial Output ini kemudian diolah
kembali untuk didiagnosa sehingga dihasilkan Final Output sebagai berikut:
Dari Final Output tersebut jelas terlihat bahwa dari overall score yang dihasilkan adalah
57%, yang dalam tabel berada pada wilayah range 51%-75%, dimana mengandung arti:
Rencana investasi terkait dipandang baik, hanya saja butuh sejumlah penyempurnaan
(fine tuning).
Sebagai catatan, sejumlah perusahaan besar yang telah mengadopsi TVO sebagai metode
analisa cost-benefit adalah: Microsoft, SAP, Intel, Cisco, JP Morgan Chase, Black and
Decker, Cognos, Hyperion, Kintana, Captaris, dan Newroads.
77
Project ROI
2.
3.
4.
Keempat langkah tersebut berada di dalam dua buah domain perspektif, masing-masing
adalah perspektif makro dan mikro (dalam kaitannya dengan dampak terhadap bisnis
perusahaan yang terjadi karena diimplementasikannya teknologi informasi), dan perspektif
internal dan eksternal (terkait dengan stakeholders yang memperoleh manfaat dari
teknologi informasi).
78
L A N G K A H
1 :
P R O J E C T
R O I
Idealnya, setiap proyek teknologi informasi diharapkan mengarah pada tujuan peningkatan
profitabilitas usaha yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan perusahaan atau
berkurangnya total biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini diharapkan dapat terjadi - secara
langsung maupun tidak langsung setelah sebuah proyek teknologi informasi selesai
dilaksanakan. Dengan kata lain, harus terdapat kinerja perbaikan yang jelas pada saat
sebelum inisiatif teknologi informasi diimplementasikan (As-Is) dan setelah aplikasi
teknologi informasi diterapkan (To-Be). Jika hal ini tidak terwujud tentu saja para sponsor
proyek tidak akan bersedia menyisihkan sumber daya keuangannya untuk dialokasikan
pada proyek teknologi informasi yang diusulkan.
Setiap proyek teknologi informasi pasti diusulkan karena adanya kebutuhan atau tuntutan
tertentu dari bisnis (business case). Oleh karena itu, cara lain mengidentifikasan adanya
79
manfaat dari dilaksanakannya sebuah proyek teknologi informasi adalah terjadinya benefit
value yang merupakan hasil pengurangan dari proposed plan (usulan pelaksanaan proyek
teknologi informasi) dengan kondisi yang ada saat ini, atau dapat dinyatakan dengan
formula:
Value =
Nilai value tersebut haruslah positif karena berarti (Benefit-Cost) ketika investasi
dilakukan (To-Be) jauh lebih besar dibandingkan dengan (Benefit-Cost) jika investasi
tidak dilakukan (As-Is). Adapun indikator finansial yang biasa dipergunakan dalam
menghitung cost-benefit terkait dengan proyek teknologi informasi ini adalah: ROI, NPV,
IRR, dan Payback Period.
Dimana masing-masing indikator tersebut akan melibatkan sejumlah formula dan variabel
tertentu terkait dengan total biaya yang harus diperkirakan dan perkiraan manfaat yang
dapat diperoleh seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
80
Untuk dapat mengukur manfaat secara tepat, tentu saja dibutuhkan pengetahuan yang
cukup untuk dapat mengidentifikasi tidak saja tangible benefits tetapi memasukkan juga
unsur-unsur intangible benefits. Demikian pula di dalam menghitung total cost, harus
dimasukkan pula asumsi-asumsi terkait dengan sejumlah resiko yang kerap dihadapi
proyek teknologi informasi.
L A N G K A H 2 :
B U D G E T IN G
P R O J E C T
O P T IM IZ A T IO N
A N D
We dont have all the money in the world artinya adalah bahwa setiap perusahaan
memiliki keterbatasan anggaran untuk dialokasikan terhadap sejumlah usulan atau inisiatif
proyek teknologi informasi. Untuk itu, perusahaan harus melakukan proses seleksi dan
prioritasi terhadap semua usulan proyek teknologi informasi yang ada. Cara pertama
adalah dengan membuat tabel detail dan grafik ilustrasi mengenai profil masing-masing
proyek seperti contoh berikut.
