FILSAFAT ILMU
Oleh :
Prof.Dr.Ir. M. Natsir Nessa, M.Si.
Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc.
Prof.Dr.Ir. Sudirman, M.Sc.
Prof.Dr.Ir. Syamsu Alam Ali, MSi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. sebab dengan rakhmat dan
hidayat-Nya jualah sehingga penyusunan buku ajar ini dapat diselesaikan.
Buku ajar Filsafat Ilmu pada program S2 ilmu perikanan sangat mendesak untuk
dilakukan mengingat sangat terbatasnya referensi yang terfokus pada bidang ilmu
perikanan.
Dalam penyusunan buku ajar ini penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak.
Oleh karena itu dari lubuk hati yang paling dalam disampaikan
2.
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan beserta jajarannya atas kepercayaan,
persetujuan dan pengesahan yang diberikan kepada penulis
3.
Ketua program studi S2 Ilmu perikanan atas kepercayaan yang diberikan untuk
menyusun buku ajar ini serta arahan yang telah diberikan sehingga modul ini dapat
diselesaikan pada waktunya.
4.
Kepada semua anggota tim pengajar atas partisipasi dan kerjasamanya dalam
penulisan buku ajar ini.
5.
informasi dari berbagai pihak dan juga berkat dorongan dari teman-teman staf FIKP
UNHAS. Oleh karena itu penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berjasa dalam penyusunan buku ajar ini. Semoga Allah SWT. membalasnya
dengan pahala yang setimpal. Amien !!!
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa modul ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa mendatang. Semoga bermanfaat.
DAFTAR ISI
URAIAN
Hal
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
1
2
20
22
2.1
2.2
2.3
22
23
29
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
32
3.1
3.2
3.3
32
33
45
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
PERKEMBANGAN ILMU
48
4.1
4.2
4.3
48
49
56
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
59
5.1
5.2
5.3
59
60
64
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
66
6.1
6.2
6.3
67
68
73
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
DASAR-DASAR ILMU
76
7.1
7.2
7.3
76
77
86
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
SARANA ILMIAH
88
8.1
8.2
8.3
89
90
98
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
HAKEKAT ILMU
100
9.1
101
Pendahuluan
9.2
9.3
BAB 10
102
114
116
10.1
10.2
10.3
116
117
128
Pendahuluan
Uraian Bahan Pembelajaran
Penutup
DAFTAR PUSTAKA
128
BAB 1
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
seiring
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
semakin
Kontrak Pembelajaran
C. Kaitan Modul
Pendahuluan merupakan modul pertama yang akan memberikan
pemahaman kepada mahasiswa tentang filsafat, ilmu dan ruang lingkupnya.
II. PEMBELAJARAN
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
A.
Ilmu terdiri atas obyek material yang merupakan sasaran penyelidikan dan
obyek formal yaitu metode pendekatan untuk memahami obyek material,
seperti pendekatan induktif ataupun deduktif. Obyek material filsafat adalah
segala yang ada, yang tampak seperti empiris, yang tidak tampak seperti alam
metafisika.
Filsafat merupakan induk ilmu, lebih luas dari ilmu, mencakup yang empiris dan
non empiris. Ilmu berasal dari filsafat karena filsafatlah yang membahas segala
hal yang ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris yang kemudian
bercabang, berkembang dan berspesialisasi.
B.
1.
2.
3.
pengetahuan
5.
Disiplin ilmu yang membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk
sedangkan
H.
Hamersama
menyatakan
bahwa
filsafat
artinya
sesuai kadar kemampuan manusia. Dari rumusan tadi, hikmah terdiri atas :
masalah, fakta dan data, serta analisis ilmuwan dengan teori.
Sementara Al syaybani menyatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah tapi cinta
terhadap hikmah, berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya
dan mencari sikap positif terhadapnya. Iapun menambahkan bahwa filsafat
berarti
mencari
hakikat
sesuatu,
menautkan
sebab-akibat,
dan
2.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab : alima, yalamu, ilman, dan wazan faila, yafalu
yang artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa Inggris berarti
science, bahasa Latin berarti scintia (pengetahuan) dan scire (mengetahui).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya pengetahuan suatu bidang
secara sistematis berdasarkan metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang itu.
Ciri-ciri ilmu menurut terminology :
a.
b.
Koherensi sistematik
c.
d.
e.
Metodologi
f.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah yang empiris,
system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang diuji.
dan pikiran.
-
1.
2.
3.
JikaB., makaB.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem, terukur,
dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan
adalah informasi berupa common sense, keseluruhan pengetahuan yang
belum, tersusun baik metafisik maupun fisik. Kedudukan ilmu lebih tinggi dari
pengetahuan karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.
Landasan ilmu perlu menjawab persoalan berikut :
1.
3.
digunakan ?
Adapun persamaan filsafat dan ilmu :
1.
ke akar-akarnya.
2.
4.
5.
Ilmu
1.
2.
