Anda di halaman 1dari 37

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

REFERAT

RESUSITASI JANTUNG PARU dan OTAK


Disusun oleh : Ferji Rhenald Arditya (1061050010)
Nangga Putra (1161050028)

Dosen pembimbing : dr. Ratna Hutapea,


Sp.An
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE
13 DESEMBER 2015 23 JANUARI 2016

Definisi
O Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)


adalah suatu tindakan darurat
sebagai suatu usaha untuk
mengembalikan keadaan henti nafas
atau henti jantung (kematian klinis)
ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis

INDIKASI
O Henti Napas
O Henti napas primer (respiratory arrest) dapat

disebabkan oleh banyak hal, misalnya


serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,
inhalasi asap/uap/gas, trauma dan lainlainnya
O Henti Jantung
O Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah

ketidak sanggupan curah jantung untuk


memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya secara mendadak dan
dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan
yang tepat atau akan menyebabkan
kematian atau kerusakan otak

O Resusitasi Jantung paru dibagi menjadi 3

fase:
O FASE 1. Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life
Support) Terdiri dari :
O C (circulation) : mengadakan sirkulasi
buatan dengan kompresi jantung paru.
O A (airway) : menjaga jalan nafas tetap
terbuka.
O B (breathing) : ventilasi paru dan
oksigenisasi yang adekuat

O FASE II
O Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life

Support); yaitu tunjangan hidup dasar


ditambah dengan
O D (drugs) : pemberian obat-obatan
termasuk cairan.
O E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis
secepat mungkin setelah dimulai PJL, untuk
mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel,
asistole atau agonal ventricular complexes.
O F (fibrillation treatment) : tindakan untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel.

FASE III :
Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life
Support).
O G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk
monitoring penderita secara terus menerus, dinilai,
dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
O H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan
otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat
terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah
terjadinya kelainan neurologic yang permanen.
O H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada
perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu
antara 30 32C.

O H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban

yang ditolong adalah manusia yang mempunyai


perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya
berdasarkan perikemanusiaan.
O I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU,
yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde
lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan,
dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.

Pembaharuan pada BLS 2010, berbanding


dengan 2005
1. Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari
menganalisa respon dan pernafasan. (ie korban
tidak bernafas)
2. Look,listen and feel tidak digunakan dalam
algortima BLS
3. Hands-only chest compression CPR digalakkan
pada sesiapa yang tidak terlatih
4. Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest
compression sebelum breathing.
5. Health care providers memberi chest
compression yang efektif sehingga terdapat
sirkulasi spontan.
7. Kurangkan penekanan untuk memeriksa
6. Lebih terfokus kepada kualiti CPR
nadi untuk health care providers
7. Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi
8. Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan.
untuk health care providers.
9. Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang
serentak mengandali chest compression, airway
management,rescue breathing, rhythm detection
dan shock.

2005

2010

Frekuensi kompresi dada sekitar


100x/menit

Frekuensi kompresi dada minimal


100x/menit

Kedalaman kompresi untuk


dewasa 1,5-2 inchi

Kedalaman kompresi dewasa


paling sedikit 2 inch

Menunggu recoil dada yang


sempurna dalam sela kompresi

Menunggu recoil dada yang


sempurna dalam sela kompresi

Menghindari ventilasi berlebihan

Menghindari ventilasi berlebihan

Rasio kompresi ventilasi 30:2

Rasio kompresi ventilasi 30:2

Look feel listen

Look, feel, listen tidak digunakan


ABC

Emergency respone system:


Setelah memastikan pasien
unresponsive open airway
cek pernafasan abnormal
cardiac arrest

CAB
Emergency respone system
Cek respon sambil melihat pasien
menentukan pernafasan
abnormal/tidak bernafas cardiac
arrest

Prinsip utama dalam resusitasi:


memperkuat rantai harapan hidup (chain
of survival).
Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi jalurchain of survival.Jalur ini
meliputi:
O Pengenalansegera akan henti jantung dan
aktivasi sistem respons darurat (emergency
response system)
O RJP dini dengan penekanan pada kompresi
dada
O Defibrilasicepat
O Advance life support yang efektif
O Post-cardiac arrest care(perawatan pasca
henti jantung) yang terintegrasi

