Anda di halaman 1dari 90

JENIS JENIS KEGANASAN PADA

GINEKOLOGI
DISUSUN SEBAGAI TUGAS UNTUK MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK
SENIOR (KKS)

DISUSUN OLEH :
KURNIA TRIS SAPUTRA
0810070100011

PEMBIMBING :
Dr. Syamsul Arifin NST, Mked (OG), Sp OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBGYN


RUMAH SAKIT UMUM DR PRINGADI MEDAN
2016

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul MACAM MACAM
KEGANASAN PADA GINEKOLOGI ini dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
kepaniteraan klinik SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum Pringadi Medan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

dr. Syamsul Arifin NST, Mked (OG) , Sp.OG (k), selaku dokter pembimbing.

2. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSU Pringadi Medan.


Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan , Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................1
Daftar isi............................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang...................................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi..........................................................................................................................4
B. Anatomi..........................................................................................................................4
C. Epidemiologi..................................................................................................................6
D. Etiologi dan Faktor Predisposisi....................................................................................6
E. Patogenesis.....................................................................................................................9
F. Manifestasi Klinis.........................................................................................................11
G. Diagnosis.....................................................................................................................12
H. Staging.........................................................................................................................22
I. Tatalaksana....................................................................................................................24
J. Pencegahan ..................................................................................................................23
K. Prognosis ....................................................................................................................28
BAB III Kesimpulan
Kesimpulan.......................................................................................................................30
Daftar Pustaka ...............................................................................................................31

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KANKER SERVIKS
1.1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker Serviks ataupun lebih dikenali sebagai kanker leher rahim adalah tumor ganas
yang tumbuh di dalam leher rahim /serviks yang merupakan bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. Pada penderita kanker serviks terdapat sekelompok jaringan
yang tumbuh secara terus- menerus yang tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna
bagi tubuh, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi dengan baik (Sarwono, 1996).
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali
(Rasjidi I, 2008). Jika sel serviks terus membelah maka akan terbentuk suatu massa jaringan
yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas. Jika tumor tersebut ganas, maka
keadaannya disebut kanker serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun (Aziz M.F, 2006).

1.2. Penyakit Kanker Serviks dan Epidemiologinya


Penyebab tersering kanker serviks adalah infeksi virus HPV. Lebih dari 90% kanker
serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan
dengan HPV tipe 16 (Ferlay J et al, 2002). HPV adalah virus DNA yang menginfeksi sel-sel
epitel (kulit dan mukosa). Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan
seksual dan umumnya terjadi pada usiasekitar 25 tahun. Selama hidupnya, hampir kebanyakkan
wanita dan laki-laki pernah terkena infeksi HPV dan 80 persen dari wanita terkena infeksi
sebelum umur 50 tahun. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang timbul sehingga tidak terdeteksi
dalam kurun waktu 2 tahun setelah infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi tersebut
menetap dalam jangka lama sehingga menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi pra-kanker.
HPV jenis 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, dan 58 tergolong menimbulkan risiko tinggi terjadinya

pra-kanker, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju keganasan yaitu cervical
intraephitelial neoplasma atau disingkat CIN. HPV tipe 16 mendominasi infeksi (50-60%) pada
penderita kanker leher rahim disusul dengan tipe 18 (10-15%). Dari infeksi HPV sampai dengan
terjadinya kanker memerlukan waktu cukup lama, yaitu hampir 20 tahun. Hanya sebagian kecil
wanita pengidap HPV akan berubah statusnya menjadi fase pra-kanker. Apabila fase tersebut
tidak segera diobati maka setelah beberapa tahun mengidap infeksi maka kondisi pra-kanker
berubah menjadi kanker. Virus HPV tipe 16 dan 18 ini replikasi melalui sekuensi gen E6 dan E7
dengan mengode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus. Onkoprotein
dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan
onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak
aktif. (Siswanto Agus Wilopo, 2006 UGM)
Penelitian yang dilakukan RSCM bekerjasama dengan Universitas Leiden,
Belanda(2000), menunjukkan HPV ditemukan pada 96% penderita kanker serviks. Menurut
spesialis kebidanan, ahli kanker dan kandungan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dr Laila Nuranna, SpOG(K), 99,7 % kanker serviks disebabkan oleh HPV Onkogenik. HPV 16
dan 18 merupakan penyebab utama pada 70 persen kasus kanker serviks di dunia. Insidens
kanker serviks menurut Departemen Kesehatan (2000), 100 per 100.000 perempuan pertahun,
sedangkan dari data laboratorium patologi anatomi seluruh Indonesia, frekuensi kanker
serviksadalah paling tinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun di Rumah Sakit Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dengan frekuensi 76,2% (Aziz M.F, 2006).

1.3. Faktor-Faktor Risiko terjadi Kanker Serviks


Faktor risiko adalah faktor yang mempermudah timbulnya penyakit kanker serviks. Adapun
yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker serviks:
1. Umur
Pada umumnya, risiko untuk mendapatkan kanker serviks bertambah selepas umur 25
tahun. Stadium prakanker serviks dapat ditemukan pada awal usia 20-an. Kanker serviks juga
ditemukan pada wanita antara umur 30-60 tahun dan insiden terbanyak pada umur 40-50 tahun
dan akan menurun drastis sesudah umur 60 tahun (Parson). Sedangkan, penderita kanker serviks
rata-rata dijumpai pada umur 45 tahun. Menurut Aziz M.F.(2006), umumnya insidens kanker

serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan
menetap pada usia 50 tahun. Menurut Riono (1990), kanker serviks terjadi pada wanita yang
berumur lebih 40 tahun tetapi bukti statistik menunjukkan kanker serviks dapat juga menyerang
wanita antara usia 20- 30 tahun.
2. Pernikahan dan aktivitas seksual pada usia muda
Umur pertama kali hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang cukup penting.
Makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual, makin besar risiko yang harus
ditanggung untuk mendapatkan kanker serviks dalam kehidupan selanjutnya (Rasjidi I., 2008).
Risiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan usia muda atau pertama kali koitus,yaitu
pada umur 15-20 tahun atau pada belasan tahun serta period laten antara pertama kali koitus
sampai terdeteksi kanker serviks selama 30 tahun.Menurut Aziz M.F (2006), wanita di bawah
usia 16 tahun menikah biasanya 10-12 kali lebih besar terserang kanker serviks daripada yang
berusia 20 tahun ke atas.
3. Karakteristik pasangan
Pasangan yang sering melakukan seks dengan bertukar pasangan mempunyai risiko
mendapat kanker serviks. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks
lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali (Belinson
S.,Smith J.S.,Myers E.,Olshan A, dan Hartmann K., 2002).Selain itu,pasangan dari pria dengan
kanker penis atau pasangan dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan
meningkatkan risiko kanker serviks.
4. Riwayat ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks,
hamil di usia muda, jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat
meningkatkan risiko.Kanker serviks sering diasosiasikan dengan kehamilan pertama pada usia
muda, jumlah kehamilan yang banyak dan jarak kehamilan yang pendek (Rasjidi I.,2008). Umur
melahirkan pertama kali kurang dari 20 tahun dianggap mempunyai risiko untuk terjadi kanker
serviks.

5. Jumlah paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan anak. Kategori
partus ini belum ada keseragaman tetapi menurut pakar angka berkisar antara 3- 5 kali partus.
Green menemukan penderita kanker serviks adalah 7,9 % multi para dan 51 % nulli para.
Persalinan pervaginam yang tinggi menyebabkan angka terjadinya kanker serviks meningkat.
(Harahap, 1997)
6. Kebiasaan berganti pasangan
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa faktor koitus dengan seringnya berganti
pasangan merupakan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya kanker serviks. Benson
menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak pada wanita yang melakukan prostitusi.
Berganti-berganti pasangan dalam hubungan seksual memperbesar kemungkinan terinfeksi HPV
(Indriyani D., 1991).
7. Agen Infeksius Human Papilloma Virus (HPV).
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan HPV sebagai penyebab neoplasia servikal.
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16
dan 18 dihubungkan dengan dysplasia berat, yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi
karsinoma insitu (Aziz, M.F.,2002). Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 belum
didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan terdapat HSV RNA
spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi Trikomonas, sifilis, dan
gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.
8. Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan risiko terkena
kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral
menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada
genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks (Belinson S.,Smith J.S.,Myers E.,Olshan
A, dan Hartmann K., 2002)

9. Merokok
Merokok pada wanita selain mengakibatkan penyakit pada paru-paru dan jantung,
kandungan nikotin dalam rokok pun biasanya mengakibatkan kanker serviks. Nikotin
mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogen. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau
dijumpai dalam lender serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin banyak dan lama wanita merokok maka semakin tinggi risiko
untuk terkena kanker serviks (Indriyani D.,1991).
10. Sosial ekonomi dan diet
Kanker serviks sering ditemukan pada wanita golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
berkaitan dengan diet dan immunitas. Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki
faktor risiko 5 kali lebih besar daripada faktor risiko pada wanita di kelas yang paling tinggi
(Rasjidi I., 2008). Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas
makanan kurang dan ini mempengaruhi imunitas tubuh. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar memperlihatkan
4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau di kantor
(Indriyani D.,1991). Kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke
dalam kelompok sosial ekonomi rendah di mana mungkin standar kebersihan yang baik tidak
dapat dicapai dengan mudah, sanitasi dan pemeliharaan kesehatan kurang, pendidikan rendah,
nikah usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap serta faktor diet
yang rendah karotenoid dan asam folat akan mempermudah terjadinya infeksi yang
menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan risiko terjadi kanker serviks

1.4. Gejala-gejala Kanker Serviks


1. Keputihan
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik (karsinoma insitu dan mikro
invasif) belum dijumpai gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak dijumpai gejala.
Awalnya, keluar cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem tidak gatal,kemudian menjadi

merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau bahkan sampai dapat tercium oleh seisi rumah
penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan nekrosis (Aziz,M.F.,Saifuddin,A.B., 2006).

2. Perdarahan Pervaginam
Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah perdarahan di luar siklus haid, yang
dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi di antara 2 masa
haid.Perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh darah disertai dengan pengeluaran sekret
berbau busuk,bila perdarahan berlanjut lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita
menjadi sangat anemis dan dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita kanker serviks
stadium lanjut (Aziz,M.F. dan Saifuddin,A.B., 2006).
3. Perdarahan Kontak
Keluhan ini sering dijumpai pada awal stadium invasif, biasanya timbul perdarahan
setelah bersenggama. Hal ini terjadi akibat trauma pada permukaan serviks yang telah
mengalami lesi (Rasjidi Imam, 2008).
4.Nyeri
Rasa nyeri ini dirasakan di bawah perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya
unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif sering
dimulai dengan Low Back Pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah,
gangguan miksi dan berat badan semakin lama semakin menurun khususnya pada penderita
stadium lanjut.
5. Konstipasi
Apabila tumor meluas sampai pada dinding rektum, kemudian terjadi keluhan konstipasi
dan fistula rectoingional (Thomas, R.,2002).
6. Inkontinensia Urin

Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang merupakan komplikasi akibat
terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke vagina karena
proses lanjutan metastase kanker serviks (Thomas, R., 2002)

7. Gejala-gejala lain
Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita akan menjadi kurus, anemis
karena perdarahan terus-menerus, malaise, nafsu makan hilang, syok dan dapat sampai
meninggal dunia (Rahmat, Y, 2001).

1.5. Diagnosa Kanker Serviks


Kanker serviks pada masa prakanker atau stadium awal tidak menimbulkan gejala
sehingga dengan membuat diagnosis sedini mungkin dan memulai pengobatan yang sesuai, hasil
yang diperoleh akan lebih baik sehingga jumlah wanita yang meninggal akibat kanker serviks
dapat berkurang.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan serviks merupakan prosedur mutlak yang perlu dilakukan untuk melihat
perubahan portio vaginalis dan mengambil bahan apusan untuk pemeriksaan sitologi ataupun
biopsi. Setelah biopsi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi bimanual vagina dan rektum
untuk mengetahui luas massa tumor pada serviks dan rektum.
2. Tes Paps smear
Tes Pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui perubahan sel,
sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini. Apusan sitologi pap diterima secara
universal sebagai alat skrining kanker serviks. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat
perubahan pertumbuhan epitel serviks. Pemeriksaan Tes Pap dianjurkan secara berkala meskipun
tidak ada keluhan terutama bagi yang berisiko (1-2 kali setahun). Berkat teknik Tes Pap, angka
kematian turun sampai 75% (Rasjidi Imam, 2008).

3. Kolposkopi
Kolposkopi adalah alat ginekologi yang digunakan untuk melihat perubahan stadium dan
luas pertumbuhan abnormal epitel serviks. Metode ini mampu mendeteksi pra karsinoma serviks
dengan akurasi diagnostik cukup tinggi (Erich B., 1991). Kolposkopi hanya digunakan selektif
pada sitologi Tes Pap abnormal yaitu displasia dan karsinoma in situ atau kasus yang
mencurigakan maligna. Kombinasi kolposkopi dan tes Pap memberikan ketepatan diagnostic
lebih kuat. Sensitivitas tes Pap dan kolposkopi masing-masing 55% dan 95% dan spesifisitas
masing-masing 78,1% dan 99,7% (Erich B.,1991).