Menonjolkan
daya
Pertanyaan
lebih
jauh
Penjelasan
terakhir,
mutlak,
Penyebab tidak terlalu mendalam
lebih
dekat
yang
(secondary cause)
sekunder
KOMPETENSI
PENDUKUNG
KOMPETENSI UTAMA
KOMPETENSI
KELOMPOK
RUMUSAN KOMPETENSI
No
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ELEMEN KOMPETENSI
Landasan kepribadian;
Penguasaan ilmu dan ketrampilan;
Kemampuan berkarya;
Sikap dan prilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai;
Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya
Kompetensi Utama :Kemampuan dalam memahami hakekat ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah
Kompetensi Pendukung : Kemampuan bekerjasama, berkomunikasi dan beradaptasi dalam lingkungan kerja
Kompetensi Tambahan : Kemampuan berkarya secara individu atau tim dalam usaha perikanan berkelanjutan
Kompetensi Institusi : Kemampuan bekerja sama, menyesuaikan diri, mengembangkan diri dan berfikir logis, analitis & profesional.
a.
b.
c.
d.
e.
ELEMEN KOMPETENSI :
KOMPETENSI
TAMBAHAN
Kuliah
Kuiah+kerja
kelompok+Presentasi
(Collaborative learning)
Kuliah + diskusi
Kuliah+kerja
individu+tutorial
project based learning)
Perkembangan ilmu
pengetahuan: (1) eksistensi ilmu
pengetahuan; (2) batas-batas; (3)
pluralitas dan spesialisasi; (4)
logika kebenaran dan kepastian
3.
(3)
Kontrak Pembelajaran
(2)
(1)
Metode Pembelajaran
Miggu
ke
Menguraikan perkembangan
ilmu pengetahuan: (1) eksistensi
ilmu pengetahuan; (2) batasbatas; (3) pluralitas dan
spesialisasi; (4) logika kebenaran
dan kepastian
Kejelasan perbedaan
pengetahuan dan ilmu
pengetahuan
(5)
(4)
(6)
Bobot
Nilai (%)
Kuliah + diskusi
Kuliah + diskusi
Kuliah + diskusi
Dasar-dasar ilmu
Sarana Ilmiah
Kuliah + diskusi
Kuliah + diskusi
10
Kuliah + diskusi
Kuliah + diskusi
11
12-13
14-15
16
Kuliah + diskusi
Kuliah+kerja
individu+tutorial
(project based
learning)
Menjelaskan perkembangkan
metode keilmuan bidang studi;
hakekat metode; sumber
metode; bentuk metode
Kuliah+kerja
individu+tutorial
(project based
learning)
10
Kejelasan menguraikan
kebenaran ilmiah; pengertian
sistem, jenis-jenis sistem
& perkembangannya
11
III. PENUTUP
Pendahuluan memberikan gambaran penting secara menyeluruh materi yang akan dipelajari selama 1 semester
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Rahmat, Conny Semiawan, Diana Nomida, Ismail Arianto, Kinayati Djoyosuroto, Nadiroh, Nusa Putra, Sabarti
akhadiah, 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Van Melsen. 1989. Ilmu pengetahuan dan tanggungjawab kita (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.
Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Andi Yokyakarta.
Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan, Jakarta.
perkuliahan, termasuk tugas tugas yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat membuat
17
12
13
PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Pengetahuan tentang metode penelitian semakin dirasakan manfaatnya dan
telah menjadi perangkat yang penting bagi mahasiswa dan para peneliti.
Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian.
Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan
dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan
menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti
tidak memahami dengan baik rencana penelitian yang telah dibuat, sehingga
pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang
sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan.
Pada modul ini dipaparkan prinsip-prinsip dasar metode penelitian dan
wawasan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa
tentang cara berfikir ilmiah dan mendapatkan kebenaran ilmiah melalui
penelitian .
Kontrak Pembelajaran
F. Kaitan Modul
Pendahuluan merupakan modul pertama yang akan memberikan pemahaman
kepada mahasiswa tentang metode penelitian dan wawasan ilmu penetahuan.
14
II. PEMBELAJARAN
A. DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN
Pengetahuan secara etimologi yaitu knowledge (bahasa Inggris), dalam
Encyclopedia of Filosophy adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief). Secara terminology, menurut Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu dari kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai. Dalam arti luas berarti kehadiran internasional obyek
dalam subyek, dalam arti sempit berarti kebenaran, kepastian. Pengetahuan
dapat juga berarti pengalaman sadar, harus benar agar tidak kontradiksi.
1. Jenis pengetahuan
Menurut Burhanuddin Salam jenis pengetahuan manusia antara lain :
a. Pengetahuan biasa, common sense, good sense, diperoleh dari
pengalaman sehari-hari.
b. Pengetahuan
ilmu,
usaha
untuk
mengorganisasikan
dan
filsafat,
pemikiranbersifat
yaitu
kontemplatif
pengetahuan
dan
yang
spekulatif,
diperoleh
menekankan
dari
pada
15
sifat
lahiriah
pengetahuan
simbolis
yang
bersifat
16
C. UKURAN KEBENARAN
Ada 3 jenis kebenaran, yaitu : kebenaran epistemologis, berhubungan
dengan pengetahuan manusia, kebenaran ontologism yaitu kebenaran sebagai
sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan,
dan kebenaran semantic yaitu kebenaran yang terdapat dan melekat pada tutur
kata dan bahasa. Teori yang menjelaskan kebenaran epistemologis antara lain
:
1. Teori Korespondensi, keadaan dianggap benar jika ada kesesuaian
(correspondence) antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau
pendapat dengan obyek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Kebenaran antara subyek dan obyek. Umumnya dianut
pengikut realism.
