Anda di halaman 1dari 39

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA

YANG DIUPAYAKAN DENGAN PENERAPAN


MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING
A. Latar Belakang
Pembelajaran di kelas akan sangat efektif apabila gurumelaksanakannya
dengan memahami peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diajarnya.
Di samping pemahaman akan hal-hal tersebut keefektipan itu juga ditentukan
oleh kemampuan guru untuk merubah model pengajaran menjadi model
pembelajaran sesuai yang diharapkan oleh Permen No. 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses.
Peran mata pelajaran .................. adalah untuk pengembangan intelektual,
sosial dan emosional siswa serta berperan sebagai kunci penentu menuju
keberhasilan dalam mempelajari suatu bidang tertentu. Fungsi mata
pelajaran .................. adalah sebagai suatu bidang kajian untuk mempersiapkan
siswa mampu merefleksikan pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain,
mengungkapkan gagasan-gagasan dan perasaan serta memahami beragam
nuansa makna, sedang kegunaannya adalah untuk membantu siswa mengenal
dirinya, budayanya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat, membuat keputusan yang bertanggung jawab
pada tingkat pribadi, sosial, menemukan serta menggunakan kemampuan
analitic dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Di samping mengetahui peran,
fungsi dan kegunaan ........, sebagai seorang guru juga diperlukan untuk mampu
menerapkan beberapa metode ajar sehingga paradigma pengajaran dapat
dirubah menjadi paradigma pembelajaran sebagai tuntutan peraturan yang
disampaikan pemerintah (Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses,
Permen No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Guru).
Kejadian yang sering terjadi di lapangan yang terjadi selama proses
pembelajaran yang dilakukan selama ini yang menyebabkan rendahnya prestasi
belajar siswa tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor luar seperti kesibukan
guru, keadaan rumah tangga, lingkungan dan lain-lain. Kelemahan-kelemahan
yang ada tentu banyak pula dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri
seperti kemauan menyiapkan bahan yang lebih baik, kemauan guru itu sendiri
untuk menerapkan metode-metode ajar yang telah didapat di bangku kuliah.
Selain itu guru juga kurang mampu untuk dapat mengembangkan keterampilan
mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan merangsang siswa untuk
belajar. Keterampilan yang mesti dikuasai guru dalam melaksanakan
pembelajaran ada 7, yaitu: 1) keterampilan bertanya, 2) keterampilan memberi
penguatan, 3) keterampilan mengadakan variasi, 4) keterampilan menjelaskan,

5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, 6) keterampilan membimbing


diskusi, 7) keterampilan mengelola kelas. Keterampilan-keterampilan ini
berhubung dengan kemampuan guru untuk menguasai dasar-dasar pengetahuan
yang berhubungan dengan persiapan dan pelaksanaan proses pembelajaran
yang akan memberikan dukungan terhadap cara berpikir siswa yang kreatif dan
imajinatif. Hal inilah yang menunjukkan profesionalisme guru (I G. A. K. Wardani
dan Siti Julaeha, Modul IDIK 4307: 1-30).
Model-model pembelajaran juga merupakan hal yang sangat penting dalam
penerapannya di lapangan, seperti model Problem Based Learning yang dijadikan
objek penelitian sebagai upaya untuk memajukan suatu bidang tertentu. Model
sangat berkaitan dengan teori. Model merupakan suatu analog konseptual yang
digunakan untuk menyarankan bagaimana meneruskan penelitian empiris
sebaiknya tentang suatu masalah. Jadi model merupakan suatu struktur
konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang dan sekarang
diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang
lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang (Mark 1976 dalam
Ratna Wilis Dahar, 1989: 5).
Cuplikan di atas menunjukkan betapa pentingnya model untuk diterapkan
dalam mencapai suatu keberhasilan, begitu pula terhadap kegunaan modelmodel pembelajaran. Sebelum ada model, dikembangkan terlebih dahulu teori
yang mendasari model tersebut, sehingga boleh dikatakan bahwa teori lebih luas
daripada model. Model-model, baik model fisika, model-model komputer, modelmodel matematika, semua mempunyai sifat jika maka, dan model-model ini
terkait sekali pada teori (Shelbeeker, 1974 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989: 5).
Semua uraian di atas menunjukkan hal-hal yang perlu dalam upaya
meningkatkan keseuaian pembelajaran Problem Based Learning yang akan
dilakukan dan prestasi belajar siswa seperti penguasaan metode-metode ajar;
penguasaan model-model pembelajaran; penguasaan teori-teori belajar;
penguasaan teknik-teknik tertentu; penguasaan peran, fungsi serta kegunaan
mata pelajaran. Apabila betul-betul guru menguasai dan mengerti tentang halhal tersebut dapat diyakini bahwa prestasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran ........................ tidak akan rendah. Namun kenyataannya prestasi
belajar siswa kelas....................... di semester ........... tahun ajaran ...................
baru mencapai nilai rata-rata......
Melihat kesenjangan antara harapan-harapan yang telah disampaikan dengan
kenyataan lapangan sangat jauh berbeda, dalam upaya memperbaiki mutu
pendidikan utamanya pada mata pelajaran.........................., sangat perlu kiranya
dilakukan perbaikan cara pembelajaran. Salah satunya adalah perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning. Oleh karenanya penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah dan Cara Pemecahannya

1.

Rumusan Masalah
Melihat adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di
lapangan seperti yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka
rumusan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:

1)

Apakah model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan


aktivitas belajar siswa kelas ..... SMA Negeri .................

2)

Apakah model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan


prestasi belajar siswa kelas ..... SMA Negeri ..................

2.

Cara Pemecahan Masalah


Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu dari
banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran. Model ini mempunyai langkah-langkah yang mendorong keaktifan
siswa dalam belajar dengan cara memberikan kesempatan bagi siswa untuk
lebih banyak mengamati objek atau materi pelajaran, menemukan sendiri hal-hal
yang perlu, baik menyangkut materi, meneliti, mengintrogasi, memeriksa materi,
sehingga siswa-siswa akan dapat mengalami sendiri. Hal itu memerlukan
persiapan pemikiran yang matang. Untuk persiapan yang matang ini, guru
semestinya memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya bagi siswa
untuk melakukannya, menyiapkan sebaik-baiknya apa yang akan ditampilkan
dihadapan siswa-siswa. Model Pembelajaran Problem Based Learning ini mampu
merangsang siswa untuk dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaannya,
menuntut persiapan yang sangat matang, menuntut kemampuan yang matang
dalam kegiatan intelektual, menutut semangat yang tinggi untuk mengikuti
pelajaran agar dapat memproduksi apa yang diharapkan, menuntut mereka lebih
berpikir kritis. Contoh kemampuan berpikirkritis adalah, apabila siswa giat
mengikuti pelajaran, akibatnya adalah mampu memecahkan masalah yang
diharapkan. Siswa akan menjadi aktif akibat diberikan kesempatan untuk
menyiapkan materi lewat penemuannya sendiri, yang sudah pasti akan
membuktikan tuntutan-tuntutan kemampuan yang tinggi baik dalam penampilan
maupun keilmuan. Tanpa keilmuan yang mencukupi tidak akan mungkin
tampilannya akan memuaskan, dalam hal ini siswa tidak bisa sembarangan saja,
mereka harus betul-betul mampu menyimpulkan terlebih dahulu apa yang akan
mereka sampaikan. Tuntunan langkah-langkah analisis, pikiran intelektual,
pemahaman konsep, bakat akademik yang dilakukan dengan motivasi,
interpretasi yang inovatif dipihak guru akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan model ini.
Berdasar uraian singkat ini jelas bahwa model pembelajaran Problem
Based Learning menuntut kemampuan siswa untuk giat mempelajari apa yang
disampaikan guru, mampu menampilkan dirinya sebagai pemikir di depan siswasiswa yang lain. Dipihak lain, untuk dapat menyelesaikan tuntutan tersebut,
inovasi yang dilakukan guru akan sangat menentukan. Inovasi tersebut berupa

tuntunan-tuntunan, motivasi-motivasi, interpretasi serta kemampuan belajar


tanpa hafalan. Oleh karenanya langkah-langkah ini diharapkan akan dapat
digunakan sebagai cara pemecahan masalah.
C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah yang telah disampaikan, rumusan masalah yang
dapat disampaikan adalah:
1.

Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa setelah


diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran.

D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai
acuan dalam memperkaya teori dalam rangka peningkatan kompetensi guru.
Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah,
khususnya SMA Negeri ........ dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar ................... Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat
sebagai informasi yang berharga bagi teman-teman guru, kepala sekolah di
sekolahnya masing-masing.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk
mencapai tingkat belajar tertentu (Udin S. W., 1997). Joyce, dkk. (2003)
mengemukakan bahwa suatu model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau pola yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Oemar Hamalik (2003: 24) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan
suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum,
merancang bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas. Dari
pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan pembelajaran
yang melukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan sebagai pedoman
dalam pembelajaran di kelas.
Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yakni: 1)
rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta, 2) landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar, 3) tingkah laku mengajar
yang diperlukan agar model tersebut dapat berhasil, 4) lingkungan belajar yang

diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Wina Sanjaya, 2006:
128).
Sintaks suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan
alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan
pembelajaran (Nana S., 1989: 43). Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan
jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa dan tugastugas khusus yang dilakukan oleh siswa. Sintaks dari bermacam model
pembelajaran mempunyai komponen yang sama seperti diawali dengan menarik
perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran.
Demikian pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap menutup
pelajaran. Namun demikian ada perbedaan seperti perbedaan pengelolaan
lingkungan belajar, perbedaan peran siswa, perbedaan peran guru, perbedaan
ruang fisik dan perbedaan sistem sosial kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut
harus dipahami oleh para guru dalam menerapkan model pembelajaran agar
dapat dilaksanakan dengan baik.
B. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran problem based learning (pembelajaran berbasis
masalah), awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh
Barrows, Howard (1986) yang kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan
oleh Gallagher (1995). Problem based learning disetting dalam bentuk
pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dengan menggunakan
instruktur sebagai pelatihan metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan
analisis kerja siswa.
Model pembelajaran problem based learningberlandaskan padapsikologi
kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang
dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat
mereka melakukan kegiatan itu. Pada problembased learning peran guru lebih
berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan
memecahkan masalah mereka sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan
akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2000). Pedagogi Jhon
Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau
tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka menyelidiki masalahmasalah tersebut. Pembelajaran yang berdayaguna atau berpusat pada masalah
digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki secara pribadi situasii
yang bermakna merupakan hubungan problem based learning dengan psikologi
Dewey. Selain Dewey, ahli psikologi Eropa Jean Piaget tokoh pengembang konsep
konstruktivisme telah memberikan dukungannya. Pandangan konstruktivismekognitif yang didasari atas teori Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala
usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun
pengetahuannya sendiri (Ibrahim, 2000).