4. Konisasi
Jika pemeriksaan kolposkopi tidak memuaskan maka konisasi harus dilakukan yaitu
pengawasan endoserviks dengan serat asetat selulosa di mana daerah abnormal ternyata masuk
ke dalam kanalis servikalis (Erich B., 1991).
5. Biopsi
Biopsi memerlukan prosedur diagnostik yang penting sekalipun sitologi apusan serviks
menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan
normal. Jaringan yang diambil diawetkan dengan formalin selanjutnya diproses melalui beberapa
tahapan hingga jaringan menjadi sediaan yang siap untuk diperiksa secara mikroskopis(Aziz,
M.F., 2002)

1.6. Klasifikasi Histopatologi dan Stadium Klinik Kanker Serviks.


1. Klasifikasi Histopatologi
Secara histopatologi kanker serviks terdiri atas berbagai jenis. Dua bentuk yang sering
dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Sekitar 85% merupakan
karsinoma serviks jenis skuamosa (epidermoid), 10% jenis adenokarsinoma dan 5% adalah jenis
adenoskuamosa, sel jernih,sel kecil dan lainlain (Krivak T.C,McBroom J.W,dan Elkas J.C,2002)
Jenis histopatologik kanker serviks menurut WHO, 1994 dibagi menjadi sebagai berikut:

2. Stadium Klinik Kanker Serviks


Stadium klinik yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dianjurkan oleh
International Federation Of Gynecology and Obstetricts (WHO, 2006) yaitu seperti berikut :
Stadium 0 : Karsinoma insitu atau intraepitel, selaput basal masih utuh.
Stadium 1 : Karsinoma masih terbatas pada serviks
1A : Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi dapat dilihat secara
langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium
1b.Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm
1A1: Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak lebih dari 7mm.
1A2 : Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan lebar tidak
lebih dari 7mm.
1B : Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari 1a.
1B1 : Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm.
1B2 : Besar lesi secara klinis lebih dari 4cm.
Stadium II : Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke
parametrium belum mencapai dinding panggul.
IIA : Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium.
IIB : Infiltrasi ke parametrium,tetapi belum mencapai dinding panggul.
Stadium : Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul.
Kasus dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali
kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. A : Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan
infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul. B : Perluasan sampai dinding
panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal.
Stadium V : Perluasan ke luar organ reproduktif.
VA : Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum.

VB : Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.

1.7. Terapi Kanker Serviks


Bila diagnosa histopatologik telah dibuat,maka pengobatan harus segera dilakukan dan
pilihan pengobatan tergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Letak dan luas lesi
2. Usia dan jumlah anak serta keinginan menambah jumlah anak
3. Adanya patologi lain dalam uterus
4. Keadaan sosial ekonomi
5. Fasilitas Pengobatan kanker serviks tergantung pada tingkatan stadium klinis. Secara umum
dapat digolongkan ke dalam tiga golongan terapi( Indriyani D. , 1991) yaitu:
1. Operasi
Operasi dilakukan pada stadium klinis dan , meliputi histerektomi radikal,histerektomi
ekstrafasial dan limpadenotomi. Pada stadium klinis , di samping operasi, dilakukan juga terapi
radiasi untuk mengurangi risiko penyakit sentral yang terus berlanjut.
2. Radioterapi
Terapi radiasi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat
dilakukan secara internal maupun eksternal. Terapi radiasi dilakukan pada Stadium klinis .
Selain radiasi terkadang diberikan pula kemoterapi sebagai kombinasi terapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan bila terapi radiasi tidak mungkin diberikan karena metastase
sudah sangat jauh. Umumnya diberikan pada Stadium klinis V B dan hanya bersifat paliatif. 2.8.
Prognosis Kanker Serviks Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah umur, keadaan

umum fisik, tingkat klinik, ciri-ciri histologik sel-sel tumor, kemampuan ahli yang menangani
dan sarana yang tersedia.

1.9. Upaya pencegahan


Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pencegahan primer, sekunder, dan tertier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer harus dilakukan dengan menghindari faktor risiko seperti tidak
merokok dan juga dengan vaksinasi. Kelompok yang berisiko juga harus melakukan tes paps
smear secara rutin. Pencegahan primer juga dilakukan dengan penyuluhan dan pendidikan
kepada masyarakat mengenai penyebab dan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Keberhasilan
program penyuluhan dilanjutkan dengan skrining (Grunberg A.G.,Vischjager P., 2005).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan cara deteksi dini terhadap kanker. Artinya
penyakit harus ditemukan pada saat pra kanker. Salah satu bentuk pencegahan sekunder adalah
dengan melakukan tes paps smear secara teratur. Paps smear adalah semata-mata alat screening
dan peranannya terutama pada wanitawanita yang asimtomatis. Pemeriksaan papsmear berguna
untuk mendeteksi adanya kanker serviks pada stadium dini, khususnya pada wanita yang telah
melakukan hubungan seksual (Grunberg A.G., Vischjager P., 2005). Bagi wanita yang berisiko
tinggi sebainya menjalani paps smear lebih sering (dua kali setahun) dan dilakukan secara teratur
selama dua tahun. Jika hasilnya negative, maka pemeriksaan selanjutnya setiap 3 tahun sekali
sampai usia 65 tahun.Bila ada lesi pada serviks harus dilakukan biopsi sebab lesi dapat
menunjukkan hasil paps smear negative. Penting sekali untuk melakukan pemeriksaan sel-sel
hasil biopsi.Jika terdapat sel-sel tidak normal, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier dapat dilakukan berupa penyuluhan terhadap pasangan penderita
kanker serviks khususnya yang telah menjalani histerektomi total agar tetap memperlakukan

pasangannya sebagaimana biasanya, sehingga keharmonisan hubungan suami istri tetap terjaga.
Konseling dapat dilakukan terhadap penderita stadium lanjut agar faktor psikologis tidak
memperburuk keadaan (Grunberg A.G.,Vischjager P., 2005).

B. KANKER OVARIUM
2.1 Pengertian Kanker ovarium
merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3)
dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun
biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat pada usia peri menopause kirakira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor
ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderline
malignancy atau carcinoma of low maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant)
(Priyanto, 2007). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun padat.
Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di bagian dalam sehingga
tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah
menyebar (metastasis) kemana-mana (Wiknjosastro, 1999).

2.2 Anatomi fisiologi ovari


Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna dan organ interna. Organ interna
berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi,sebagai tempat
fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, 7 ovarium merupakan salah satu organ reproduksi
wanita, serta sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Organ eksterna
2. Organ Internal
a. Vagina

Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke


belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina mempunyai panjang kurang lebih 7,5
cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran
keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan
sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Dinding vagina terdiri atas empat lapisan : Lapisan
epitel gepeng berlapis : pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes
melalui epitel untuk memberikan kelembaban, Jaringan kolektif areoler yang dipasok pembuluh
dengan baik, Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler, Lapisan luar jaringan ikat
fibrosa berwarna putih. Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik
menuju kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi servik.
Fernik ini terbagi menjadi empat bagian: fornik posterior, anterior dan dua buah fernik latera
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. 8 Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada
rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rectum posterior. Uterus wanita nullipara
panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cmpada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya
80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas:
1) Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam
klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat
di perkirakan dengan perabaan fundus uteri.
2) Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut
kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai perkembangan janin.
3) Servik uteri

Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik
memiliki serabut otot polos namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan
elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan
lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat berbentuk kista,
retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.

Secara histologik uterus terdiri atas:


a) Endometrium di korpus uteri dan endoservik di servik uteri
Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus
pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik,kelenjar-kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi
yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan
mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan
endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar
uterus berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan
alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari
kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya.
Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1966 banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi
sedikit berkurang kearah kaudal, sehingga pada servik otot hanya merupakan 10% dari massa
jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat
membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot servik. 10
c) Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral Uterus
sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah:
i) Ligamentum kardial sinistra at dextra (mackenrodt)

Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas
jaringan ikat tebal dan berjalan dari servik dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uteria.
ii) Ligamentum Sakro Uterinum Sinitra at Dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari servik
bagian belakang, kiri dan kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.
iii) Ligamentum Rotundum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari fundus uteri
kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
iv) Ligamentum Latum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Di bagian dorsal ligamentum ini di temukan indung telur (ovarium
sinistra at dextra).
v) Ligamentum Infudibula Pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infidibulum ke dinding
pelvis. Di dalamnya terdapat urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica.
Istmus adalah bagian uterus antara servik dan korpus uteri diliputi oleh peritoneum visceral yang
mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka uteria. Uterus diberi
darah oleh arteri uterine sinistra at dextra yang terdiri dari istmus asenden dan desenden.
Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at dextra.
Inversasi uterus terdiri atas system saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari
system parasimpatis ini berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari
saraf sacral 2, 3, dan 4. Dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser. Yang dari system
simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui biforkasio aorta
dan promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut
memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua system simpatik dan prasimpatik
mengandung unsure sensorik dan motorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi
sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

c. Tuba Falopi
Tuba falopi marupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu
tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba
falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membrane
mukosa. Tuba falopi terdiri atas Pars interstisialis (bagian yang terdapat di dinding uterus), Pars
Ismika (merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya), Pars Ampularis (bagian yang
terbentuk agak lebar, tempat konsepsi terjadi), Pars Infudibulum (bagian ujung tuba yang
terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk
menangkap telur dan kemudian menyalurkan ke dalam tuba).

Gambar c.1 : Organ reproduksi interna wanita


d. Ovarium

Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus, di
bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan
folikel berkembang dan 13 sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14)
siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel
graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel. Ovarium mempunyai 3
fumgsi, yaitu : Memproduksi ovum, Memproduksi hormone estrogen, Memproduksi hormone
progesterone.

Gambar d.1 : Ovarium Ovarium

disebut juga indung telur, di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan tubulus yang
menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya di dalam
pelvis di kiri kanan uterus, membentuk, mengembang serta melepaskan ovum dan menimbulkan
sifat-sifat kewanitaan, misalnya : pelvis yang membesar, timbulnya siklus menstruasi.
Bentuk ovarium bulat telur beratnya 5-6 kg, bagian dalam ovarium disebut medulla ovary
di buat di jaringan ikat, jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler
saraf, bagian luar bernama korteks ovary, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kantong kecil
yang berdinding epithelium dan berisi ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada ovarium di samping kiri dan kanan uterus, menghasilkan
hormon estrogen dan progesterone. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja dan mempengaruhi
sifat-sifat kewanitaan, misalnya panggul yang besar, panggul sempit dan lain-lain. Apabila
folikel de graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah di dalam rongga folikel dan sel yang

berwarna kuning yang berasal dari dinding folikel masuk dalam gumpalan itu dan membentuk
korpus luteum tumbuh terus sampai beberapa bulan menjadi besar.
Bila ovum tidak di buahi maka korpus luteum bertahan hanya sampai 12-14 hari tepat
sebelum masa menstruasi berikutnya, korpus luteum menjadi atropi. Siklus menstruasi,
perubahan yang terjadi di dalam ovarium dan uterus dimana masa menstruasi berlangsung kirakira 5 hari, selama masa ini epithelium permukaan dinding uterus terlepas dan terjadi sedikit
perdarahan. Masa setelah menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung
9 hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini dikendalikan olen estrogen,
sedangkan pengendalian estrogen dikendallikan oleh FSH (Folikel Stimulating Hormon) terjadi
pada hari ke- 14, kemudian disusul 14 hari tahap sekretorik yang di kendalikan oleh
progesterone.

2.3Etiologi
Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila timbul kanker,
biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan, membuat diagnosis tertunda.
Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering 15 kali sudah bukan stadium dini. Maka
terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar
ovarium. Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan
hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan
tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu
dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam

percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium.

2.4 Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium. Dapat
ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun ke atas, pada masa
reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor
predisposisi ialah tumor ovarium jinak. Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan
sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar. Kecenderungan untuk melakukan
implantasi dirongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan
asites (Brunner dan Suddarth, 2002). 16 Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan
gejala, terutama tumor ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan,
aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor tersebut.
1. Akibat Pertumbuhan Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan konstipasi,
edema, tumor yang besar dapat mengakibatkan tidak nafsu makan dan rasa sakit.
2. Akibat aktivitas hormonal Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali
jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat Komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak sekonyong-konyong
dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut.
b. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum infundibulo
pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Infeksi pada tumor Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman
patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut
d. Robekan dinding kista Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka
perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus.
e. Perubahan keganasan Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor
diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan
perubahan keganasan (Wiknjosastro,1999). Tumor ganas merupakan kumpulan tumor dan
histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal,
endodermal, mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kirakira 60% terdapat pada usia peri menopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia jauh
lebih muda. Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta,
medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat yang jauh terutama
paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan masalah yang sering menyertai
penderita tumor ganas ovarium (Harahap, 2003).

2.5 Manifestasi Klinis


Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala umumnya sangat
bervariasi dan tidak spesifik.
1. Stadium Awal
a. Gangguan haid
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim,
pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut)

2. Stadium Lanjut
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c. Perut membuncit
d. Kembung dan mual
e. Gangguan nafsu makan
f. Gangguan BAB dan BAK
g. Sesak nafas
h. Dyspepsia
Tahap-tahap kanker ovarium (Price, 2002) :
Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluas pelvis
Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan metastasis diluar pelvis
atau nodus inguinal atau retro peritoneal positif
Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu / kedua ovarium dengan metastasis jauh.

