Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rencana Tata Ruang yang merupakan pemanfaatan ruang kota disusun
untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
serta menjaga keserasian pembangunan kota dalam rangka penyusunan
pengendalian program-program pembangunan kota dalam jangka panjang. Dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah
ditetapkan bahwa pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dititikberatkan
pada pemerintah daerah adalah pelaksanaan utama pembangunan, termasuk
melaksanaan penataan ruang kota mencakup perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian. Selain itu, Untuk memperoleh keteraturan dalam tata letak
bangunan, baik terhadap jalan maupun antar bangunan serta menjaga
kemungkinan terjadinya pelebaran jalan dikemudian hari perlu ditetapkan garis
sempadan bangunan dan pagar-pagar bangunan.
Pertumbuhan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan
pembangunan Kota Pekanbaru pada khususnya yang menunjukkan adanya
kemajuan yang sangat pesat baik dibidang teknologi maupun dibidang
pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat sangatlah
berpengaruh kepada tatanan dan wajah kota mendatang, sehingga perlu adanya
peningkatan kegiatan pemerintah untuk mengatur dan menata bangunan. Salah
satu kegiatan yang sudah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut

adalah mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi


Izin mendirikan Bangunan.
Kota Pekanbaru memiliki banyak bangunan yang berdiri megah tiap kota
dan dijadikan pusat kota, tetapi masih banyak juga yang tidak mengantongi izin
mendirikan bangunan, terutama Kecamatan Payung Sekaki yang memiliki pusat
pendidikan, pertokoan, perumahan dan kawasan perdagangan. Padahal Dinas Tata
Ruang dan bangunan didaerah yang merupakan kegiatan penataan ruang kawasan
perkotaan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah
(RT/RW). Ruang sebagai wadah dari keseluruhan interaksi sistem sosial dengan
ekosistem berlangsung seimbang dan saling menguntungkan berbagai pihak yang
ada karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan dan sifat perkembangan
ekonomi Kawasan Pendidikan, Perumahan dan Perdagangan dengan skala
pelayanan regional dan internasional dengan dominasi peruntukkan lahan untuk
kegiatan Pendidikan dan Perdagangan jasa regional dan internasional,
perumahaan perkotaan (town house dan apartemen), yang diintegasikan dengan
system jaringan transportasi massa dan system jaringan transportasi regional
melalui melalui jalan protokol.
Selain mempertimbangkan aspek teknis bangunan juga memperhatikan izin
yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang berupa rekomendasi
izin lokasi. Dengan demikian di dalam pemberian Surat Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) ini sangat tergantung dari keputusan izin lokasi yang diberikan
oleh Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota. Alasan dari pada dasar pertimbangan
pemberian IMB baik pada aspek teknis maupun fatwa rencana, dikarenakan untuk

mencapai semaksimal mungkin tujuan dari IMB yang antara lain: Keselamatan
bangunan dan pemakai bangunan, melestarikan lingkungan, memperkaya
kebudayaan bangsa.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2012 dalam pasal 74 ayat
1 menjelaskan bahwa; setiap kegiatan mendirikan, mengubah/mengganti,
memanfaatkan dan membongkar dalam wilayah Kota Perkanbaru harus memiliki
izin dari Wali Kota atau Pejabat teknis yang ditunjuk. Dinas Tata Ruang dan
Bangunan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang tata ruang
kota dan tugas pokoknya adalah melaksanakan sebagian urusan rumah tangga
daerah berdasarkan penyerahan hak dalam rangka otonomi daerah di bidang
penataan ruang dan bangunan Kota Pekanbaru sehingga izin mendirikan
bangunan yang dikenal dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah
dikeluarkan.
Pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah atau hambatan perlu adanya
sarana perangkat perizinan dan rencana tata ruang yang mantap. Rencana tata
ruang yang mantap atau sudah operasional merupakan sarana pengendali
perkembangan fisik di dalam pelaksanaan pembangunan, yang berarti bahwa
rencana tersebut sudah diberikan landasan hukum pelaksanaannya berupa
Peraturan Daerah atau yang disingkat dengan PERDA. Sebagai syarat untuk
menjamin berfungsinya rencana tata ruang wilayah tersebut maka di dalam proses
penyiapan, penyusunan dan pelaksanaannya perlu dukungan dan instansi-instansi
vertikal atau dinas-dinas Pemerintahan Daerah Kota Pekanbaru maupun
partisipasi masyarakat di dalam penangannya. Hubungan kecamatan dengan

Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru yaitu apabila dinas memberikan
teguran prosedurnya kecamatan harus diberi tembusan karena kecamatan lebih
tahu kondisi yang ada di daerahnya atau dilapangan.
Adapun sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang tidak mengurus izin
IMB berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kota Pekanbaru dalam pasal 120
dijelaskan bahwa; setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi
kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
pembangunan gadung sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini dikenai
sanksi administrasi dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sementara itu dalam pasal 121 menjelaskan bahwa; wajib retribusi
yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah
diancam kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3
(tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.
Adapun data izin IMB di Kecamatan

Payung Sekaki dari tahun 2013

sampai tahun 2015 yang telah diterbitkan yaitu:

Tabel 1.1 izin IMB di Kecamatan Payung Sekaki dari tahun 2013 sampai tahun
2015
Yang tidak
Yang Memiliki
Tahun
Jenis Bangunan
Memiliki Izin
Izin
2013
RTT (Rumah Kost)
223
115
RTT (Usaha)
55
38
RTT (Toko)
44
29
RTT
134
101
2014
RTT (Rumah Kost)
219
119
RTT (Usaha)
49
27
RTT (Toko)
36
25
RTT
125
112
2015
RTT (Rumah Kost)
203
131
RTT (Usaha)
38
30
RTT (Toko)
36
48
RTT
115
120
Jumlah
1277
895
Sumber: Data IMB 2013-2015
Tabel diatas menjelaskan perbedaan yang jauh antara yang memiliki izin
dengan yang tidak memiliki izin bahwa pada dari 2013 sampai tahun 2015 data
yang tidak mengurus IMB sebanyak 1277 bangunan dan data yang mengurus IMB
dari tahun 2013 sampai 2015 berjumlah 895. Dengan demikian tabel diatas telah
menjelaskan bahwa data IMB yang tidak memiliki izin lebih banyak dari memiliki
izin.
Fenomena-fenomena yang membuat kebijakan ini tidak dapat berjalan
efektif sesuai dengan perencanaan Pemerintah yaitu :
a. Diketahui bahwa sebagian masyarakat kurang mengetahui dengan jelas
mengenai prosedur tentang cara untuk mengajukan permohonan Izin
Mendirikan

Bangunan

(IMB)

karena

kurangnya

terealisasinya

pemerintah kota pekanbaru memberikan keterangan tentang prosedur


IMB.

b. Masih banyak masyarakat yang belum memiliki IMB


c. Banyak bangunan tidak sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Perda
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
d. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti penting IMB dalam
penataan bangunan dalam mendirikan bangunannya
e. Pengawasan dari dinas tata ruang dan bangunan sendiri hingga saat ini
masih kurang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Implementasi Peraturan
Dearah Kota Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan di Kota Pekanbaru Tahun 2015 (Studi Kasus
Kecamatan Payung Sekaki).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7
tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di
Kecamatan Payung Sekaki tahun 2015 ?
2. Apa faktor-faktor penghambat Implementasi Peraturan Dearah Kota
Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kecamatan Payung Sekaki tahun 2015 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah;
a. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru

Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di


Kecamatan Payung Sekaki tahun 2015.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat Implementasi Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan di Kecamatan Payung Sekaki tahun 2015.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat diadakannya penelitian ini adalah untuk
memperluas pengetahuan sosiologi terutama mengembangkan kajian
dalam disiplin sosiologi politik. Selanjutnya penelitian ini diharapkan
dapat memberi acuan bagi penelitian sejenis.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan,
saran, ataupun wacana yang mendalam kepada pihak yang terkait.
Implementasi Peraturan Dearah Kota Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan di Kecamatan Payung
Sekaki.

c. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan serta
wawasan penulis mengenai gambaran yang ada dalam masyarakat dan
sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional
dalam menghadapi segala macam persoalan dalam masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Implementasi Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan di Kecamatan Payung Sekaki tahun 2015.