81
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, maka dapat dilakukan proses seleksi melalui
sejumlah kriteria dan perhitungan berbasis pada data ROI, resiko, biaya total, NPV, IRR,
dan Payback Period. Katakanlah hasil perhitungan memperlihatkan bahwa dua proyek
dapat ditunda atau tidak dilaksanakan karena nilai atau score-nya yang rendah, yaitu
masing-masing: proyek Security Improvement dan proyek Human Capital Management
Automation. Maka dapatlah disusun perkiraan anggaran yang dibutuhkan seperti yang
diperlihatkan pada tabel berikut.
L A N G K A H
3 :
C O R P O R A T E
F IN A N C IA L
IM P A C T
82
Dengan telah dipetakannya perhitungan tersebut, maka dengan sendirinya biaya dan
manfaat seluruh proyek teknologi informasi telah diintegrasikan dengan seluruh
komponen biaya dan manfaat perusahaan sehingga dapat diperoleh balance sheet, cash
flow, dan income statement yang terpadu dan telah mereprentasikan profil proyek
teknologi informasi sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh para stakeholder
terkait.
4 :
C O M P E T IT I V E
P E E R
C O M P A R IS O N
Langkah terakhir yang kerap dilaksanakan oleh perusahaan moderen adalah melakukan
komparasi atau benchmarking terhadap para saingan atau perusahaan di industri sejenis
untuk membandingkan presentasi dan besarnya investasi teknologi informasi yang telah
dan akan dilakukan. Sejumlah indikator tambahan dapat dipergunakan untuk memperoleh
nilai perbandingan yang akurat dan relevan, misalnya dengan menggunakan konsep EVA
atau Economic Value Added dan Information Productivity.
83
84
R E S IK O
K E A M A N A N
Berkaitan dengan aktivitas yang terjadi pada perusahaan, paling tidak ada 3 (tiga) domain
resiko keamanan yang harus benar-benar diperhatikan, masing-masing adalah (Indrajit,
2002):
Domain Relasi Konsumen berkaitan dengan pengelolaan informasi pada suatu wilayah
yang terbentuk karena adanya interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya.
Contohnya adalah informasi profil pelanggan, informasi transaksi melalui internet,
informasi pembayaran dengan kartu kredit, informasi jual-beli produk, dan lain-lain.
Domain Relasi Mitra Bisnis berkaitan dengan pengelolaan informasi dalam suatu wilayah
kolaborasi antara perusahaan dengan sejumlah mitra bisnisnya, seperti para supplier,
vendor, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Dalam kerjasama ini, beragam informasi
mengalir dari perusahaan ke sejumlah mitra bisnis dan sebaliknya. Contohnya adalah
informasi berkaitan dengan pemesanan barang, peminjaman kredit di bank, kontrak
kerjasama, dan lain-lain.
T IP E
R E S IK O
B IS N IS
Dengan mengetahui tiga domain di atas, maka manajemen dengan mudah dapat
mengidentifikasi jenis dan tingkat resiko bisnis apa saja yang perlu untuk dipahami dan
diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Resiko Keamanan Internal
Dalam domain relasi internal, informasi memiliki dua peranan strategis. Peranan pertama
adalah keberadaan informasi sebagai salah satu faktor produksi penting yang secara
langsung terlibat dalam proses penciptaan barang dan/atau jasa. Dengan adanya informasi
ini diharapkan proses utama tersebut (core processes) dapat dilangsungkan secara efektif
dan efisien. Termasuk di dalam proses ini adalah aktivitas perencanaan korporat, aktivitas
pengelolaan sumber daya, aktivitas pengambilan keputusan, dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini, faktor keamanan data dan/atau informasi yang buruk akan
memiliki dampak langsung kepada perusahaan, misalnya:
Resiko terbesar yang dihadapi oleh perusahaan sehubungan dengan hal ini adalah
terganggunya atau terhentinya proses produksi yang berarti hilangnya kesempatan
perusahaan untuk menawarkan produk dan/atau jasanya kepada pelanggan yang berarti
pula ancaman terhadap eksistensi usaha.