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke strukturstruktur yang
berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran benih tumor melalui cairan
peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura

Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe menuju pleura.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :
1. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause
2. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga muncul maaslah
potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
3. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus, asites fistula dan
edema ekstremitas bawah

2.7 Konsep Kemoterapi


Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat
yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hidayat, 2008) :
1. Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap
sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi
maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin
lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten. Obat
kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst
golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak
bisa melakukan replikasi.
b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat
menghambat sintesis DNA.
c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan
pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein,
sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

2. Pola Pemberian Kemoterapi


a. Kemoterapi Induksi Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah
sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada
keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
b. Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan
atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau
metastase kecil yang ada (micro metastasis).
c. Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada
kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain
misalnya bedah atau radiasi.
d. Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain
seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya
adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih
berhasil guna.

3. Cara pemberian obat kemoterapi


a. Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan
sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 120 menit, atau dengan continous drip sekitar
24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
b. Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan
otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara..
c. Radiosensitizer

yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat
efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere,
Hydrea.
d. Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran, Alkeran, Myleran, Natulan,
Puri-netol, hydrea, Tegafur, Xeloda, Gleevec. 24 e. Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini
sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan,
biasanya pemberian Bleomycin.
f. Topikal
g. Intra arterial Intracavity
h. Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker
ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam
cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk
mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

4. Tujuan Pemberian Kemoterapi


a. Pengobatan
b. Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase.
5. Persiapan dan syarat kemoterap
a. Persiapan Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang
meliputi:

1) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.


2) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
3) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat.
4) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
5) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
b. Syarat
1) Keadaan umum cukup baik.
2) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent.
3) Faal ginjal dan hati baik.
4) Diagnosis patologik
5) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
6) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
7) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm,
trombosit > 150 000/mm.

6. Efek samping
kemoterapi Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
a. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama
pemberian, misalnya mual dan muntah.
b. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
c. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa
hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.

d. Effek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan
sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian,
maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda
walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai
pengaruh bermakna. Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal,
supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah
mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya
timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24
jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah 27 merah (anemia), supresi sumsum
tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi
sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari
ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar
laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar
leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke
empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal
pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus
gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek
samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas,
fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan
syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker
baru. Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar
penderita meninggal karena pump failure, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati
terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang
dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil
dan lebih mudah diatasi.

2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Merupakan pilihan utama, luasnya prosedur pembedahan ditentukan oleh insiden dan
seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral) dan kecenderungan untuk menginvasi
korpus uteri.
2. Biopsi
Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung, untuk
mendukung pembedahan.
3. Second look Laparotomi
Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi lazim dilakukan
laparotomi kedua bahkan sampai ketiga.
4. Kemoterapi
Merupakan salah satu terapi yang sudah diakui untuk penanganan tumor ganas ovarium.
Sejumlah obat sitestatika telah digunakan termasuk agens alkylating seperti itu
(cyclophasphamide, chlorambucil) anti metabolic seperti : Mtx / metrotrex xate dan 5
fluorouracit / antibiotikal (admisin).
5. Penanganan lanjut
a. Sampai satu tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan sekali
b. Sampai 3 bulan setelah penanganan, setiap 4 bulan
c. Sampai 5 tahun penanganan, setiap 6 bulan

C. KANKER ENDOMETRIUM
3.1 Anatomi Endometrium
Korpus uteri dibagi atas tiga bagian yaitu endometrium, myometrium, dan perimetrium.
Perimetrium ke arah lateral melanjut sebagai ligamentum, ke anterior melanjut ke vesica
urinaria, dan ke posterior melanjut ke rectum.
Endometrium merupakan bagian dari korpus uteri yang membatasi cavum uteri dengan
myometrium. Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai:
Tempat nidasi
Tempat terjadinya proses haid
Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks.
Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium mengalami berbagai
perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas ovarium. Endometrium terdiri dari dua lapisan ,
yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional. Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron,
endometrium akan dimatangkan dan kemudian akan terlepas secara teratur setiap bulannya
sebagai menstruasi. Perubahan kandungan salah satu hormon tersebut di dalam darah akan
memberikan perubahan pada endometrium. Dikatakan endometrium sangat sensitif terhadap
perubahan kadar estrogen ataupun progesteron. Hal ini yang menyebabkan endometrium dapat
digunakan untuk menilai kualitas kandungan kadar kedua hormon tersebut, secara tidak
langsung.
Penilaian kadar estrogen dan atau progesteron dilakukan dengan memeriksa struktur
histologik endometrium. Penilaian tersebut dilakukan pada kasus-kasus infertil dalam upaya
menemukan salah satu penyebab kemandulan. Untuk penilaiannya maka kerokan endometrium
dilakukan beberapa jam sebelum menstruasi. Di samping menetapkan waktu tersebut cukup sulit

serta untuk menghindari kerokan pada telur yang telah nidasi, maka kerokan dilakukan beberapa
jam pada hari pertama menstruasi. Apabila kadar progesteron cukup, maka pada waktu itu
diharapkan endometrium dalam fase sekresi akhir yang lengkap, sesuai dengan hari ke-14 setelah
ovulasi. Perlu diingat bahwa patokan siklus menstruasi adalah 28 hari. Apabila struktur
histologik endometrium tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya menunjukkan fase
sekresi pertengahan, maka dikatakan bahwa penderita mempunyai kadar progesteron yang
kurang. Makin jauh kenyataan gambaran histologiknya dibandingkan gambaran yang
diharapkan, maka makin sulit kemungkinan hamilnya.
Secara umum struktur histologik endometrium dibagi atas fase proliferatif (permulaan,
pertengahan, dan akhir), ovulasi yang kemudian langsung masuk ke fase sekresi (permulaan,
pertengahan, dan akhir), dan diakhiri dengan fase menstruasi. Jarak waktu yang dipakai sebagai
pegangan untuk penilaian ini ialah 28 hari antara dua menstruasi. Begitu pelepasan endometrium
berhenti pada akhir menstruasi dan sebelum proliferasi terjadi maka terjadi proses regenerasi.
Penilaian fase endometrium didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu:
1. Banyaknya mitosis sel epitel kelenjar;
2. Banyaknya susunan semu berlapis sel epitel kelenjar;
3. Banyaknya vakuolisasi basalis epitel kelenjar;
4. Banyaknya sekresi kelenjar;
5. Kesembaban stroma endometrium;
6. Terjadinya reaksi pseudo atau pre-desidua stroma endometrium;
7. Banyaknya mitosis sel stroma endometrium; dan
8. Banyak sebukan lekosit dalam stroma endometrium.
Perubahan-perubahan endometrium setiap kriteria tersebut, berkaitan dengan fase-fase
endometrium dapat dilihat pada grafik3.

Gambar 3.1 Struktur Lapisan Endometrium

Pase Haid atau Deskuamasi Endometrium


Pada fase ini endometrium dilepaskan dari uterus yang disertai dengan perdarahan. Lapisan
basalis tetap utuh. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
1. Fase Pascahaid atau Fase Regenerasi Endometrium
Pada fase ini endometrium yang terlepas tadi berangsur-angsur sembuh dan dilapisi
kempali oleh selaput lendir yang baru. Fase ini telah dimulai sejak fase haid dan berlangsung
sekitar 4 hari.
2. Fase Proliferatif atau Fase Antarhaid
Fase ini dimulai dari hari ke-5 hingga hari ke-14 siklus haid. Dalam fase ini endometrium
tumbuh menjadi setebal kurang lebih 3,5 mm. Pada fase yang awal (hari ke-4 sampai hari ke-7),
endometrium tipis, terutama terdiri atas bagian basalis yang masih baru. Kelenjar sedikit, kecil,
tubulus, terletak dalam stroma yang padat. Pengaruh estrogen mulai tampak pada fase
pertengahan (sampai hari ke-10). Endometrium tampak menebal karena stroma yang edema.
Kelenjar mulai tumbuh berkelok-kelok, berepitel torak selapis dengan bagian yang mulai

berlapis. Pada fase akhir proliferatif stroma mulai berkurang edemanya, sedang kelenjar terus
tumbuh, sehingga bentuknya lebih berkelok-kelok. Karena tebal endometrium terbatas dan
kelenjar tumbuh terus, maka sel epitel menjadi seperti bertumpuk-tumpuk di mana setiap sel
masih melekat pada membran basal (pseudostratified).
3. Fase Sekresi atau Fase Prahaid
Adanya ovulasi baru bisa dilihat pada endometrium setelah 36 jam dari saat ovulasi terjadi,
kira-kira hari kedua setelah ovulasi. Terlihat vakuolisasi basalis pada epitel kelenjar. Di samping
itu bentuk kelenjar lebih berkelok-kelok. Mitosis mulai bisa ditemukan pada beberapa sel. Pada
hari kelima setelah ovulasi, inti sel epitel kelenjar akan turun, sampai ke bagian bawah sel. Pada
waktu ini sekresi dimulai, sehingga lumen menjadi membesar.
Pada fase pertengahan, stroma mulai edema lagi, mencapai kondisi maksimum pada hari
kedelapan. Sehari kemudian arteriol menjadi lebih nyata. Dari fase proliferatif sampai sekresi
akhir, pembuluh darah tumbuh menjadi 3 kali besarnya dan 5 kali panjangnya. Dengan lebih
nyatanya arteriol, maka sel stroma disekelilingnya berubah menjadi lebih besar. Pada hari
kesepuluh sel tersebut menjadi sel pseudodesidua, di antaranya mulai terlihat sebukan sel radang.
Pseudodesidua bertambah banyak ditemukan pada hari berikutnya. Sedang kelenjar mulai
kolaps. Kondisi ini berlanjut sampai menstruasi terjadi pada hari ke-14 setelah menstruasi3.
Struktur histologik fase-fase di atas kadang-kadang tidak seluruhnya ditemukan dalam
seluruh endometrium. Pada keadaan ini maka penentuan hari dari fase endometrium diambil
berdasarkan struktur kelenjar yang paling lanjut atau matang.
Hampir semua kelainan hormon estrogen atau progesteron, serta penyakit pada
endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan. Secara klinik, perdarahan tersebut sering
tidak jelas sebabnya. Untuk menegakkan diagnosis, klinikus perlu melakukan kerokan
endometrium yang kemudian penentuan diagnosis dilakukan secara pemeriksaan histopatologik.
Dengan materi kerokan yang cukup, maka diagnosis perdarahan dapat ditegakkan. Untuk
mengevaluasi perubahan endometrium perlu dilakukan kerokan. Berbagai penyebab perdarahan
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu perdarahan karena penyakit sistemik, kelainan
fungsional, kelainan lokal. Dua kelainan terakhir, biasanya dapat ditegakkan diagnosisnya
dengan pemeriksaan histopatologik kerokan endometrium. Kelainan fungsional yang berkaitan
dengan perubahan hormonal, banyak ditemukan.

Kelainan fungsional misalnya: disfungsi ovarium, tumor ovarium yang memproduksi


hormon, dan pemberian hormon dari luar (pil KB). Kelainan lokal misalnya pada endometrium:
radang, abortus, polip, tumor, dan benda dalam cavum uteri (IUD). Pada miometrium: myoma,
radang, dan adenomiosis4.

3.2Neoplasma Endometrium
1. Neoplasma Jinak
Neoplasma jinak endometrium yang sering ditemukan ialah polip endometrium. Sedangkan
yang berasal dari pembuluh darahnya jarang ditemukan. Bentuk polip sendiri dapat pula
ditemukan pada hyperplasia glandularis endometrii ataupun adenocarsinoma endometrium.
Keluhan biasanya adalah perdarahan melalui vagina, sehingga kadang-kadang klinikus
mendiagnosis sebagai perdarahan disfungsi. Tumor dapat tunggal atau multiple bertonjol-tonjol
mengisi cavum uteri. Lokasi biasanya dekat fundus dan kornu uterus2,3.

Mikroskopik
Memberi gambaran sebagai pertumbuhan polipoid mukosa endometrium dengan stroma
oedema, pembuluh darah bertambah dan melebar. Kelenjar endometrium sebagian tampak
melebar dengan epitel yang hiperplastik.
Hiperplasia endometrium
Tanpa atipia 1% menjadi Ca, 80% regresi spontan
Dengan atipia
Simpleks 8% menjadi Ca
Kompleks 29% menjadi Ca
Ca in situ borderline diagnosis, kontroversial
Saran: histerektomi
Pemberian progestin: 50-94% relaps
2.Neopasma Ganas

Tumor ganas endometrium, pada dekade terakhir ini menunjukkan kenaikan insidensinya,
terutama di negara-negara yang telah mencapai kemajuan. Peningkatan program penanggulangan
kanker serviks uteri (misalnya program pap smear), disertai makin tingginya umur harapan
hidup, maka kanker serviks akan mengurang jumlahnya dan kanker endometrium akan naik.
Perbandingan age standardized cancer incidence rate (kanker serviks uteri dibanding
endometrium) ialah 8,2:1. Umur yang ditemukan sebagian besar setelah umur 45 tahun.
Adenokarsinoma merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan diantara berbagai jenis
tumor ganas endometrium3.
3. Carcinoma Endometrium
Ditemukan paling banyak pada wanita berusia di atas 45 tahun. Keluhan biasanya berupa
perdarahan yang tidak teratur baik meno maupun metroragi, atau kadang-kadang perdarahan
pada waktu menopause.
Salah satu faktor yang memegang peran terjadinya proses ganas ini ialah stimuli estrogen
yang berlebihan untuk jangka waktu yang lama4,5.
4. Nama Lain
Carcinoma corpus uteri, Adenocarcinoma endometrium, Adenocarcinoma corpus uteri.

3.3 Definisi
Keganasan sel-sel epithelial pada korpus uteri (terutama bagian endometrium), satu di
antara kanker ginekologi yang paling sering, terutama menyerang wanita pascamenopause;
gejala yang sering terjadi adalah perdarahan per vaginam abnormal. Karsinoma ini terdiri dari
berbagai tipe keganasan dari yang menginvasi lokal sampai yang bermetastasis1.
Batasan
Tumor ganas primer dari lapisan endometrium.

