Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia prasekolah merupakan anak yang berada dalam rentang usia 3 sampai 5
tahun. Anak usia prasekolah memiliki karakteristik perkembangan fisik, motorik,
intelektual, dan sosial yang berbeda dengan usia lainnya (Hidayat, 2005). Tahapan
perkembangan misalnya melompat, menari dan belajar berpakaian. Tahapan intelektual
dan sosial anak berkembang pesat saat mereka bermain dengan teman sebaya.
Pada saat melalui proses pencapaian tumbuh kembang anak tidak selamanya
sehat. Anak juga dapat berada dalam kondisi sakit karena system pertahanan tubuhnya
masih rentan terhadap penyakit. Sakit yang biasa terjadi pada anak misalnya diare,
demam berdarah dengue, pneumonia, dan berbagai macam penyakit lainnya.
Kondisi anak yang sakit kadang memerlukan pengawasan atau hospitalisasi.
Apabila anak sakit di rumah sakit, maka anak akan melalui proses hospitalisasi. Masa
hospitalisasi ini merupakan suatu proses penyembuhan anak selama perawatan di rumah
sakit.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alas an yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannnya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Berbagai reaksi
terhadap hospitalisasi, yaitu menolak untuk bekerja sama sebagai mekanisme pertahanan
reaksi perpisahan. Anak juga menganggap hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan
dengan orang tua sebagai bentuk kehilangan kasih saying (Muscary, 2005). Tindakan
perawatan yang diberikan dapat menimbulkan masalah psikologis baik bersifat
emosional, kognitif, maupun sosial pada anak. Masalah yang muncul yaitu rasa takut,
marah, rasa nyeri, dan cemas.
Kecemasan merupakan rasa khawatir an takut yang tidak jelas sebabnya.
Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik
normal dan menyimpang (Gunarsa, 2008). Menurut Supartini (2004), kecemasan
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stressor
yang ada dilingkungan rumah sakit. Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stress
bagi anak dan orang tuanya, baik fisik dalam lingkungan rumah sakit seperti bangunan
atau ruangan kamar, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun
lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas
kesehatan itu sendiri.
Kecemasan dan masalah psikologi yang muncul pada anak dapat dikurangi
dengan diberikan terapi bermain pada saat perawatan di rumah sakit. Menurut Supartini
(2004), terapi bermain dapat menjadi salah satu terapi pada anak yang menjalani
hospitalisasi. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan informasi, memberi kesenangan

atau mengembangkan imajinasi anak (Sudono, 2006). Terapi bermain yang diberikan
pada anak usia sekolah harus menyesuaikan dengan tahapan perkembangan usianya.
Permainan anak usia prasekolah biasanya bersifat asosiatif, dapat
mengembangkan koordinasi motorik dan memerlukan hubungan dengan teman sebaya
(Pramono, 2012). Menurut Hidayat (2005), beberapa permainan anak usia prasekolah
dalam mengatasi kecemasan misalnya mewarnai gambar, menggambar, menyusun
puzzle, dan mnyusun balok.
Penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya solusi dalam
mengatasi dan menurunkan tingkat kecemasan anak selama perawatan dengan mengajak
bermain dengan menggunakan alat permainan yang tepat. Peneliti memilih lego sebagai
alat permainan anak usia prasekolah karena sesuai dengan tahapan perkembangan dan
usia mereka. Pemilihan lego sebgai alat permainan anak diharapkan dapat membantu
menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah.
Lego merupakan sejenisalat permainan bongkah plastikyang dapat disusun dan
dibongkar, pasang menjadi bangunan atau bentuk lainnya. Lego termasukpermainan
konstruktif atau bangun membangun yang mningkatkan kecerdasan dan kreativitas anak
(Hidayat, 2007). Terapi bermin pada anak usia 3 sampai 6 tahun menekankan pada
penekanan bahasa, kemampuam menyamakam dan membedakan, mengasah motorik
halus anak usia prasekolah melalui permainan konstruktif atau bangun membangun.
Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang Melati RSUD Ciamis menunjukkan
B. Rumusan Masalah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah dapat mnimbulkan kecemasan anak
selama perawatan. Dalam mengurangi kecemasan pada anak dapat diberikan terapi
bermain pada saat perawatan di rumah sakit. Pemilihan alat terapi bermain yang
digunakan saat terapi bermain harus sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan minat
anak.
Berdasarkan hal tersebut, masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini
adalah apakah terdapat pengaruh terapi bermainlego terhadap tingkat kecemasan sebagai
efek hospitaliasi pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di ruang anak Melati RSUD
Ciamis?
C. Tujauan Peneliatian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi bermain lego terhadap tingkat kecemasan sebagai efek
hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di ruang anak Melati RSUD
Ciamis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifiksi tingkat kecemasan selama menjalani hospitalisasi pada anak usia
prasekolah (3-5 tahun) sebelum diberikan terapi bermain di Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis tahun 2015.

