Anda di halaman 1dari 10

PREEKLAMPSIA & EKLAMPSIA

Published 16 Januari 2013 by Midwife Rizqi Dyan


2.1 Konsep Dasar Preeklampsia & Eklampsia
2.1.1 Definisi
Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi edema dan protein usia yang timbul
karena kehamilan dan umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan (Sarwono, 2002:282).
Pre eklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah
usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer Arif, 2000:270).
Pre eklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Pre eklampsia terjadi pada
umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu,
tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Pre eklampsia dapat
berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).
Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang
muncul setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronis.
Pada penderita pre eklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tandatanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Pre
eklampsia yang disertai tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eklampsia atau
imminent eklampsia (Saifuddin, Abdul Bari.2009:550). Sedangkan sumber lain menyebutkan,
impending eklampsia adalah gejala PEB yang disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah
yang progresif. Kasus ini ditangani sebagai kasus eklampsia.
2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia
bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Genetic
2. Imunologik
3. Gizi
4. Infeksi
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga
kelainan ini sering dikenal dengan The disease of theory adapun teori-teori tersebut antara lain:
1) Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan
dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Prostasiklin merupakan vasodilator yang
poten dan menghambat agregasi platelet, sedangkan tromboksan berefek sebaliknya. Dengan
demikian penurunan prostasikin oleh karena kerusakan endotel berpotensi menimbulkan
trombosis melalui agregasi platelet dan vasokontriksi pembuluh darah.
2) Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan
Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi

komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.


3) Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan
riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
Walaupun penyebab pasti Preeklampsia tetap tidak jelas, banyak teori memusatkan masalah pada
impantasi plasenta dan level invasi trofoblas. Penting diingat bahwa walaupun hipertensi dan
proteinuria adalah kriteria diagnostik Preeklampsia, kedua hal ini hanyalah symptom / gejala dari
perubahan-perubahan patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu perubakan
patofisiologi yang paling menonjol adalah vasospasme sistemik yang sangat nyata yang
bertanggung jawab terhadap penurunan perfusi semua system organ. Perfusi juga berkurang
karena hemokonsentrasi vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga ketiga. Selain itu,
Preeklampsia disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan aktivasi endotel yang tidak tepat.
Alih-alih hanya satu penyakit, preeklampsia tampaknya merupakan puncak dari faktor-faktor
yang mungkin melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan janin. Yang sedang
dipertimbangkan termasuk penting antara lain adalah:
1) Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pembuluh rahim.
Dalam implantasi normal, diperlihatkan pada gambar di bawah, arteriola spiral rahim mengalami
renovasi luas karena diinvasi oleh trophoblasts endovascular. Sel-sel ini menggantikan sel-sel
lapisan endotel dan otot pembuluh darah untuk memperbesar diameter pembuluh darah.
Vena hanya diinvasi pada superfisial. Pada preeklampsia, mungkin ada invasi trofoblas yang
tidak lengkap. Dengan invasi dangkal seperti itu, pembuluh desidua, tetapi tidak pembuluh
miometrium, menjadi berjajar dengan trophoblasts endovascular. Arteriola miometrium tidak
kehilangan lapisan endotel dan jaringan musculoelastic, dan diameter eksternal nya hanya
setengah dari pembuluh darah di plasenta normal (Fisher dan rekan, 2009). Madazli dan rekan
(2000) menunjukkan bahwa besarnya invasi trofoblas rusak dari arteri spiralis berkorelasi
dengan keparahan gangguan hipertensi.
Gambar 2.1 A. Implantasi normal plasenta menunjukkan proliferasi trophoblasts ekstravili dari
vilus-vilus yang menahannya. Trophoblasts ini menyerang desidua dan memperpanjang ke
dinding arteriola spiral untuk menggantikan endotelium dan dinding otot. Renovasi ini akan
menciptakan sebuah pembuluh dengan resistensi rendah yang melebar. B. Pembatasan plasenta
pada kehamilan preeklampsia atau janin-pertumbuhan menunjukkan implantasi yang cacat. Hal
ini ditandai dengan invasi lengkap spiral dinding arteriolar oleh trophoblasts ekstravili dan hasil
dalam sebuah pembuluh kaliber kecil dengan tahanan tinggi.
2) Imunologi maladaptive toleransi antara ibu, ayah (plasenta), dan jaringan janin
Beberapa teori mengatakan adanya toleransi Ibu yang kebal terhadap antigen plasenta yang
berasal dari ayah dan janin. Hilangnya toleransi ini, atau mungkin disregulasi, adalah teori lain
untuk sindroma preeklampsia. Beberapa faktor-faktor ini ditunjukkan pada Tabel di bawah ini
Beberapa Contoh Faktor Immunogenetic Warisan Yang Dapat Mengubah Genotipe Dan Ekspresi
Fenotip Di Preeklampsia