3.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi Berdasarkan Morfologi

Endometrioid adenocarcinoma

o Usual type
o Variant

Villoglandular or papillary

Secretory

With squamous differentiation5

Mucinous carcinoma

Papillary serous carcinoma

Clear cell carcinoma

Squamous carcinoma

Undifferentiated carcinoma

Mixed carcinoma

a. Mucinous Carcinoma
Sekitar 5% carcinoma endometrium memiliki gambaran mucinous yang predominan di
mana lebih dari setengah tumor terdiri dari sel dengan mucin intrasitoplasmik. Kebanyakan
tumor memiliki arsitektur glandular yang berdiferensiasi baik; karakteristiknya mirip dengan
dengan common endometrioid carcinoma dan prognosisnya baik. Hal ini penting untuk
membedakan mucinous carcinoma dari endometrium dengan endocervical adenocarcinoma6.
Gambaran carcinoma endometrium primer terdiri dari jaringan endometrium normal,
adanya foamy endometrial stromal cell, adanya metaplasia squamosa, atau adanya typical
endometrioid carcinoma area. Hasil positif pewarnaan perinuclear immunohistochemical dengan
vimentin menandakan tumor berasal dari endometrium.
b. Papillary Serous Carcinoma
Sekitar 3%-4% carcinoma endometrium merupakan carcinoma ovarium serosa dan
carcinoma tuba fallopii serosa. Kebanyakan tumor ini terdiri dari fibrovascular stalks lined yang
tersusun dari sel atipikal tingkat tinggi dengan susunan bertingkat. Psammoma bodies sering
ditemukan. Uterine papillary serous carcinoma (UPSC) secara keseluruhan disadari sebagai
high-grade lesion. Biasanya gambaran histologiknya campuran, tetapi tumor campur memiliki
tingkat agresivitas setara dengan carcinoma serosa murni6,7.

Carcinoma serosa sering berhubungan dengan invasi lymph-vascular space dan invasi
myometrium profunda. Bahkan saat tampak tumor pada endometrium atau polyp endometrium
tanpa invasi myometrium atau invasi vaskular, tumor dapat menjadi lebih agresif daripada
endometrioid carcinoma dan memiliki kecenderungan untuk menyebar ke intraabdominal, seperti
pada carcinoma ovarium. Pasien dengan tumor stadium I, lebih dari setengahnya didapatkan
terkena invasi myometrium profunda, tiga perempatnya menunjukkan manifestasi lymphvascular space invasion (LVSI), dan sekitar setengahnya memiliki penyakit ekstrauterina yang
terdeteksi pada saat pembedahan.
Deskripsi awal dari UPSC pada tahun 1982, dituliskan bahwa hal ini biasanya terjadi pada
orang yang sudah lanjut usia, wanita hipoestrogenik yang disertai dengan penyakit tingkat
lanjut/kronis dan terhitung setengah dari kematian dari carcinoma endometrium. Sejak itu,
beberapa laporan telah mendokumentasikan adanya keadaan yang agresif dengan prognosis yang
buruk dari UPSC. Bahkan saat penyakit masih berupa endometrioid polyp tanpa adanya bukti
penyebaran, rekurensi terjadi pada lebih dari setengah penderita. Adanya metastasis ke nodus
limfatikus, hasil positif sitologi peritoneal, dan tumor intraperitoneal tidak berhubungan dengan
peningkatan invasi myometrium7.
c. Clear Cell Carcinoma
Jenis clear cell carcinoma terhitung <5% dari seluruh carcinoma endometrium. Clear cell
carcinoma biasanya memiliki gambaran histologik campuran, meliputi gambaran papiler,
tubulokistik, glandular, dan tipe solid. Sel memiliki inti atipikal dan sitoplasma yang jernih atau
eosinofilik.
Clear cell carcinoma terjadi pada wanita dengan usia lanjut dan merupakan jenis carcinoma
endometrium yang sangat agresif; prognosisnya sama atau lebih buruk daripada papillary serous
carcinoma. Invasi myometrium dan LVSI penting sebagai indicator untuk menentukan
prognosis8.
d. Squamous Carcinoma
Squamous carcinoma pada endometrium jarang terjadi. Beberapa tumor merupakan tumor
sejati, tetapi kebanyakan memiliki beberapa kelenjar. Squamous carcinoma sering disertai
dengan cervical stenosis, inflamasi kronik, dan pyometra saat didiagnosis. Tumor ini memiliki
diagnosis yang buruk dengan perkiraan 36% survival rate pada pasien dengan stadium

2. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Klinik

Tabel 3.1 Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971)7


Stadium
Keterangan
Stadium 0
Stadium I

Stadium II
Stadium III
Stadium IV

Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri <8 cm
Stadium IB Panjang kavum uteri > 8 cm
Karsinoma mengenai korpus dan servik
Karsinoma meluas keluar uterus tetapi
belum keluar dari panggul kecil
Karsinoma meluas keluar dari panggul
kecil atau sudah mengenai mukosa
kandung kemih atau rektum
Stadium IVA
Proses sudah mengenai
mucosa rectum atau mucosa vesica urinaria
Stadium IVB Proses sudah metastase jauh.

3. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Pembedahan

Tabel 3.2 Stadium pembedahan karsinoma endometrium (FIGO


1988)7
Stadium
Keterangan
Stadium IA
Stadium IB
Stadium IC
Stadium IIA
Sadium IIB
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IIIC
Stadium IVA
Stadium IVB
G1

Tumor terbatas pada endometrium


Invasi kurang dari bagian miometrium
Invasi lebih dari bagian miometrium
Tumor
hanya
menginvasi
kelenjar
endoserviks
Tumor menginvasi stroma serviks
Tumor menginvasi lapisan serosa dan atau ke
adneksa dan atau ditemukannya sel ganas
pada bilasan peritoneum
Tumor menginvasi ke vagina
Tumor bermetastasis pada kelenjar getah
bening pelvik dan atau paraaorta
Tumor menginvasi mukosa vesika urinaria
dan atau rektum
Tumor dengan metastasis jauh
Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau
nonmorular padat 5% atau kurang,
diferensiasi baik

G2

Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau


nonmorular padat 6%-50%, diferensiasi
sedang
Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau
nonmorular padat lebih dari 50%, diferensiasi
buruk

G3

Penemuan atipia inti, terlepas dari pola pertumbuhan sarang-sarang sel, menaikkan grade 1
poin.

4. Klasifikasi UICC
Tabel 3.3 Klasifikasi UICC (Union Internationale Contra le Cancer)
UICC
T-1
T-2
T-3

Kriteria
Karsinoma masih terbatas di korpus.
Karsinoma telah meluas sampai di serviks, tapi
belum sampai keluar uterus.
Karsinoma telah keluar dari uterus, termasuk

FIGO
I
II
III

penyebarannya ke vagina, namun masih tetap


T-4

berada dalam panggul kecil.


Karsinoma telah melibatkan mukosa rectum atau

IV

kandung kemih, dan atau telah meluas sampai di


luar panggul kecil.

3.5 Insidensi
Umumnya carcinoma endometrium dijumpai pada wanita yang berusia 50-65 tahun dengan
usia rata-rata 61 tahun. Kira-kira 5% dapat dijumpai pada usia sebelum 40 tahun dan sebesar 2025% pada usia sebelum menopause. Di Amerika diperkirakan 34.000 kasus baru dengan angka
kematian sebesar 6000. Frekuensi adenocarcinoma corpus uteri lebih tinggi dari adenocarcinoma
cervix uteri, tetapi lebih kurang dari epidermoid carcinoma cervix uteri. Jika carcinoma cervix

banyak ditemukan pada golongan masyarakat menengah ke bawah, carcinoma corpus uteri justru
sering ditemukan pada golongan masyarakat menengah ke atas. Lebih sering terjadi pada wanita
yang tidak kawin dan nullipara. Faktor-faktor lain yang agaknya berpengaruh ialah geografi,
status rasial atau etnik. Juga dengan meningginya life expectancy kemungkinan mendapat
carcinoma corpus uteri makin besar. Umur rata-rata untuk mendapat carcinoma corpus ialah 57
tahun, lebih panjang dari pada carcinoma cervix uteri.
Di USA insidensinya10:
Tumor ganas tersering pd tractus genital wanita
Ke 4 tersering stlh keganasan mammae, colon, paru pada wanita
Perkiraan tahun 2000: 36.100 kasus baru, 6500 kematian
Peak incidence 75% pasca menopause (60-70 tahun)
2-5% <40 tahun, pernah dilaporkan terjadi pada usia 20-30 tahun
75% kasus terbatas pd corpus uteri
Tabel 3.4 Insidensi Masing-masing Tipe Carcinoma Endometrium
Tipe

Insidensi
(dari seluruh Ca endometrium, USA)

Adenocarcinoma

(70-80%)

Adenocarcinoma

(5%)

w/ squamous differentiation
Adenosquamous Ca

(10-20%)

Serous Ca

(50% dari yang relaps)

Clear Cell Ca

(usia + 67 tahun)

Miscellanous Subtypes

(9-10%)

(mucinous type, secretory type)


3.6 Penyebaran
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat. Kecuali pada G3. Tumor
dengan diferensiasi sel-sel yang tidak baik cenderung menyebar ke permukaan cavum uteri dan
endoserviks. Jika telah sampai di endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti pada karsinoma

serviks uteri. Jika miometrium telah ditembus, penyebaran selanjutnya akan cepat dan umumnya
melalui pembuluh getah bening sel tumor akan sampai kepada kelenjar regional, terutama
kelenjar iliaka luar dan iliaka dalam/hipogastrika lewat kelenjar ligamentum rotundum akan
sampai di kelenjar limfa inguinal dan femoral. Penyebaran retrograde dapat ditemukan di bagian
distal vagina. Penyebaran hematogen berjarak jauh tidak umum. Myometrium merupakan barier
solid yang dapat menahan kelanjutan proses untuk waktu yang cukup lama10.

Cara penyebaran:

Jaringan sekitarnya
Penyebaran adenocarcinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang
diferensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan cavum uteri dan endoserviks. Dari
cavum uteri menuju ke stroma endometrium ke myometrium ke ligamentum latum dan
organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti pada
adenocarcinoma cervix uteri.

Melalui kelenjar limfe


Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke kelenjar paraaorta dan
melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaca interna, eksterna, dan iliaca
communis serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai ke kelenjar
limfe inguinal dan femoral.

Melalui aliran darah


Biasanya proses penyebaran sangat lambat dan tempat metastasenya adalah paru, hati,
dan otak.

Daerah penyebaran:

Myometrium

Ovarium, melalui tuba atau susunan limfe.

Vagina (prognosis lebih jelek)

Kelenjar limfe, kalau ada penyebaran ke myometrium yang dalam atau kelenjar limfe di
pelvis, biasanya (90%) disertai metastase di luar pelvis.

Peritoneum

Metastase jauh, hati, paru-paru.

Makroskopik
Dikenal dua bentuk yaitu:
a. Difus/ merata: pada bentuk ini seluruh atau hampir seluruh permukaan endometrium
terkena. Endometrium menebal, bentuk menyerupai polyp, berbenjol-benjol, dengan
bagian nekrosis dan ulseratif. Cavum uteri terisi oleh massa tumor, sehingga uterus
membesar, tidak simetris. Pada pertumbuhan lanjut, terjadi penembusan ke dalam
miometrium sampai ke peritoneum dan akan memberikan tonjolan-tonjolan sampai di
permukaan uterus4,5;
b. Polipoid/terbatas: tumor mengenai sebagian kecil dari endometrium dan terbatas, yang
sering berbentuk polip. Tumor kadang-kadang sangat kecil tetapi sudah diikuti
penembusan ke dalam miometrium. Karena lokasi yang terbatas, maka pada waktu
dilakukan kuretase, semua massa tumor terambil. Akibatnya apabila dilakukan
pemeriksaan hasil histerektomi, maka tidak ditemukan lagi struktur tumor ganasnya.
Dibanding dengan bentuk difus, maka jenis terbatas mempunyai prognosis yang lebih
baik6.

Gambar 3.2 Uterus dengan Tumor Endometrium

Mikroskopik

Arsitektur
o Jumlah kelenjar bertambah
o Bentuk atypis
o Disertai hyperplasia adenomatous
o Pembentukan papil-papil.

Perubahan tiap sel


o Tidak matang
o Dediferensiasi
o Hyperchromasi
o Aktivitas mitosis
Pada adenokarsinoma berdiferensiasi baik, struktur kelenjar terlihat masih dalam kondisi

yang baik, berisi sedikit mucus. Sel epitel tersusun berlapis semu atau berlapis-lapis disertai
pertumbuhan papiliferum ke dalam lumen kelenjar. Inti besar, pleiomorfik, dengan beberapa

nucleoli, hiperkromatik, sitoplasma berkurang. Pada beberapa tempat kelenjar tersusun sangat
berdekatan tanpa stroma di antaranya, yang sering diikuti membran basalis yang tidak utuh lagi.
Pada yang berdiferensiasi jelek, terlihat sel tumor bentuk bulat lonjong tersusun padat. Di
beberapa tempat membentuk struktur kelenjar yang imatur sebagai bentuk rosette.
Pada yang berdiferensiasi moderat kedua macam bentuk kelenjar tersebut di atas dapat
ditemukan dalam satu sediaan. Bila metaplasia ditemukan pada sebagian epitel kelenjar, maka
disebut sebagai adenoakantoma. Adenokarsinoma berdiferensiasi baik mempunyai prognosis
lebih baik dibanding berdiferensiasi jelek (imatur).
Adenokarsinoma in situ masih merupakan perdebatan. Sangat sulit untuk membedakannya
dengan hyperplasia endometrium atipik10,11,12.

