Anda di halaman 1dari 17

A.

Penjelasan Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal

dari bahasa

Sanskerta yaitu buddhayah,

yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi
budaya.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia
terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan
bagi seluruh umat manusia. Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu
yang menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (green house) yang mencegah bumi
dari pendinginan alami (freezing).

Jika seseorang sedang mengalami Haid atau menstruasi, lalu ia menginjak ibu jari kaki
temannya secara sengaja. Maka temannya itu akan mengalami menstruasi juga, tidak
lama setelah ibu jari kakinya diinjak. Hal ini menyatakan bahwa adanya kepercayaan
oleh orang-orang Yogyakarta. Karena percaya atau tidak percaya, biasanya kejadian ini
sungguh-sungguh terjadi. Karena ada pengalaman yang telah banyak orang alami. Namun

secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan, karena menstruasi sendiri terjadi secara
alamiah, dan tiap-tiap orang berbeda.

Orang tua dulu sering mengatakan bahwa tidak boleh jika makan tebu saat hamil. Karena
saat proses melahirkan nanti, sang ibu akan mengeluarkan darah dari kandungannya.
Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan. Justru zat gula yang ada pada tebu
dapat menambah tenaga.

Tidak boleh memakan kerak saat hamil. Karena saat melahirkan nanti, plasenta bayi akan
sulit diambil.

Saat seorang istri sedang hamil, sebaiknya suami tidak membunuh hewan apa pun.
Karena bisa jadi anaknya nanti akan terlahir mirip dengan hewan yang dibunuhnya.
Menurut pengalaman, ada seorang gadis yang mirip dengan kera. Karena saat ibunya
mengandung gadis tersebut, ayahnya membunuh kera secara kejam di Tawangmangu,
Jawa Tengah.

Tidak boleh berbicara atau banyak bergerak saat membersihkan telinga. Karena telinga
akan mengalami gangguan, seperti congekan (otitis). Hal ini dikarenakan, jika terlalu
banyak bergerak takutnya akan terjadi goresan, dan dari goresan tersebut bisa memicu
infeksi.

Anak laki-laki sehabis khitanan tidak boleh makan telur. Karena lukanya tidak cepat
kering. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak benar, justru telur itu banyak mengandung
protein yang bagus untuk mempercepat pengeringan luka.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan

pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat
dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka
yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
B. Pengertian Budaya Lokal

Definisi budaya lokal yang berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut stuktur
dan tingkatannya. Berikut adalah penjelasannya : Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku
bagi seluruh masyarakat. Contoh: kebudayaan nasional; Culture, lebih khusus, misalnya
berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah. Contoh : Budaya Sunda; Subculture,
merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini tidaklah bertentangan
dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong Counter-culture, tingkatannya
sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini
bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya individualism
Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini
berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat
yang bersifat manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi. Jacobus
Ranjabar (2006:150) mengatakan bahwa dilihat dari sifat majemuk masyarakat Indonesia, maka
harus diterima bahwa adanya tiga golongan kebudayaan yang masing-masing mempunyai
coraknya sendiri, ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut: Kebudayaan suku bangsa
(yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan nama kebudayaan daerah) Kebudayaan
umum local Kebudayaan nasional
Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau
budaya daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek ruang,
biasanya ini bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya lokal atau daerah
yang dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang berkembang yaitu
misalnya budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional
adalah akumulasi dari budaya-budaya daerah.
Definisi

Jakobus

itu

seirama

dengan

pandangan

Koentjaraningrat

(2000).

Koentjaraningrat memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana
menurutnya, suku bangsa sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitas akan kesatuan kebudayaan. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya.
Pandangan yang menyatakan bahwa budaya lokal adalah merupakan bagian dari sebuah skema
dari tingkatan budaya (hierakis bukan berdasarkan baik dan buruk), dikemukakan oleh
antropolog

terkemuka

di

Indonesia

yang

beretnis

Sunda,

Judistira

K.

Garna.

Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional,

dan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan
nasional. Lebih lanjut, mengenai budaya lokal dan budaya nasional, Judistira mengatakan bahwa
dalam pembentukannya, kebudayaan nasional memberikan peluang terhadap budaya lokal untuk
mengisinya. Adapun definisi budaya nasional yang mempunyai keterkaitan dengan budaya lokal
adalah sebagai berikut: Kebudayaan kebangsaan (kebudayaan nasional) berlandaskan kepada
puncak-puncak kebudayaan daerah, Kebudayaan kebangsaan ialah gabungan kebudayaan daerah
dan unsur-unsur kebudayaan asing, Kebudayaan kebangsaan menurut rekayasa pendukung
kebudayaan

dominan

melalui

kekuasaan

politik

dan

ekonomi:

dan

Kebudayaan kebangsaan dibentuk dari unsur-unsur kebudayaan asing yang modern dalam
mengisi kekosongan dan ketidaksepakatan dari berbagai kebudayaan daerah (Judistira, 2008:41)
Pembatasan atau perbedaan antara budaya nasional dan budaya lokal atau budaya daerah diatas
menjadi sebuah penegasan untuk memilah mana yang disebut budaya nasional dan budaya lokal
baik dalam konteks ruang, waktu maupun masyarakat penganutnya.
Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah
bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka;
tetapi termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang
berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut. Wilayah administratif tertentu, menurut
Judistira bisa merupakan wilayah budaya daerah, atau wilayah budaya daerah itu meliputi
beberapa wilayah administratif, ataupun disuatu wilayah admisnistratif akan terdiri dari bagianbagian satu budaya daerah.
Wilayah administratif atau demografi pada dasarnya menjadi batasan dari budaya lokal
dalam definisinya, namun pada perkembangannya dewasa ini, dimana arus urbanisasi dan atau
persebaran penduduk yang cenderung tidak merata, menjadi sebuah persoalan yang mengikis
definisi tersebut.
Dalam pengertian budaya lokal atau daerah yang ditinjau dalam faktor demografi dengan
polemik di dalamnya, Kuntowijoyo memandang bahwa wilayah administratif antara desa dan
kota menjadi kajian tersendiri. Dimana menurutnya, kota yang umumnya menjadi sentral dari
bercampurnya berbagai kelompok masyarakat baik lokal maupun pendatang menjadi lokasi yang
sulit didefinisikan. Sedangkan di wilayah desa, sangat memungkinkan untuk dilakukan
pengidentifikasian. Dikota-kota dan di lapisan atas masyarakat sudah ada yang kebudayaan

nasional, sedangkan kebudayaan daerah dan tradisional menjadi semakin kuat bila semakin jauh
dari pusat kota. Sekalipun inisiatif dan kreatifitas kebudayaan daerah dan tradisional jatuh ke
tangan orang kota, sense of belonging orang desa terhadap tradisi jauh lebih besar.
(Kuntowijoyo,2006:42)
Dalam pengkritisan definisi yang berdasarkan pada konteks demografi ini, Irwan
Abdullah memberikan pandangannya : Etnis selain merupakan konstruksi biologis juga
merupakan konstruksi sosial dan budaya yang mendapatkan artinya dalam serangkaian interaksi
sosial budaya. Berbagai etnis yang terdapat diberbagai tempat tidak lagi berada dalam batasbatas fisik (physical boundaries) yang tegas karena keberadaan etnis tersebut telah bercampur
dengan etnis-etnis lain yang antar mereka telah membagi wilayah secara saling bersinggungan
atau bahkan berhimpitan. (Abdullah, 2006:86) Walaupun adanya interaksi antara budaya
pendatang dan masyarakat lokal, pada hakekatnya definisi budaya lokal berdasarkan konteks
wilayah atau demografis pada hakekatnya tetap masih relevan walaupun tidak sekuat definisi
pada konteks suku bangsa. Hal ini seperti yang dikatakan Irwan Abdullah selanjutnya :
Keberadaan suatu etnis disuatu tempat memiliki sejarahnya secara tersendiri, khususnya
menyangkut status yang dimiliki suatu etnis dalam hubungannya dengan etnis lain. Sebagai suatu
etnis yang merupakan kelompok etnis pendatang dan berinteraksi dengan etnis asal yang terdapat
disuatu tempat, maka secara alami akan menempatkan pendatang pada posisi yang relatif lemah.
(Abdullah, 2006:84)
Merujuk pada beberapa pandangan sejumlah pakar budaya dan atau antropolog diatas,
maka penulis menyimpulkan bahwa budaya lokal dalam definisinya didasari oleh dua faktor
utama yakni faktor suku bangsa yang menganutnya dan yang kedua adalah faktor demografis
atau wilayah administratif. Namun, melihat adanya polemik pada faktor demografis seiring
dengan persebaran penduduk, maka penulis akan lebih menekankan definisi budaya lokal
sebagai budaya yang dianut suku bangsa, misalnya Budaya Sunda (budaya lokal) adalah budaya
yang dianut oleh Suku Bangsa Sunda, hal ini bisa ditentukan oleh minimal bahasa yang
digunakan
C.