Imunisasi dari kehamilan sebelumnya


Mewarisi haplotype untuk HLA-A,-B,-D,-IA, II
Mewarisi haplotype untuk NK-sel reseptor-pembunuh-juga disebut imunoglobulin-seperti
reseptor-KIR
3) Aktivasi sel endotel
Dalam banyak hal, perubahan inflamasi dianggap merupakan kelanjutan dari tahap 1. Perubahan
yang disebabkan oleh cacat plasenta telah dibahas di atas. Sebagai respon faktor plasenta dirilis
oleh perubahan iskemik atau oleh penyebab lain, serangkaian peristiwa digerakkan (Taylor dan
rekan, 2009). Jadi, faktor antiangiogenic dan metabolik dan mediator inflamasi lainnya
diperkirakan memprovokasi cedera sel endotel.
4) Faktor genetik termasuk warisan predisposisi gen serta pengaruh epigenetic
Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review komprehensif mereka,
Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko preeklampsia adalah 20 sampai 40
persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita
preeklampsia dan 22-47 persen dalam studi kembar.
Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen
pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap
seluruh sistem organ. Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan
sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya (konsep
dua tahap dalam Preeklampsia sebagai Penyakit Dua-Tahap). Dalam hal ini ekspresi, fenotipik
akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan.
2.1.3 Faktor Risiko
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi
beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1) Riwayat preeklampsia, seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat
keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.
Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan
dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda, pre eklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar
atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu, wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya,
memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu
Atonia uteri
Sindrom hellp(hemolysis,elevated liver enzymes,low platelet count)

Ablasi retina
Gagal jantung
Syok dan kematian
b. Komplikasi pada janin
Pertumbuhan janin terhambat
Prematuritas
Kematian janin
Solusio plasenta
2.1.6 Klasifikasi pre ekalmpsia
2.1.6.1 Pre Eklampsia Ringan
1. Pengertian
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
2. Patofisiologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai
maladaptation syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
3. Gejala Klinis
Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan
darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang
160 mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2
(+2).
c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
4. Pemeriksaan dan Diagnosis
a. Kehamilan lebih 20 minggu.
b. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam
dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
c. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
d. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
1) Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
2) Diit biasa
3) Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oralselama 7
hari.
4) Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
5) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan kriteria:
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejalagejala pre eklampsia.
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
4) Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre

eklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.


5) Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan
masih preterm maka penderita tetap dirawat selama dua hari lagi baru dipulangkan. Perawatan
lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
c. Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :
1) Kehamilan preterm (<37 minggu), dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2
kali seminggu secara rawat jalan:
a. Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b. Lebih banyak istirahat
c. Diet biasa
d. Tidak perlu diberi obat-obatan
e. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
Diet biasa
Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 x sehari
Tidak perlu obat-obatan
Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal
akut.
Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
*nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda pre eklampsia berat
*kontrol 2 kali seminggu
*jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat kembali
Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan maka harus tetap dirawat
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre eklampsia berat
2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih), pertimbangkan terminasi kehamilan
a. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5IU dalam 500ml dekstrose IV 10
tetes/mnt atau dengan prostaglandin
b. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau
terminasi dengan seksio sesarea.
c. Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan
persalinan pada taksiran tanggal persalinan
3) Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.
2.1.6.2 Pre Eklampsia Berat
1. Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.
2. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal
assesment (NST & USG).

1. Indikasi (salah satu atau lebih)


a. Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan
medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya HELLP syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap
jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif
atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi
parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual
maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan
cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan
pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan
petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%

dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di
bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri
dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu
dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan
intravenous dalam 3 menit.
b. Refleks patella positif kuat
c. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
d. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
MgSO4 dihentikan bila:
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat
adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat:
Hentikan pemberian magnesium sulfat
Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
Berikan oksigen.
Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan
(normotensif).
6. Pengobatan Obstetrik
a. Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal
heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila :
a. Fetal assesment jelek
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi
tetesan oksitosin.
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih
diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
b. Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu
Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif:
3. Amniotomi saja
4. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan
tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan

medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi
ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
a. Indikasi
Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana
4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong
kanan.
c. Pengobatan obstetri :
1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
disini tidak dilakukan terminasi.
2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambatlambatnya dalam 24 jam.
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus
diterminasi.
4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2
gram intravenous
d. Penderita dipulangkan bila:
1. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari.
2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).
2.1.6.3 Eklampsia
1. Pengertian
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.
2. Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak,
paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.
3. Gejala Klinis
a. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinnan atau masa nifas
b. Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
c. Kejang-kejang dan/atau koma
d. Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
4. Pemeriksaan dan diagnosis
a. Berdasarkan gejala klinis di atas
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Adanya protein dalam urin
2) Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
3) Fungsi hematologi / hemostasis

c. Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu


1) Kardiologi
2) Optalmologi
3) Neurologi
4) Anestesiologi
5. Diagnosis Banding
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab sebab yang lain misalnya :
a. Epilepsi
b. Meningitis / ensefalitis ( pungsi lumbal)
6. Penyulit
a. Ibu :
1) Perdarahan serebral
2) Edema paru
3) Gagal ginjal
4) Payah jantung
5) Ablasio retina
6) Sindroma HELLP
7) DIC
b. Anak :
1) Prematuritas
2) IUGR
3) Gawat janin
4) Kematian janin dalam rahim
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penanganan yang dilakukan :
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. aspirasi mulut dan tenggorokan
e. baringkan pasien pada sisi kiri
f. posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
g. berikan oksigen 4 6 liter / menit.
8. Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di rumah sakit
untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
Kejang berulang
Mengurangi koma
Meningkatkan jumlah dieresis
b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr

c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:


Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
Hindari terjadinya trauma tambahan
9. Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
a. Kamar isolasi
Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
b. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas
janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
Sistem stroganof
Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah, mengurangi sensitivitas saraf pada
sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta sehingga
menurunkan gejala klinis eklampsia.
Diazepam atau valium
Litik koktil
c. Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
Dapat didahului dengan induksi persalinan
Bahaya persalinan ringan
Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat
pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika
d. Pertimbangan seksio sesarea :
Gagal induksi persalinan pervaginam
Gagal pengobatan konservatif

Anda mungkin juga menyukai