Gambar 3.3 Endometrial Adenocarcinoma

Gambar 3.4 Endometrial Adenocarcinoma

Gambar 3.6 Histopatologi SCC


Gambar 3.7 Metastase ke Pancreas

3.7 Etiologi
Penyebab carcinoma endometrium belum diketahui secara pasti namun umumnya
disebabkan oleh perangsangan estrogen pada endometrium tanpa halangan periodik dari
progesteron.
Hiperestrogenisme: DM, HT, SOPK, obesitas, estrogen eksogen
Tamoxifen: anti estrogen, tapi memiliki efek estrogenik
Risiko meningkat bila didapatkan keganasan ovarium/kolon/mammae pada RPK
3.8 Patogenesis
Estrogen yang berlebihan diasosiasikan dengan faktor risiko yang berhubungan dengan
carcinoma endometrium. Estrogen yang berlebihan menyebabkan stimulasi yang terus-menerus
pada endometrium, yang dapat menyebabkan hyperplasia endometrium. Wanita dengan
hyperplasia tetapi tanpa penemuan sitologik atipikal digolongkan menjadi hyperplasia simple
atau kompleks pada basis arsitektur selular yang memiliki risiko yang rendah terkena carcinoma
uterus.
Obesitas merupakan salah satu dari risiko terkena carcinoma endometrium. Perkembangan
kanker pada wanita obese dipercaya dimediasi oleh estrogen endogen, melalui konversi
androstenedione menjadi estrogen oleh enzim aromatase pada jaringan lemak. Menarche awal
dan menopause terlambat, keduanya merupakan faktor risiko carcinoma endometrium, terutama
sejak memanjangnya paparan estrogen pada endometrium.
Dua puluh persen wanita dengan kanker endometrium adalah premenopause, lima
persennya kurang dari 40 tahun. Kebanyakan wanita muda dengan carcinoma endometrial adalah
obese atau memiliki kadar estrogen endogen yang tinggi karena mereka mengalami anovulasi
kronik, seperti polycystic ovarian syndrome. Adapun kadar serum estrogen dan progesteron
meningkat menjelang kehamilan, progesteron adalah hormon pada kehamilan yang predominan.
Kehamilan melindungi dari carcinoma endometrium dengan menginterupsi stimulasi
endometrium berlanjut oleh estrogen. Nulliparitas merupakan faktor risiko carcinoma
endometrium.
Tamoxifen adalah antiestrogen sintetik (estrogen antagonis) yang digunakan pada terapi
carcinoma mammae. Di samping itu, tamoxifen juga memiliki efek estrogenik (agonis) pada
endometrium dan meningkatkan risiko carcinoma endometrium.

Gambar 3.8 Patogenesis Ca Endometrium I

Gambar 3.9 Patogenesis Ca Endometrium II

Hubungan Estrogen dengan Kejadian Adenocarsinoma Endometrium


Sebelum menopause
Persisten

Setelah menopause
adenokarsinoma

feminizing tumor ovarium

Anovulasi

hiperplasi stroma ovarium


Produksi kel. Adrenal

Sindroma Stein

karsinoma

penyimpanan dalam jaringan lemak

Leventhal

in situ

kerusakan hati

Perubahan ova

terapi estrogen

rium lainnya

hyperplasia

Terapi estrogen

adenomat
Hyperplasia gld.

Hyperplasia adenomat

Kistik

adenokar
sinoma

Regresi
Folikel

kembali

regresif

Persisten

normal

hyperplasia

tetap

ca insitu

Gambar 3.10 Hubungan Estrogen dengan Kejadian Adenocarcinoma Endometrium

Hubungan hyperplasia endometrii dan adenocarcinoma


Hubungan yang jelas antara myoma, adenomyosis dan terjadinya carcinoma corpus tidak
ada walaupun masing-masing terjadinya dipengaruhi oleh estrogen. Demikian pula hyperplasia
endometrium pada masa reproduksi, tidak ada hubungan dengan terjadinya adenocarcinoma
corpus uteri13. Tetapi hyperplasia yang terjadi pada waktu menopause atau post menopause,
terutama bila terulang-ulang dan mempunyai gambaran adenomatous dapat mengkhawatirkan,
sebab:

Bagian-bagian gambar histologisnya sukar dibedakan antara yang jinak dan ganas.

Adenocacinoma seringa didahului oleh hyperplasia yang terjadi pada masa reproduksi
atau menopause. Karena estrogen dianggap sebagai penyebab hyperplasia endometrium
dank arena terapi estrogen ternyata dapat menimbulkan gambaran hyperplastik yang
sukar dibedakan dari adenocarcinoma, maka estrogen juga dianggap sebagai penyebab
terjadinya carcinoma corpus uteri. Tetapi sampai sekarang belum didapatkan bukti yang
nyata bahwa estrogen adalah carcinogenic.

Hubungan antara Tumor Endometrium dan Tumor Ovarium


Pada umumnya, baik tumor ovarium maupun tumor endometrium merupakan endometrioid
adenocarcinoma yang berdiferensiasi baik pada stadium awal. Pasien seringnya merupakan
pasien premenopause atau menopause dengan perdarahan uterus abnormal (abnormal uterine
bleeding). Kanker ovarium biasanya ditemukan secara tidak sengaja dan terdiagnosis pada
stadium awal. Sebanyak 29% pasien dengan endometrioid ovarian adenocarcinoma juga
berhubungan dengan kanker endometrium. Studi imunohistokimia, flow cytometry, dan
pemeriksaan gambaran DNA molecular untuk mendeteksi hilangnya heterozigositas mungkin
dapat membantu membedakan mana yang merupakan tumor independen dan mana yang
merupakan hasil metastasis, tetapi diagnosis banding juga dapat ditentukan dari kriteria klinis
konvensional dan kriteria patologik14.
3.9 Faktor Risiko

Menopause terlambat
Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan risiko sebesar
2,4 kali untuk terjadinya carcinoma endometrium. Di samping itu carcinoma
endometrium dapat terjadi pada wanita premenopause dengan siklus haid yang tidak
teratur. Pada beberapa observasi ternyata bahwa adenocarcinoma sering terjadi pada
wanita yang mengalami menopause yang terlambat. Seperti diketahui siklus pada masa
menopause biasanya anovulatoar di mana lebih banyak pengaruh estrogen.

Obesitas
Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko carcinoma endometrium
sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg mempunyai
peningkatan risiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan
>25 kg.

Diabetes mellitus
Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes mellitus
untuk terjadinya carcinoma endometrium.

Hipertensi
Sebesar 25-75% penderita carcinoma endometrium mengidap hipertensi.

Nulliparitas
Pada wanita nulliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3 kali.

Polycystic ovarian syndrome

Dalam anamnesis pernah dikuret.

Sterilitas atau subfertilitas.

Ras
Ras Kaukasia lebih sering terkena daripada orang Negro.

Carcinoma colorectal
Wanita dengan riwayat penyakit pernah menderita carcinoma colorectal memiliki risiko
lebih besar untuk terkena carcinoma endometrium.

Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki riwayat keluarga terkena carcinoma endometrium.

Usia
Wanita berumur di atas 50 tahun atau wanita yang sudah menopause lebih berisiko
terkena carcinoma endometrium.

Tidak memiliki anak atau tidak pernah menikah

Kastrasi
Kadang-kadang ditemukan kasus adenocarcinoma pada wanita-wanita yang telah
mengalami oophorectomy bilateral.

Feminizing Ovarian Tumors


Sering kali tumor sel granulosa dapat memproduksi estrogen disertai dengan
adenocarcinoma (15-20%).

Bloody menopause
Adenocarcinoma sering juga didahului oleh menstruasi pada masa premenopause yang
berlebihan sehingga memerlukan kuretase.

Penyakit kandung empedu


Didapati peningkatan risiko sebesar 3,7 kali terjadinya carcinoma endometrium.

Merokok

Terjadinya peningkatan risiko carcinoma endometrium sebesar 30% pada wanita


perokok. 1 pak sehari, +30% risiko

Tamoxifen
Pada wanita pengguna tamoxifen akan terjadi peningkatan risiko carcinoma endometrium
sebesar 2-3 kali.

Pemakaian estrogen eksogen


Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi peningkatan risiko
carcinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak ditemukan kasus-kasus adenocarcinoma
yang terjadi pada wanita-wanita yang diberi terapi estrogen untuk jangka waktu yang
lama. Walaupun belum ada bukti yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian
yang terlalu lama15

Tabel 3. 5 Perkiraan Risk Ratio Kanker Endometrium

Percobaan Binatang
Kelinci

diberi

suntikan

estrogen,

timbul

adenocarcinoma.

Setelah

dihentikan,

adenocarcinomanya tetap ada dan mengadakan metastase.


Adenocarcinoma berhubungan pula dengan:

Hyperplasia

Postmenopause hyperplasia

Ovarium Stein-Leventhal.

Carcinoma corporis et endocervicis


Bila tumor terdapat pada corpus dan cervix tanpa diketahui tempat asalnya.
Carcinoma uteri et ovarii
Kombinasi tumor endometrium dan ovarium.
Adenoacanthoma dari uterus
Merupakan variasi dari adenocarcinoma endometrium, di mana ditemukan sel gepeng. Sel
ini umumnya berdiferensiasi baik, bentuknya seragam dan tampaknya benigna. Tetapi acanthosis
yang terjadi bersama-sama dengan carcinoma corpus adalah maligna. Dari mana asalnya sel
gepeng ini belum jelas12.
Ada beberapa teori:

Berasal dari sel reserve yang terletak pada batas epitel

Metaplasia langsung dari sel-sel endometrium

Rangsangan kronis misalnya IUD

Irradiasi

Avitaminosis vitamin A dan D

Stimuli hormonal
Frekuensi adenoacanthoma lebih kecil 10% dari adenocarcinoma. Secara relatif

adenoacanthoma lebih jinak.

Mesonephroma dari endometrium


Kadang-kadang ditemukan gambaran mesonephroma yang klasik di endometrium tanpa
ada sumber primernya di ovarium, vagina atau di mana saja.
Sebab-sebab kemungkinan terjadinya adalah:

Letak yang aberan dari sisa embrionik.

Degenerasi lemak dan perubahan metaplastik.

Mesonephroma ovarium asalnya dari endometriosis, jadi tidak aneh kalau terjadi
mesonephroma endometrial. Teori ini tidak bisa menerangkan terjadinya mesonephroma
vaginal12.

3.9 Gambaran Klinis

Penyakit ini dapat terjadi pada:


Post menopause

: 75%

Menopause

: 15%

Masa reproduksi : 10%

Perdarahan yang abnormal umumnya bersifat menorrhagi.

Metrorrhagia dapat terjadi pada 80-90% wanita post menopause yang mengalami
perdarahan menunjukkan suatu carcinoma endometrium.

Keluar cairan pervaginam yang abnormal. Mula-mula seperti air akhirnya bercampur
darah.

Pembesaran abdomen dan gejala penekanan kandung kemih dan rectum.

Rasa nyeri bersifat his (kolik).

Penurunan berat badan pada stadium yang lebih lanjut.

Debilitas umum.

Anemia.

Pyometra (karena sumbatan canalis cervicalis). Pada pyometra selalu harus diingat
kemungkinan carcinoma corpus.

3.10 Diagnosis

Gejala klinis
o Metroragi
o Perdarahan pasca menopause

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan ginekologi
o Pembesaran uterus dan atau massa tumor di rongga panggul
o Dilakukan pemeriksaan rektovaginal.

Pemeriksaan sitologi (pap smear)


Pemeriksaan ini kurang berarti oleh karena sel-sel adenocarcinoma yang eksfoliatif.
Biasanya telah mengalami sitolisis dalam rongga uterus. Derajat ketepatan 80-85%.

Pemeriksaan histology
o Office endometrial aspration biopsy
Aspirasi atau lavage cavum uteri.
o Dilatasi dan kuretase

Kuretase
Perdarahan dalam climacterium dan menopause harus diperiksa dengan
kuretase. Terutama sudut tuba harus dikerok dengan teliti.
Kuretase dilakukan dalam dua tahap:
Dari canalis cervicalis

Dari cavum uteri

o Histeroskopi-endometrial biopsi
Kuret Novak,
akurasi 80-90% (67-97%)
Gambar 3.11 Kuret Novak

Ke suction vakum

Aspirator Vabra,
akurasi 95-98% (80-98%)
Gambar 3.12 Aspirator Vabra

Histerorafi
Pemeriksaan tambahan
o Darah
o Urine
o USG dan MRI
o Foto thorax
o Fungsi hati dan kadar gula darah
o Fungsi ginjal dan kadar gula darah
o Sigmoidoscopy dan barium enema
o Ca 125
3.11 Pemeriksaan Penunjang

Kuretase bertahap

USG

Histeroskopi

3.12

Terapi

1. ABCDE (airway, breathing, circulation, disability of the central nervous system,


examination)
2. Dilatasi & kuretase bila infeksi () PA
3. Radioterapi pra bedah
Hanya bila pasien tidak bisa dilaparotomi saat itu, atau bila ada
keterlibatan serviks/vagina.
4. Terapi bedah (histerektomi total simpleks dan salpingo-ooforektomi bilateral)
5. Radioterapi ajuvan tergantung surgical staging
6. Metastase: terapi hormon dan/atau kemoterapi
Stadium I

Pembedahan
1. Histerektomi totalis dan salpingo-ooforektomi bilateral yang diperluas:
a. Dengan penjahitan serviks atau eksisi sedikit puncak vagina.
b. Secara ekstrafasial atau teknik Te Linde yang diperluas.
c. Dilakukan pencucian peritoneum.
Histerektomi radikal hasilnya sama dengan histerektomi simpleks + radiasi.
(catatan: bukan lesi rekuren dan pasien belum pernah diterapi radiasi sebelumnya)
2. Limfadenektomi pelvis. Dilakukan pada kelompok dengan risiko tinggi (stad IB, G3,
tumor adenoskuamosa dan clear cell)
Limfadenektomi: peranan dalam terapi belum jelas, tetapi kelenjar yang besar sebaiknya
dibuang saja15.
3. Histerektomi vaginalis. Lebih cocok dikerjakan pada pasien dengan:
a. Obesitas
b. Prolapsus uteri
c. Komplikasi medis yang serius.