86
Peranan kedua dari informasi adalah sebagai alat bantu terciptanya kontrol internal yang
baik di dalam perusahaan terutama yang berkaitan dengan aspek good corporate
governance yang belakangan ini mutlak dituntut oleh mayoritas stakeholder organisasi.
Sejumlah kasus keamanan yang kerap terjadi sehubungan dengan hal ini misalnya:
Digantinya isi dari sejumlah dokumen arsip agar tidak terkena jeratan hukum;
Adapun resiko terbesar yang dihadapi oleh perusahaan jika faktor keamanan terhadap data
dan/atau informasi tidak terjaga dalam konteks ini adalah potensi terjadinya chaos atau
kekacauan internal, yang tentu saja akan berdampak langsung dan sangat buruk terhadap
operasional usaha.
Resiko Keamanan Konsumen
Perusahaan dapat eksis menjalankan usahanya karena adanya konsumen yang setia
membeli produk dan/atau jasa yang ditawarkan. Dengan kata lain, konsumen merupakan
faktor penentu dari hidup matinya usaha. Dalam menjalankan bisnisnya sehari-hari, tentu
saja terjadinya relasi yang intens antara perusahaan dengan para konsumennya. Dan di
dalam era internet seperti saat ini, sejumlah dan beragam interaksi antara perusahaan
dengan konsumennya terjadi di dunia maya. Berbeda dengan resiko kemanan internal
dimana hanya kalangan terbatas saja terhubung dengan jaringan komputer perusahaan, di
dalam dunia maya, puluhan bahkan ratusan juta individu maupun kelompok saling
terhubung satu dengan yang lain sehingga secara langsung meningkatkan kompleksitas
dan mempertinggi resiko terjadinya tindak kejahatan terhadap perusahaan melalui
pencurian maupun pengrusakan terhadap informasi yang mengalir di internet.
87
Paling tidak ada tiga jenis resiko keamanan yang dapat terjadi dalam konteks relasi ini:
Jenis pertama merupakan ancaman nyata terhadap para konsumen yang menginginkan
untuk melakukan transaksi jual beli melalui internet (e-commerce). Tindakan kriminal
yang telah terjadi di dunia maya dimana dampaknya sangat merugikan para konsumen
adalah:
Pencurian nomor kartu kredit, sehingga orang lain yang tidak berhak dapat
dengan leluasa mempergunakannya untuk berbelanja di internet;
Jenis kedua adalah hal-hal yang berpotensi mendatangkan kerugian bagi perusaaan, seperti
yang terjadi karena aktivitas kriminal sebagai berikut:
Dalam situasi dimana terjadi sejumlah tindakan kriminal sekaligus, tentu saja kedua pihak
yaitu masing-masing konsumen dan perusahaan mengalami kerugian secara bersamasama.
Resiko Keamanan Mitra Bisnis
Seperti halnya pada konsumen, terdapat tiga jenis resiko yang terkait dengan relasi ini,
yaitu masing-masing:
88
Contoh-contoh kasus kejahatan yang berkaitan dengan ketiga jenis kerugian tersebut
antara lain:
Pemesanan palsu yang dilakukan oleh pihak yang berhasil masuk ke dalam
domain akses jaringan sehingga pihak pemasok (supplier) mengirimkan bahan
baku kepada perusahaan yang tidak membutuhkannya;
T IN G K A T
K R IT IK A L IT A S
K E A M A N A N
Melihat sejumlah kasus yang pernah terjadi dan beragam trend kejahatan yang
mengancam tersebut perusahaan dapat memilahnya menjadi tiga jenis resiko, yaitu
(Indrajit, 2002):
Resiko Besar keadaan dimana jika terjadi suatu kasus kejahatan tertentu,
perusahaan akan terancam keberadaan atau eksistensinya;
Resiko Kecil keadaan dimana jika terjadi suatu kasus kejahatan tertentu,
kerugian yang terjadi tidak terlampau mempengaruhi kinerja perusahaan
secara keseluruhan.