2. Teori Koherensi (konsistensi) tentang Kebenaran, kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu
yang lain (fakta, realitas) tetapi atas hubungan antar putusan itu sendiri.
3. Teori Pragmatisme tentang Kebenaran, benar tidaknya suatu ucapan,
dalil, atau teori, hanya bergantung pada asas manfaat. Kebenaran
terbukti oleh kegunaannya, hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya.
4. Agama sebagai Teori Kebenaran, sesuatu dianggap benar jika sesuai
dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
17
yang bersumber dari manusia. Al Jurjanni membagi ilmu menjadi ilmu Qadim
dan ilmu Hadis.
Islam mengenal hierarki keilmuan yakni terdapat hierarki dalam obyek yang
diketahui dan subyek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawasan Yang
Kudus menjabarkan secara hierarkis ke dalam berbagai bidang keilmuan.
E. Indikator Penilaian Akhir Sesi Pembelajaran
No
NIRM
NAMA
MAHASISWA
III. PENUTUP
Pendahuluan memberikan gambaran penting secara menyeluruh materi
yang akan dipelajari selama 1 semester perkuliahan, termasuk tugas tugas
yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat
membuat perencanaan dan strategi menghadapi perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bahtiar, 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.
Suparlan Suhartono, 1997. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Konsep Dasar. Unhas.
Jujun S. Suriasumantri. 1993. Ilmu dalam perspektif. PT. Gramedia, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar
Harapan, Jakarta.
Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian. Andi Yokyakarta.
Van Melsen. 1989. Ilmu pengetahuan dan tanggungjawab kita (terjemahan).
PT. Gramedia, Jakarta.
18
19
III.
PENDAHULUAN
G. Latar Belakang
Pengetahuan tentang metode penelitian semakin dirasakan manfaatnya dan
telah menjadi perangkat yang penting bagi mahasiswa dan para peneliti.
Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian.
Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan
dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan
menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti
tidak memahami dengan baik rencana penelitian yang telah dibuat, sehingga
pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang
sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan.
Pada modul ini dipaparkan prinsip-prinsip dasar metode penelitian dan
wawasan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa
tentang cara berfikir ilmiah dan mendapatkan kebenaran ilmiah melalui
penelitian .
Kontrak Pembelajaran
I. Kaitan Modul
Pendahuluan merupakan modul pertama yang akan memberikan pemahaman
kepada mahasiswa tentang metode penelitian dan wawasan ilmu penetahuan.
20
II. PEMBELAJARAN
Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bias menjumpai
pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan
menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang
bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata
latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti keadaan
atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge)
yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami
perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang
sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang
dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan
dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari
kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science
(sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme positiviesme
sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan
metafisika (Kartanegara, 2003). Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak
akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan
bagaimana pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya. Will Duran
dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.
Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat
21
yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik
ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.
Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal
ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-1627)
menulis
hukum-hukum
fisika
sebagai
Philosophiae
Naturalis
Principia
22
ada
yang
cenderung
menyebutnya
sebagai
pengetahuan naluriah.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahapmistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuanpengetahuan yang
berlaku juga untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia
seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua
obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi
tidak jelas batas-batasnya.
Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai
implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam
pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segalagalanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang
belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum
adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat
merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala pemerintahan, hakim,
guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula
bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan
keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya. Tahap berikutnya
adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah terbebas dari kepungan
23
tahap
ontologis
dianggap
merupakan
tonggak
ciri
awal
itu,
ketika
kita
membicarakan
tahap-tahap
perkembangan
24
25
Bagaimana
kaitan
antara
teknik
prosedural
yang
merupakan
rasionalis
mengembangkan
rasionalisme,
dan
pengalaman
26
diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan
pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya
(idelisme).
Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain yakni intuisi atau
wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran, bersifat personal dan tak bisa diramalkan. Sedangkan wahyu
merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.m
Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah dikotomi atau gap
antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam sumber ilmu
yang paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum (imuwan
sekuler) satunya-satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung
oleh indrawi melalui metode induksi. Sedangkan metode deduksi yang
ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai secara apriopri (yakni tidak
melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggitingginya pencapaian akal
adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu spekulatif untuk bisa
mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang diminta kaum positivis. Adapun
pengalaman intuitif sering dianggap hanya sebuah halusinasi atau ilusi belaka.
Sedangkan menurut agamawan pengalaman intuitif dianggap sebagai sumber
ilmu, seperti para nabi memperoleh wahyu ilahi atau mistikus memperoleh
limpahan cahaya Ilahi.