Gambar 3.13 Jenis-jenis Histerektomi

Terapi tambahan pasca bedah


Tergantung dari hasil pembedahan/pemeriksaan patologi, terbagi dalam kelompok:
Kelompok 1

: prognosis baik sekali

Tidak ada sisa tumor dan tidak ada penetrasi myometrium (Stad Ia)
Tidak diberikan terapi ajuvan
Kelompok 2

: Prognosis baik

Tumor berdiferensiasi baik atau sedang (G1, G2) dengan penetrasi


myometrium kurang dari (stad Ib).
Diberikan radiasi intravagina
Kelompok 3

: Prognosis buruk

Tumor tidak berdiferensiasi (G3)

Penetrasi myometrium lebih dari (Stad Ic)

Metastasis serviks dan atau adneksa yang tersembunyi

Hasil sitologi pencucian peritoneum yang positif

Jenis: adenoskuamosa dan sel jernih (clear cell) atau serosa berpapil
(papillary serous)14

Kelompok ke-3 ini terbagi dalam 2 sub kelompok:


a. Kelenjar getah bening pelvis negatif: diberikan radiasi intrakaviter vagina ditambah
Provera.
b. Kelenjar getah bening masih positif: diberikan radiasi eksterna + radiasi intrakaviter
vagina + Provera.
Pada stadium I dan corpus yang kecil dilakukan hysterectomy totalis secara abdominal atau
vaginal. Cervix sebaiknya dijahit dulu agar jaringan carcinoma tdak menyebabkan metastase ke
vagina. Penyembuhan 64%.
Radiasi
a. Intravagina
Diberikan setelah pemberian radiasi eksterna;
b. Eksterna
Terapi radiasi sebagai terapi primer pada stadium I jarang dilakukan , kecuali kalau tidak dapat
dilakukan pembedahan diberikan radiasi eksterna dan radiasi interna.
Dipakai pada:

Wanita yang jelek keadaan umumnya.

Life expectancy yang terbatas.

Hasil : 33% salvage.


Radiasi menggunakan:

Radium intrakaviter (brachyterapy)

Cobalt -60

Terapi radiasi pada:


Stage IA tidak perlu
Stage IB atau IIA whole pelvis / intravaginal brachytherapy
Stage IC, IIB, IIIA, IIIB whole pelvis
Stage IIIC extended field

Stage III atau IV paliatif


Radiasi + Operasi

Mula-mula dipasang radium intracavitair. Operasinya dilakukan 6 minggu kemudian


setelah edema dan vaskularisasi sebagai akibat radium jadi berkurang. Ada beberapa
sarjana yang mengusulkan agar waktu intervalnya diperpendek.

Mula-mula operasi kemudian disusul dengan X-ray radiasi. Penyembuhan 76%15.

Terapi progesteron

Untuk stadium yang lanjut dan berulang.


Menurut Baker dkk. dapat memperpanjang remisi sampai 2 tahun. Hasil yang terbaik
ialah pada tumor yang timbulnya perlahan-lahan.
Caranya: progesteron 750 mg disuntikkan tiap minggu secara IM.
Lebih banyak berhasil untuk metastase daripada tumor primer.

Untuk hyperplasia adenomatous yang berlebihan.

Mulai diberikan sebelum radiasi, dengan dosis 400 mg sehari (2 x 200 mg) per oral

Terapi diberikan selama 3 tahun atau sampai timbul residif

Dosis harus diturunkan bila terjadi:


o Tromboflebitis superficial
o Adanya efek samping: berat badan bertambah, hot flushes, kejang otot dan tremor
halus.

Obat dihentikan bila terjadi tromboflebitis dan tromboemboli.

Stadium II
Terapi: (sama seperti stadium Ic)

Pembedahan: modifikasi Wartheim

Radiasi: radiasi eksterna + radiasi intra vagina

Stadium III dan IV


Terapi

1. Pembedahan:
2. Radiasi eksterna dan radiasi interna
3. Progesteron
4. Sitostatika bisa diberikan a.l Sisplatin, Adriamisin, Fluorourasil
Kemoterapi
a. Doxorubicin response rate 38%, 26% komplit
b. Cisplatin
Minor: carboplatin, siklofosfamid, 5-FU
Kanker endometrium stadium I dan II yang membutuhkan surgical staging:2,3
1. Lesi derajat 3
2. Ukuran tumor > 2 cm dengan lesi derajat 2
3. Clear cell cancer atau serosa papiliferum
4. Invasi ke miometrium > 50%
5. Terdapat cervical extension
Terapi utama kanker endometrium adalah histerektomi total dan salpingo-ooforektomi
bilateral. Pada beberapa kasus diperlukan pemberian radiasi adjuvan untuk mencegah rekurensi
pada tunggul vagina dan penyebaran ke KGB.2

Pilihan manajemen pasca bedah kanker endometrium stadium awal : 7,8


1. Observasi
Pasien stadium IA atau IB, grade 1 atau 2 memiliki prognosis yang baik dan tidak
diperlukan terapi adjuvan pada kasus ini. Dan bila pasien tidak diberikan terapi adjuvan
diperlukan pemantauan ketat sehingga kejadian rekurensi pada tunggul vagina dapat
didiagnosis secara awal.
2. Radiasi vagina
Radiasi intrakaviter secara signifikasn menurunkan risiko rekurensi pada tunggul vagina.
Lotocki dkk melaporkan bahwa penggunaan radium preoperatif atau postoperatif
menurunkan risiko rekurensi pada tunggul vagina 14 % menjadi 1,7 %.

3. Radiasi pelvis eksternal


Pasien dengan KGB pelvis postif anak sebar, merupakan kandidat untuk pemberian
radiasi pelvis eksternal, dan jika dibutuhkan dapat dikombinasi dengan radiasi
paraaorta.Dan juga sangat rasional dilakukan pada pasien dengan risisko tinggi, yang
tidak menjalani surgical staging tetapi memiliki foto rontgen thoraks, yang negatif, CT
scan pelvis dan abdominal negatif, dan kadar Ca 125 yang normal.
Radiasi ekternal memiliki efektifitas yang sama denga radiasi vaginal dalam
menghilangkan mikrometastasis pada tunggul vagina, sehingga sangatlah tidak beralasan
untuk memberikan radiasi vaginal dan radiasi eksternal secara bersamaan oleh karena
morbiditasnya meningkat secara bermakna.
4. Extended-field radiation
Indikasi pemberian radiasi ini adalah pasien dengan biopsi KGB paraaorta yang postif
atau KGB pelvis positif secara makroskopis/beberapa KBG pelvis positif.
5. Whole abdominal radiation
Pasien dengan metastasis peritoneum atau omentum yang telah direseksi dapat diberikan
radiasi ini. Sedangkan pada kasus dengan residu tumor yang besar, sebaiknya
dipertimbangkan pemberian terapi sistemik.
6. Progestin adjuvan
Terapi profilaksis dengan progesteron pada pasien kanker endometrium mungkin tidak
cost effektif kecuali pada pasien dengan risiko tinggi dan merupakan reseptor-positive
tumor. Namun masih diperlukan banyak penelitian.
Penatalaksanan kanker endometrium stadium III bersifat individual tetapi sebaiknya
dilakukan histerektomi total dan salpingooverektomi bilateral. Dengan adanya massa pada
adneksa, pembedahan sebaiknya dilakukan untuk menilai asal massa dan mengangkat jaringan
tumor sebanyak-banyaknya. Terangkatnya seluruh tumor yang terdeteksi secara makroskopis
merupakan faktor prognosis penting pada seluruh pasien dengan kanker endometrium stadium
III.
Pembedahan sebaiknya meliputi pengangkatan KGB pelvis atau paraaorta yang membesar,
pemeriksaan sitologi, biopsi omentum dan sampling KGB paraaorta. 8 Pada kasus dengan stadium
IV, terapi yang diberikan juga bersifat individual, namun biasanya termasuk kombinasi antara
operasi, terapi radiasi dan atau terapi kemoterapi.

Metastasis sistemik merupakan masalah utama, namun efektivitas pemberian terapi


adjuvan sistemik masih belum dapat dibuktikan. Pasien-pasien dengan metastasis sistemik ini
biasanya memiliki tumor dengan differensiasi yang kurang baik, dan umumnya memiliki sedikit
reseptor hormon, sehingga respon terhadap progestin menjadi terhambat.8,9
Pengawasan lanjut kanker endometrium
Selama terapi kanker endometrium, pengawasan lanjut harus dilakukan:
Tiap 3 bulan selama 3 tahun pertama
Tiap 6 bulan sampai tahun ke-5
Selanjutnya tiap tahun
Pemeriksaan yang dilakukan:
Pemeriksaan klinis/ginekologis
Apus vagina
Foto toraks (tiap 6 bulan)
USG, scanning, biopsy; bila diperlukan.
Kanker endometrium residif
Terapi
Individual, tergantung lokasi residif dan terapi sebelumnya.
Pengawasan lanjut
Jadwal Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan

3 tahun I: tiap 3 bl

Pemeriksaan klinis/ginekologis
Pemeriksaan laboratorium

Th ke-4 s/d 5: tiap 6 bulan

Apus vagina
Foto toraks (tiap 6 bulan)

Selanjutnya tiap tahun

USG/Scanning/Biopsi; bila diperlukan


Gambar 3.14 Algoritma Penatalaksanaan Ca Endometrium

Indikasi diseksi selektif pelvis dan nodus limfatikus paraaorta:

Histology tumor clear cell, serous, squamous, atau endometrioid grade 2-3

Invasi myometrium >

Ekstensi isthmus-cervix

Ukuran tumor >2 cm

Penyakit ekstra uterine

Gambar 3.15 Algoritma Penanganan Perdarahan Vagina Abnormal

Follow Up

Pemeriksaan fisik
o Abdomen, hati, kelenjar limfe perifer, rectum, dan vagina.

Pemeriksaan laboratorium
o Darah, LFT, RFT, CA125

Foto thorax
o Pemeriksaan dilakukan 2-4 bulan sekali selama 2-3 tahun pertama dan 6 bulan
sekali pada tahun selanjutnya.

3.12 Prognosis
Kemampuan tumor ganas endometrium untuk tumbuh agresif dan menyebar, adalah relatif
rendah, dengan prognosis pada umumnya baik, angka ketahanan hidup tergantung dari luasnya
keganasan.
Tabel 3.6 Angka ketahanan hidup karsinoma endometrii
Tingkat klinik

AKH 5 tahun

0 = T-1s

100%

I = T-1

90%

II = T-2

50-70%

III = T-3

25-45%

IV = T-4

0-5%

Variabilitas prognosis yang digunakan untuk menilai kekambuhan dan keberhasilan pengobatan
penyakitnya dipengaruhi oleh:

Usia
Secara umum penderita carcinoma endometrium yang berusia muda lebih baik
prognosisnya dari penderita berusia tua.

Jenis histology
Kira-kira 10% carcinoma endometrium adalah bukan jenis endometrium, tetapi jenis
endometrioid. Penderita dengan carcinoma jenis histology endometrioid memiliki angka
ketahanan hidup 5 tahun 92%.

Diferensiasi histology
Didapat kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7% pada tumor grade 1, tumor grade 2
sebesar 10,5% dan 36,1% pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan 5 tahun pada
grade 1 sebesar 92%, grade 2 sebesar 86%, dan pada grade 3 adalah 64%.

Invasi ke myometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita mengidap tumor yang hanya invasi
ke permukaan saja sebesar 92%, grade 2 sebesar 86%, dan pada grade 3 adalah 64%.

Lymph-Vascular Space Invasion (LVSI)

Subtype patologis
o Adenoacanthoma : sama seperti yang adenocarcinoma sejati.
o Adenosquamous : prognosis lebih buruk.

Ekstensi isthmus dan cervix

Perluasan ke adnexa

Sitologi peritoneum
Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada sitologi
peritoneumnya positif.