Jika tingkat resiko ini dikaitkan dengan tipe resiko bisnis yang telah dikemukakan
sebelumnya, akan dapat diperoleh sebuah matriks yang memperlihatkan portofolio tingkat
kritikalitas sistem keamanan jaringan ditinjau dari resiko bisnis terburuk yang dapat
ditimbulkan. Secara jelas terlihat dalam matriks tersebut, hal-hal mana saja yang termasuk
di dalam kategori resiko besar, menengah, dan kecil. Berdasarkan pemetaan ini, terdapat
tiga jenis keputusan yang perlu diambil oleh manajemen perusahaan terkait dengan strategi
pengembangan sistem keamanan jaringan, masing-masing adalah:
89
terkait dengan hilangnya sumber daya finansial. Pada saat ini biasanya
perusahaan akan menganggarkan keuangannya secara wajar sesuai dengan
resiko yang dihadapi.
P E R H IT U N G A N
C O S T -B E N E F IT
Dari matriks yang sama, dapat dilihat adanya 9 (sembilan) jenis kategori perhitungan costbenefit yang dapat dijadikan pedoman bagi para pengambil keputusan. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing skenario dimaksud (Indrajit, 2002).
Investasi Resiko Besar
Prinsip yang dipergunakan di dalam kategori ini adalah perusahaan harus secara mutlak
memiliki sistem keamanan jaringan jika tidak ingin suatu ketika nanti gulung tikar pada
saat terjadi kasus kejahatan. Jadi keberadaannya bersifat mutlak. Ditinjau dari segi manfaat
(benefit), jelas terlihat bahwa dengan adanya sistem jaringan keamanan yang baik,
perusaaan terbebas dari sebuah resiko yang mengancam eksistensinya. Justifikasi biaya
(cost) yang harus dikeluarkan, sangat terkait erat dengan domain resiko keamanan yang
ada:
Pada Domain Relasi Internal, biasanya biaya yang harus dikeluarkan untuk
melindungi perusahaan dari ancaman kejahatan jaringan tidak lagi sekedar
menjadi sebuah biaya investasi, tetapi lebih merupakan sebuah overhead
yang dibebankan sebagai biaya operasional sehari-hari karena sifatnya yang
mutlak. Secara kontinyu dan berkala sistem keamanan jaringannya harus
selalu diawasi dan dievaluasi, dan tentu saja diremajakan sesuai dengan
perkembangan teknologi baru yang ada.
resiko yang sama (walau mungkin dengan derajat yang berbeda) dihadapi pula
oleh mitra bisnis terkait, sehingga dengan sedikit usaha negosiasi, perusahaan
tidak harus sendirian mengalokasikan sumber daya finansialnya untuk
membangun sistem keamanan jaringan.
Pada Domain Relasi Internal, formula yang biasa dipergunakan cukup mudah.
Anggaplah dengan adanya virus yang masuk ke dalam sistem, maka
produktivitas perusahaan menurun sebesar 25%. Maka potensi kerugian
perusahaan yang timbul dalam satu hari adalah nilai tersebut dikalikan dengan
rata-rata pendapatan perusahaan yang diperoleh dalam satu hari. Dengan kata
lain perusahaan akan dapat mengira-ngira hilangnya potensi pendapatan yang
ada dalam satu tahun. Angka tersebut kemudian dipakai untuk menghitung
nilai investasi sistem jaringan keamanan dan ROI yang terjadi sebagai bahan
pengambilan keputusan. Cara kedua adalah dengan menghitung biaya yang
harus dikeluarkan seandainya terjadi masalah terkait dengan rusaknya sistem
jaringan yang dipergunakan. Katakanlah untuk memperbaikinya, dibutuhkan
biaya X, dan kejadian tersebut terjadi hampir setiap bulan. Maka dapat dengan
mudah manajemen menghitung biaya yang harus dikeluarkan dalam waktu
satu tahun hanya untuk memperbaiki sistem terkait agar bisnis dapat berjalan
kembali secara normal.
Pada Domain Relasi Mitra Bisnis, biasanya untuk sistem dengan resiko
menengah ini kedua perusahaan yang bermitra berada dalam posisi
seimbang dimana keduanya dapat bersama-sama membangun sistem unik
(proprietary) yang didedikasikan untuk kepentingan bersama. Mengenai
keputusan jumlah biaya yang perlu dialokasikan, biasanya selain faktor resiko
dilihat pula business value yang dapat dinikmati oleh kedua belah pihak.
Pada Domain Relasi Konsumen, hal yang kurang lebih sama terjadi.