Unsur Kebudayaan

Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni sistem religi


dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur
itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan.
D.

Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan


Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah :

1.

Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan

umur. Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih
banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lainlain.
2.

Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya

dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak
menderita kanker prostat.
3.

Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani

banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan
lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja di industri, misal di pabrik
tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
4.

Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita

obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan
sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya
rendah.

Menurut H.Ray Elling (1970) ada 2 faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan :

Self concept
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita

rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada
orang lain. Apabila orang lain melihat kita positip dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan
meneruska perilaku kita, begitu pula sebaliknya.

Image kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh,

anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan
pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan medis,
dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter.
E.

Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan

Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan, yaitu:
1.

Pengaruh tradisi

Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
masyarakat.
2.

Sikap fatalistis

Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa
anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa
anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
3.

Sikap ethnosentris

Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan
kebudayaan pihak lain.
4.

Pengaruh perasaan bangga pada statusnya

Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan
daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata

masyarakat bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka
menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
5.

Pengaruh norma
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan
bumil sebagai pengguna pelayanan.

6.

Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Contoh :
masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka
mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.

7.

Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi
terhadap perilaku kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak
kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.

8.

Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan


Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,
maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan
perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha
untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.
E.

Perubahan Sosial Budaya

Menurut Koentjaraningrat, bahwa perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan
ke dalam beberapa bentuk :
1.

Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat.

2.

Perubahan yang pengaruhnya kecil dan besar.

3.

Perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan.


F.

Makanan Dan Budaya

1.

Definisi Makanan

Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsurunsur/ikatan
kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan dalam
tubuh.
2.

Kebudayaan Menentukan Makanan

Sebagai suatu konsep budaya, makanan (food) bukanlah semata-mata suatu produk organik
dengan kualitas-kualitas biokimia yang dapat dipakai oleh organisma termasuk manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Akan tetapi makanan sebagai sesuatu yang akan dimakan,
diperlukan pengesahan budaya. Lewat konsep-konsep budaya itulah sejumlah makanan yang
menurut ilmu gizi sangat bermanfaat untuk dikonsumsi, tetapi dalam prakteknya bisa jadi justru
dihindari.
Contoh :

Adanya pantangan bayi dan anak tidak diberikan daging, ikan, telur, dan makanan yang

dimasak dengan santan dan kelapa parut sebab dipercaya akan menyebabkan cacingan, sakit
perut, dan sakit mata .

Bagi gadis dilarang makan buah: pepaya, nanas dan jenis pisang tertentu (yang dianggap

tabu) karena ada hubungan yang erat dengan siklus masa haid, hubungan kelamin dan reproduksi
.
Jadi, dapat kita pahami bahwa adanya masalah gizi di Indonnesia bukan hanya karena masalah
sosek, tapi juga karena alasan-alasan budaya, di mana ada ketersediaan makanan tetapi terpaksa
tidak dikonsumsi karena kepercayaan atau ketidaklaziman atau karena larangan agama.
3.