Masalah berikutnya adalah pengamatan. Sains modern menentukan obyek
ilmu yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi (the
observables) atau diamati oleh indra. Akibatnya muncul penolakan dari filosof
logika positivisme yang menganggap segala pernyataan yang tidak ada
hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan ini melahirkan
metafisik (dianggap gaib) dan fisik (dianggap science). Masalah lainnya adalah
munculnya disintegrasi pada tatanan klasifikasi ilmu. Penekanan sains modern
pada obyek empiris (ilmu-ilmu fisika) membuat cabang ilmu nonfisik bergeser
secara signifikan ke pinggiran. Akibatnya timbul pandangan negatif bahwa
bidang kajian agama hanya menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan
Freud yang menyatakan agama dan terutama pendukungnya yang fanatic
bertanggung jawab terhadap pemiskinan pengetahuan karena melarang anak
didik untuk bertanya secara kritis. Masalah lainnya yang muncul adalah
27
seperti
metode
intuitif.
Masalah
terakhir
adalah
sulitnya
mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai
pengalaman legitimate dan riil dari manusia.
Sejarah Perkembangan Ilmu
A. Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir
mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi
tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang
menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena
alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam
yang terjadi secara kausalitas. Filosof alam pertama yang mengkaji tentang
asal usul alam adalah Thales (624-546 SM) mempertanyakan Apa sebenarnya
asal usul alam semesta ini? Ia mengatakan asal alam adalah air karena air
unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas,
seperti uap dan benda dapat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam
alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya,
yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat
mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api
adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai
simbol perubahan itu sendiri.
Pythagoras (580-500 SM) berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama
dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur bilangan merupakan juga unsur
yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap
dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Menurut Abu Al Hasan Al Amiri, seorang
filosof muslim Phitagoras belajar geometri dan matematika dari orang-orang
mesir (Rowston, dalam Kartanegara, 2003). Filosof alam ternyata tidak dapat
28
29
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata
latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti keadaan
atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge)
yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami
perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang
sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang
dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan
dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari
kata scire.
Namun
ilmu
memiliki
ruang
lingkup
yang
berbeda
philosophy)
dan
nama
asal
ekonomi
adalah
filsafat
moral
fungsinya
sebagai Professor
of
Moral
Philosophy di
Universitas
Glasgow.
Agus
Comte
Science, 1963
dalam Scientific
membagi
Metaphysic,
tiga
Philosophy,
tingkat
Religion
perkembangan
Dalam
tahap
and
ilmu
awal
asas
religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau
penjabaran religi.
Tahap
berikutnya
orang
mulai
berspekulasi
tentang
30
31
sistematis-metodologis
ada
yang
cenderung
menyebutnya
sebagai
pengetahuan naluriah.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahapmistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuanpengetahuan yang
berlaku juga untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia
seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua
obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi
tidak jelas batas-batasnya.
Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai
implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam
pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segalagalanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang
belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum
adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat
merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala pemerintahan, hakim,
guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula
bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan
keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya. Tahap berikutnya
adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah terbebas dari kepungan
kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari obyek di
sekitarnya, dan dapat menelaahnya.
Orang-orang yang tidak mengakui status ontologis obyek-obyek metafisika
pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu tersebut. Itulah
mengapa
tahap
ontologis
dianggap
merupakan
tonggak
ciri
awal
32
Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat
pada sumbernya yang disebut premis-premis yang telah teruji kebenarannya,
dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai kepastian
kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah
diarahkan oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun
kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat
bahwa prosesnya dipandang masih bersifat rasionalabstrak, maka harus
dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori
korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan
dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan
umum dari yang khusus. Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan
tahap akhir yaitu tahap fungsional.
Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan
kekuatan-kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah
secara empiris, melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu
tersebut secara fungsional dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi
kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap fungsional pengetahuan
sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang
membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral.
Sementara
itu,
ketika
kita
membicarakan
tahap-tahap
perkembangan
33
34
kaitan
antara
teknik
prosedural
yang
merupakan
rasionalis
mengembangkan
rasionalisme,
dan
pengalaman
yang
muncul
dalam
sumber
pengetahuan
adalah
dikotomi
atau gap antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam
sumber ilmu yang paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum
35
seperti
metode
intuitif.
Masalah
terakhir
adalah
sulitnya
mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai
pengalaman legitimate dan riil dari manusia.
Sejarah Perkembangan Ilmu
A. Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir
36
juga
mendapat
ruang
yang
sangat
kondusif
dalam
pemikiran
kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus
merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Socrates, Plato, dan
Aristoteles menolak relativisme kaum sofis. Menurut mereka, ada kebenaran
obyektif yang bergantung kepada manusia.
37
No
NIRM
NAMA
MAHASISWA
III. PENUTUP
Pendahuluan memberikan gambaran penting secara menyeluruh materi
yang akan dipelajari selama 1 semester perkuliahan, termasuk tugas tugas
yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat
membuat perencanaan dan strategi menghadapi perkuliahan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bahtiar, 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.
Suparlan Suhartono, 1997. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Konsep Dasar. Unhas.
Jujun S. Suriasumantri. 1993. Ilmu dalam perspektif. PT. Gramedia, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar
Harapan, Jakarta.
Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian. Andi Yokyakarta.
Van Melsen. 1989. Ilmu pengetahuan dan tanggungjawab kita (terjemahan).
PT. Gramedia, Jakarta.