Adaptasi struktur problem based learning dalam kelas-kelas sains


dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen penting dari sains.
Empat penerapan esensial dari problem based learning adalah seperti diurutkan
dalam Gallagher et.al (1995) adalah:
1)

Orientasi siswa pada masalah


Pada saat mulai pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran
secara jelas, menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran. Guru
menyampaikan bahwa perlu adanya elaborasi tentang hal-hal sebagai berikut:

Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah


informasi baru, namun lebih kepada bagaimana menyelidiki masalah-masalah
penting dan bagaimana menjadikan pebelajar yang mandiri.

Permasalahan yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak benar. Sebuah


penyelesaian yang kompleks memiliki banyak penyelesaian yang terkadang
bertentangan.

Selama tahap penyelidikan dalam pembelajaran, siswa didorong untuk


mengajukan pertanyaan dan mencari informasi dengan bimbingan guru.

Pada tahap analisis dan penyelesaian masalah siswa didorong untuk


menyampaikan idenya secara terbuka.
Guru perlu menyajikan masalah dengan hati-hati dengan prosedur yang
jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi. Hal penting di sini adalah
orientasi kepada situasi masalah menentukan tahap untuk penyelidikan
selanjutnya. Oleh karena itu pada tahap ini presentasi harus menarik minat siswa
dan menimbulkan rasa ingin tahu.

2)

Mengorganisasikan siswa untuk belajar


Problem based learningmembutuhkan keterampilan kolaborasi diantara
siswa menurut mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh karena
itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan dan
tugas-tugas belajarnya.
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok problem based learning. Intinya di sini adalah guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah yang akan dipecahkan.

3)

Membantu penyelidikan siswa


Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data-data
atau melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul memahami dimensi
dari masalah tersebut. Tujuannya agar siswa mengumpulkan cukup informasi
untuk membangun ide mereka sendiri. Siswa akan membutuhkan untuk
diajarkan bagaimana menjadi penyelidik yang aktif dan bagaimana
menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang sedang dipelajari.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data mereka akan mulai
menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan dan pemecahan.

Selama tahap ini guru mendorong semua ide dan menerima sepenuhnya ide
tersebut.
4)

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing kelompok
menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi.
Penyajian hasil karya ini dapat berupa laporan, poster maupun media-media
yang lain.

5)

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Tahap akhir ini meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan
disamping itu juga mengevaluasi keterampilan penyelidikan dan keterampilan
intelektual yang telah mereka gunakan.
Selanjutnya beberapa ciri penting problem based learning sebagai berikut
(Brook & Martin, 1993).

1.

Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan
pebelajar dalam pola pemecahan masalah. Kondisi ini akan dapat
mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam
mengidentifikasi permasalahan. Dalam konteks belajar kognitif sejumlah tujuan
yang terkait adalah belajar langsung dan mandiri, pengetahuan dan pemecahan
masalah. Sehingga untuk mencapai keberhasilan, para pebelajar harus
mengembangkan keahlian belajar dan mampu mengembangkan strategi dalam
mengidentifikasi dan menemukan permasalahan belajar, evaluasi dan juga
belajar dari berbagai sumber yang relevan.

2.

Keberlanjutan masalah
Dalam hal ini ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, harus dapat
memunculkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan
dengancontent domain yang dibahas. Kedua, permasalahan hendaknya riil
sehingga memungkinkan terjadinya kesamaan pandang antarsiswa. Ada tiga
alasan kenapa permasalahan harus nyata (realistik). (1) Siswa terkadang terbuka
untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan sehingga dapat mengalami
kesulitan dalam menciptakan suatu permasalahan yang luas dengan informasi
yang sesuai. (2) Permasalahan nyata cenderung untuk lebih melibatkan siswa
terhadap suatu konteks tentang kesamaan dengan permasalahan. (3) Siswa
segera ingin tahu hasil akhir dari penyelesaian masalahnya.

3.

Adanya presentasi permasalahan


Pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga
mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Ada dua hal pokok dalam
mempresentasikan permasalahan. Pertama, jika siswa dilibatkan dalam
pemecahan masalah yang autentik, maka mereka harus memiliki permasalahan
tersebut. Kedua, adalah bahwa data yang ditampilkan dalam presentasi

permasalahan tidak menyoroti faktor-faktor utama dalam masalah tersebut,


namun dapat ditampilkan sebagai dasar pertanyaan sehingga tidak
menampilkan informasi kunci.
4.

Peran guru sebagai tutor dan fasilitator


Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator adalah mengembangkan
kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan
membantu siswa untuk menjadi mandiri. Kemampuan dari tutor sebagai
fasilitator keterampilan mengajar kelompok kecil dam proses pembelajaran
merupakan penentu utama dari kualitas dan keberhasilan. Setiap metode
pendidikan bertujuan: (1) Mengembangkan kreativitas pada siswa dan keahlian
berpendapat. (2) Membantu mereka untuk menjadi mandiri. Sedangkan tutorial
adalah suatu penggunaan keahlian yang menitikberatkan masalah dasar belajar
langsung mandiri (Barrows dalam Savery & Duffy, 1994).
Barrows (1996) dalam tulisannya yang berjudul Problem Based Learning in
Medicine and Beyond juga mengemukakan beberapa karakteristikProblem Based
Learning sebagai berikut:

1)

Proses pembelajaran bersifat Student Centered. Melalui bimbingan tutor (guru),


siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya, mengidentifikasi apa
yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh pemahahaman yang lebih baik,
mengelola permasalahan dan menentukan dimana mereka akan memperoleh
informasi (buku teks, jurnal, internet, dsb).

2)

Proses pembelajaran pembelajaran berlangsung pada kelompok kecil. Setiap


kelompok biasanya terdiri dari 5-8 orang. Anggota kelompok sebaiknya ditukar
untuk setiap unit kurikulum. Kondisi demikian akan memberikan kondisi praktis
kepada siswa untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam
variasi kelompok.

3)

Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak
berperan sebagai penceramah atau pemberi faktual, namun berperan sebagai
fasilitator. Guru tidak memberitahu siswa tentang apa yang mereka harus
pelajari atau baca. Siswa itu sendirilah (secara berkelompok) yang
mengidentifikasi dan menentukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip apa yang
harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu memecahkan masalah
yang telah disajikan guru pada awal setting pembelajaran.

4)

Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran


diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus
pembelajaran. Misalnya, masalah pasien atau kesehatan masyarakat disajikan
dalam berbagai bentuk seperti kasus tertulis, simulasi pasien, simulasi komputer
atau video. Kondisi demikian akan menantang dan menghadapkan siswa dalam
kondisi praktis serta akan memotivasi siswa untuk belajar. Untuk memecahkan
masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yang perlu mereka pelajari dari
ilmu-ilmu dasar serta akan mengarahkan mereka untuk mengintegrasikan
informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu.

5)

Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (self directed learning).
Siswa diharapkan belajar dari dunia pengetahuan dan mengakumulasikan
keahliannya melalui belajar mandiri, serta dapat berbuat seperti praktisi yang
sesungguhnya. Selama proses belajar secara mandiri, siswa bekerja bersama
dalam kelompok, berdiskusi, melakukan komparasi, mereview serta berdebat
tentang apa yang sudah mereka pelajari.

6)

Masalah merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan


masalah klinik. Format permasalahan hendaknya mempresentasikan
permasalahan pasien sesuai dengan dunia realita. Format permasalahan juga
harus memberi kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
pasien, melakukan tes fisik, tes laboratorium dan tuntutan lainnya.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pengajaran
yang berorientasi pada problem based learning sehingga proses pembelajaran
benar-benar berpusat pada siswa (student centered) adalah sebagai berikut
(Gallagher & Stepien, 1995):

1)

Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-konsep esensial


yang strategis. Gunakan permasalahan dan konsep untuk membantu siswa
melakukan investigasi substansi isi (content).

2)

Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui


eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

3)

Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki
yang merupakan proses metakognisi.

4)

Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang


mereka kemukakan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau
publikasi atau dalam bentuk penyajian poster.
Prosedur dan tahapan pelaksanaan proses pembelajaran problem based
learning adalah sebagai berikut (dimodifikasi dari Barrows and Myers, 1993).
Sebagai model pembelajaran problem based learning disamping memiliki
keunggulan juga memiliki kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan
keunggulan problem based learning adalah:

1.

Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih


memahami isi pelajaran.

2.

Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan


kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3.
4.

Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.


Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5.

Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan


pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka

lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan siendiri baik


terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6.

Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran


pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa
bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.

7.

Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.

8.

Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir


kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
pengetahuan baru.

9.

Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.

10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terusmenerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Sedangkan kelemahannya adalah:
1.

Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga
masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk
mencoba.

2.

Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.

3.

Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang


sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Belajar berbasis masalah berakar dari pandangan John Dewey, yang
menyatakan bahwa sekolah mestinya mencerminkan masyarakat yang lebih
besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan
nyata. Pandangan ini mengharuskan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam
proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki
masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran di sekolah seharusnya
lebih memiliki manfaat nyata daripada abstrak. Pembelajaran yang memiliki
manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil
untuk menyelesaikan proyek yang menarik yang merupakan pilihan mereka
sendiri. Visi pembelajaran yang berdayaguna atau terpusat pada masalah
digerakkan oleh keinginan siswa untuk menyelidiki secara pribadi masalah
tersebut. Hal ini secara jelas menghubungkan BBM dengan filosofi pendidikan
dan pedagogi Dewey.
BBM juga dikembangkan dari konsep konstruktivisme atas dasar pandangan
Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa
ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha ingin memahami dunia di
sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk
secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan
yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan
memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental
mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu, pada

semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka dan


memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan
lingkungan itu.
Pandangan ini lebih lanjut mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia
secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis namun secara terus
menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru
yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal
mereka. Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan
situasi-situasi dimana anak itu secara mandiri melakukan eksperimen, dalam arti
mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri
jawabannya, mencocokkan apa yang mereka temukan pada suatu saat dengan
apa yang ia temukan pada saat yang lain dan membandingkan temuannya
dengan temuan anak lain (dalam Ibrahim dan Nur, 2000).
Di pihak lain, Lev Vygostsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi
pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang dan
ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang telah dimilikinya untuk
membangun pengertian baru. Vygotsky memberi tempat yang lebih penting
pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa mereka interaksi
sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual siswa.
Pada dasarnya, baik Piaget maupun Vigotsky, sama-sama mengembangkan
konstruktivisme psikologis. Namun demikian, Piaget lebih menekankan pada
konstruktivisme psikologis yang bersifat personal, sedangkan Vigotskty lebih
menekankan pada kontruktivisme psikologis yang bersifat sosial (Suparno, 1997:
43). Kedua konsep konstruktivisme tersebut menjadi landasan pokok model
Belajar Berdasarkan Masalah.
BBM juga berlandaskan pada social leraning theory Albert Bandura, yang
fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori ini
menyatakan bahwa seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep dari belajar
observasional, imination dan modeling. Prinsip umum darisocial learning
theory selengkapnya dinyatakan oleh Armrod (1999) sebagai berikut:
General principles of social learning theory follows:
1. People can learn by observing the behavior is of others and the autcomes of
those behaviors.
2. Learning can occur without a change in behavior. Behaciorists say that learning
has to be represented by a permanent change in behavior, in contrast social
learning theorists say that because people can learn thourg observation alone,
their learning may not necessarily be shown in their performance. Learning may
or may not result in a behavior change.

3.

Cognition plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory
has become increasingly cognitive in its interpretation of human learning.
Awareness and expectation of future reinforcements or punishments can have a
major effect on the behaviors that people exhibit.
4. Sociallearning theory can be considered a bridge or a transition between
behaviorist learning theories and cognitive learning theories.
Belajar Berbasis Masalah didukung pula oleh teorinya Jerome Bruner yang
dikenal dengan pembelajaran penemuan. Belajar penemuan ini merupakan suatu
model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami
struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam
proses pembelajaran dan pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui
penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya
pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk
penemuan siswa. Pembelajaran penemuan diterapkan dengan menekankan
penalaran induktif dan proses-proses inkuiri yang merupakan ciri dari metode
ilmiah. Belajar berdasarkan masalah pada intinya adalah melakukan proses
inkuiri tersebut.
Kaitan intelektual antara pembelajaran penemuan dan belajar berbasis
masalah sangat jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa
secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa
menentukan atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis
masalah atau penemuan, guru mengajukan pertanyaan atau masalah kepada
siswa dan memperbolehkan siswa untuk menemukan ide dan teori mereka
sendiri.
Belajar Berbasis Masalah (BBM) memiliki nama lain yang pada dasarnya
bermakna sama, seperti Problem-Based Learning (PBL), Problem-Based
Instruction (PBI), Project-Based Teaching (Pembelajaran Proyek), Experienced
Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic Learning
(Belajar Autentik) dan Echored Instruction (Pembelajaran Berakar pada
Kehidupan Nyata).
Belajar Berbasis Masalah (BBM) adalah pembelajaran yang dirancang
berdasarkan masalah kehidupan yang bersifat tidak tentu (ill-structured), terbuka
dan mendua. Masalah yang tidak tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas,
atau belum terdefinisikan (Fogarty, dalam Arnyana, 2004). Sedangkan Boud
(1985: 1) menyatakan bahwa Belajar adalah masalah merupakan pembelajaran
yang dimulai dengan penyajian masalah, yang berupa pertanyaan atau teka-teki
yang dapat merangsang siswa untuk menyelesaikannya. Definisi yang hampir
sama dinyatakan oleh Ibrahim dan Nur (2000: 3), bahwa BBM terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan
dan inkuiri. Secara lebih spesifik, Barrows (1996: 5) menyatakan bahwa BBM
merupakan pembelajaran yang memiliki karakteristik, yakni (1) belajar berpusat

pada siswa, (2) belajar terjadi dalam kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai
fasilitator atau penuntun, (4) bentuk masalah difokuskan pada pengaturan dan
merangsang untuk belajar, (5) masalah merupakan sarana untuk membangun
keterampilan pemecahan masalah, (6) informasi baru diperoleh melalui selfdirecting learning.
Belajar Berbasis Masalah diterapkan untuk merangsang berpikir tingkat
tinggi siswa dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar
bagaimana belajar (Ibrahim dan Nur, 2000). Peran guru dalam pembelajaran ini
adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog. Lebih penting lagi, guru melakukan scaffolding, yaitu
suatu kerangka dukungan yang memperkaya keterampilan dan pertumbuhan
intelektual siswa. BBM tidak terjadi tanpa guru mengembangkan lingkungan
kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Belajar Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mengajukan
pertanyaan atau masalah. BBM mengorganisasikan pertanyaan dan masalah
yang sangat penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang
diajukan berupa situasi kehidupan nyata/autentik, menghindari jawaban
sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi
tersebut. (2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. (3) Penyelidikan autentik.
BBM mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian masalah secara nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi dan merumuskan simpulan sebagai solusi terhadap masalah yang
diajukan. (4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. BBM
menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata
atauartefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. (5) Kerja sama. BBM juga dicirikan oleh siswa
bekerjasama antara yang satu dengan lainnya dalam bentuk berpasangan atau
berkelompok (antara 4-8 siswa) dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Dalam pembelajarannya, siswa bekerjasama antara satu dengan yang lain, untuk
mengembangkan keterampilan berpikir (Ibrahim dan Nur, 2000: 5-6).
Belajar berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan keterampilan
intelektual. Di samping itu, BBM memberikan kesempatan belajar berbagai peran
orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi
serta menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim dan Nur, 2000). BBM
dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini didukung oleh
Hastings yang mengemukakan bahwa belajar berdasarkan masalah dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta menghadapkan
siswa pada latihan untuk memecahkan masalah (dalam Arnyana, 2004).

Ibrahim dan Nur (2000) memberikan rasional tentang bagaimana BBM


membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar
pentingnya peran orang dewasa. Mereka lebih lanjut mengungkapkan bagaimana
pembelajaran di sekolah seperti yang dipahami secara tradisional, berbeda
dalam empat hal penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar
sekolah. Keempat hal tersebut dipaparkan seperti berikut: (1) Pembelajaran di
sekolah berpusat pada kinerja siswa secara individual, sementara di luar sekolah
kerja mental melibatkan kerjasama dengan orang lain. (2) Pembelajaran di
sekolah terpusat pada proses berpikir tanpa bantuan, sementara aktivitas mental
di luar sekolah selalu melibatkan alat-alat kognitif seperti komputer, kalkulator
dan instrumen ilmiah lainnya. (3) Pembelajaran di sekolah mengembangkan
berpikir simbolik berkaitan dengan situasi hipotesis, sementara aktivitas mental
di luar sekolah mengharapkan masing-masing individu berhadapan secara
langsung dengan benda dan situasi yang kongkret. (4) Pembelajaran di sekolah
memusatkan pada keterampilan umum, sementara di luar sekolah memerlukan
kemampuan khusus.
Belajar berbasis masalah biasanya terdiri dari 5 tahap yang dimulai dengan
(1) orientasi siswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar,
(3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan
dan menyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah (Nur, 2000: 13); Arends, 2004: 406). Jika jangkauan
masalahnya sedang-sedang saja, kelima tahapan tersebut mungkin dapat
diselesaikan dalam 2 sampai 3 kali pertemuan. Namun untuk masalah yang
kompleks mungkin akan dibutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya.
Model belajar berbasis masalah, pada umumnya diterapkan pada bidang-bidang
sains, untuk penerapannya pada bidang matematika, perlu adanya modfikasi.
Secara garis besar kelima langkah tersebut tetap, yang perlu sedikit penyesuaian
adalah pada kegiatan guru dan kegiatan siswa. Kelima tahapan tersebut secara
lengkap disajikan pada tabel.
C. Prestasi Belajar
Prestai belajar dimulai dengan kegiatan atau aktivitas, setelah itu belajar dan
terakhir baru prestai belajar.
1.

Aktivitas
Kata Aktivitas berasal dari Bahasa Inggris activity yang artinya state
of action, lireliness or ingorous mation (Webster New American Dictionary: 12).
Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia kata ini berarti kebenaran dari
perlakuan, kegiatan yang aktif, kegiatan yang aktual atau giat dalam melakukan
gerak-gerik, usul. Dalam bahasa Indonesia aktif berarti giat belajar, giat
berusaha, dinamis, mampu berkreasi dan beraksi (Kamus Besar Bahasa
Indonesia: 32).

Aktivitas merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa, baik dalam


aktivitas jasmani maupun dalam aktivitas rohani. Aktivitas ini jelas merupakan
ciri bahwa siswa berkeinginan untuk mengikuti proses. Siswa dikatakan memiliki
keaktifan apabila ditemui ciri-ciri seperti berikut (Tim Instruktur PKG, 1992: 2):
1.

Antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran

2.

Terjadi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa

3.