Mengingat bahwa kerugian yang diderita perusahaan tidak terlampau
signifikan, maka faktor resiko dan biayanya, diserahkan atau dilimpahkan
kepada para konsumen yang ingin melakukan transaksi. Hal ini akan berjalan
secara efektif terutama jika konsumen juga memandang resiko kerugian yang
dihadapi cukup rendah seandainya terjadi ancaman keamanan.
Referensi
Alavi, M. (1984). An Assessment of the Prototyping Approach to IS Development.
Communciations of the ACM, 27, 6, 556-63.
Alinean. (2002). Aligning IT Investment Strategies with Business Value: Cost Justifying IT
Investments using ROI and IT Value. Presentation by Tom Pisello, CEO and Founder.
Fisher, S. (2000). Metrics for e-Success, CTO FirstMover, 15 May, 27-3- (www.infoworld.com).
Gartner, (2002). Gartner Business Performance Framework and Total Value of Opportunity:
Measure the Business Value of IT Initiatives. Gartner Presentation by Rudi Roegiers, USA.
Hertz, D. (1990). Risk Analysis in Capital Investment. In Dyson, G. (ed.) Strategic Planning:
Models and Analytical Techniques. John Wiley, Chichester.
Hirschheim, R. (1985). Office Automation: a Social and Organisational Perspective. John Wiley,
Chichester.
House, E. (ed.) (1983). Philosophy of Evaluation. Sage, San Fransisco and London.
Indrajit, Richardus Eko. (2002). Isu dan Strategi Sistem Keamanan Jaringan, STIBANAS Applied
Technology Center Bulleting, 2002.
ITGI. (2000). COBIT Management Guidelines 3rd Edition. Information System Audit and Control
Foundation, IT Governance Institute, Rooling Meadow, Illinois, USA.
Keen P.G.W. Value Analysis: Justifiying Decision Support Systems. MIS Qtly (March).
King, J. and Schrems, E. (1978). Cost Benefit Analysis in IS Development and Operation.
Computing Surveys, March, 19-34.
Kumagai, William. (2002). Public Sector Challenges in 2002. Gartner Consulting-MISAC, United
States.
Martin, R. (1989). The Utilisation and Efficiency of IS: a Comparative Analysis. Oxford Institute of
Information Management, Templeton Cllege, Oxford.
Melone, N. and Wharton T. (1984). Strategies for MIS Project Selection. Journal of Systems
Management, 32, 2, 26-37.
Parker, M, and Benson, R. With Trainor, H. (1987). Information Economics. Prentice-Hall,
Englewood Cliffs, NJ.
Project Management Institute. (1993). Project Management Body of Knowledge. PMI Publishing,
Maryland, USA.
Radcliffe, R. (1982). Investment: Concepts, Analysis, Strategy. Scott Foreman, Glenview, Illinois.
Remenyi, Dan, Arthur Money, and Alan Twite. (1995). Effective Measurement and Management
of IT Costs and Benefits, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Roach, S. (1994). Lessons of the Productivity Paradox. In Gillin, P. (ed.) The Productivity Payoff:
the 100 Most Effective Users of Information Technology. Computerworld, Septemebr 19th,
Section 2, 55.
Rockart, J. (1979). Chief Execurives Define their own Information Needs. Harvard Business
Review, 57, 2, 81-93.
Scwalbe, Kathy. (2002). Information Technology Project Management, The Course Technology
Thomson Learning.
Silk, D.J. (1990). Managing IS Benefits for the 1990s, Journal of Information for MBA Studnets,
Henley The Management College.
Strassman, P. (1985). Information Payoff: The Transformation of Work in the Electronic Age. The
Free Press, New York.
Strassman, P. (1990). The Business Value of Computers, The Information Economics Press.
Strassmann, P. (1997a). Do US Firms Spend too much on Information Technology? Interview by
Norm Alster. Investors Business Daily, April 3rd.
Strassmann, P. (1997b) P. The Squandered Computer. Information Economics Press, New Canaan.
Wilcocks, Leslie P. and Stephanie Lester. (2000). Beyond the IT Productivity Paradox. John Wiley
and Sons, New York.
93
94
Riwayat Hidup
95