Aceng Rahmat, Conny Semiawan, Diana Nomida, Ismail Arianto, Kinayati
Djoyosuroto, Nadiroh, Nusa Putra, Sabarti akhadiah, 2011. Filsafat Ilmu
Lanjutan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
39
ilmiah
secara
baik,
sedangkan
tujuan
mempelajari
ilmu
jawabkan,
selain
itu
menggunakan
akal
budi
untuk
40
pernyataan-pernyataan
atau
kasus-kasus
yang
bersifat
khusus,
Eman
Sulaeman.
berfikir/pengembangan
pikiran
Berfikir
yang
ilmiah
tersusun
merupakan
secara
sistematis
proses
yang
Ilmu pengetahuan telah didefenisikan dengan beberapa cara dan defenisi untuk
operasional. Berfikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan
dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan
mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan atau
generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan
selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan
41
42
Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai
proses bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara
berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang
berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir
ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan
cermat. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir
serta
menggunakan
akalnya
semaksimal
mungkin
Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan
menjalani sebuah kehidupan
43
Fungsi berfikir ilmiah , sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan
kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Dalam hal ini berpikir ilmiah merupakan
alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya
berdasarkan metode ilmiah.
Pada hakikatnya sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada
langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab
itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini kita
harus
dapat
menguasai
langkah-langkah
dalam
kegiatan
langkah
berfikir tersebut. Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai
kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan,
manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan
hidupnya.
Karenanya tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran
sebagai wakil. Tuhan dibumi, melalui penciptaan kebudayaan. Proses
penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di
mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk
berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan
manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya dapat berfikir
dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan hidupnya.
Berbeda dengan hewan, manusia dalam proses berfikir melampaui diri dan
kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan
peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan
oleh makhluk Tuhan yang lain.
Selain berfikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir
tidak dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan
intuisi dan berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia,
yang
melibatkan
pengalaman
langsung
dalam
mendapatkan
suatu
pengetahuan. Namun, intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak
dapat dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah
merasa tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di
luar kota. Tetapi ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar
44
mengenai
hakikat
berfikir
ilmiah
atau
kegiatan
dasar
pengetahuan
dari
yang
pengetahuan
ilmiah
dan
manusia.
pengetahuan
kita
membedakan
non-ilmiah.
Hanya
antara
saja,
pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut benar. Perbedaan
berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki perbedaan dalam dua faktor
mendasar yaitu:
1. Sumber pengetahuan
Berfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman
manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan
sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
1. Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya
suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.
suatu
masyarakat
untuk
bekerja
sama,
berinteraksi,
dan
45
Kelemahan
bahasa
dalam
menghambat
komunikasi
ilmiah
yaitu
46
bahasa.
Pernyataan
tersebut
tentunya
berbeda-beda
cara
47
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan
kebudayaan.
Pada
pengungkapan
waktu
nilai-nilai
yang
budaya,
sama
bahasa
pikiran,
dan
merupakan
nilai-nilai
sarana
kehidupan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
menuntut
adanya
sebagai
Bahasa
sarana
komunikasi
Indonesia
harus
keagamaan
dibina
dan
perlu
pula
dikembangkan
48
yang
Interaksional
yaitu:
penggunaan
bahasa
untuk
saling
mengungkap tabir
49
Dari uraian diatas tentang bahasa, bahasa buatan inilah yang dimaksudkan
bahasa ilmiah. Dengan demikian bahasa ilmiah dapat dirumuskan, bahasa
buatan yang diciptakan para ahli dalam bidangnya dengan mengunakan istilahistilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian-pengertian tertentu.
Dan bahasa ilmiah inilah pada dasarnya merupakan kalimat-kalimat deklaratif
atau suatu pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah, baik mengunakan
bahasa biasa sebagai bahasa pengantar untuk mengkomunikasikan karya
ilmiah.
satunya
adalah
Matematika.
Sarana
tersebut
memungkinkan
yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
50
merupakan
salah
satu
puncak
kegemilangan
intelektual.
Begitu
pentingnya
matematika
sehingga
bahasa
matematika
51
52
pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil
maka makin tinggi tingkat ketelitian tersebut dan sebaliknya
1. Menurut Anas Sudiono dalam bakhtiar, 2010, 198, secara etimologi kata
statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti
dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan
keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang
tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan bagi suatu negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti
kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang
berwujud angka data kuantitatif saja.
2. Sedangkan menurut (Sudjana 1996 : 3) Statistika adalah pengetahuan yang
berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengelolaan
atau
Jadi
statistika
pengetahuan
merupakan
sekumpulan
metode
dalam
memperoleh
kegiatan
ilmiah
diperlukan
data-data,
metode
penelitian
serta
53
PENUTUP
Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai
proses bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara
berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang
berdasarkan
kehidupan
sehari-hari
dari
pengaruh
alam
sekelilingnya.
54
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Rineka Cipta.
55
terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar.