Siswa terlibat dan bekerjasama dalam diskusi kelompok

4.

Terjadi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran

5.

Siswa berpartisipasi dalam menyimpulkan materi.


Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilihat dari (Nana
Sudjana, 2000: http://www.scribd.com/doc/90372008):

1.

Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2.

Terlibat dalam pemecahan masalah

3.

Bertanya pada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya

4.

Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan


masalah

5.

Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru

6.

Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya

7.

Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis

8.

Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam


menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

2.

Belajar
Belajar dalam Bahasa Inggris adalah Study yang artinya The act of
using the mind to require knowledge (Webster New American Dictionary: 1993).
Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia, belajar adalah perbuatan
menggunakan ingatan/pikiran untuk mendapatkan/ memperoleh pengetahuan.
Belajar artinya berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu
keterampilan; juga berarti berlatih (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 27).
Selanjutnya belajar juga berarti perubahan yang relatif permanen dalam
kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang
diperolehnya dari praktek yang dilakukannya (Glosarium Standar Proses, Permen
Diknas No. 41 tahun 2007). Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah penggunaan pikiran untuk memperoleh ilmu. Ini berarti
bahwa belajar adalah perbuatan yang dilakukan dari tahap belum tahu ke tahap
mengetahui sesuatu yang baru.
Prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif
adalah: stimulus, perhatian dan motivasi, respon, penguatan dan umpan balik
(Sriyono, 1992: http://www.scribd.com/doc/90372081).

D. Prestasi Belajar
1.

Aktivitas

Kata Aktivitas berasal dari Bahasa Inggris activity yang artinya state
of action, lireliness or ingorous mation (Webster New American Dictionary: 12).
Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia kata ini berarti kebenaran dari
perlakuan, kegiatan yang aktif, kegiatan yang aktual atau giat dalam melakukan
gerak-gerik, usul. Dalam bahasa Indonesia aktif berarti giat belajar, giat
berusaha, dinamis, mampu berkreasi dan beraksi (Kamus Besar Bahasa
Indonesia: 32).
Aktivitas merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa, baik dalam
aktivitas jasmani maupun dalam aktivitas rohani. Aktivitas ini jelas merupakan
ciri bahwa siswa berkeinginan untuk mengikuti proses. Siswa dikatakan memiliki
keaktifan apabila ditemui ciri-ciri seperti berikut (Tim Instruktur PKG, 1992: 2):
1.

Antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran

2.

Terjadi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa

3.

Siswa terlibat dan bekerjasama dalam diskusi kelompok

4.

Terjadi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran

5.

Siswa berpartisipasi dalam menyimpulkan materi.


Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilihat dari (Nana
Sudjana, 2000: http://www.scribd.com/doc/90372008):

1.

Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2.

Terlibat dalam pemecahan masalah

3.

Bertanya pada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya

4.

Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan


masalah

5.

Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru

6.

Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya

7.

Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis

8.

Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam


menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

2.

Belajar
Belajar dalam Bahasa Inggris adalah Study yang artinya The act of
using the mind to require knowledge (Webster New American Dictionary: 1993).
Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia, belajar adalah perbuatan
menggunakan ingatan/pikiran untuk mendapatkan/ memperoleh pengetahuan.
Belajar artinya berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu
keterampilan; juga berarti berlatih (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 27).
Selanjutnya belajar juga berarti perubahan yang relatif permanen dalam
kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang
diperolehnya dari praktek yang dilakukannya (Glosarium Standar Proses, Permen
Diknas No. 41 Tahun 2007). Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah penggunaan pikiran untuk memperoleh ilmu. Ini berarti

bahwa belajar adalah perbuatan yang dilakukan dari tahap belum tahu ke tahap
mengetahui sesuatu yang baru.
Prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif
adalah: stimulus, perhatian dan motivasi, respon, penguatan dan umpan balik
(Sriyono, 1992: http://www.scribd.com/doc/90372081). Juga dikatakan bahwa
ativitas belajar berupa keaktifan jasmani dan rohani yang meliputi keaktifan
panca indra, keaktifan akal, keaktifan ingatan dan keaktifan emosi. Pendapat lain
menyatakan bahwa aktivitas belajar dilakukan dalam bentuk interaksi antara
guru dengan siswa dan antara siswa siswa dengan siswa lain (Abdul, 2002 dalam
http://www.scribd.com/doc/90372081).
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa belajar sebenarnya
merupakan cara yang membuat siswa aktif, baik dengan penggunaan cara
simulasi, respon, motivasi, penguatan, umpan balik yang dapat membangkitkan
keaktifan jasmani dan rohani siswa sehingga muncul interaksi antar siswa
dengan guru begitu juga interaksi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
Dengan menggabungkan semua pendapat yang telah disampaikan serta
pengertian-pengertian tentang belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
penggunaan ingatan atau pikiran untuk memperoleh pengetahuan baru yang
belum diketahui sebelumnya dengan penggunaan cara-cara tertentu seperti
simulasi, respon, motivasi, penguatan, umpan balik yang dapat membangkitkan
keaktifan siswa baik jasmani maupun rohani yang dapat membangkitkan
interaksi antara siswa dengan guru serta siswa dengan siswa lainnya.
3.

Aktivitas Belajar
Dari semua pengertian dan pendapat-pendapat tentang aktivitas dan
pengertian-pengertian serta pendapat-pendapat tentang belajar dapat
disimpulkan bahwa aktivitas belajar mempunyai batasan-batasan seperti: 1)
kebenaran perlakuan, 2) ada partisipasi, 3) kegiatan aktual atau keikutsertaan
baik jasmani maupun rohani, 4) antusiasme, 5) interaksi siswa dengan guru,
siswa dengan siswa lainnya, 6) penerapan secara aktual apa yang telah
diporoleh.
Prestasi belajar ................ sama dengan prestasi belajar bidang studi yang
lain merupakan hasil dari proses belajar siswa dan sebagaimana biasa dilaporkan
pada wali kelas, murid dan orang tua siswa setiap akhir semester atau akhir
tahun ajaran.
Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi anak
didik, pendidik, orang tua/wali murid dan sekolah, karena nilai atau angka yang
diberikan merupakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan
maupun sekolah. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat
diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dicapai siswa dalam
kegiatan belajar mengajar.

Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang


diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah laku
adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah
laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui
kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah. Dengan kata
lain prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa sebagai akibat perbuatan belajar atau setelah menerima pengalaman
belajar, yang dapat dikatagorikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
afektif, danpsikomotor.
Dengan mengkaji hal tersebut di atas, maka faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2000: 102) antara lain: (1)
faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut faktor
individual, seperti kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan
faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial.,
seperti faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajamya, alatalat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan
yang tersedia dan motivasi sosial. Dalam penelitian ini factor ke 2 yaitu factor
yang dari luar seperti guru dan cara mengajarnya yang akan menentukan
prestasi belajar siswa. Guru dalam hal ini adalah kemampuan atau kompetensi
guru, pendidikan dan lain-lain. Cara mengajarnya itu merupakan factor kebiasaan
guru itu atau pembawaan guru itu dalam memberikan pelajaran. Juga dikatakan
oleh Slamet (2003: 54-70) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu
faktor intern dan faktor ekstem. Faktor intern diklasifikasi menjadi tiga faktor
yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah
antara lain: kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologis antara lain: intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. Faktor kelelahan antara
lain: kelelahan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor ekstern digolongkan
menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat.
Faktor keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga,
suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah antara
lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan
gedung, metode belajar dan tugas rumah. Faktor masyarakat antara lain:
kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat. Peningkatan prestasi belajar yang penulis teliti dalam hal
ini dipengaruhi oleh factor ekstern yaitu metode mengajar guru.
Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia
pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian
dan sebagai alat motivasi. Adapun peran sebagai hasil penilaian dan sebagai alat
motivasi diuraikan seperti berikut.

Dalam pembahasan sebelumnya telah dibicarakan bahwa prestasi belajar


adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan prestasi siswa setelah
melakukan aktivitas belajar. Ini berarti prestasi belajar tidak akan bisa diketahui
tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa. Fungsi prestasi
belajar bukan saja untuk mengetahui sejauhmana kemajuan siswa setelah
menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat
untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu
maupun kelompok. Dalam pembahasan ini akan dibicarakan mengenai prestasi
belajar sebagai hasil penilaian dan pada pembahasan berikutnya akan
dibicarakan pula prestasi belajar sebagai alat motivasi. Prestasi belajar sebagai
hasil penilaian sudah dipahami. Namun demikian untuk mendapatkan
pemahaman, perlu juga diketahui, bahwa penilaian adalah sebagai aktivitas
dalam menentukan rendahnya prestasi belajar itu sendiri.
Abdullah (dalam Mamik Suratmi, 1994: 22), mengatakan bahwa fungsi
prestasi belajar adalah: (a) sebagai indikator dan kuantitas pengetahuan yang
telah dimiliki oleh pelajar, (b) sebagai lambang pemenuhan keingintahuan, (c)
informasi tentang prestasi belajar dapat menjadi perangsang untuk peningkatan
ilmu pengetahuan dan (d) sebagai indikator daya serap dan kecerdasan murid.
Mohammad Surya (1979), mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara
lain dari sudut si pebelajar, proses belajar dan dapat pula dari sudut situasi
belajar.
Bila kita coba lihat lebih dalam dari pendapat di atas, maka prestasi belajar
dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor dari si pebelajar sendiri atau faktor
dalam diri siswa dan faktor luar. Faktor dalam diri siswa seperti IQ, motivasi, etos
belajar, bakat, keuletan, dan lain-lain sangat berpengaruh pada prestasi belajar
siswa.
Penjelasan Surya selanjutnya adalah: dari sudut si pembelajar (siswa),
prestasi belajar seseorang dipengaruhi antara lain oleh kondisi kesehatan
jasmani siswa, kecerdasan, bakat, minat, motivasi, penyesuaian diri dan
kemampuan berinteraksi siswa. Sedangkan yang bersumber dari proses belajar,
maka kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat
menentukan prestasi belajar siswa. Guru yang menguasai materi pelajaran
dengan baik, menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat,
mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki kemampuan untuk
menumbuhkembangkan motivasi belajar siswa untuk belajar, akan memberi
pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan situasi belajar
siswa, meliputi situasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang berbentuk angka
sebagai simbol dari ketuntasan belajar bidang studi sejarah. Prestasi belajar ini