Istilah Makanan Food Versus Nutrimen


Masalah aktivitas makan tidak semata-mata sebagai aktivitas fisik manusia untuk pemenuhan

naluriahnya seperti lapar, tetapi juga di dalamnya dilekati oleh pengetahuan budaya. Lewat
pengetahuan budaya itu, masyarakat manusia mengkategorikan makanan ke dalam dua istilah
yaitu nutrimen (nutriment) dan makanan (food).

Nutriment adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk memelihara dan

menjaga kesehatan organisme yang menelannya, terlepas dari apakah makanan itu diperbolehkan
atau dilarang dalam kaitannya dengan budaya.

Food adalah suatu konsep budaya. Sebagai konsep budaya, maka di dalamnya terdapat

penjelasan budaya mengenai kategori (bahan) makanan anjuran lawan makanan tabu (larangan);

makanan prestise lawan makanan rendah; makanan dingin lawan makanan panas, dan
sebagainya. Sebagai suatu konsep budaya, makanan (food) bukanlah semata-mata suatu produk
organik dengan kualitas-kualitas biokimia yang dapat dipakai oleh organisma termasuk manusia
untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi makanan sebagai sesuatu yang akan dimakan,
diperlukan pengesahan budaya.

Jellife & Bennet 1962 menyatakan : Manusia dimana saja, bahkan dalam keadaan sukar

sekalipun, hanya makan sebagian dari bahan-bahan yang sebenarnya dapat dimakan tersedia.
4.

Klasifikasi Makanan
Variasi klasifikasi makanan antara lain :

a.

Menurut prestise status

b.

Pertemuan sosial

c.

Usia

d.

Keadaan sehat sakit

e.

Nilai simbolik ritual

5.

Peranan Simbolik Makanan

a.

Sebagai ungkapan ikatan sosial

b.

Sebagai ungkapan kesetiakawanan kelompok

c.

Makanan dan stress

d.

Simbolisme makanan dalam bahasa

G.

Manfaat Bagi Petugas Kesehatan Mempelajari Kebudayaan

1.

Di dalam semua religi atau agama, ada kepercayaan tertentu yang berkaitan

dengan kesehatan, gizi, dll. Misal : orang yang beragama Islam : tidak makan babi, sehingga
dalam rangka memperbaiki status gizi, seorang petugas kesehatan dapat menganjurkan makanan
lain yang bergizi yang tidak bertentangan dengan agamanya.
2.

Dengan

mempelajari

organisasi

masyarakat,

maka

petugas

kesehatan

akan

mengetahui organisasi apa saja yang ada di masyarakat, kelompok mana yang berkuasa,
kelompok mana yang menjadi panutan, dan tokoh mana yang disegani. Sehingga dapat
dijadikan strategi pendekatan yang lebih tepat dalam upaya mengubah perilaku kesehatan
masyarakat.

3.

Petugas

kesehatan

kesehatan. Dengan

juga

perlu

mengetahui

pengetahuan

masyarakat

tentang

mengetahui pengetahuan masyarakat maka petugas kesehatan akan

mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan
dalam memperbaiki status kesehatan.
4.

Petugas kesehatan juga perlu mempelajari bahasa lokal agar lebih mudah berkomunikasi,

menambah rasa kedekatan, rasa kepemilikan bersama dan rasa persaudaraan.


5.

Selain itu perlu juga mempelajari tentang kesenian dimasyarakat setempat. Karena petugas

kesehatan dapat memanfaatkan kesenian yang ada dimasyarakat untuk menyampaikan pesan
kesehatan.
6.

Sistem mata pencaharian juga perlu dipelajari karena sistem mata pencaharian

ada kaitannya dengan pola penyakit yang diderita oleh masyarakat tersebut.
7.