Begitu pula dalam bidang pendidikan tidak mungkin seorang guru melakukan
pendidikan,dan pengajaran terhadap peserta didik jika tidak meyakini sebuah
kebenaran. Sebagaimana ilustrasi yang digambarkan Jujun S. Suriasumantri,
yang menggambarkan seorang peserta didik yang mogok tidak mau
belajar walaupun orang tuanya sudah merayunya, memberikan iming-iming
hadiah, bahkan hukuman fisik agar anaknya mau belajar matematika. Ketika
ditelusuri
56
tersebut
jika diuji
materil
kebenaran
dengan
pendekatan
57
Merumuskan
masalah.
Masalah
adalah
sesuatu
yang
harus
diselesaikan.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
ada)
3.
perasaan pribadi)
58
4.
5.
6.
Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian
(research). Research berasal dari kata re yang berarti kembali dan search yang
berarti mencari, sehingga research atau penelitian dapat didefinisikan sebagai
suatu
usaha
untuk
mengembangkan
dan
mengkaji
kebenaran
suatu
pengetahuan.
Research, menurut The Advanced Learners Dictionary of Current English
(1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh
fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan.
Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara
sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan
pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi)
oleh peneliti lain.
Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981)
a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama.
b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan
(menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan)
c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata
d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain
e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain[6]
2. Penelitian Ilmiah
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah.
Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan
sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah,
yaitu:
a.
secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan
sederhana sampai yang kompleks.
59
b.
Logis, Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan
sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau
melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
d.
kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan
dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif,
penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang
peneliti.[7]
3. Jenis-Jenis Penelitian Ilmiah
Ada tiga tingkatan penelitian ilmiah untuk sampai kepada perwujudan
ilmu/teori, yaitu :
a. Penelitian Eksploratif,Penelitian ekploratif adalah penelitian dalam untuk upaya
mencari masalah/menjajagi masalah.
b. Penelitian Pengembangan
c. Penelitian Verifikasi
.
B. Kebenaran Ilmiah
1. Pengertian Kebenaran
Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar,
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga
kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang
maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat
pengenal.[8]
60
Sebelum
mencapai
kebenaran
yang
berupa
pernyataan
dengan
pendekatan teori ilmiah sebagaiamana kerangka ilmiah, akan lebih baik jika
kita mengetahui terlebih dahulu pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak.
Sebagaimana diungkap Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir sebagai berikut:
a. Yang logis ialah yang masuk akal
b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional
c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam
d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan
hukum alam.
e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian
supra rasional.[9]
Beberapa definisi kebenaran dapat kita kaji bersama dari beberapa
sumber, antara lain, Kamus umum Bahasa Indonesia ( oleh Purwadarminta),
arti kebenaran yaitu: 1. Keadaan yang benar
kebenaran
metafisik
berkaitan
dengan
yang
ada
sejauh
berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada
akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang
menyatakannya.[11]
Menurut teori kebenaran metafisik/ontologis, kebenaran adalah kualitas
individual atas objek, ia merupakan kualitas primer yang mendasari realitas dan
bersifat objektif, ia didapat dari sesuatu itu sendiri. Kita memperolehnya melalui
intensionalitas, tidak diperoleh dari relasi antara sesuatu dengan sesuatu, misal
kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Dengan demikian kebenaran
61
yang
perlu
dibenahi,
juga
model
logika
pembuktian
Rushd
yang menyatakan
bahwa
jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang
ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemuka agama,
sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol untuk
menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan
oleh
Ibnu
Rushd
sudah
dikemukakan
pula
oleh
Al
Kindi
dalam
menggunakan
berbagai
pendekatan
kebenaran
dalam
62
Kebenaran intuitif: kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar
dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang
berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang.
Kebenaran agama dan wahyu : kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan
rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tetapi
63
gambaran
perhatikan
tahapan
dalam
penelitian
untuk
64
pernyataan
saja
yang
menjadi
perhatian
mereka
dalam
65
Peirce
(1839
1914),
dan
Bertrand
Russell
(1872
yaitu
terori
koherensi
dan
teori
korespondensi.
Teori
pengetahuan
diketahuinya.[20]
harus
sesuai
dengan
kenyataan
yang
66
Akan tetapi teori korespondensi ini bukan juga termasuk teori yang
sempurna tanpa kelemahan, karena dengan mensyarakatkan kebenaran harus
sesuai dengan kenyataan, maka dibutuhkan penginderaan yang akurat, nah
bagaimana dengan penginderan yang kurang cermat atau bahkan indra tidak
normal lagi? Disamping itu juga bagaimana dengan objek yang tidak dapat
diindra atau non empiris? Maka dengan teori korespondensi objek non empiris
tidak dapat dikaji kebenarannya.
Bagaimana dengan teori kebenaran koherensi ? Teori kebenaran
koherensi
terdapat
kesesuaian
antara
pernyataan
yang
satu
dengan
fakta-fakta
yang
mendukung
suatu
pernyataan
tertentu
pernyataan
manusia.[22]
itu
mempunyai
kegunaan
praktis
dalam
kehidupan
67
yang
68
setiap
yang
sebenarnya
dari
objek
pengetahuan
walaupun tetap
PENUTUP
Berdasarkan uraian bahasan Makalah Metode Ilmiah dan kebenaran Ilmiah
dapat disimpulkan bahwa :
1. Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan
langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode
yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiahesuai dengan tujuan
dan fungsinya. Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut
penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik
untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah
69
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, H.M. 1997 Kebenaran Ilmiah dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara, Yogyakarta,
Al-Thoumy Al-Syaibany, Omar Mohammad,1979, Prof.Dr., Falsafah Pendidikan
Islam, Jakarta, Bulan Bintang, cet-1.