sangat dipengaruhi oleh factor luar yaitu guru dan metode. Hal inilah yang
menjadi titik perhatian peneliti di lapangan.
Terkait dengan penelitian ini, untuk mengukur prestasi belajar ...................
digunakan tes hasil belajar, dengan mengacu pada materi pelajaran ..................
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di sekolah ini.
E. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran Problem Based Learning diseting memiliki bentuk yang
diawali dengan sebuah masalah dimana instruktur sebagai pelatih, diakhiri
penyajian dan kerja siswa, guru lebih sebagai pembimbing dan fasilitator, siswa
diupayakan berpikir untuk memecahkan masalahnya sendiri. Pemusatan
masalah disekitar materi pelajaran, kemampuan siswa mewujudkan hipotesis,
kemampuan menyajikan hasil karya, menuntuk kemampuan menganalisis,
mempresentasikan hasil, pengembangan kreativitas berpikir, menuntut
kemampuan menyampaikan konsep-konsep terkait materi. Model ini menuntut
kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator, kemampuan mengajar
kelompok kecil, guru merupakan kunci keberhasilan pembelajaran, kelompok
bisa lebih banyak 5-8 orang. Unit-unit pelajaran ditukar untuk setiap anggota
kelompok. Guru harus menghindari ceramah, masalah disampaikan sebagai
stimulus sehingga pembelajaran menantang, kemampuan metakognisi
(mengolah data), siswa diupayakan memiliki kemampuan lebih dari menggali
semua masalah yang ada dan kemampuan membandingkan temuan-temuannya
dengan temua orang lain, sehingga siswa menjadi sangat aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran. Model ini menuntut kegiatan intelektual metode belajar
sendiri, memproses apa yang mereka telah dapatkan dalam pikirannya untuk
menjadi sesuatu yang bermakna. Mereka diupayakan untuk lebih produktif,
mampu membuat analisa membiasakan mereka brpikir kritis, dapat
mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Model ini juga bisa diupayakan
untuk pengembangan kemampuan akademik, menghindarkan siswa belajar
dengan hapalan, dapat memberikan tambahan kemampuan untuk dapat
mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi, serta menuntut
kemampuan pemecahan dengan latihan khusus untuk mempertinggi daya ingat
dengan berlatih untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang ada.
F. Hipotesis Tindakan
Dengan semua paparan di atas, dapat disampaikan hipotesis atau dugaan
sementara yang bunyinya:
Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas...... pada Semester ..........
Tahun ajaran ............... SMA .....................

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian tindakan. Oleh karenanya,
rancangan yang khusus untuk sebuah penelitian tindakan sangat diperlukan.
Penelitian tindakan didasarkan pada filosofi bahwa setiap manusia tidak suka
atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik.
Peningkatan diri untuk hal yang lebih baik ini dilakukan terus menerus sampai
tujuan tercapai (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2006: 67).
Dalam melaksanakan penelitian, rancangan merupakan hal yang sangat
penting untuk disampaikan. Tanpa rancangan, bisa saja alur penelitian akan
ngawur dalam pelaksanaannya.
Untuk penelitian ini penulis memilih rancangan penelitian tindakan yang
disampaikan oleh ........................ seperti terlihat pada gambar berikut.
Ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami langkahlangkah yang ada di dalam model PTK yang dikembangkan oleh Ebbut, Elliot, dan
Kemmis. Bila guru akan menerapkan atau mengadopsi untuk penelitian tindakan
kelas.
Diadopsi dari (Sukidin, Basrowi, Suranto, 2002: 46 54)
Perlu diketahui bahwa sebenarnya model-model ini lebih memberikan
gambaran garis besar proses daripada suatu teknologi. Urutan langkah-langkah
memang diperlihatkan, tetapi hanya sedikit sekali yang menyinggung soal
apanya dan bagaimana antara langkah-langkah ini. Tidak mengherankan kalau
model-model ini dapat membingungkan para praktisi. Bahkan Ebbut sendiri
mengakui bahwa gambar Elliot cenderung sulit untuk dimengerti.

B. Subjek dan Objek Penelitian


1.

Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas......... SMA Negeri ..........................
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

2.

Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah peningkatan aktivitas dan prestasi
belajar siswa kelas ....... SMA Negeri ......................... setelah diterapkan
modelProblem Based Learning dalam proses pembelajaran.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan .................... sampai bulan ......................


Sebagai gambaran dari pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut:

D. Metode Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data penelitian ini digunakan observasi dan tes
prestasi belajar.
E. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah
metode deskriptif baik untuk data kualitatif maupun untuk data kuantitatif. Untuk
data kualitatif dianalisis dengan memberi pertimbangan-pertimbangan, memberi
komentar-komentar, mengklasifikasikan data, mencocokan dengan validitas
internal dan validitas eksternal, mencari hubungan-hubungan, mencari
perbandingan-perbandingan, mengkategorikan data dan selanjutnya membuat
kesimpulan refleksi dengan mencari makna dari kesimpulan hubungan
antarkategori.
Sebelum melakukan analisis kualitatif sebaiknya kita mencoba melihat
pendapat para ahli analisis. Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Hubberman
(1992: 390), dalam penelitian kualitatif cendrung diabaikan. Ini terjadi karena inti
penelitian kualitatif adalah menjangkau sesuatu yang lebih dari sekedar, yang
dapat dikatakan kepada kita akan pentingnya kualitas tersebut. Selanjutnya
dikatakan, akan tetapi sebagaimana yang kita perhatikan sebelumnya, terjadi
banyak perhitungan pada saat penentuan kualitas dibuat. Jadi dalam penelitian
kualitatif perlu diketahui, yang pertama-tama adalah bahwa kita juga
menghitung.
Untuk data kuantitatif dianalisis dengan mencari mean, median, modus,
standar deviasi, membuat interval kelas dan melakukan penyajian dalam bentuk
tabel dan grafik.
F. Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian
Sebelum sampai pada instrumen penelitian, yang mesti dibuat terlebih
dahulu adalah kisi-kisi instrumen penelitian. Kisi-kisi ini sangat penting dibuat
untuk memberi arah terhadap hal-hal yang dipertanyakan dalam instrumen
penelitian. Tujuan penyusunan kisi-kisi instrumen adalah merencanakan setepat
mungkin ruang lingkup dan tekanan tes dan bagian-bagiannya, sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusunan tes,
terlebih-lebih bagi penulis soal (Suryabrata, 2000: 60-61).
1. a. Kisi-kisi Instrumen Prestasi Belajar

2.

Instrumen Penelitian

a. Instrumen Penilaian Prestasi Belajar Siswa


Instrumen yang digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa kelas.........
adalah tes. Tes ini terdiri dari...... soal dengan bentuk tes adalah......., seperti
terlihat di bawah ini.
Tes Prestasi Belajar :
Hari/Tanggal
Petunjuk

.....................

:
:

Jawablah ................................

b. Instrumen Observasi Belajar Problem BasedLearning


Instrumen ini disajikan dalam upaya mendapat bandingan terhadap
kebenaran data yang didapat. Instrumen ini sangat berguna untuk mencek
apakah kenaikan prestasi belajar itu disebabkan oleh pengaruh model
pembelajaran Problem Based Learning. Variabel ini termasuk variabel penyela
(intervening variable) yang kemungkinan berpengaruh terhadap hubungan
antara variabel bebas (model Problem Based Learning) dengan variabel terikat
(prestasi belajar).

F. Indikator Keberhasilan Penelitian


Dalam penelitian ini diusulkan tingkat keberhasilan per siklus yaitu pada
prestasi belajar siswa diharapkan pada siklus I mencapai rata-rata 6,5 dan pada
siklus II mencapai nilai rata-rata 8,5.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada Bab IV ini penulis sampaikan data yang diperoleh dari
penelitian

tindakan ini secara rinci berdasarkan penelitian yang dilakukan di

SMA Negeri .......................... Sebelum menyampaikan hasil-hasil penelitian ada


baiknya dilihat dahulu pendapat para ahli pendidikan berikut: dalam
menyampaikan hasil penelitian dan pembahasan, perlu menyajikan uraian
masing-masing siklus dengan data lengkap mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan tentang aspek
keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan hal yang mendasar,
yaitu hasil pembahasan (kemajuan) pada diri siswa, lingkungan, guru, motivasi
dan aktivits belajar, situasi kelas dan hasil belajar, kemukakan grafik dan tabel
hasil analisis data yang menunjukkan perubahan yang terjadi disertai
pembahasan secara sistimatis dan jelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono,
Supardi, 2006: 83). Dari cuplikan di atas jelaslah apa yang harus dipaparkan
dalam Bab ini yaitu menulis lengkap mulai dari apa yang dibuat sesuai
perencanaan, hasilnya apa, bagaimana pelaksanaanya, apa yang telah dicapai,
sampai pada refleksi. Oleh karenanya pembicaraan pada bagian ini dimulai
dengan apa yang dilakukan pada bagian perencanaan, apa yang dilakukan pada
pelaksanaan, apa yang dilakukan pada pengamatan dan apa yang dilakukan
pada refleksi, seperti terlihat berikut ini.
1. Rencana Tindakan I
Hasil yang didapat dari kegiatan perencanaan meliputi:
a.

Menyusun perencanaan penelitian lengkap dengan Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran (RPP) yang akan dilaksanakan dengan metode Problem Based
Learning sepeti terlihat pada lampiran 3. Berdasar hasil awal kemampuan siswa
kelas..... yang tertera pada latar belakang, peneliti merencanakan kegiatan yang
lebih intensif seperti berkonsultasi dengan teman-teman guru dan kepala sekolah
tentang persiapan pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode Problem
Based Learning.

b.