B. Kerangka Teori
1. Pengertian Kebijakan
Bridgman dan Davis (2005:3) mengatakan bahwa kebijakan publik
whatever government choose to do or not to do . artinya kebijakan publik adalah
apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Kebijakan publik itu sendiri menurut Nugroho (2009:8 ) adalah kebijakan
yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik,bukan kehidupan
pribadi atau golongan melainkan semua masalah yang menyangkut bersama dan
sejumlah masyarakat di daerah.
Menurut William N. Dunn (Harbani Pasolong, 2007:39) mendefenisikan
kebijakan publik yaitu suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan
yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang
menyangkut tugas pemerintahan, seperti keamanan, energi, kesehatan pendidikan,
kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.
Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mengatasi

permaslahan

tertentu

atau

untuk

mencapai

tujuan

tertentu

(Mustopadidjaja, 2002), berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan


pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus
dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan, (2)
penerapan atau pelakasana dari suastu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam
hubungan dengan unit organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran
tang dimaksudkan ( Nurcholis, 2005 ; 158).
Carl J Friedrich (1969) dalam Leo Agustino (2008:7) mendefinisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat


hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku
yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi
kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan
pada suatu masalah.
Ndraha (2003 : 6) mendefenisikan arti pemerintah adalah organ yang
berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan
sipil bagi setiap orang yang melakukan hubungan pemerintahan, sehingga setiap
anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan sesuai
dengan tuntutan yang di perintah.
Nugroho ( 2009:101 ) mengatakan bahwa kebijakan publik ditujukan
untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan publik untuk meningkatkan
kehidupan publik itu sendiri.
Menurut (N. Dunn 2000:23) Analisis kebijakan adalah aktivitas
menciptakan tentang dan dalam proses kebijakan. Dalam menciptakan
pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan dan program publik. Analisis
kebiajakan

dilakukan

untuk

menciptakan

secara

kritis,

menilai

dan

mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau


lebih dalam proses pembuatan kebijakan.

10

Solichin Abdul Wahab (2008:7) memberikan beberapa pedoman sebagai


berikut:
a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari
administrasi
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit
maupun implisit
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi
dan yang bersifat intra organisasi
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci
lembaga-lembaga pemerintah
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
Kebijakan suatu proses yang dapat tercipta dalam sebuah mekanisme
interaksi antar individu terutama saat Negara hanya dapat menyediakan ruang
pertarungan bagi

berbagai kepentingan, pertarungan dan pertukaran tersebut

menimbulkan sebuah mekanisme sendiri yaitu pasar.


Islamy (2000:102) mengemukakan, bahwa pembuat kebijakan tidak hanya
ingin melihat kebijakannya telah dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi juga ingin

11

mengetahui seberapa jauh kebijakan tersebut telah memberikan konsekuensi


positif dan negatif bagi masyarakat.
Richard Rose (1969) dalam Budi Winarno (2007:17) juga menyarankan
bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit
banyak berhubungan beserta konsekuensikonsekuensi bagi mereka yang
bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua
ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah
kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan
dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan
untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di
dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai
alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan
realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan
Van Meter dan Horn dalam Grindle bahwa tugas implementasi adalah
membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan
melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan (policy stakeholders).
Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2007: 44) mengemukakan
beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan,yaitu sebagai berikut :

12

a.

Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah


tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintahan
yang memiliki kewenangan hukum,politis dan finansial untuk
melakukannya.

b.

Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.


Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit
yang berkembang dimasyarakat.

c.

Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan


publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,melainkan terdiri
dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai
tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.

d.

Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan


sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif
untuk mencegah masalah sosial. Namun kebijakan publik juga bisa
dirumuskan berdasarkan keyakinan masalah sosial akan dapat
dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya
tidak memerlukan tindakan tertentu.

e.

Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang


aktor. Kebijakan publik berisikan sebuah pernyataan atau justifikasi
terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan
dalam

kebijakan

publik

pemerintahan,maupun

oleh

bisa

dibuat

beberapa

oleh

sebuah

perwakilan

badan
lembaga

pemerintahan.

13

Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan


organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan berbagai
sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik.
Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya yang positif atau
negatif. Jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan akan
menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan akan berpengaruh terhadap
kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan
negatif maka akan terjadi benturan sikap, sehingga proses implementasi terancam
akan gagal. Lebih daripada tiga aspek tersebut, kepatuhan kelompok sasaran
kebijakan merupakan hasil langsung dari implementasi kebijakan yang
menentukan efeknya terhadap masyarakat.
Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai
berikut (Mustopadidjaja, 2002):
a.

Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan


memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian
merumuskannya dalam hubungan sebab akibat.

b.

Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang


hendak

dicapai

melalui

kebijakan

publik

yang

segera

akan

diformulasikan.
c.

Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan


masalah yang mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

14

d.

Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan


persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal.
Model dapat dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya model
skematik, model matematika, model fisik, model simbolik, dan lainlain.

e.

Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas


dan konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan.
Kriteria yang dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum,
politik, teknis, administrasi, peranserta masyarakat, dan lain-lain.

f.

Penilaian

Alternatif.

Penilaian

alternatif

dilakukan

dengan

menggunakan kriteria dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran


lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan kelayakan setiap alternatif
dalam pencapaian tujuan.
g.

Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil


penilaian alternatif kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai
tujuan secara optimal dan dengan kemungkinan dampak yang sekecilkecilnya.

2. Implementasi Kebijakan

15

Menurut Leo Agustino (2008:138) dalam praktiknya implementasi


kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang
bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.
Menurut

Grindle

(1980)

dalam

Wirawan

(2012:45)

mengatakan

implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan


mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur
rutin lewat saluran-saluran birokrasi, malainkan lebih dari itu, ia menyangkut
masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu
kebijaksanaan. Oleh sebab itu tidak salah jika dikatakan bahwa implementasi
kebijaksanaan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan.
Menurut Azam Awang (2010:27), studi implementasi berusaha untuk
menjawab pertanyaan mengapa program pemerintah tidak bisa dilaksanakan
dengan baik. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting karena kebijakan
akan sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau
tidak diimplementasikan.
Perumusan suatu kebijakan negara merupakan suatu proses yang tidak
mudah. Banyak faktor yang tidak berpengaruh terhadap suatu proses pembuatan
kebijakan. Ada 6 langkah perumusan kebijakan Negara menurut Wirawan
(2012:38), yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perumusan masalah.
Proses memasukkan kebijakan Negara ke dalam agenda pemerintah.
Perumusan usulan kebijakan Negara ke dalam agenda pemerintah.
Proses legitimasi kebijakan Negara.
Pelaksanaan kebijakan Negara.
Penilaian kebijakan.

16

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan


dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada
dua pilihan langkah yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program;
atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut sebagai kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai
peraturan pelaksanaan.
Selanjutnya Riant Nugroho (2009:494) menjelaskan lagi kebijakan yang
bisa langsung dimplementasikan, tanpa memerlukan kebijakan turunannya,
seperti: Kepres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala
Dinas, dll, dan kebijakan yang membutuhkan kebijakan publik penjelas seperti
Undang-undang dan PERDA.
Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif atau
pendekatan. Komunikasi suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik
apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian
informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan.
Sumber daya, meliputi empat komponen yaitu staf yang cukup (jumlah dan mutu),
informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan, kewenangan yang
cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan
komitmen pelaksana terhadap program. Struktur birokrasi didasarkan pada
standard operating prosedure yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan
kebijakan.

17

Untuk memperlancar implementasi kebijakan, perlu dilakukan diseminasi


dengan baik. Syarat pengelolaan diseminasi kebijakan ada empat, yakni: (1)
adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah untuk
menjelaskan perlunya secara moral mematuhi undang-undang yang dibuat oleh
pihak berwenang; (2) adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. Kesadaran
dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan terwujud manakala
kebijakan dianggap logis; (3) keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah; (4)
awalnya suatu kebijakan dianggap kontroversial, namun dengan berjalannya
waktu maka kebijakan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Perspektif ilmu politik mendapat dukungan dari pendekatan sistem terhadap
kehidupan politik. Pendekatan ini seolah-olah mematahkan perspektif organisasi
dalam administrasi publik dan mulai memberikan perhatian terhadap pentingnya
input dari luar arena administrasi, seperti ketentuan administratif, perubahan
preferensi publik, teknologi baru dan preferensi masyarakat. Perspektif ini
terfokus pada pertanyaan dalam analisis implementasi, yaitu seberapa jauh
konsistensi antara output kebijakan dengan tujuannya.
Ripley (1986) dalam Alfatih (2010 : 51-52) memperkenalkan pendekatan
kepatuhan dan pendekatan faktual dalam implementasi kebijakan. Pendekatan
kepatuhan muncul dalam literatur administrasi publik. Pendekatan ini
memusatkan perhatian pada tingkat kepatuhan agen atau individu bawahan
terhadap agen atau individu atasan. Perspektif kepatuhan merupakan analisis
karakter dan kualitas perilaku organisasi.

