Anda di halaman 1dari 6

Judul:

Spondilitis TB
Abstrak:
Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberculosis
muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan
paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral.
Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%),
dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10%
kasus melibatkan vertebra servikal. Penatalaksanaan spondiltis tuberkulosa dapat
secara konservatif atau tindakan operatif, dalam hal mana program rehabilitasi
medik diperlukan untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi seoptimal
mungkin, juga mencegah terjadinya komplikasi.
Isi:
Pasien laki-laki berusia 66 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri hebat pada
boyok dan kedua kakinya sama sekali tak bisa digerakan. Kurang lebih 2 tahun
SMRS pasien sudah sering merasakan nyeri boyok namun karena hilang timbul dan
tidak mengganggu aktifitas pasien tidak memeriksakan ke dokter. 3 Bulan SMRS
tiba-tiba kedua kakinya terasa lemas dan tidak bisa digerakan. Pasien melakukan
aktifitas dengan bantuin istrinya. Selama 3 bulan tsb pasien mengeluhkan BB turun,
sering demam hilang timbul terutama menjelang subuh. 3 hari SMRS tiba-tiba
timbul nyeri boyok hebat, pasien sama sekali tidak bisa beraktifitas, nyeri terasa
terus menerus, tidak menjalar ke bagian lain. Batuk -, mual-, muntah -, BAK dan
BAB + normal, riwayat trauma disangkal. Disekitar lingkungan rumah tidak ada yg
batuk lebih dari 2 minggu. KU : CM, sedang; TD : 120/70, N : 88 x/menit; RR : 24
x/menit; T: 36,7c. Pada status lokalis didapatkan Kekuatan otot: kedua tangan 5,
kedua kaki: 2 Refleks patologis: Babinski + Refleks fisiologis: patela + N.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan lab. Didapatkan Hb:
14,5; Hmt: 42; AT: 164; AL: 8,8. SGOT: 13, SGPT: 29, Ureum: 30, Kreatinin: 0.7,
Mantoux test: +; Foto thorax: Tak tampak kelain pada cor dan pulmo. Dilakukan pula
MRI: Rigiditas thoracolumbal kemungkinan karena musculospasme; Gambaran
spondylodiscitis pada V Th. 10,11, yang kemungkinan meluas ke kanalis spinalis
aspek anterior;Spondylosis lumbales dengan spondylolithesis ke posterior VL 2
terhadap VL 3grade 1. Degenerasi end plate VL 4,5; Degenerasi discus setinggi
level VL 2-3, 3-5, 4-5, dan VL 5 VS 1; Bulging discus ke posterior setinggi level VL
2-3, 3-4, dan VL 4-5 yang menekan teccal sac ke posterior. Protude discus
keanterior setinggi level VL 2-3, 3-4 dan extrude discus ke anterior setinggi level VL
4-5; Penyempitan DIV V Th 10-11 dan VL 2-3 dan 4-5.
Diagnosis:
Spondilitis TB

Fraktur patologis VT X-XII


Para vertebral abses Th X-XI

Terapi:
Medikamentosa:
Rifastar (Rifampisin 150mg, isoniazid 75 mg, Pyrazinamid 400mg, ethambutol
275mg) 1 x 4 tab
Ketorolac 3 x 1A
Ceftriaxon 2 x 1 gr
Dexametason 3 x 1 amp
Pembedahan:
Debridemen
Stabilisasi tulang belakang
Diskusi:
Potts disease atau Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis
ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang. Spondilitis
tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberkulosis muskuloskeletal
karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Kondisi
umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah
merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal
merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan
vertebra servikal.
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi
sekunder.Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima
stadium, yaitu :
1. Stadium I (Implantasi)
Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh.
Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa
level.
2. Stadium II (Destruksi awal)
Terjadi 3 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.

3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps)


Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka
akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan
pengejuan dan pus (cold abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis)
Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan
otonom.
5. Stadium V (Deformitas dan Akibat)
Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan
setelah terapi.
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu:
1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa penurunan berat badan, keringat
malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol.
2. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila
istirahat.
3. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20%
kasus
4. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan
kifosis).
5. Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,
kemudian diikuti paraparesis yang lambat laun semakin memberat,
spastisitas, klonus, hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat
ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra.
6. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul
terutama gangguan motorik.
7. Gangguan menelan dan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.
Penegakan diagnosis
Anamnesis : ditemukannya gejala-gejala klinis spondilitis TB
Pemeriksaan penunjang:
Tuberkulin skin test : positif