Menentukan waktu pelaksanaan, yang menyangkut hari, tanggal,sesuai dengan


jadwal penelitian yaitu pada minggu ke..... bulan....

c.

Meminta teman-teman guru bidang studi sejenis dan kepala sekolah sebagai
mitra kesejawatan dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning
yang sudah direncanakan. Hasilnya adalah kesiapan teman-teman guru untuk
ikut melaksanakan supervisi kunjungan kelas dalam mengamati kekurangan
yang ada.

d.

Menyusun format pengecekan yang berhubungan dengan pembelajaran Problem


Based Learning.

e.

Teman guru yang diminta mengamati pembelajaran diupayakan pembekalan


tentang model pembelajaran ini dengan:

a)

Supervisor harus sudah mantap dan mengetahui metode pembelajaran yang


menggunakan Problem Based Learning dan kehadirannya di kelas bukan mencari
kesalahan, tetapi untuk kepentingan bersama yaitu memperbaiki pembelajaran.

b)

Supervisor telah diberitahu untuk lebih memahami tentang prinsip-prinsip


supervisi sehingga tidak lagi cenderung instruktif dan lebih bersahabat dengan
prinsip kesejawatan.

c)

Dalam pelaksanaan supervisi, supervisor diharapkan menunjukkan rasa


kesejawatan yang akrab dan mau menilai kebenaran yang ada.

f.

Peneliti memberikan penjelasan pada siswa bahwa kehadiran supervisor ke kelas


bukan untuk mencari kesalahan atau kelemahan guru dalam pembelajaran, tapi
untuk meningkatkan kemampuan siswa menguasai ilmu.

g.

Merencanakan bahan pelajaran dan merumuskan tujuan. Menentukan bahan


pelajaran, dengan cara menyesuaikan dengan silabus yang berlaku dan
penjabarannya dengan cukup baik.

h.

Memilih dan mengorganisaasikan materi, media, dan sumber belajar.


Pada siklus pertama ini, peneliti mengorganisasikan materi pembelajaran dengan
baik. Urutan penyampaiannya dari yang mudah ke yang sulit, cakupan materi
cukup bermakna bagi siswa,menentukan alat bantu mengajar. Sedangkan dalam
penentuan sumber belajar sudah disesuaikan dengan tujuan, materi
pembelajaran dan tingkat perkembangan peserta didik.

i.

Merancang skenario pembelajaran.


Skenario pembelajaran disesuikan
dengan tujuan, materi dan tingkat perkembangan siswa, diupayakan variasi
dalam penyampaian. Susunan dan langkah-langkah pembelajaran sudah
disesuaikan dengan tujuan, materi, tingkat perkembangan siswa, waktu yang
tersedia, sistematiknya adalah menaruh siswa dalam posisi sentral, mengikuti
perubahan strategi pendidikan dari pengajaran ke pembelajaran sesuai Permen
Diknas No. 41 Tahun 2007 dan menyesuaikan dengan model pembelajaran
Problem Based Learning.

2.

Pelaksanaan Tindakan I

a.

Pengelolaan Kelas
Mengelola kelas dengan persiapan yang matang, mengajar materi dengan benar
sesuai model pembelajaran Problem Based Learning.

b.

Alat Penilaian
Pembahasan dan jenis penilaian, terlampir di RPP berikut format penilaian.

c.

Penampilan
Penampilan secara umum, peneliti berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang
santun, menuntun siswa semaksimal mungkin dengan penggunaan
metode Problem Based Learning, diawali dengan penyampaian tujuan, berlanjut
dengan penyampaian masalah, mengajari siswa-siswa dalam belajar
berhubungan dengan masalah tersebut, pemberian cara-cara pemecahan
masalah, mengupayakan kemampuan membuat laporan. Setelah pembelajaran
selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan guru yang
mengawasi proses pembelajaran untuk mendiskusikan hasil pengamatan yang
dilakukan.

d.

Dari diskusi dengan guru, terungkap bahwa:

1.

Pembelajaran yang dilakukan belum maksimal, karena peneliti baru pertamakali


mencoba metode ini.

2.

Siswa-siswa memang belum aktif menerima pelajaran dan memberi tanggapan,


ini sesuai dengan tujuan metode Problem Based Learning.

3.

Peneliti mengusulkan agar guru yang mengamati mau kembali dan bersedia
mengamati kembali pada kesempatan di siklus II.

4.

Untuk sementara, peneliti belum yakin bahwa pelaksanaan supervisi kunjungan


kelas akan membantu meningkatkan kemampuan siswa, tetapi menurut
pemikiran pengamat, cara yang dilakukan peneliti cukup mampu mendorong
meningkatkan prestasi belajar.

5.

Penyampaian pengamat pada peneliti dapat disampaikan sebagai berikut:


Perlu pengelolaan ruangan, waktu, dan fasilitas belajar yang lebih baik.
Dalam mengelola ruang kelas, waktu serta fasilitas belajar, dapat dipaparkan
sebagai berikut:

1)

Peneliti menyediakan alat bantu/media pembelajaran.

2)

Peneliti kurang memperhatikan kebersihan papan tulis, kebersihan seragam


siswa, dalam hal lain yang berguna untuk menumbuhkan motivasi belajar dan
disiplin siswa.

3)

Peneliti belum begitu baik dalam waktu. Memulai pelajaran tidak tepat waktu
akibat hal-hal tertentu.

3.

Observasi/Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan sangat bervariasi. Penulis menggunakan guru
teman sejawat untuk ikut masuk kelas mengamati kebenaran pelaksanaan
pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning. Data yang
diperoleh dari kegiatan observasi yang dilakukan guru akan sangat berpengaruh

terhadap kemajuan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran Problem


Based Learning mengingat semua kelemahan peneliti akan teramati dengan
baik. Apabila peulis hubungkan dengan yang disebut variabel penyela atau
variabel intervening dimana ada hal-hal tertentu yang bisa mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas yaitu model pembelajaran Problem Based
Learning dengan variabel terikat yaitu pretasi belajar. Hal tertentu yang
dibicarakan adalah kebenaran pelaksanaan model pembelajaran Problem Based
Learning. Apabila pelaksanaannya tidak benar sudah tentu akan berpengaruh
terhadap hasil belajar.
Pengamatan oleh teman sejawat seperti yang dipaparkan di atas sangat perlu
dilakukan demi keberhasilan peningkatan mutu dan kebenaran pembelajaran
model Problem Based Learning. Hal tersebut penulis lakukan demi adanya upaya
inovasi agar tulisan ilmiah ini lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Selain pengmatan yang dilakukan oleh teman sejawat, upaya lain yang
penulis lakukan adalah menyusun blanko observasi terhadap kebenaran siswa
belajar dengan Problem Based Learning, yang diamati adalah tuntutan-tuntutan
terhadap kreativitas; penemuan sendiri oleh siswa; penekanan pada kegiatan
intelektual; memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna
dalam kehidupan nyata; membiasakan siswa lebih produktif, analitis, kritis;
penggunaan metode, teknik, dan strategi yang memungkinkan siswa mencari
dan menemukan jawaban sendiri secara optimal. Selain itu, model ini menuntut
kemampuan pemecahan masalah untuk peningkatan kepuasan intelektual,
mempertajam proses ingatan untuk penguasan lebih lama, pembelajaran lebih
terpusat pada siswa, menghindarkan diri dari belajar dengan hafalan,
menumbuhkan kemampuan mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah: a) merumuskan masalah, bisa berupa
pertanyaan untuk dapat melakukan penelitian, b) mencek apakah hasil
pengamatan siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, c) pengumpulan
data/informasi, d) mengnalisis informasi, e) membuat simpulan-simpulan
berdasar hasil analisis informasi dan mengevaluasi semua yang telah dilakukan.
Dari semua pengertian di atas, penulis sudah menyiapkan instrumen untuk
ketepatan pelaksanaan yang dibawa oleh guru dan siswa yang mengamati
proses pembelajaran.

4.

Refleksi Siklus I
Sebelum memulai refleksi, ada baiknya melihat pendapat pakar pendidikan
tentang apa yang dimaksud dengan refleksi. Pendapat ini akan merupakan
panduan terhadap cara atau hal-hal yang perlu dalam menulis refleksi. Refleksi
merupakan kajian secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan
data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan
tindakan. Refleksi menyangkut analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil

pengamatan atas tindakan yang dilakukan (Hopkin, 1993 dalam Suharsimi


Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2006: 80).
1)

Analisis kuantitatif prestasi belajar siswa siklus I


Sesuai data pada lampiran 4.

1.

Rata-rata (mean) yang diperoleh adalah....................................

2.

Median (titik tengahnya) adalah ...............................................

3.

Modus (angka yang paling banyak/paling sering muncul) .........

4.

Standar deviasi dihitung dengan rumus:


SD

SD

SD

= ..............

No Subjek
Penelitian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Nilai
(X)

(X-x)

(X-x)2

23
24
25
26
27
28
29
30
X
XX

5.

Untuk persiapan penyajian dalam bentuk grafik maka hal-hal berikut dihitung
terlebih dahulu.

1.

Banyak kelas (K) = 1 + 3,3 x Log (N) = ........

2.

Rentang kelas (r) = skor maksimum skor minimum

3.

Panjang kelas interval (i) =

4.

Tabel data kelas interval


No
Urut

Interval

Nilai
Tengah

Frekuensi
Absolut

Frekuensi
Relatif

1
2
3
4
5
6
Total
Frekuensi Relatif =
5.