b. Mengidentifiksi tingkat kecemasan selama menjalani hospitalisasi pada anak usia


prasekolah (3-5 tahun) setelah diberikan terapi bermain di Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis tahun 2015.
c. Mengidentifikasi pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kecemasan sebagai
efek hoospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta memberikan pengalaman
langsung dan melakukan penelitian dan penilaian karya ilmiah.
2. Manfaat Praktis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Teori
1. Konsep Bermain
a. Pengertian
b. Fungsi bermain
c. Tujuan Bermain
d. Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain
e. Klasifikasi bermain
f. Alat Permainan Edukatif (APE)
Menurut Sujono Riyadi & Sukarmin (2009:27), Permainan yang sifatnya
mendidik disebut dengan APE (Alat Permainan Edukatif) adalah alat permainan
yang funsinya dapat mengoptimalkan perkembangan anak, hal ini disesuaikan
dengna tingkat usia dan perkembangannya. Gunanya sebagai pengembangan
aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang dan merangsang
tingktat pertumbuhan anak. Selain itu juga berfungsi sebagai pengembangan
bahasa anak, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar. Syarat
dari permaianan ini adalah sebagai berikut:
1. Aman
Alat permainan anak dibawah usia dua tahun tidak boleh terlalu kecil,
warna catnya harus terang dan tidak boleh mengandung racun, tidak ada
bagian-bagian yang tajam, serta tidak ada bagian-bagian yang mudah pecah
g. Jenis Permainan Berdasarkan usia kelompok
h. Bermain untuk Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
2. Konsep Hospitalisasi
a. Pengertian
Hospitalisasi merupakan
b. Tujuan
Menurut Marasaoly (2009), tujuan dari hospitalisasi diantaranya yaitu
untuk tes kesehatan, prosedur tindakan atau pembedahan, pengobatan gawat dan
darurat, pemberian obat, dan memonitor keadaan pasien dalam kondisi sakit yang
perlu rawat inap atau hospitalisasi.
Menurut Supartini (2004) dalam Marasaoly (2009), untuk menurunkan
rasa sakit, meminimalkan stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi,
memberikan dukungan psikologis bagi anggota keluarga dan mempersiapkan
anak sebelum dirawat dirumah sakit merupakan perawata dalam mendukung dan
mendorong agar tujuan hospitalisasi dapat dicapai dengan maksimmal.
c. Tindakan Hospitalisasi
Tindakan hospitalisasi merupakan beberapa tindakan yang dilakukan
untuk menunjang perawatan anak selama di rawat (Alawi, 2008). Tindakan saat
hospitalisasi dan pengaruhnya bagi anak menurut Alawi (2008), meliputi prosedur
invasive pengobatan, perpisahan dengan orang tua atau bermimpi buruk,
kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungi motorik, restrain atau

pengekangan dapat menimbulkan cemas pada anak, dan gangguan body image
dan nyeri terhadap prosedur yang mnyakitkan.
d. Efek Hospitalisasi
Berbagai perasaan yang muncul pada anak sejalan dengan efek
hospitalisasi yakni cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Nursalam,
2008). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya.
Hospitalisasi bagi anak dan orang tua akan menimbulkan stress dan
merasa tidak aman. Efek stress tergantung pada persepsi anak dan orang tua
terhadap penyakit dan pengobatan. Dampak hospitalisasi yakni, meninggalkan
lingkungan yang dicintai, meninggalkan keluarga, kehilangan kelompok sosial
sehingga menimbulkan kecemasan (Susilawati, 2008).
e. Stressor Hospitalisasi
Menurut Nursalam (2008), anak merasa cemas dan takut akibat
hospitalisasi karena anak merasa dipisahkan dari orang tua. Selain kecemasan
akibat perpisahan, anak juga mengalami kehilangan control atau kendali atas
dirinya. Akibat mngalami hospitalisasi, anak merasa kehilangan kebebasan dalam
mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap
ketergantungan yang dialaminya terutama anak akan menjadi lebih cepat marah
dan agresif (Nursalam, 2008).
Menurut Nursalam (2008), stressor hospitalisasi juga karena dikarenakan
akibat nyeri atau perlukaan pada tubuh. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan
menyeringai, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata
dengan lebar dan atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan
memukul.
f. Reaksi anak usia prasekolah dan keluarga terhadap hospitalisasi
g. Intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Anak membutuhkan perawatan yang kompeten dan sensitif untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi dan mengembangkan efek yang
positif. Rencana asuhan keperawatan harus dibuat berdasarkan pemahaman
mengenai pertumbuhan perkembangan anak (Nurssalam, 2008). Perawat memiliki
peran yang penting untuk membantu orang tua mengahdapi permasalahn yang
berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada
disamping pasien selama 24 jam dan berfokus pada asuhan keperawatan keluarga
dan anak.
Upaya dalam menyiapkan anak dan keluarga untuk hospitalisasi dapat
diberikan intervensi keperawatan yaitu dengan meminimalkan stressor,
memaksimalkan manfaat positif dari hospitalisasi, memberi dukungan psikologis
bagi anggota keluarga dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah sakit.
Dalam meminimalkan stressor anak terhadap hospitalisasi dapat dilakukan dengan

cara mencegah dan mengurangi dampak perpisahan, kehilangan kontrol, dan


meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubh dan nyeri (Fransiska, 2011).
Dampak perpisahan dapat dicegah dan dikurangi dengan cara melibatkan
orang tua dalam perawatan anak seperti memberikan kesmpatan bersama anak
setiap saa (rooming in). Apabila tidak memungkinkan, orang tua dapat melihat
anak untuk mempertahan kontak mereka (Nuryanto, 2010).
Manurut Marasaoly (2009), dalam memaksimalkan manfaat hospitalisasi
anak, dapat dilaksanakan dengan cara membantu perkembangan anak dengan
member kesemapatan orang tua unuk belajar tentang penyakit anak,
meningkatkan kemampuan control diri, memberikesempatan untuk bersosialisasi,
dan member dukungan kepada anggota keluarga.
3. Konsep Kecemasan

Anda mungkin juga menyukai