Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
pertama
kali
digambarkan
sebagai
sindrom
klinis
pada
tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi. Tingkat mortilitasnya 50 %.
Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %,
cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah
satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran
enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah
cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus
disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga
kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia
C. TANDA DAN GEJALA
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan
pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan
tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah
diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang
wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala
pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas
darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik
(PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks
biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru
atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum
tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan
anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik
perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya
pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan
bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang
kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure
(PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg)
pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti
dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat
pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya
patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
Kelemahan otot
Penurunan
nafsu makan
Mudah lelah
Intake nutrisi
tak adekuat
Intoleransi
aktivitas
Penurunan berat
badan
Gangguan
pemenuhan nutrisi
Perubahan
status kesehatan
Koping individu
tak efektif
Kurang info
tentang penyakit
Stress psikologis
Ansietas
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
Hipoksemia (pe PaO2)
Hipokapnia (pe PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi
Hiperkapnia (pe PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada:
Tahap awal; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru:
Pe komplain paru dan volume paru
Pirau kanan-kiri meningkat
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa
klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia,
sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis
yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada
permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat
menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya
sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di
seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan
tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat
menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic
sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
I. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah:
Pengumpulan Data
A. Biodata
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa, diagnosa,
dengan klien.
B. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
Keluhan utama: Nyeri
Riwayat keluhan utama
P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama
sebelumnya.
- Riwayat pemakaian obat-obatan
C. Pengkajian primer
Airway
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan napas tidak normal
Terdengar adanya bunyi napas ronchi
Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
Peningkatan frekunsi napas
Napas dangkal dan cepat
Kelemahan otot pernapasan
Kesulitan bernapas: sianosis
3) Circulation
Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Pingsan
berkeringat banyak
Reaksi emosi yang kuat
Pusing, mata berkunang kunang
4) Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase: merah
D. Pengkajian Sekunder
Aktivitas / istrahat
Gejala : Tanda
: -
Sirkulasi
Tanda
: -
Gejala : Tanda
: -
Pernapasan
Gejala : Tanda
: -
Napas cepat
a. Pengelompokan data
Data subyektif
-
Data obyektif
-
Napas cepat
Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara
palpasi.
Cemas
Kelemahan otot
b. Analisa Data
Data
Penyebab
Trauma langsung / tak
Ds :
-
Klien
mengatakan
merasakan
sesak
jalan napas
Perkusi dada:
konsolidasi
-
Mengganggu mekanisme
pertahanan saluran napas
Do :
-
Peningkatan
vibrator
fremitus
pada
dada
(tremor
yang
napas
Masalah
Tidak efektifnya
jalan napas
Ds :
-
Klien
mengatakan
merasakan
Peningkatan
kerja
napas
Napas cepat
Penurunan
dan
dan
tidak
membran
mukosa:
Kerusakan membrane
kapiler alveoli
Toksik terhadap
epithelium asleolar
Do :
pertukaran gas
sesak
-
Gangguan
Kerusakan epithelium
alveolar
Edema alveolar
Ketidak seimbangan
ventilasi perfusi hubungan
arterio venus dan
kelainan difusi alveoli
kapiler
Ds :
-
Kerusakan membrane
kapiler alveoli
Intoleransi
aktivitas
Do :
-
Kelemahan otot
Sesak
Kelemahan otot
Mudah lelah
Ds :
-
Intoleransi aktivitas
Trauma pada paru
Gangguan
pemenuhan nutrisi
Kerusakan membrane
kapiler alveoli
Do :
-
Sesak
Ds :
-
Gangguan pernapasan
Perubahan status
kesehatan
Ansietas
kondisi penyakitnya
Do :
-
Cemas
efektif
Stress psikologis
Ansietas
c. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/
No.
Tgl
Dx
1
Rencana Perawatan
Intervensi
Tujuan dan
Ttd
Rasional
Kriteria Hasil
Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot
tindakan
keperawatan
pola nafasnya
selama
..x
dalam bernafas
jam,
2. Observasi dari
diharapkan
penurunan
jalan
nafas pengembangan
menjadi
dada dan
Px
fremitus
dapat
mempertahan-
3.Catat
dengan
napas
yang
jernih
dan
ronchi (-)
ketergantungan
mengeluarkan
secret
tanpa
kesulitan
- Px
yang
dapat
memperlihatka
banyak,
tebal
dan
purulent
5.
a jalan nafas
jalan
nafas
- RR
x/menit
Penimbunan
sekret
perubahan predisposisi
perkembangan
bila
ada
indikasi
7. Peningkatan oral 7. Peningkatan cairan per
intake
jika oral
memungkinkan
dapat
mengencerkan
sputum
Kolaborasi:
8. Berikan oksigen, 8. Mengeluarkan sekret dan
cairan
IV; meningkatkan
transport
sesuai
indikasi
9.
Berikan 9. Meningkatkan
fisiotherapi
dada sekret
paru,
drainase
peningkatan
misalnya:
drainase,
perkusi pernafasan
dada/vibrasi
jika
ada indikasi
10. Berikan therapi 10. Dapat berfungsi sebagai
aerosol, ultrasonik bronchodilatasi
nabulasasi
11.
dan
mengeluarkan secret
Berikan 11.