Teknologi dan peralatan masyarakat setempat. Masyarakat akan lebih mudah menerima

pesan yang disampaikan petugas jika petugas menggunakan teknologi dan peralatan yang
dikenal masyarakat.
H.

Penjelasan Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya
penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses
membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan
pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya
yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang
untuk

mempermudah adaptasi sukarela terhadap

perilaku

yang kondusif bagi

kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak
mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan
kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranak

tirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil
dan pedagang.
Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam
manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat
yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.


2.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.


3.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4.

Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

kesehatan.
5.

Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna.


Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti

memenuhi

kebutuhan

dasar

manusia,

yaitu

pangan, sandang, pangan, pendidikan,

kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah
tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk
terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia,
pemerintah, dan swasta bersama-sama.
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua,
secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
1.

Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan

dan kesejahteraan hidup manusia.


2.

Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam

upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

3.

Melakukan

kerja

sama

dan

menerapkan

program terpadu di

antara

masyarakat

dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau
wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau
pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:
1.

Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.

2.

Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh

masyarakat.
3.

Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas

beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab
terjadinya perubahan ekosistem.
4.

Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri,

rumah sakit, dan lain-lain.


5.

Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.

6.

Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.

7.

Survei sanitasi untuk

perencanaan,

pemantauan,

dan evaluasi program kesehatan

lingkungan.
I.

Hubungan Kesehatan dalam Sosial Budaya


Seperti kita ikuti bersama, akhir-akhir ini diskusi tentang global change banyak diangkat.

Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan
hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam
terminologi globalisation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak
Perubahan Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan
sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem biofisik dan ekologi yang disebabkan aktifitas
manusia.
Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan planet bumi (life-support
system). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan
manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus

meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu pertumbuhan


ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian besar, sehingga
mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem Bumi kita.
Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6 oC dan sekitar
pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan sosial dan budaya penting lainnya
adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman hayati (biodiversity), degradasi
kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui batas (over-fishing), terputusnya siklus unsur-unsur
penting (misalnya nitrogen, sulfur, fosfor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi, dan
penyebaran global berbagai polutan organik.
Dari kacamata kesehatan, hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang
lingkungan dimana mereka hidup. Dalam skala global, selama abad ke belakang, mulai
tumbuh perhatian serius dari masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan
masalah lingkungan, seperti kanker yang disebabkan racun tertentu (toxin related cancers),
kelainan reproduksi atau gangguan pernapasan dan paru-paru akibat polusi udara. Secara
institusional International Human Dimensions Programme on Global Environmental Change
(IHDP) membangun

kerjasama

riset

dengan Earth

System

Science

Partnership dalam

menyongsong tantangan permasalahan kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan
budaya.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah.
Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan interdisiplin diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi,
ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan
aplikasi-aplikasi sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam
melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spasial resolusi.
Dua faktor ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak perubahan sosial dan
budaya terhadap kesehatan lingkungan yang memerlukan analisa historis keterkaitan dampak
perubahan sosial dan budaya dan kesehatan serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya
di tingkat lokal, regional hingga global.
J.

Proses Perubahan Sosial dan Budaya Mempengaruhi Kesehatan Manusia

Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan.
Pengaruh ini dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan
pengaruhnya bersifat semakin tidak langsung pada kesehatan. Pada alur paling atas, terlihat
bagaimana perubahan pada kondisi mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau
tingkat radiasi ultra violet) dapat mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara langsung
(misalnya sejenis kanker kulit).
Alur pada dua tingkatan lain, di tengah dan bawah, mengilustrasikan proses-proses
dengan kompleksitas lebih tinggi, termasuk hubungan antara kondisi lingkungan, fungsi-fungsi
ekosistem, dan kondisi sosial-ekonomi. Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya
menemukan korelasi langsung antara perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi
dapat ditarik benang merah bahwa perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau
tidak langsung bertanggung jawab atas faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan
manusia, seperti produksi bahan makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik,
kesejahteraan manusia, dan jaminan keselamatan dan kualitas sosial.
Para praktisi kesehatan dan lingkunganpun akan menemukan banyak domain
permasalahan baru di sini, menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-ekologi lokal,
sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar yang bekerja
pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini.
K.