O AHA 2010 dalam panduannya

memberikan 2 jenis algoritma BLS


bagi korban dewasa yaitu:
O Algoritma sederhana untuk penolong
non petugas kesehatan
O Khusus untuk petugas kesehatan

Ringkasan komponen BLS (basic life support)


bagi dewasa, anak-anak dan bayi
komponen

dewasa

Pengenalan

Tidak responsif, tidak Tidak responsif, tidak Tidak responsif, tidak


bernafas atau
bernafas atau
bernafas atau
tersedak (gasping)
tersedak (gasping)
tersedak (gasping)
Nadi tidak teraba
dalam 10 detik
Nadi tidak teraba
Nadi tidak teraba
dalam 10 detik

Urutan RJP

CAB

anak

bayi

dalam 10 detik

CAB

CAB

Kecepatan Kompresi

100/Menit

100/Menit

100/menit

Kedalaman kompresi

2 inchi (5cm)

1/3 AP, sekitar


2 inchi (5cm)

1/3 AP, sekitar


1,5 inchi (4
cm)

komponen

dewasa

anak

bayi

interupsi

minimalisir

minimalisir

minimalisir

kompresi

Interupsi hingga
<10 detik

Interupsi hingga
<10 detik

Interupsi hingga
<10 detik

Jalan nafas

Head tilt-chin lift- Head tilt-chin lift- Head tilt-chin liftjaw thrust
jaw thrust
jaw thrust

rasio

30:2 (1 atau 2
penyelamat)

30:2 (satu), 15:2


(2 penyelamat)

30:2 (satu), 15:2


(2 penyelamat)

Ventilasi jika
mungkin

1 nafas setiap 68 detik, tanpa


menyesuaikan
dengan
kompresi, 1 detik
setiap nafas,
hingga dada
mengembang

1 nafas setiap 68 detik, tanpa


menyesuaikan
dengan
kompresi, 1 detik
setiap nafas,
hingga dada
mengembang

1 nafas setiap 68 detik, tanpa


menyesuaikan
dengan
kompresi, 1 detik
setiap nafas,
hingga dada
mengembang

defibrilasi

Gunakan AED
sesegera
mungkin,
minimalisir
interupsi
kompresi,

Gunakan AED
sesegera
mungkin,
minimalisir
interupsi
kompresi,

Gunakan AED
sesegera
mungkin,
minimalisir
interupsi
kompresi,

Bantuan Hidup Terus


Menerus
O G (Gauge) : Tindakan selanjutnya

adalah melakukan monitoring terusmenerus terutama system


pernapasan, kardiovaskuler dan
system saraf.
O H (Head) : tindakan resusitasi untuk
menyelamatkan otak dan sistim
saraf dari kerusakan lebih lanjut,
sehingga dapat dicegah terjadinya
kelainan neurologic yang permanen.

O H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak

ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat


yaitu pada suhu antara 30 32C.
O H (Humanization) : Harus diingat bahwa
korban yang ditolong adalah manusia yang
mempunyai perasaan, karena itu semua
tindakan hendaknya berdasarkan
perikemanusiaan.
O I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU,
yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde
lambung, pengukuran pH, pCO2 bila
diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,
mengendalikan kejang.

Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan


Kualitas CPR: CPR Penolong Tidak Terlatih
O Hubungan penting dalam Rantai Kelangsungan

Hidup pasien dewasa di luar rumah sakit tidak


berubah sejak 2010, dengan tetap menekankan
pada Algoritma BLS (Bantuan Hidup Dasar)
Dewasa universal yang disederhanakan
O Algoritma BLS Dewasa telah diubah untuk

menunjukkan fakta bahwa penolong dapat


mengaktifkan sistem tanggapan darurat
(misalnya, melalui penggunaan ponsel) tanpa
meninggalkan korban.