Metastasis ke nodus limfatikus

Tumor intraperitoneal

Ukuran tumor

Status reseptor hormon

DNA ploidy dan index proliferasi

Marker genetic dan marker molecular13

D. KANKER VULVA
4.1 Pengertian
Kanker primer vulva mewakili 3% sampai 5% dari semua malignansi ginekologi
dan tampak hampir selalu pada wanita pascamenopause meski angka kejadiannya pada
wanita yang lebih muda meningkat. (Smeltzer, 2002:1564)
Karsinoma vulva adalah penyebab 3% sampai 4% dari semua kanker genetalia
primer pada perempuan. (Price, 2005:1299)
Kanker Vulva adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada
genitalia bagian luar wanita termasuk labia (bibir di sekeliling lubang vagina), klitoris
(jaringan kecil di atas lubang keluar vagina) dan bagian luar dari vagina.
4.2 Epidemiologi
Usia rata rata perempuan dengan karsinoma in situ adalah 44 tahun; untuk
karsinoma mikroinvasif adalah 58 tahun dan untuk karsinoma invasif yang sebenarnya
adalah 61 tahun. (Price, 2005:1299)
Wanita kulit putih lebih banyak yang terserang dibanding wanita nonkulit putih.
Karsinoma sel skuamosa menyebabkan sebagian besar tumor vulva. Angka kejadiannya
lebih tinggi pada wanita hipertensi, obesitas dan diabetes. (Smeltzer, 2002: 1565)
Karsinoma vulva jarang ditemukan pada golongan umur < 45 tahun dan jauh lebih
jarang lagi pada wanita hamil. Umumnya ditemukanpada golongan social ekonomi
rendah dengan hygiene seksual yang kurang mendapat perhatian, obesitas, dan hipertensi
(>50%). Paritas dan suku/ ras tidak mempunyai peran. Iritasi menahun seperti pada
limfogranuloma inguinale, kondiloma akuminata, kondiloma lata, kondisi distrophia kulit
vulva seperti pada lichen sclerosus et atrophicus, leukoplakia, dan kraurosis diduga
sebagai pemicu timbulnya karsinoma vulva (lesi pra-neoplastik). (Sarwono
Prawirohardjo, 2008: 367)

4.3 Etiologi
Etiologi terjadinya kanker vulva belum diketahui secara pasti, namun yang
menjadi faktor terjadinya kanker vulva adalah penyakit menular seksual, diantaranya :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penyakit menular seksual


Granulomatosa
Sifilis
Herpes hominis tipe II
Kondiloma akuminata
Infeksi dari HPV (virus yang menyebabkan kutil genetalia dan ditularkan melalui

hubungan seksual). (Price,2005: 1299)


7. Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina
8. Diabetes
9. Obesitas
10. Hipertensi
11. Usia
Tiga perempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya
berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis. Usia rata-rata
penderita kanker invasif adalah 65-70 tahun.
12. Hubungan seksual pada usia dini
13. Berganti-ganti pasangan seksual
14. Merokok
15. Virus HIV menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga lebih
mudah mengalami infeksi HPV menahun
16. Golongan sosial-ekonomi rendah. Hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam membiayai diri ke pelayanan kesehatan
17. Neoplasia intraepitel vulva (NIV)
18. Liken sklerosus. Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal.
19. Peradangan vulva menahun
20. Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.

4.4 Patologi
Lesi primer sering berupa ulkus dengan tepi induratif (ulcero-granulating) atau
sebagai tumbuhan eksofitik (wart/ kutil) dengan tempat predileksi terutama di labia
mayora, labia minora, klitoris, dan komisura posterior. Lesi bilateral tidaklah jarang,
bahkan kedua labia mayora dapat simetris terkena (kissing). Histologik lebih dari 80 %
adalah epidermoid dengan diferensiasi baik, sedang sisanya yang 10 % karsinoma
basoselulare, adenokarsinoma, fibrosarkoma, atau miosarkoma, tumor campuran
(silindroma dan melanoblastoma) yang merupakan 1 2 % dari semua karsinoma vulva.
(Sarwono, 2008: 368)

4.5 Tanda dan Gejala

1.
2.
3.
4.

Tanda dan gejala Kanker Vulva yang mungkin timbul:


Pruritus lama (gejala utama kanker vulva)
Perdarahan
Rabas berbau busuk
Nyeri juga terkadang dapat timbul seperti nyeri saat buang air kecil (disuria), nyeri

vulva (vulvodinia), dan nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia).


5. Terdapat lesi awal yang tampak sebagai dermatitis kronis kemudian dapat ditemukan
pertumbuhan benjolan yang terus tumbuh dan menjadi keras, mengalami ulserasi
seperti bunga kol (Smeltzer,2002:1565).
6. Bagian yang paling sering terkena karsinoma adalah labia, dimana labia mayora tiga
kali lebih sering terkena daripada labia minora dan klitoris. Gambaran keseluruhan
lesi kanker vulva adalah datar atau timbul dan berbentuk makulopapular atau
verukosa. Lesi dapat hiperpigmentasi (coklat), merah atau putih. (Price,2005:129)
4.6 Klasifikasi
1. Kanker Vulva Epidermoid
Kanker epidermoid paling sering mengenai separuh anterior vulva dan timbul di
labia (mayor dan minor) pada 65 % pasien, dan di klitoris pada 25 % pasien. Lebih
dari sepertiga tumor terletak di garis tengah atau bilateral. Tidak ada hubungan
positif antara kekerapan metastasis dengan tampilan umum tumor yang berbentuk
eksofitik (menyerupai kembang kol), lesi ulseratif, atau tumor merah seperti beludru.
Penentu utama metastasis dan hasil berikutnya adalah ukuran tumor. Namun derajat
histology berhubungan dengan kemungkinan metastasis jika tumor berukuran < 2
cm.
Karsinoma Epidermoid vulva derajat I yang khas tersusun atas sel sel lancip
atau berduri sengan diferensiasi baik, banyak yang membentuk mutiara keratin.
Kadang kadang terlihat mitosis. Sel sel ganas menginvasi jaringan sub epitel,
leukosit dan limfosit menginfiltrasi stroma dan jaringan berbatasan langsung dengan
tumor. Kanker epidermoid derajat II dan III tersusun atas sel sel dengan diferensiasi
semakin buruk. Karsinoma verukosa, suatu varian kanker epidermoid secara umum
menyerupai kondiloma akuminata. Penyebaran local umum terjadi, tetapi metastasis
limfatik pada pasien usia lajut jarang terjadi.
2. Melanoma Maligna
Melanoma Maligna, meliputi 6 11 % dari seluruh kanker vulva, merupakan tipe
kanker vulva paling umum nomor dua. Melanoma merupakan keganasan yang sangat
agresif, biasanya berasal dari nevi berpigmen pada vulva. Melanoma terutama
menyerang wanita kulit putih pascamenopause. Melanoma Maligna paling sering
mengenai labia minor atau klitoris. Biasanya melanoma maligna berupa lesi tunggal,
meninggi, tidak ada nyeri tekan, dengan hiperpigmentasi dan ulserasi yang mudah
berdarah. Semua Melanoma Maligna cepat menyebar melalui system vena. Juga
sering terjadi kekambuhan setempat. Pengobatan serupa dengan pengobatan serupa
dengan pengobatan karsinoma sel skuamosa.

3. Karsinoma Sel Basal


Karsinoma Sel Basal adalah lesi ulseratif yang terdiri atas sel ganas basofilik,
bulat, kecil berasal dari lapisan epidermis paling dalam. Sel sel ini tersusun dalam
kelompok yang tidak beraturan dan seringkalai menembus jaringan penghubung
yang mendasari. Kadang kadang terlihat mitosis, tetapi tidak ada keratinisasi,.
Tidak seperti karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, metastasis karsinoma sel
basal jarang dan lambat. Namun kekambuhan setempat umum terjadi. Karsinoma sel
basal mencakup 2 % - 3 % kanker vulva, dan hamper selalu muncul pada kulit labia
mayor. Pengobatan biasanya dengan eksisi luas local karena tumor belum metastasis.
Namun kira kira 20 % mengalami kekambuhan. Satu pengecualian terapi ini adalah
tumor tipe sel skuamose-basal yang memerlukan pengobatan serupa dengan
karsinoma sel skuamosa invasif.
4. Karsinoma Kelenjar Bartolini
Meskipun angka kesembuhan Karsinoma Kelenjar Bartolini dan karsinoma sel
skuamosa sama, untuk semua stadium, ada dua faktor yang membuat karsinoma
kelenjar bartolin lebih berbahaya. Biasanya diagnosis kanker kelenjar Bartolin
terlambat karena letaknya yang agak lebih sulit dicapai dibanding kanker serviks, dan
mungkin diduga sebagai kista bartolin. Disamping itu, karena tumor mempunyai
jalan masuk ke saluran limfa yang mengalir ke rectum, mereka dapat metastasis
langsung ke nodus limfatikus pelvis dalam. Namun terapi karsinoma kelenjar
bartolin serupa dengan karsinoma sel skuamosa.
5. Sarkoma Vuva
Mencakup < 2 % kanker vulva. Kanker sel stroma yang paling umum adalah
leimiosarkoma dan histiositoma fibrosa. Adenokarsinoma vulva (kecuali yang
berasal dari bartolin) sangat jarang. Metastasis kanker ke vulva dapat berasal dari
tumor traktus genitalis lain atau dari ginjal atau uretra.
(Ralph C.Benson)
Pembagian Tingkat Keganasan
Penetapan stadium/ tingkat keganasan ini dibuat hanya sekali, yakni pada waktu
diagnosis penyaki ditegakkan, dan biasanya oleh staf onkologi yang senior. Selanjutnya
dalam follow-up setelah mendapat penanganan, bukannya stadium/ tingkatan klinik yang
berubah, akan tetapi respon terhadap penanganan, kualitas hidup dalam status penampilan
(performance status), kekambuhan (relapse/recurrence), progresivitas penyakit,
ketahanan hidup (survival time), bebas penyakit (disease-free survival time) atau mati.
(Sarwono, 2008: 370)
Tabel 1. Pembagian dalam tingkat klinik karsinoma vulva menurut klasifikasi
FIGO 76).
STADIUM
0

MANIFESTASI
Kanker hanya ditemukan di permukaan vulva

Kanker ditemukan di vulva dan / atau perineum


(daerah antara rektum dan vagina). Ukuran tumor
sebesar 2 cm atau kurang dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening

IA

Kanker stadium I yang telah menyusup sampai


kedalaman kurang dari 1 mm

IB

Kanker stadium I yang telah menyusup lebih dalam


dari 1 mm

II

Kanker ditemukan di vulva dan/atau perineu, dengan


ukuran lebih besar dari 2 cm tetapi belum menyebar ke
kelenjar getah bening

III

Kanker ditemukan di vulva dan / atau perineum serta


telah menyebar ke jaringan terdekat (misalnya uretra,
vagina, anus) dan / atau telah menyebar ke kelenjar
getah bening selangkangan terdekat.

IVA

Kanker telah menyebar keluar jaringan terdekat, yaitu


ke uretra bagian atas, kandung kemih, rektum atau
tulang panggul, atau telah menyebar ke kelenjar getah
bening kiri dan kanan

IVB

Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di


dalam panggul dan / atau ke organ tubuh yang jauh.

Tabel 2. Penetapan tingkat karsinoma vulva menurut TNM (Tumor, Nodes,


Meatstasis)
T1S
T1
T2
T3
T4

N
N0
N1

Karsinoma pra-invasif, intra-epitelial, in situ


Tumor terbatas pada vulva. Diameter terbesar < 2 cm
Tumor terbatas pada vulva. Diameter terbesar > 2 cm
Tumor dari setiap ukuran dengan perluasan ke urethra, dan/ vagina, dan/
perineum, dan/ anus.
Tumor dari setiap ukuran, yang telah menginfiltrasi mukosa kandung kemih,
dan/ rectum, atau keduanya, termasuk bagian proksimal mukosa urethra, dan/
ke tulang
Kelenjar getah bening regional
Tidak ada kelenjar yang teraba
Kelenjar inguinal teraba, di satu/ dua belah lipat paha, tidak membesar,

N2
N3
M
M0
M1A
M2A

mudah digerakkan (mobile) dan klinis tidak mencurigakan mengandung anak


sebar.
Kelenjar inguinal teraba, di satu/ dua belah lipat paha, membesar, keras,
masih mobile dan klinis dicurigai telah mengandung anak sebar.
Kelenjar inguinal membesar, keras, menjadi satu yang terfiksir / sukar
digerakkan, atau mengalami ulserasi.
Metastasis jarak jauh
Tidak ada metastasis berjarak jauh secara klinis
Kelenjar panggul dalam (profundal) teraba
Metastasis berjarak jauh lainnya ditemukan.

4.7 Pemeriksaan Fisik


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Inspeksi (Fokus ke bagian genital) :


Adanya lesi seperti bunga kol berwarna cokelat, merah atau putih
Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk
Pendarahan
Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis)
Raut wajah pucat
Pasien tampak menggaruk bagian genital

Pada pemeriksaan palpasi yaitu teraba benjolan yang terus tumbuh menjadi keras di
bagian vulva
4.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kanker vulva yaitu :
1. Pulasan Pap pada serviks (Pap Smear)
Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal,
yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
2. Pemeriksaan bimanual
a) Sistoskopi
b) Proktoskopi
3. Pemeriksaan foto thorak (Price,2005: 1299)
4.9 Diagnosis / Kriteria diagnosis
Hasil pemeriksaan positif :
Dari hasil biopsi terdapat sel sel ganas pada sel skuamosa di daerah vulva.
Biopsi harus dilakukan pad semua lesi vulva yang menetap, yang mengalami ulserasi
atau yang tidak sembuh dengan cepat setelah terapi yang sesuai. Lesi mulai tumbuh pada
permukaan kulit dan dapat dengan mudah dikenali sebagai ulkus kecil yang menjadi
iritasi atau gatal atau meningkat ukurannya. (Smeltzer,2002: 1565)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil biopsi
jaringan. Staging (Menentukan stadium kanker) . Staging merupakan suatu proses yang
menggunakan hasil-hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik tertentu untuk
menentukan ukuran tumor, kedalaman tumor, penyebaran ke organ di sekitarnya dan
penyebaran ke kelenjar getah bening atau organ yang jauh. Dengan mengetahui stadium
penyakitnya maka dapat ditentukan rencana pengobatan yang akan dijalani oleh
penderita.
Jika hasil biopsi menunjukkan bahwa telah terjadi kanker vulva, maka dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker ke daerah lain:
1. Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih)
2. Proktoskopi (pemeriksaan rektum)
3. Pemeriksaan panggul dibawah pengaruh obat bius
4. Rontgen dada
5. CT scan dan MRI.
4.
1.
2.
3.