18

Kedua perspektif tersebut tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi satu


sama lain. Secara empirik, perspektif kepatuhan mulai mengakui adanya faktor
eksternal organisasi yang juga mempengaruhi kinerja agen administratif.
Kecenderungan itu sama sekali tidak bertentangan dengan perspektif faktual yang
juga memfokuskan perhatian pada berbagai faktor non-organisasional yang
mempengaruhi implementasi kebijakan.
Berdasarkan

pendekatan

kepatuhan

dan

pendekatan

faktual

dapat

dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh tahap


implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh kemampuan
implementor, yaitu: (1) kepatuhan implementor mengikuti apa yang diperintahkan
oleh atasan, dan (2) kemampuan implementor melakukan apa yang dianggap tepat
sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor nonorganisasional, atau pendekatan faktual.
Menurut George C. Edward III (1980) dalam Subarsono (2009:90)
memberikan pandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variable, yaitu: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi (sikap), (4) stuktur
birokrasi. dan keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain,
sebagaimana Gambar 2.1 berikut ini:

Komunikasi

Gambar 2.1
Faktor Penentu Implementasi Menurut
George C. Edward III
Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
19
Struktur Birokrasi

Sumber: Subarsono
Dari Gambar 2.1 diatas tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut:
1.

Variabel komunikasi yaitu proses informasi mengenai


kebijaksanaan dari pelaksanaan tingkat atas kepada aparat pelaksana di
tingkat di bawahnya.

2.

Variabel

struktur

birokrasi

mencakup

bagaimana

struktur pemerintah, bagian tugas yang ada dan koordinasi yang


dilakukan.
3.

Variabel Sumber-sumber: manusia, informasi dan


sarana prasarana yang tersedia dalam pelaksanaan kebijakan ;

4.

Variabel kecenderungan-kecenderungan atau dapat


dikatakan sikap atau disposisi aparat pelaksana

Pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan


lingkungan atau konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para,
pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang

20

diharapkan, juga dapat diketahui pada apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh
suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.

C. Kerangka Pemikiran

Implementasi Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2012 tentang


Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kota Pekanbaru
(Studi Kasus Kecamatan Payung Sekaki)

Faktor-faktor yang
mempengaruhi Implementasi

Komunikasi

Sumber Daya

Disposisi/Sikap

Struktur Birokrasi

1.Transmisi

1.Jumlah Staff

2. Kejelasan

2. Fasilitas

1.S.O.P (Standar
Operating
Procedure)

3. Konsisten

3. Wewenang

1.Pemahaman &
Peraturan
2. Arah Respon
3. Insentif /
Motivasi

2. Fragmentasi

Implementasi Peraturan
Daerah

21

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,
yaitu lebih mengarah kepada pembentukan teori yang spesifik dan kontekstual
terhadap fenomena yang ada.
B. Jenis dan Bentuk Penelitian
Bentuk dari penelitian ini adalah deskriptif, yaitu lebih mengarah kepada
penggambaran secara spesifik tentang fenomena yang ada.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru,
dalam permasalahan izin mendirikan bangunan di Kota Pekanbaru yang belum
terselesaikan.

D. Objek dan Subjek Penelitian


Adapun yang menjadi objek penelitian adalah Implementasi Peraturan
Daerah No. 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kota
Pekanbaru tahun 2015. Informan yang berperan Implementasi Peraturan Daerah
No. 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kota Pekanbaru.

22

Tabel 3.1. Informan sebagai Subjek Penelitian dalam pengawasan oleh


DPRD Kota Pekabaru terhadap Pemerintah Daerah
No
Jumlah
1 Kadis Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru
1
2 Kabag Perizinan Tata Ruang dan Bangunan Kota
1
Pekanbaru
3 Kabag Informasi Tata Ruang dan Bangunan Kota
1
Pekanbaru
4 Masyarakat Yang Mendirikan Bangunan Tidak ada
5
IMB di Kecamatan Tampan
Jumlah
8
Sumber: Data diolah
E. Konsep Operasional
Sesuai dengan kerangka teori yang dihimpun sebelumnya, maka penulis
mengambil beberapa konsep operasional tentang implementasi Peraturan Daerah
Kota Pekanbaru Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan, adalah sebagai berikut:
a. Pemerintahan adalah semua badan atau organisasi yang berfungsi
memenuhi dan melindungi kebutuhan dan kepentingan manusia dan
masyarakat. Sedangkan yang disebut dengan pemerintah adalah
proses pemenuhan dan pelidungan kebutuhan dan kepentingan
manusia dan masyarakat.
b. Kebijakan adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan)
dan

kesempatan-kesempatan

terhadap

pelaksanaan

usulan

kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.


c. Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu
kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya

23

intervensi berbagai kepentingan.


d. Retribusi adalah pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang
menggunakan fasilitas yang disediakan oleh negara. Di sini
terlihat Pengertian, Persamaan, dan Perbedaan Pajak dan Retribusi
bahwa bagi mereka yang membayar retribusi akan menerima balas
jasanya secara langsung berupa fasilitas negara yang digunakannya.

F. Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer
Data Primer merupakan

data yang bersumber dari informan

langsung dan diperoleh dari hasil wawancara dengan informan.


2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau
sumber data yang kita butuhkan yang digunakan untuk menjelaskan
data primer. Sumber data sekunder diharapkan dapat berperan
membantu mengungkap data yang diharapkan. Data sekunder ini
dapat diperoleh dari catatan ataupun tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan objek atau permasalahan yang diteliti seperti buku-buku
literatur, jurnal majalah atau koran.

G. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data dengan cara:
1. Wawancara

24

Teknik ini dilakukan penulis dengan tujuan untuk memperoleh data


primer yaitu dengan cara bertanya langsung kepada informan, dengan
metode pertanyaan bebas yang berhubungan dengan penelitian,
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
2. Dokumentasi
Teknik ini dipergunakan sebagai data pendukung. Untuk keperluan ini
peneliti mempergunakan kamera yang dipergunakan pada saat
wawancara berlangsung.

H. Teknik Analisa Data


Analisa data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis
transkrip wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di lapangan. Metode
analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif , yaitu model
analisis data yang mengklarifikasikan atau menggolongkan data berdasarkan
persamaan jenisnya dari data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi
dilapangan yang diperoleh dari informan penelitian.
Teknik analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan model
interaktif. Dalam model ini terdapat 3 komponen analisa (Miles dan Huberman,
1992), yaitu:
a. Reduksi Data
Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian serta penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan peneliti dengan
25

cara menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang


tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa
sehingga

kesimpulan-kesimpulan

akhirnya

dapat

ditarik

dan

diverifikasi oleh peneliti.


b. Penyajian Data
Dalam penyajian data, peneliti mengumpulkan informasi yang
tersusun yang memberikan dasar pijakan kepada peneliti untuk
melakukan

suatu

pembahasan

dan

pengambilan

kesimpulan.

Penyajian ini, kemudian untuk menggabungkan informasi yang


tersusun dalam suatu bentuk terpadu sehingga mudah diamati apa
yang sedang terjadi, kemudian menentukan penarikan kesimpulan
secara benar. Penyajian data tidak terpisahkan dari analisa, justru
penyajian data akan menentukan suatu analisa.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang
utuh. Kesimpulan juga diverifikasi oleh peneliti selama penelitian
berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran yang kembali
melintas dalam pemikiran peneliti, suatu tinjauan ulang pada catatan
lapangan atau menjadi begitu rumit dan membutuhkan ekstra tenaga
dengan peninjauan kembali atau juga upaya-upaya yang lebih bias
tmtuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data
yang lain.

26

DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik; Teori Dan Proses, PT. Buku Kita.
Faisal Sanafiah, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 1999.
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Dunn, William, N. 2000, Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press.
Nucholis, Hanif. 2005, Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta, Gaesindo.
Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara, PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Santoso, Purwo, Hasrul Hanif, Rachmad Gustomi. 2004. Menembus Ortodoksi
Kajian Kebijakan Publik, Yogyakarta: FISIPOL UGM.
http://prestylarasati.wordpress.com/2007/12/10/mengurus-imb-ijin-mendirikanbangunan/
http://www.kuliah.info/2015/05/pengertian-persamaan-dan-perbedaan.html
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan

27

Anda mungkin juga menyukai