Program AED untuk Penolong Tidak


Terlatih Dalam Komunitas
2015

2010

Disarankan bahwa program PAD


untuk pasien dengan OHCA
diterapkan di lokasi umum
tempat adanya kemungkinan
pasien serangan jantung terlihat
relatif tinggi (misalnya, bandara,
kasino, fasilitas olahraga)

CPR dan penggunaan


defibrilator eksternal otomatis
(AED/automated external
defibrillator) oleh tenaga medis
pertama untuk keselamatan
umum disarankan untuk
memperbaiki tingkat
kelangsungan hidup pasien
serangan jantung mendadak di
luar rumah sakit. Pedoman 2010
menyarankan pembuatan
program AED di lokasi umum
tempat adanya kemungkinan
pasien serangan jantung terlihat
relatif tinggi (misalnya, bandara,
kasino, fasilitas olahraga)

Penekanan pada kompresi dada


2015

2010

Penolong tidak terlatih harus


memberikan CPR hanya
kompresi (Hands-Only) dengan
atau tanpa panduan operator
untuk korban serangan jantung
dewasa. Penolong harus
melanjutkan CPR hanya
kompresi hingga AED atau
penolong dengan pelatihan
tambahan tiba

Jika tidak menerima pelatihan


tentang CPR, pendamping
harus memberikan CPR hanya
kompresi untuk korban dewasa
yang jatuh mendadak, dengan
menegaskan untuk "menekan
kuat dan cepat" di bagian
tengah dada, atau ikuti
petunjuk dari operator EMS.
Penolong harus melanjutkan
CPR hanya kompresi hingga
AED tiba dan siap digunakan
atau penyedia EMS mengambil
alih perawatan korban

Identifikasi Operator Atas Tarikan


Napas Agonal
2015

2010

Untuk membantu pendamping


mengenali serangan jantung,
operator harus menanyakan
tentang ada atau tidaknya reaksi
korban dan kualitas pernapasan
(normal atau tidak normal).

Untuk membantu pendamping


mengenali serangan jantung,
operator harus menanyakan
tentang reaksi korban dewasa,
apakah korban bernapas dan
apakah napas normal,

Jika korban tidak bereaksi dengan


napas terhenti atau tidak normal,
penolong dan operator akan
menganggap bahwa korban
mengalami serangan jantung.
Operator harus diberi tahu untuk
mengidentifikasi kondisi yang
menunjukkan tidak adanya reaksi
dengan napas tidak normal atau
tarikan napas agonal di seluruh
rangkaian presentasi dan
penjelasan klini

agar dapat membedakan korban


dengan tarikan napas agonal
(misalnya, korban yang
memerlukan CPR) dari korban
yang bernapas normal dan tidak
memerlukan CPR

Kecepatan kompresi dada


2015

2010

Pada orang dewasa


yang menjadi korban
serangan jantung,
penolong perlu
melakukan kompresi
dada pada kecepatan
100 hingga 120/min

Penolong tidak terlatih


dan HCP perlu
melakukan kompresi
dada pada kecepatan
minimum 100/min

Kedalaman kompresi dada

Sewaktu melakukan
CPR secara manual,
penolong harus
melakukan kompresi
dada hingga
kedalaman minimum
2 inci (5 cm) untuk
dewasa rata-rata,
dengan tetap
menghindari
kedalaman kompresi
dada yang berlebihan
(lebih dari 2,4 inci [6
cm]).

Tulang dada orang


dewasa harus ditekan
minimum sedalam 2
inci (5 cm).

Nalokson Pendamping dalam Kondisi Darurat


yang Mengancam Jiwa Terkait Opioid
2015

Untuk pasien dengan dugaan ketergantungan


opioid atau yang telah diketahui dan tidak
menunjukkan reaksi dengan napas tidak
normal, namun ada denyut, selain
menyediakan perawatan BLS standar,
penolong terlatih yang tepat dan penyedia BLS
harus memberikan nalokson IM (intramuskular)
atau IN (intranasal)

Bantuan Hidup Dasar Dewasa dan


Kualitas CPR: CPR BLS HCP

Pengenalan dan Pengaktifan Cepat


Sistem Tanggapan Darurat
2015

2010

HCP harus meminta bantuan


terdekat bila mengetahui
korban tidak menunjukkan
reaksi, namun akan lebih
praktis bagi HCP untuk
melanjutkan dengan menilai
pernapasan dan denyut secara
bersamaan sebelum benarbenar mengaktifkan sistem
tanggapan darurat (atau
meminta HCP pendukung)

HCP harus memastikan reaksi


pasien sewaktu memeriksanya
untuk menentukan apakah
napas terhenti atau tidak
normal

Penekanan pada kompresi dada


2015

2010

Melakukan kompresi dada


dan menyediakan
ventilasi untuk semua
pasien dewasa yang
mengalami serangan
jantung adalah tindakan
yang perlu dilakukan oleh
HCP, baik yang
disebabkan maupun tidak
disebabkan oleh jantung.