Kemungkinan Komplikasi
Infeksi luka dan sepsis
Trombosis vena profunda
Hemoragi
(Smeltzer,2002: 1566)

5. Penatalaksanaan Medis
Terdapat 3 jenis pengobatan untuk penderita kanker vulva:
1. Pembedahan
a) Eksisi lokal radikal : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah besar jaringan
normal di sekitar kanker, mungkin juga disertai dengan pengangkatan kelenjar
getah bening
b) Bedah laser : menggunakan sinar laser untuk mengangkat sel-sel kanker
c) Vulvektomi skinning : dilakukan pengangkatan kulit vulva yang mengandung
kanker
d) Vulvektomi simplek : dilakukan pengangkatan seluruh vulva
e) Vulvektomi parsial : dilakukan pengangkatan sebagian vulva
f) Vulvektomi radikal : dilakukan pengangkatan seluruh vulva dan kelenjar getah
bening di sekitarnya.
g) Eksenterasi panggul : jika kanker telah menyebar keluar vulva dan organ wanita
lainnya, maka dilakukan pengangkatan organ yang terkena (misalnya kolon,
rektum atau kandung kemih) bersamaan dengan pengangkatan leher rahim, rahim
dan vagina. Untuk membuat vulva atau vagina buatan setelah pembedahan,
dilakukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh lainnya dan bedah plastik.
2. Terapi penyinaran
Pada terapi penyinaran digunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi lainnya
utnuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor.

Pada radiasi eksternal digunakan suatu mesin sebagai sumber penyinaran;


sedangkan pada radiasi internal, ke dalam tubuh penderita dimasukkan suatu kapsul
atau tabung plastik yang mengandung bahan radioaktif.
3. Kemoterapi
Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat
tersedia dalam bentuk tablet/kapsul atau suntikan (melalui pembuluh darah atau otot).
Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah
sehingga sampai ke seluruh tubuh dan bisa membunuh sel-sel kanker di seluruh
tubuh.
4.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut stadium kanker vulva yaitu :
Pengobatan kanker vulva tergantung kepada stadium dan jenis penyakit serta usia
dan keadaan umum penderita.
1. Kanker vulva stadium 0
a. Eksisi lokal luas atau bedah laser, atau kombinasi keduanya
b. Vulvektomi skinning
c. Salep yang mengandung obat kemoterapi
2. Kanker vulva stadium I
a. Eksisi lokal luas
b. Eksisi lokal radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening
selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan kanker.
c. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan pada
salah satu atau kedua sisi tubuh.
d. Terapi penyinaran saja.
3. Kanker vulva stadium II
a. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan kiri
dan kanan. Jika sel kanker ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka
dilakukan setelah pembedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan ke panggul
b. Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu).
4. Kanker vulva stadium III
a. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan dan
kelenjar getah bening paha bagian atas kiri dan kanan. Jika di dalam kelenjar
getah bening ditemukan sel-sel kanker atau jika sel-sel kanker hanya ditemukan di
dalam vulva dan tumornya besar tetapi belum menyebar, setelah pembedahan
dilakukan terapi penyinaran pada panggul dan lipat paha.
b. Terapi radiasi dan kemoterapi diikuti oleh vulvektomi radikal dan pengangkatan
kelenjar getah bening kiri dan kanan.
c. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi.
5. Kanker vulva stadium IV

a. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon bagian bawah, rektum atau kandung
kemih ( tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai pengangkatan
rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul)
b. Vulvektomi radikal diikuti dengan terapi penyinaran
c. Terapi penyinaran diikuti dengan vulvektomi radikal
d. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi dan
mungkin juga diikuti oleh pembedahan.
6. Kanker vulva yang berulang (kambuh kembali)
a. Eksisi lokal luas dengan atau tanpa terapi penyinaran
b. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon, rektum atau kandung kemih
(tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai dengan pengangkatan
rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul)
c. Terapi penyinaran ditambah dengan kemoterapi dengan atau tanpa pembedahan
d. Terapi penyinaran untuk kekambuhan lokal atau untuk mengurangi gejala nyeri,
mual atau kelainan fungsi tubuh.
4.11 Pencegahan
Adapun cara pencegahan terkena kanker vulva adalah :
1. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan
2. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif

E. KARIOKASINOMA
5.1 Definisi
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional (PTG) dimana
merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sitotrofoblas serta sinsitiotrofloblas (pembentuk
plasenta) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah
sehingga menyebabkan perdarahan (Berek et al., 1996; Bratakoesoema, 1999).
Koriokarsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan trofoblas dan kanker yang bersifat
agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru
(Matsui et al., 2000).
Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang mengandung trofoblas,
seperti: lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh, vili dari plasenta, gelembung mola, dan emboli selsel trofoblas dimanapun di dalam tubuh.
Korio adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput pada rahim
manusia. Istilah Karsinoma merupakan kanker yang berasal dari sel-sel epithelial. Karena kanker ini
merupakan kanker yang berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka salah satu ciri khusus dari
kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic Gonadothropin) yang sangat tinggi
bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil. Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang
pernah hamil termasuk wanita yang pernah mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa,
korikarsinoma bisa menyerang banyak organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang,
otak juga dinding rahim.
5.2 Etiologi Koriokarsinoma
Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi
invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya
sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah
paru- paru 75% dan kemudian vagina 50%. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva,
ovarium, hepar, ginjal, dan otak Cunningham, 2005. Disebutkan bahwa koriokarsinoma selama
kehamilan bisa didahului oleh:
a.
b.
c.
d.

Mola hidatidosa ( 50% kasus )


Aborsi spontan ( 20% kasus )
Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
Kehamilan normal ( 20-30% kasus )

Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:


a. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b. Immunoselektif dari trofoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi
menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel- sel trofoblast.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
d. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan
berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa dan
berikutnya menjadi koriokarsinoma.
e. Kekurangan protein
Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi
kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang
menimbulkan jonjot-jonjot korion
f. Infeksi virus dan faktor kromosom
g. Konsanguinitas (perkawinan dengan kerabat dekat)
5.3 Patofisiologi Koriokarsinoma
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel
korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang
berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma, kecenderungan
trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar
(Baltazar). Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan.
Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul
gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau
mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun
salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat
sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada
pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab
kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis
sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas
trofoblas terhadap pembuluh darah.

Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan
normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini
disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan
kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan
intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan
tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah
akibat metastasis di paru.
Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi
aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi,
koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam
beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum
lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau
riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi
kombinasi yaitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin.
Berikut merupakan gambaran makro koriokarsinoma :

Gambar 5.1 Uterus Dengan Koriokarsinoma (museum.med.monash.edu.au)

5.4 Klasifikasi Koriokarsinoma


Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:

a. Koriokarsinoma Villosum.
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola,
tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan
menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding
uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya
invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari
mola hidatidosa.
b. Koriokarsinoma Non Villosum.
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh
mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing
7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti
paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam
1 tahun. Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma
mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:
Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir

kehamilan dan terjadinya keganasan.


Sering menyerang wanita muda
Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan

sitostatika
Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.
c. Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi menetap
atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel
trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan mengahasilkan
hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya
kadar hCG dan adanya metastasis.
Klasifikasi lain:
a. Gestasional koriokarsinoma adalah karsinoma yang terjadi dari sel-sel trofoblas dengan
melibatkan sitotrofoblas dan sinsiotrofoblas. Hal ini biasa terjadi dari hasil konsepsi yang
berakhir dengan lahir hidup, lahir mati (still birth), abortus, kehamilan ektopik, molahidatidosa
atau mungkin juga oleh sebab yang tidak diketahui.
b. Non gestasional koriokarsinoma adalah suatu tumor ganas trofoblas yang terjadi tanpa didahului
oleh suatu fertilisasi, tetapi berasal dari germ sel ovarium. Brewer mengatakan bahwa non
gestasional koriokarsinoma juga dapat merupakan bagian teratoma. Oleh International Union
Against cancer (IUCR) diadakan klasifikasi sederhana dari penyakit trofoblas, yang mempunyai
keuntungan bahwa angka yang diperoleh dari berbagai negara di dunia dapat dibandingkan.

5.5 Tanda dan Gejala


Karena koriokarsinoma merupakan penyakit yang bisa menyerang banyak bagian tubuh manusia,
maka klien pun akan merasakan banyak tanda dan gejala, antara lain (Lin et al., 2005):
a. Peningkatan jumlah kadar -hCG
- Kadar -hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25 IU/ml.
- Kadar -hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam
- Kadar -hCG yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine 24jam >40.000 u/ml dalam
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

interval lebih dari 4 bulan.


Perdarahan per vaginam
Batuk berdarah dan sesak nafas
X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru- paru
Sakit kepala dan hemiplegi
Sakit tulang belakang
Perut bengkak dan sklera menjadi kuning
Hilang selera makan dan berat badan turun

5.6 Manifestasi Klinis


a. Gejala Klinis :
1. Rahim membesar
2. Perdarahan dan syok
3. Ekspulsi gelembung mola
4. Anemis dan gejala sekunder
b. Anamnesa/ keluhan
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah dari kehamilan biasa
2. Kadang ada tanda toksemia gravidarum
3. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua atau
kecoklatan
4. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar)
5. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti

5.7 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan dalam
Terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan cavum vagina, serta evaluasi keadaan
serviks.
2. Inspeksi
- Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning- kuningan yang disebut muka
-

mola (mola face)


Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas

3. Palpasi
- Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun,
lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
4. Auskultasi
- Tidak terdengar bunyi DJJ
- Terdengan bising dan bunyi khas
5. Pemeriksaan Lab
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan
beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG termasuk koriokarsinoma
adalah:
- Menetapnya kadar hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih
-

(misalnya hari 1,7, 14 dan 21)


Kadar hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih (misalnya

hari 1,7 dan 14)


Tetap terdeteksinya hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
Reaksi kehamilan. Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji

imunologik (galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi)
a. galli mainini 1/3000 (+) maka suspect mola hidatidosa atau koriokarsinoma
b. galli mainini 1/2000 (+) maka kemungkinan mola atau hamil kembar
6. Pemeriksaan penunjang
a. Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
kavum uteri. Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola atau koriokarsinoma.
b. Foto rontgen abdomen.
Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
c.

Ultrasonografi

Gambar 5.2 Gambaran Histologi Koriokarsinoma (www.gfmer.ch)


5.8 Stadium
Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Stadium I yang terbatas pada uterus


Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan vagina
Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.

5.9 Komplikasi
Apabila tidak segera dilakukan tindakan, maka akan terjadi metastase jauh karena sifat
metastasenya hematogen pada:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Paru 60-95%
Vagina 40-50%
Vulva, serviks 10-15%
Otak 5-15%
Hati 5-15%
Ginjal 0-5%
Limpa 0-5%
Usus 0-5%

Gambar 5.3 Metastase Koriokarsinoma ke Ovarium (www.gfmer.ch)


Metastase pada hati dan otak tergolong mempunyai resiko tinggi karena kemoterapi tidak mampu
mencapainya. Metastase vagina dianggap patognomonis untuk koriokarsinoma, sekalipun masih dalam
bentuk mola hidatidosa.

5.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan koriokarsinoma tergantung dari metastase yang terjadi

1. Pada koriokarsinoma tanpa metastase


a. Histerektomi. Biasa dilakukan pada wanita dengan usia 40 tahun atau pada wanita yang
memang menginginkan untuk dilakukan hysterektomi. Hysterektomi juga disarankan pada
infeksi berat dan perdarahan yang tidak terkendali dan resisten terhadap kemoterapi.
b. Bilateral ooforektomi
c. Tambahan kemoterapi
d. Reseksi yang dilakukan secara lokal, pada kasus yang resisten terhadap kemoterapi
- metastase pada hati, paru, dan ginjal
- metastase pada otak jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan atau
edema sistem saraf pusat. Untuk perdarahan lokal dilakukan angiografi, dengan disertai
embolisasi arteri/vena sehingga pembuluh darahnya tertutup.
2. Radioterapi
Dapat diberikan pada metastase sistem saraf pusaat. Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu.
Radiasi pada metastase hati sudah jarang dilakukan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi agen tunggal menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam folat
(FA), aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.
- Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan kemoterapi, dari hasil
survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien dengan koriokarsinoma mengalami
-

kesembuhan 90-95%
Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D. Terapi ini digunakan untuk

koriokarsinoma yang belum bermetastase meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala ringan.
Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D, cyclosphosphamide and
oncovin) Terapi komplek ini digunakan untuk koriokarsinoma dengan skala sedang atau
berat (Dobson et al., 1999)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kummar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.4th Edition.
2. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol 2.
Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
3. Aziz, M.farid .Buku Acuan ONKOLOGI GINEKOLOGI . Edisi 4 Cetakan 1. 2006.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (BP-SP)
4. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
5. Ericka Wiebe, Lynette Denny, Gillian Thomas. International Journal of Gynecology and
Obstetrics; Cancer of the Cervix Uteri. 2012

Anda mungkin juga menyukai