Laju endap darah : meningkat


Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)
X-ray :
- destruksi korpus vertebra bagian anterior
- peningkatan wedging anterior
- kolaps korpus vertebra
CT scan :
- menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan
kerusakan tulang
- resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya
daerah paraspinal
- mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari
abses jaringan lunak
MRI
- standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam
menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebarandebris
tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior
- paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural
Penatalaksanaan:
1. Medikamentosa
Spondilitis TB dapat diobati secara sempurna hanya dengan OAT saja hanya jika
diagnosis ditegakkan awal, dimana destruksi tulang dan deformitas masih minimal.
Seperti pada terapi TB pada umumnya, terapi infeksi spondilitis TB adalah
multidrug therapy.
Untuk kategori I, yaitu kasus baruTB paru kasus baru dengan TB ekstraparu,
termasuk TB spinal, diberikan 2 HRZE (HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase
lanjutan, atau 2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau
2RHZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 6HE fase lanjutan.
2. Pembedahan
Pada pasien yang direncanakan dioperasi, kemoterapi tetap harus diberikan,
minimal 10 hari sebelum operasi OAT harus sudah diberikan. Kategori regimen OAT

yang diberikan disesuaikan jenis kasus yang ada dan dilanjutkan sesuai kategori
masing-masing.
Indikasi pembedahan pada spondilitis TB secara umum sebagai berikut: 1) defi sit
neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia. 2) deformitas tulang belakang yang
tidak stabil atau disertai nyeri, dalam hal ini kifosis progresif (30 untuk dewasa, 15
untuk anakanak). 3) tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu. 4) abses luas. 5)
biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis. nyeri berat karena kompresi
abses. Kontraindikasi pembedahan pada pasien spondilitis TB adalah kegagalan
jantung dan paru.
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia
dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit
neurologisserta terapi yang diberikan.
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan
ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini dan
patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen
medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis secara
signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis atau
kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.
Kesimpulan:
Infeksi spinal oleh tuberkulosis diperkirakan sekitar satu hingga lima persen
penderita tuberkulosis. Spondilitis TB berpotensi menyebabkan morbiditas serius
yaitu kelumpuhan dan deformitas tulang belakang yang hebat. Diagnosis dini
spondilitis TB masih terbatas. Keterlambatan diagnosis masih sering ditemukan dan
mampu menyebabkan perburukan kualitas hidup penderita. MRI sampai saat ini
merupakan sarana pembantu penegakan diagnosis yang paling baik sekaligus
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Namun, jika fasilitas tidak memadai, CT
scan, sinar-X, dan pencitraan lainnya dapat membantu.
Baku emas untuk diagnosis pasti tetap menggunakan pemeriksaan histologis dan
mikrobiologis dari spesimen biopsi lesi TB. Namun pemeriksaan terbaru seperti PCR
dapat membantu, tentunya harus dikorelasikan dengan klinis dan pemeriksaan
lainnya. Kemoterapi OAT adalah pilihan pengobatan awal yang terbaik, terbukti

paling efektif hingga saat ini. Terapi pembedahan relative ditinggalkan sebagai
pilihan pengobatan yang utama. Pembedahan dilakukan hanya dengan indikasiindikasi tertentu. Namun karena diagnosis dini spondilitis TB yang sulit, maka
pembedahan tetap masih merupakan penatalaksanaan yang umum. Variasi teknik
pembedahan sangat banyak dan belum ada teknik yang baku yang dianggap paling
efektif mengoreksi defi sit neurologis dan deformitas.
Referensi :
Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberculous Spondilitis and Pyogenic
Spondilitis in Atypical Cases. Asian Spine Journal.Vol. 1, No. 2, pp 75~79, 2007.
Karraeminogullari O, Aydinli U, Ozerdemoglu R, Ozturk C. Tuberculosis of the Lumbar
Spine: Outcomes after Combined Treatment of Two-drug Therapy and Surgery.
Orthopedics. January 2007. Vol. 30. No.1.
Njoku CH, Makusidi MA, Ezunu EO. Experiences in Management of Potts paraplegia
and Paraparesis in Medical Wards of Usmanu Danfodiyo University Teaching
Hospital, Sokoto, Nigeria. Annals of African Medicine. Vol. 6, No .1; 2007: 22 25
Savvidou C, Triantopoulou, Chatziioannou, Papailiou, et al. A rare radiological
appearance of lumbar tuberculous vertebral osteomyelitis. Eur J Orthop Surg
Traumatol (2010) 20:313316. DOI 10.1007/s00590-009-0563-2.
WHO. Global tuberculosis control - epidemiology, strategy, fi nancing. WHO Report
2005. WHO/HTM/TB/2005.411
Penulis

Afiazka Luthfita (20090310076), Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta Unit I

Anda mungkin juga menyukai