Melakukan kompresi dada


dan napas buatan untuk
korban serangan jantung
adalah tindakan yang
perlu dilakukan oleh EMS
dan penolong profesional
di lingkungan rumah sakit

Lebih lanjut, penting bagi


HCP untuk menyesuaikan
urutan tindakan

Kejut atau CPR terlebih dahulu


Untuk pasien dewasa yang
mengalami serangan jantung
dan terlihat jatuh saat AED
dapat segera tersedia, penting
bahwa defibrilator digunakan
secepat mungkin.

Bila penolong menyaksikan


terjadinya serangan jantung di
luar rumah sakit dan AED tidak
segera tersedia di lokasi,
penolong tersebut harus
memulai CPR dengan kompresi
dada dan menggunakan AED
sesegera mungkin.

Untuk orang dewasa yang


mengalami serangan jantung
tidak terpantau atau saat AED
HCP yang menangani pasien
tidak segera tersedia, penting serangan jantung di rumah sakit
bila CPR dijalankan sewaktu
dan fasilitas lainnya dengan
peralatan defibrilator sedang
AED atau defibrilator yang
diambil dan diterapkan, dan bila tersedia di lokasi harus segera
defibrilasi, jika diindikasikan,
memberikan CPR dan
diterapkan segera setelah
menggunakan AED/ defibrilator
perangkat siap digunakan
segera setelah tersedia

Kecepatan Kompresi Dada


2015

2010

Pada orang dewasa


yang menjadi
korban serangan
jantung, penolong
perlu melakukan
kompresi dada
pada kecepatan
100 hingga
120/min.

Penolong tidak
terlatih dan HCP
perlu melakukan
kompresi dada
pada kecepatan
minimum 100/min

Kedalaman kompresi dada


2015

2010

Sewaktu melakukan CPR


secara manual, penolong
harus melakukan
kompresi dada hingga
kedalaman minimum 2
inci (5 cm) untuk dewasa
rata-rata, dengan tetap
menghindari kedalaman
kompresi dada yang
berlebihan (lebih dari 2,4
inci [6 cm])

Tulang dada orang


dewasa harus ditekan
minimum sedalam 2 inci
(5 cm)

Rekoil dada
2015

2010

Penting bagi penolong


Penolong harus
untuk tidak bertumpu
membolehkan rekoil
di atas dada di antara
penuh dinding dada
kompresi untuk
setelah setiap
mendukung rekoil
kompresi agar jantung
penuh dinding dada
terisi sepenuhnya
pada pasien dewasa
sebelum kompresi
saat mengalami
berikutnya dilakukan.
serangan jantung

Meminimalkan gangguan dalam


kompresi dada
2015

Untuk orang dewasa yang mengalami


serangan jantung dan menerima CPR
tanpa saluran udara lanjutan,
mungkin perlu untuk melakukan CPR
dengan sasaran fraksi kompresi dada
setinggi mungkin, dengan target
minimum 60%.

O DAFTAR PUSTAKA
O 1. John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association

Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.


Circulation 2010;122;S640-S656.
O 2. Sayre MR. et al. Highlights of the 2010 American Heart Association Guidelines for

CPR and ECC. 7272 Greenville Avenue. Dallas, Texas 75231-4596.. 90-1043.
O 3. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.


O 4. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. 2007
O 5. Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency


Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705.
O 6. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association

Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.


Circulation 2010;122;S676-S684
O 7. Mary Fran Hazinski, et al. Highlights of the 2015 American Heart Association

Guidelines for CPR and ECC. Page 3-12

Anda mungkin juga menyukai