Arikunto, Suharsini, Prof.Dr.,2006, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan
Praktik, Jakarta, Rineka Cipta.
Bertrand Russel, 2007, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
cet-3.
Keraf ,Sonny dan Mikhael Dua,2002, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan
Epistemologis, Kanisiusn Jakarta
Miarso, Yusuf Hadi, Prof. Dr.,2004, Menyemai Benih Pendidikan, Jakarta,
Pustekom Diknas.
Mulyana, Rohmat , Dr., 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,
Alfabeta, cet-2
Sudarto, Drs. M.Hum, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, Cet. 3.
Sukmadinata,
Nana
Syaodih,
Prof.
Dr., Metode
Penelitian
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya dan Pasca Sarjana UPI.
Suriasumantri, Jujun.S.,2010, Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer, Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan, cet.22.
Suryabrata, Sumardi, Drs.BA,MA,Ed.S.,Ph.D, 2010, Metodologi Penelitian,
Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad, Prof. Dr, 2009, Filasafat Ilmu, Bandung, Remaja Rosdakarya
Tafsir , Ahmad, Dr., 1995, Epistemologi untuk ilmu pendidikan Islam, Bandung,
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
Pasca Sarjana UIN SGD Bandung, 2010, Pedoman Penulisan Tesis dan
Disertasi
Wahyudi, Imam, 2004, Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam
Filsafat, Desember, Jilid 38, Nomor 3,
Jurnal
70
Ontologi
71
Ontologi dalam filsafat ilmu mempelajari hakikat apa atau objek apa yang
dipelajari oleh ilmu. Pertanyaan itu kemudian diuraikan lagi menjadi Bagaimana
wujud hakiki dari objek tersebut? Dan bagaimana hubungan objek tadi dengan
daya tangkap manusia. Sedangkan dari segi istilah ontologi berarti studi yang
membahas sesuatu yang ada.
Ontologi merupakan bagian dari metafisika. Metafisika mengkaji mengenai
realitas atau kenyataan; mengkaji alam di balik realitas dan menyelidiki hakikat
di balik realitas. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah sumber dari suatu
realitas, apakah Tuhan ada. Metafisika dapat berarti sebagai usaha untuk
menyelidiki alam yang berada di luar pengalaman atau menyelidiki suatu
hakikat yang berada di balik realitas. Cabang utama metafisika adalah ontologi,
studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu
dan lainnya.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran
studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi
banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang
ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
1.
Objek Formal
72
(S-Tt)
(S-P)
(Tt-S)
(Tt-P)
(S-P)
73
B.
Epistemologi
Empirisme
74
b.
Rasionalisme
Fenomenalisme
75
Intusionisme
76
77
apa
yang
membantu
kita
dalam
mendapatkan
78
moral?
Bagaimana
penentuan
objek
yang
ditelaah
DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1996.
Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta,
2001.
Louis O. Kattsouff, Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogjakarta
Sidi Gazalba, Sistematika filsafat II, Yogjakarta, 1995.
79
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti
nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut
Suriasumantri dalam bukunya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Suriasumantri, 1998 :
234). Menurut kamus Bahasa Indonesia (1995 : 19) aksiologi adalah kegunaan
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya
etika. Dalam definisi yang hampir serupa bahwa aksiologi ilmu pengetahuan
80
Pengertian ilmu
kata ilmu dalam bahasa Arab ilm yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat
berarti memahami suatu pengetahuan (http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu).
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal
dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari
, mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah
rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam
berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia (Ihsan, 2010:108).
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Dari aktivitas ilmiah dengan
metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun
sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang
telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan pada umumnya terdapat kesepakatan
81
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara
hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada
(Surajiyo, 2009:147).
Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan
etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis
dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat
yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu (Ihsan, 2010:271).
Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang
berwenang seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama,
serta tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi
filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan
moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan
ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama (Surajiyo, 2009:147).
Jadi, moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
82
masalah
kebudayaan
dari
pada
masalah
moral.
Artinya,
83
Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah
kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat
bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek
penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.
Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah
ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita
(Suriasumantri, 2000:235).
Secara filsafat dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep
terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan
dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi
aksiologi keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat
realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi
diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang
diperoleh.
Setiap
pengetahuan,
termasuk
pengetahuan
ilmiah,
dan
memperkokoh
eksistensi
manusia
bukan
untuk
84
85
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Inilah
merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan secara
moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk
menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah
bangsanya sendiri. Seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan, dia harus
memilih sikap, berpihak kepada kemanusiaan. Pilihan moral memang
terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seorang ilmuwan tidak
boleh menyembunyikan hasil penemuannya itu, apapun juga bentuknya dari
masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari
penemuannya itu. Seorang ilmuwan tidak boleh memutar balikkan temuannya
jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangka pemikiran yang
terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan
dengan fakta-fakta pengujian.