...........
x 100

Penyajian dalam bentuk grafik/histogram


Untuk rekapitulasi hasil penelitian ini akan disampaikan sekaligus pada akhir
analisis refleksi siklus II. Untuk hasil analisis pengamatan guru dan pengamatan
siswa terhadap kebenaran pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning
dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8. Untuk kedua hail pengataman
tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: 1) pengamatan oleh guru berupa
catatan kesalahan peneliti pada saat melaksanakan proses pembelajaran
Problem Based Learning, hal ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk
perbaikan pada siklus selanjutnya, untuk hal ini lebih lengkapnya dapat dilihat

pada pembahasan. 2) untuk pengamatan yang dilakukan guru sudah jelas


menunjukkan keaktifan, keuletan, kreativitas, kegiatan siswa menemukan
sendiri, mencari hal-hal penting yang ditugaskan, menunjukkan kemampuan
aktivitas, kritis, betul siswa yang giat belajar dan bukan guru yang giat mengajar,
kemampuan memecahkan masalah lewat, kecepatan menanggapi tuntutan,
kemampuan menelorkan kesimpulan-kesimpulan. Jumlah semua skor siswa
adalah ......., setelah dirata-ratakan maka skor yang diperoleh adalah ....... dari
analisis yang dibuat, dapat diambil simpulan bahwa hasil yang didapat belum
menunjukkan keberhasilan pembelajaran Problem Based Learning yang dilakukan
guru.
2.

Siklus II

1.

Perencanaan
Melihat semua hasil yang didapat pada siklus I, baik refleksi data kualitatif
maupun refleksi data kuantitatif, maka untuk perencanaan pelaksanaan
penelitian di siklus II ini ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:

a.

Peneliti merencanakan kembali jadwal untuk melakukan pembelajaran di


kelas dengan melihat jadwal penelitian pada Bab III dan waktu dalam kalender
pendidikan. Hasil dari refleksi siklus I merupakan dasar dari pembuatan
perencanaan di siklus II ini.

b.

Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang baik serta membuat


instrumen pengumpulan data yaitu tes prestasi belajar.

c.

Merencanakan kunjungan kelas bersama-sama teman sejawat sebagai upaya


inovasi. Untuk ini peneliti berkonsultasi minta kesediaannya untuk ikut dalam
proses pembelajaran yang dilakukan. Inovasi ini dilakukan agar peneliti dapat
berupaya lebih maksimal untuk melaksanakan pembelajaran yang lebih baik dan
lebih berkualitas. Hasil konsultasi dengan teman sejawat adalah adanya kesiapan
untuk ikut melakukan supervisi kunjungan kelas. Guru yang akan mengobservasi
diberitahu bahwa penulis sudah sempat berkonsultasi dengan kepala sekolah
dan beliau akan ikut berpartisipasi, masuk ke ruangan untuk bersama-sama
melakukan supervisi. Hal ini diberitahukan pada guru dengan harapan agar guru
yang akan mengobservasi bisa lebih siap lagi untuk melakukan supervisi yang
lebih berkualitas, ini juga penulis lakukan sebagai tambahan inovasi.

d.

Bersama guru merancang skenario penerapan pembelajaran dengan melihat


kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dengan mengidentifikasi hal-hal
yang bisa dilakukan untuk peningkatan pembelajaran. Untuk hal ini, semua
catatan tentang kekurangan yang ada di siklus I yang merupakan hasil refleksi
disampaikan pada guru untuk dipelajari. Memberitahu guru apa-apa yang perlu
dilaksanakan, apa saja yang siswa mesti kerjakan, cara penerapan metode
Problem Based Learning yang benar sesuai kebenaran teori yang disampaikan.

2.

Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini disampaikan sebagai berikut:


a. Pada hari yang sudah ditentukan sesuai jadwal, peneliti memulai tahap
pelaksanaan tindakan dengan membawa semua persiapan yang sudah dibuat,
meminta guru dan keplaa sekolah untuk ikut mengamati pembelajaran,
membagikan instrumen pengamatan. Hal ini dilakukan dengan harapan peneliti
akan lebih bersemangat untuk dapat melaksanakan pembelajaran lebih serius.
Dengan kepala sekolah ikut mengamati berarti ada orang lain yang mesti dilihat
oleh siswa yang akan menimbulkan keseriusan mereka yang lebih dari biasanya.
Peneliti membawa instrumen pengamatan observasi keaktifan belajar dan
instrumen tes prestasi belajar. Setelah masuk kelas bersama guru yang akan
mengamati proses pembelajaran, peneliti memulai aktivitas pembelajaran sambil
mempersilahkan kepala sekolah dan guru yang mengamati duduk di bangku
paling belakang yang sudah disediakan. Setelah pelaksanaan pembelajaran
berjalan, tiba-tiba kepala sekolah dicari oleh pegawainya karena ada urusan
kantor, sehingga pengamatan melaksanakan pembelajaran hanya dilanjutkan
oleh guru yang penulis minta untuk mengobservasi proses selanjutnya. Terlihat
sepintas guru yang mengamati proses pembelajaran sangat aktif menulis hal-hal
yang terjadi di kelas untuk memberi penilaian terhadap kemampuan dan
profesionalisme guru sedangkan di depan kelas peneliti sibuk dengan
pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Pada pembelajaran inti
peneliti melaksanakan explorasi, elaborasi dan konfirmasi dan terakhir peneliti
melaksanakan penutupan pembelajaran. Untuk pelaksanaan explorasi, elaborasi
dan konfirmasi bagian-bagiannya cukup banyak dan penulis tidak paparkan
panjang lebar karena kegiatan yang mesti dilakukan seperti diskusi, presentasi
dan lain-lain sudah bisa dibaca pada instrumen rencana pelaksanaan
pembelajaran yang dilampirkan di lampiran 9.
3.

Observasi/Penilaian
Penilaian terhadap kebenaran pelaksanaan pembelajaran Problem Based
Learning didahului dengan menctat hal-hal penting seperti aktivitas belajar yang
dilakukan pada saat peneliti melakukan tindakan. Dari catatan-catatan yang
cepat tersebut penulis mengetahui bagian mana yang mesti diperbaiki, dibagian
mana diperlukan penekanan-penekanan, dibagian mananya perlu diberi saransaran serta penguatan-penguatan. Di samping itu adanya guru yang mengamati
proses pembelajaran akan sangat membantu untuk mengetahui lebih jelas
kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama pross pembelajaran. Guru yang
mengamati mencatat juga kreativitas siswa, kemauan siswa untuk ikut
berpartisipasi dalam pembelajaran, kontribusi diantara para siswa. Semua ini
sudah terlaksana dengan baik. Pelaksanaan tes prestasi belajar akhirnya
dilanjutkan minggu depannya karena setelah guru melakukan proses
pembelajaran, waktu untuk memberikan tes tidak mencukupi sehingga

dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya. Hasil tes prestasi belajar siswa siklus
II akan dibahas pada refleksi II.
4.

Refleksi Siklus II
Analisis Kuantitatif untuk Perolehan Nilai Tes Prestasi Belajar Siklus II
Sesuai data pada lampiran 12.

1.

Rata-rata (mean) hasil tes prestasi belajar siswa adalah ............

2.

Median (titik tengahnya) adalah ............................................

3.

Modus (atau angka yang paling sering muncul) adalah.......

4.

Standar deviasi = ............................

5.

Untuk menyajikan data tersebut dalam bentuk grafik maka dilakukan


perhitungan-perhitungan sebagai berikut:

1)

Banyak kelas dihitung dengan rumus STURGES:


K

= 1 + 3,3 x log N
= .......................
= .......................
= .......................

2)

Rentangan dihitung dengan:


r

= skor maksimum skor minimum


= ................ - ................
= .............

3)

4)

Panjang kelas interval dihitung dengan:


i

= ...................
Tabel data kelas interval disajikan sebagai berikut:

No
Urut
1
2
3
4
5
6

Interval

Total
6.

Penyajian dalam bentuk grafik/histogram


Contoh Histrogram
100

200

300

400

500

600

700

Nilai
Tengah

Frekuensi
Absolut

Frekuensi
Relatif

...........

100

2.

Pembahasan Hasil yang Diperoleh dari Siklus I


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembahasan data kualitatif
terhadap hasil pengamatan guru sejawat tentang pembelajaran Problem Based
Learning adalah: kelemahan-kelemahan yang ada, kelebihan-kelebihan,
perubahan-perubahan, kemajuan-kemajuan, efketivitas waktu, keaktifan yang
dilakukan, konstruksi, kontribusi, diskripsi fakta, pengecekan validitas internal
dan validitas eksternal, identifikasi masalah, faktor-faktor yang berpengaruh,
cara-cara untuk memecahkan masalah, pertimbangan-pertimbangan,
perbandingan-perbandingan, komentar-komentar, tanggapan-tanggapan,
tambahan pengalaman, summary, pendapat-pendapat, gambaran-gambaran,
interpretasi/penafsiran-penafsiran, makna di belakang perbuatan, trianggulasi,
hubungan antaraspek, klasifikasi, standar-standar penetapan nilai, alasan-alasan
penggunan teknik tertentu, alasan penggunaan langkah-langkah tertentu,
penggolongan-penggolongan, penggabungan-penggabungan, tabulasi,
pemakaian, kriteria-kriteria, katagorisasi, pengertian-pengertian, hubungan antar
kategori.
Dari hail pengamatan teman sejawat disampaikan bahwa ada kelebihankelebihan yang disampaikan oleh pengamat yaitu bahwa peneliti sudah
berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang santun, menuntun siswa dengan
baik. Hal ini menimbulkan nterpretasi bahwa perjalanan penelitian sudah cukup
baik. Kelemahan yang disampaikan perlu diberikan analisis yaitu penggunaan
waktu yang belum efektif, konstruksi, kontribusi siswa belum maksimal, fakta ini
akan dijadikan acuan kebenaran data, validasi, internal yang diambil dari
informan di pertanggungjawabkan, validitas eksternal berupa acuan hukum
digunakan teori-teori yang mendukung dan reliabilitas data penelitian ini dapat
penulis yakini karena hal itu merupakan ketepatan peneliti memilih informan,
yaitu teman sejawat. Faktor-faktor yang berpengaruh belum maksimalnya
pembelajaran Problem Based Learning pada siklus I ini adalah karena peneliti
baru satu kali mencoba model ini. Cara pemecahan masalahnya adalah
penyiapan RPP yang lebih baik, lebih berkualitas. Hal-hal yang lain seperti
komentar, tambahan pengalaman, gambaran-gambaran keberhasilan penelitian
akan terlihat pada hasil siklus selanjutnya. Demiian sediit hasil kualitatif atau
kualitas dari pembelajaran dengan model Problem Based Learning.
Pembahasan hasil yang diperoleh dari tes prestasi belajar siklus I
Hasil tes prestasi belajar yang merupakan tes ....................... memforsir siswa
untuk betul-betul dapat memahami apa yang sudah dipelajari. Nilai rata-rata
siswa di siklus I sebesar...... menunjukkan bahwa siswa setelah menguasai materi
yang diajarkan walaupun belum begitu sempurna. Hasil ini menunjukkan
peningkatan kemampuan siswa menguasai mata pelajaran ..................... Apabila
dibandingkan dengan nilai awal siswa sesuai data yang sudah disampaikan
dalam analisis sebelumnya.