Aktifitas

Penduduk

bagi

Kesehatan

Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat manusia sangat bervariasi dalam tingkat


kerentanan terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini merupakan fungsi dari kemampuan
masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kerentanan juga
bergantung pada beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan
makanan, kondisi lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan kualitas serta
ketersediaan

fasilitas

kesehatan

publik.

Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa rentannya kondisi
kesehatan-lingkungan di Indonesia saat ini, baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah,
kesigapan peanggulangannya sampai pada penanganan para penderita yang kurang mampu.
Merebaknya wabah di kawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan
kerentanan sosial-ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan, kepadatan
penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan di kawasan urban, selain faktor lain seperti
rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit sejak dini, atau resistensi nyamuk sampai
kemungkinan

munculnya

strain

atau

jenis

virus

baru.

Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global
terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga katagori besar. Pertama, studi-studi empiris
untuk mencari saling-hubungan antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan
kesehatan. Kedua, studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan
sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi kesehatan di masa
depan. Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan
pengetahuan serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan
iklim

dan

lingkungan

(scenario-based

health

risk

assessment).

Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah kita singgung,
keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua
faktor lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor cultural-personal (kebiasaan hidup).
Administrasi-legislasi adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa
kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan
menghadapi masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasional,
nasional sampai tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kultural-personal masyarakat
didorong secara sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatanlingkungan melalui advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari
tingkatan supra-nasional sampai tingkat individu.

L.

Contoh Permasalahan yang Berhubungan Budaya dan Kesehatan


Sebagai contoh hubungan kebudayaan dengan kesehatan, menurut masyarakat

Yogyakarta yang mengikuti budaya Jawa, banyak adat atau ketentuan tertentu dalam menjalani
kehidupan yang berhubungan degan kesehatan. Diantaranya adalah:

Jika seseorang sedang mengalami Haid atau menstruasi, lalu ia menginjak ibu jari kaki

temannya secara sengaja. Maka temannya itu akan mengalami menstruasi juga, tidak lama
setelah ibu jari kakinya diinjak. Hal ini menyatakan bahwa adanya kepercayaan oleh orang-orang
Yogyakarta. Karena percaya atau tidak percaya, biasanya kejadian ini sungguh-sungguh terjadi.
Karena ada pengalaman yang telah banyak orang alami. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak
dibenarkan, karena menstruasi sendiri terjadi secara alamiah, dan tiap-tiap orang berbeda.

Orang tua dulu sering mengatakan bahwa tidak boleh jika makan tebu saat hamil.

Karena saat proses melahirkan nanti, sang ibu akan mengeluarkan darah dari kandungannya.

Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan. Justru zat gula yang ada pada tebu dapat
menambah tenaga.

Tidak boleh memakan kerak saat hamil. Karena saat melahirkan nanti, plasenta bayi

akan sulit diambil.

Saat seorang istri sedang hamil, sebaiknya suami tidak membunuh hewan apa pun.

Karena bisa jadi anaknya nanti akan terlahir mirip dengan hewan yang dibunuhnya. Menurut
pengalaman, ada seorang gadis yang mirip dengan kera. Karena saat ibunya mengandung gadis
tersebut, ayahnya membunuh kera secara kejam di Tawangmangu, Jawa Tengah.

Tidak boleh berbicara atau banyak bergerak saat membersihkan telinga. Karena telinga

akan mengalami gangguan, seperti congekan (otitis). Hal ini dikarenakan, jika terlalu banyak
bergerak takutnya akan terjadi goresan, dan dari goresan tersebut bisa memicu infeksi.

Anak laki-laki sehabis khitanan tidak boleh makan telur. Karena lukanya tidak cepat

kering. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak benar, justru telur itu banyak mengandung protein
yang bagus untuk mempercepat pengeringan luka.

Anda mungkin juga menyukai