Diberikan
untuk
bronchodilator
mengurangi bronchospasme,
misalnya:
mukolitik
Setelah
diberikan 1. Kaji
tindakan
pernafasan,
mekanisme
keperawatan
catat
kompensasi
untuk
selama 2x 24 jam,
peningkatan
hipoksemia
dan
diharapkan
respirasi
gangguan
pertukaran
gas
nafas
tidak
terjadi, 2. Catat
dengan
criteria
tidaknya
hasil :
nafas
ada 2.
Suara
nafas
suara mungkin
tidak
- Pasien dapat
adanya
memperlihatkan
ventilasi
dan
oksigenasi yang
dan wheezing
adekuat
- Bebas
dari
gejala
distress
=
karena
di
permukaan
jaringan
yang
disebabkan
oleh
peningkatan
pernafasan
- RR
permeabilitas
20
membran alveoli
x/menit ; HR =
kapiler.
75
terjadi
100
x/menit
Wheezing
karena
bronchokontriksi
atau adanya mukus
pada
3.
Kaji
cyanosis
adanya 3.
jalan
Selalu
bila
nafas
berarti
diberikan
oksigen (desaturasi
5
gr
dari
Hb)
sebelum
cyanosis
muncul.
Tanda
cyanosis
dapat
sistemik,
cyanosis
dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4.
somnolen,
Hipoksemia
dapat menyebabkan
confusion,
apatis, iritabilitas
dan
dari
miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5.
yang
cukup
Menyimpan
dan tenaga
nyaman
pasien,
mengurangi
penggunaan
oksigen
Kolaborasi:
6.
Berikan 6. Memaksimalkan
humidifier
dengan
masker secara
CPAP
jika
ada menerus
indikasi
7.
terus
dengan
pencegahan IPBB
Peningkatan
ekspansi
paru
meningkatkan
oksigenasi
8. Review X-Ray 8.Memperlihatkan
dada
9.
Berikan
obat
indikasi
jika
steroids, antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant
3
1.
tindakan
makan klien
kemampuan makan
Mengetahui
nafsu
keperawatan
selama 2x 24 jam, 2.Observasi
diharapkan
penurunan
dengan
3.
criteria
hasil :
3.Timbang
-Dapat
badan
meningkatkan
indikasi
Kehilangan
berat badan
sesuai pada
bermakna
dan
saat
dan
ini
memerikan
tentang
porsi
berat
makan
petunjuk
katabolisme,
dihabiskan
-Peningkatan berat
dan
badan
kemudian ventilator
sensitivitas
sering berlebihan,meningkatkan
jumlah pemasukan
dan
penurunan
resiko
kecil/mudah
Pastikan
memenuhi
protein
kebutuhan
diperlukan
pernapasan
indikasi
sesuai ventilasi
dan
kalori
selama
untuk
penyapihan
Awasi 6.
pemeriksaan
Memberikan
informasi
tentang
serum, transferrin,
glukosa
pasien
keperawatan
aktivitas.
Menetapkan
kelemahan
meningkatkan
kelelahan
aktivitas,
/
dan
dengan perubahan
tanda
kriteria hasil:
vital
selama
dan
setelah aktivitas
rentang normal
2.
keika beraktivitas
RR:16-24x/menit
dan
Nadi:60-
100x/menit
fase
Suhu: 36,50C
indikasi.
37,50C
penggunaan
TD: 110/70
manajemen
Berikan 2.
Menurunkan
stress
rangsangan
batasi berlebihan,
akut
sesuai
Dorong
stress
-139/89 mmHg
dan
pengalihan
-Kelemahan berat
yang tepat
tak tampak
3.
Jelaskan 3.
Tirah
baring
rencana fase
pengobatan
selama
akut
untuk
perlunya
metabolic,
keseimbangan
energy
aktivitas
menghemat
untuk
dan penyembuhan.
istirahtat
Pembatasan
aktivitas
ditentukan
dengan
respons
individual
Bantu
pasien 4.
Pasien
mungkin
memilih
nyaman
5.Bantu
aktivitas 5.
Meminimalkan
kebutuhan oksigen
1.Hipoksemia
dapat
tindakan
peningkatan
menyebabkan
keperawatan
dan
diharapkan
kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan
2.
(spefisikkan)
dapat
dengan
hasil :
px lingkungan
berkurang, tenang
criteria meminimalkan
stimulasi.
yang digunakan.
-Pasien
dapat Usahakan
mengungkapkan
perawatan
perasaan
prosedur
cemasnya
dan
tidak
verbal
istirahat
-Ketakutannya,dan
rasa
cemasnya teknik
relaksasi, untuk
mulai
berkurang meditasi.
kesempatan
pasien
untuk
mengendalikan
kecemasannya
dan
4. Menolong mengenali
yang kecemasan/ketakutan
dilakukan
yang dialami.
mengendalikan
mengekspresikan
perasaan-perasaan yang
kecemasannya
teridentifikasi
dan
terekspresi.
6.
menerima
dan
hal
situasi sedang
dialami
tanpa
harus
ditanggulanginya
7.
Berikan 7.
informasi
tentang untuk
keadaan
Menolong
pasien
menerima
apa
sedang dialaminya
dapat
mengurangi
kecemasan/ketakutan
apa
yang
diketahuinya.
tidak
tidak
menolong
8.
Kemampuan
pasien
meningkatkan
akan
sistem
yang
terhadap
kecemasannya
rasa cemas
Kolaborasi:
9.
sedative
indikasi
kecemasan
meningkatkan
istirahat. Bagaimanapun
juga
efek
seperti
pernafasan
samping
depresi
mungkin
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan A. Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 2010. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd
ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta:
EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn. E. 2010, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi: 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif.2006. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Wong, Donna. L. 2007. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.