Hasil tes prestasi belajar di siklus I telah menemukan efek utama bahwa
penggunaan metode tertentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa
yang dalam hal ini adalah metode Problem Based Learning. Hal ini sesuai dengan
hasil meta analisis metode pembelajaran yang dilakukan oleh Soedomo, 1990
(dalam Puger, 2004) yang menyatakan bahwa metode pembelajaran yang
diterapkan oleh seorang guru berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
Seperti telah diketahui bersama bahwasannya mata pelajaran.......
menitikberatkan pembelajaran pada aspek kognitif, .............., dan ....... sebagai
pedoman prilaku kehidupan sehari-hari siswa. Untuk penyelesaian kesulitan yang
ada maka penggunaan metode ini dapat membantu siswa untuk berkreasi,
bertindak aktif, bertukar pikiran, mengeluarkan pendapat, bertanya, berdiskusi,
berargumentasi, bertukar informasi dan memecahkan masalah yang ada
bersama dengan anggota kelompok diskusinya. Hal inilah yang membuat siswa
berpikir lebih tajam, lebih kreatif dan kritis sehingga mampu untuk memecahkan
masalah-masalah yang kompleks dan efek selanjutnya adalah para siswa akan
dapat memahami dan meresapi mata pelajaran ........... lebih jauh.
Kendala yang masih tersisa yang perlu dibahas adalah prestasi belajar
yang dicapai pada siklus I ini belum memenuhi harapan sesuai dengan tuntutan
KKM mata pelajaran............ di sekolah ini yaitu...... Oleh karenanya upaya
perbaikan lebih lanjut masih perlu diupayakan sehingga perlu dilakukan
perencanaan yang lebih matang untuk siklus selanjutnya.
3.

Pembahasan Hasil yang Diperoleh dari Siklus II


Hasil yang diperoleh dari tes prestasi belajar di siklus II menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti dari
rata-rata nilai siswa mencapai.......... Hasil ini menunjukkan bahwa metode
Problem Based Learning telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa
menempa ilmu sesuai harapan. Problem Based Learning merupakan model yang
cocok bagi siswa apabila guru menginginkan mereka memiliki kemampuan
berkreasi, berargumentasi, mengeluarkan pendapat secara lugas, bertukar
pikiran, berargumentasi, mengingat penggunaan metode ini adalah untuk
memupuk kemampuan intelektual siswa, mendorong siswa untuk mampu
menemukan sendiri, menempatkan siswa pada posisi sentral dan mengupayakan
agar siswa tidak belajar dengan menghafal.
Hasil penelitian ini ternyata telah memberi efek utama bahwa model
yang diterapkan dalam proses pembelajaran berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar siswa. Temuan ini membuktikan bahwa guru sudah
tepat memilih metode dalam melaksanakan proses pembelajaran karena
pemilihan metode merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan. Hal ini
sejalan pula dengan temuan-temuan peneliti lain seperti yang dilakukan oleh
Inten (2004) dan Puger (2004) yang pada dasarnya menyatakan bahwa metode
pembelajaran yang diterapkan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Mata pelajaran............ menitikberatkan kajiannya pada aspek


kognitif, ............. sebagai pedoman atas kemampuan siswa baik pikiran, prilaku
maupun keterampilan yang dimiliki. Untuk semua bantuan terhadap hal ini,
metode Problem Based Learning menempati tempat yang penting karena dapat
mengaktifkan siswa secara maksimal. Dari nilai yang diperoleh siswa, lebih
setengah siswa mendapat nilai ........, ........ siswa memperoleh nilai menengah
dan ...... siswa memperoleh nilai rendah. Dari perbandingan nilai ini sudah dapat
diyakini bahwa prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan penggunaan
metode Problem Based Learning.
Melihat perbandingan nilai awal, nilai siklus I dan nilai siklus II, terjadi
kenaikan yang signifikan, yaitu dari rata-rata nilai awal adalah ..... naik di siklus I
menjadi........ dan di siklus II naik menjadi ....... Kenaikan ini tidak bisa dipandang
sebelah mata karena kenaikan nilai ini adalah dari upaya-upaya yang maksimal
yang dilaksanakan peneliti demi peningkatan mutu pendidikan dan kemajuan
pendidikan khususnya di SMA................................

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan mengetahui bahwa pemicu rendahnya aktivitas belajar dan prestasi
belajar ada pada faktor-faktor seperti metode yang digunakan guru, sehingga
penggunaan atau penggantian metode konvensional menjadi metode-metode
yang sifatnya konstruktivis sangat diperlukan, akibatnya peneliti mencoba
metode Problem Based Learning dalam upaya untuk dapat memecahkan
permasalahan yang ada di sekolah.
Berdasar pada rendahnya prestasi belajar siswa yang disampaikan pada
latar belakang masalah, penggunaan model pembelajaran Problem Based
Learning diupayakan untuk dapat menyelesaikan dua tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa. Seberapa besar
peningkatan yang dicapai sudah dipaparkan dengan jelas pada akhir analisis.
Dari hasil penelitian yang boleh disampaikan di Bab IV dan semua data yang
telah disampaikan tersebut, tujuan penelitian yang disampaikan sudah dapat
dicapai.
Untuk menjawab tujuan penelitian yaitu pencapaian kenaikan prestai belajar
siswa dapat dilihat bukti-bukti yang sudah disampaikan.

a. Dari data awal ada ..... siswa mendapat nilai di bawah ........ pada siklus I
menurun menjadi ...... siswa dan siklus II hanya ............ siswa mendapat
nilai .............
b. Dari rata-rata awal..... naik menjadi ...... pada siklus I dan pada siklus II naik
menjadi ..........
c. Dari data awal siswa yang tuntas hanya ..... orang sedangkan pada siklus I
menjadi lebih banyak yaitu ....... siswa dan pada siklus II menjadi cukup banyak
yaitu ...... siswa.
Dari semua data pendukung pembuktian pencapaian tujuan pembelajaran
dapat disampaikan bahwa model Problem Based Learning dapat memberi
jawaban yang diharapkan sesuai tujuan penelitian ini. Semua ini dapat dicapai
adalah akibat kesiapan dan kerja keras peneliti dari sejak pembuatan proposal,
review hal-hal yang belum bagus bersama teman-teman guru, penyusunan kisikisi dan instrumen penelitian, penggunaan sarana trianggulasi data sampai pada
pelaksanaan penelitian yang maksimal.
B. Saran
Berdasarkan temuan yang sudah disimpulan dari hasil penelitian, dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran dalam bidang studi..............................., dapat
disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1.

Apabila mau melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran...............,


penggunaan metode Problem Based Learning semestinya menjadi pilihan dari
beberapa metode yang ada mengingat metode ini telah terbukti dapat
meningkatkan kerjasama, berkreasi, bertindak aktif, bertukar informasi,
mengeluarkan pendapat, bertanya, berargumentasi dan lain-lain.

2.

Walaupun penelitian ini sudah dapat membuktikan efek utama dari model
Problem Based Learning dalam meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar,
sudah pasti dalam penelitian ini masih ada hal-hal yang belum sempurna
dilakukan, oleh karenanya kepada peneliti lain yang berminat meneliti topik yang
sama untuk meneliti bagian-bagian yang tidak sempat diteliti.

3.

Selanjutnya untuk adanya penguatan-penguatan, diharapkan bagi peneliti lain


untuk melakukan penelitian lanjutan guna verifikasi data hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul. 2002. http://www.scribd.com/doc/9037208/
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta: Rineka
Cipta.
Ali, M.S. 2002. Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Beberapa faktor Psikologis.Disertasi. IKIP
Jakarta.
Alien, Deborah E. et al- 1996. The Power of Problem Based Learning in Teaching Introductory
Science Courses. Jossey-Boss Publisher.
Amien, Moh. 1996. Perkembangan Intelektual Siswa SMP. Jurnal IlmuPendidikan. Jilid 3 No. 4.
Jakarta : LPTK dan ISPI.
Anastasi, Anne. 1976. Psychological Testing. Fifth Edition. New York: Macmillan
Publishing Co., Inc.
Anom. 2000. Profesionalisme Guru Fisika dalam Menghadapi Tantangan Era
Global. Makalah. Disampaikan pada seminar dalam rangka HUT ke-36 Jurusan
Fisika STKIP Singaraja pada 1 hari Minggu 5 Nopember 2000.
Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill
Arief Furchan. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Belajar: Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1995. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2004. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan
Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruh Implementasinya Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Basil Belajar Siswa Sekolak Menengah Atas pada
Pelajaran Ekosistem. Disertasi. UNM.
Azwar, Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. 2001. Tes Prestasi. Y ogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Jakarta: BSNP.
Bakry, N.M. 1986. Logikci Praktis. Yogyakarta: Liberty.
Barbara J. Duch. 1995. Problem-based Learning in Physic:The Power of student Teaching
Students. Journal College Taching Vol XXV.No.5 MAR/APR.
Barrows Howard. 1996. New Direction for Teaching and Learning "Problem-Based
Learning in Medichine and Beyond; Abrief Overview". Jossey Bass Publishers.

Anda mungkin juga menyukai