Seorang ilmuwan juga mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan
saja karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung dengan di masyarakat, yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia. Sampai ikut
bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan
proses penelaahan keilmuwan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu
bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuannya sendiri yang
memberikan nilai.
7.
revolusi genetika
Hamid dalam Kamusnya mengartikan revolusi adalah perubahan yang
berlangsung secara cepat, sedangkan genetika adalah cabang biologi yang
menyelidiki hereditas serta segala seluk beluknya secara ilmiah; ajaran tentang
pewarisan (Hamid : 170 & 553). Bisa dikatakan bahwa revolusi genetika adalah
sebuah penelitian yang membahas tentang rekayasa genetik (keturunan).
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia
sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek
penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah
86
ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu sudah
banyak
sekali,
namun
penelaahan-penelaahan
ini
dimaksudkan
untuk
sekarang menjadi
objek
penelaahan
yang akan
(dehumanisme)
dan
mengubah
hakikat
kemanusiaan
87
modern
acapkali
merujuk
kepada
kemajuan
sangat
pesat
ilmu
ketinggalan
aspek
perkembangan
keilmuan,
era
modern
ditandai
dengan
yang
88
observasi,
eksperimentasi
dan
evaluasi,
pada
akhirnya
dalam
bentuk
pelanggaran
hak
asasi
manusia
iklim
(climate
change),
di
seperti polusi oleh limbah domestik, limbah bahan berbahaya beracun (B3),
kerusakan
terumbu
telah
menimbulkan
keprihatinan
masyarakat
global.
pada bulan
Juni 1992 (Brown, 1995: 2-3) mencerminkan betapa krisis lingkungan hidup
bukan semata persoalan lokal-nasional, tetapi sudah menjadi persoalan
mondial bersama umat manusia.
Sedangkan krisis
banyaknya
sebagai
contoh, tampak
senjata perang
ketentraman
kemanusiaan,
modern,
yang
semula
dari
perangkat
diniatkan
untuk
betapa
teknologi
menjaga
di negerinya. Penggunaan
pemerintahan
Saddam
Hussen
di
senjata
bio-kimia
Irak terhadap
etnis
oleh
Kurdi,
merupakan salah satu contoh saja. Pada taraf tertentu, teknologi modern
dipergunakan negara untuk mengekang kebebasan politik warga negara,
89
intelijen
gerakan-
gerakan subversif.
Di bagian lain, kecanggihan
teknologi cyberspace
cabul
(cyberporns)
yang
dapat
merusak
akhlak.
satu
sisi
mendukung
tingginya
Ini
dua
moralitas,
(Wilardo,
1997:
241)
mengatakan
bahwa
sebagian
besar
tinggi oleh para ilmuwan. Di samping itu nilai-nilai yang perlu dijadikan panduan
dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
etika keilmuan. Adalah penting dikemukakan pesan historis Albert Einstein di
hadapan para mahasiswa California Intitute of Technology pada
Perang Dunia II tengah
berlangsung
(1938),
saat
90
selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis, perhatian kepada
masalah besar yang tak kunjung terpecahkan darui pengaturan kerja dan
pemerataan benda agar buah ciptaan dari pemikiran
berkah
dan bukan
kutukan
kita
akan merupakan
249).
Nilai dan tanggung
keharusan yang
mengisahkan
egoisme
seorang
ilmuwan
untuk menciptakan
makhluk
penciptanya" itu sendiri, yaitu sang ilmuwan egois tadi. Hal ini sejalan dengan
apa yang selalu diperingatkan Einstein (1950) tentang bahaya penggunaan
teknologi
nuklir.
Ia
dengan
pedasnya
mengecam
penerapan
dan
yang
berkuasa dan sok legalistis) dan beberapa belas ilmuwan di Kampus Berkeley
(yang
menyelenggrakan
rangakaian
kuliah
tentang
tanggung
jawab
menghasilkan seperangka
resolusi
tajam),
Jonas
humanologis",
dan
Salk
yang
berpuluh-
yakni
"Perkumpulan
91
mengembalikan
iptek
menjadi
bernilai.
Hidajat
Nataatmadja
ilmu
dalam kehidupan
itu
empiris
apa.
Yaitu,
adalah
bahwa
menunjukkan
aktualnya
fitrah manusia
keimanan
religius
dan
sehingga
perikehidupan manusia.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
pertama, mencari titik lemah ilmu dan bagaimana titik lemah ini dapat kita
perbaiki.
Titik
lemah
itu
terdapat
pada
landasan
dogmatiknya
semua dogma-
dogma itu sama dengan mitos yang diyakini manusia primitif. Ini sebagai bukti
92
dia
mempunyai
fungsi
tertentu
dalam
kelangsungan
hidup
bermasyarakat.
3.
dan moral serta tanggung jawab seorang ilmuwan. Aksiologi memandang hal
ini dari permasalahan objek etika dan estetika atau baik buruknya seorang
ilmuwan dalam menyikapi Revolusi genetika
93
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hamid Farida, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya : Penerbit Apollo
http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu diakses tanggal 26 nopember 2011
Ihsan Fuad, Filsafat Ilmu, Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta : Bumi
Aksara, 2009.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.