Dosen:
dr. Suprijanto Rijadi MPA., Ph.D.
Disusun Oleh :
DAFTAR ISI
hal
DAFTAR ISI 2
BAB I. PENDAHULUAN 3
1. Latar Belakang 3
2. Pelayanan medik sebagai suatu sistem 4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran
yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat indonesia. Peran strategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah
fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut pada
dewasa ini makin menonjol mengingat timbulnya perubahan-perubahan epidemiologi
penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan IPTEK, perubahan struktur
sosio- ekonomi masyarakat. Pelayanan yang lebih bermutu, ramah dan sanggup
memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan
di Indonesia.
Agar dapat memberi pelayanan yang baik maka dibutuhkan berbagai sumber
daya, yang harus di atur dengan proses manajemen secara baik. Istilah manajemen
sendiri berasal dari bahasa Latin manui , berarti tangan yang pegang kendali kud
a
agar sang kuda dapat di arahkan mencapai tujuan yang baik.
Manajemen adalah suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain menurut Marry Parker Tollet (cit : Hellriegel dan Slocum, 1992; Winardi 199
0)
yang juga pada dasarnya menyatakan bahwa manajemen terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating dan Controling (POAC). Stoner (cit : Hellriegel dan Slocum
,
1992; Winardi 1990) juga memberikan definisi bahwa manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari
anggota organisasi dan dari sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah di tetapkan.
Pada Rumah Sakit fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengawasan, serta evaluasi berada pada tingkatan manajer. Kelompok
pimpinan dalam organisasi dapat di bagi menjadi manajer puncak, manajer
menengah, dan manajer rendah, dan kemudian diikuti oleh tenaga pelaksana. Pada
tingkat pelaksana, kemampuan teknis merupakan modal utama kegiatan sehari-hari
dan kerangka konseptualnya bersifat operasional. Manajer puncak tentu berbeda
karakteristiknya, dimana kerangka konseptualnya lebih bersifat pemikiran strateg
ik
dan berperan utama dalam penentuan kebijakan umum. Manajer tingkat menengah
bertugas mengarahkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya taktis dan
dan ketiga adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya
harus dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu. Kesemuanya
ini sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain yang ada di rum
ah
sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya masyarakat ((PENGEMBANGAN
PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATANDI RUMAH SAKIT dr. Henni D. Supriadi K, MARS www.
pustaka.unpad.ac.id)
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
Pelayanan
Medik
Optimal
Perencanaan (Planning)
Pengorganisasian
(organizing)
Menggerakan (Actuating)
Pengawasan/pengendalian (Controlling )
- Tenaga medik -
EVALUASI
Gambar 1. Pelayan medik di Rumah sakit sebagai suatu sistem
Dengan pendekatan sistem pelayanan medik terdiri dari beberapa komponen yaitu :
A. Komponen INPUT yang terdiri dari :
a. Tenaga medik yaitu dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis.
Perhitungan kebutuhan tenaga medik Rumah Sakit dapat melalui berbagai cara
antara lain : Peraturan Menkes 262/1979, Indikator Staff Needs (ISN) dan standar
minimal.
- Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan (Rumah Sakit Kelas B), Seksi pelayanan (Kelas
C & D) yang mengelola sistem pelayanan medik sehingga dihasilkan suatu
pelayanan medik yang bermutu sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit. Sesuai
dengan Pasal 29 Permenkes 983/1992.
Tugas Wadir pelayanan sekurang-kurangnya meliputi pelayanan rawat jalan, rawat
inap, rawat darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi
,
rehabilitasi medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaraan jenazah,
pemeliharaan sarana Rumah Sakit dan kegiatan bidang pelayanan, keperawatan
serta urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Tugas bidang pelayanan
mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan medis, penunjang medis,
melaksanakan pemantauan dan pengawasan penggunaan fasilitas serta kegiatan
pelayanan medis dan penunjang medis, pengawasan dan pengendalian penerimaan
dan pemulangan pasien. Tugas ini juga dilaksanakan oleh seksi pelayanan pada
Rumah Sakit Kelas C.
c. Kebijakan Direktur
Tentang pelayanan medik di Rumah Sakit termasuk hak dan kewajiban pasien, hak
dan kewajiban petugas medik dan peraturan-peraturan lainnya.
e. Dana
Ada beberapa sumber dana yang dapat digunakan untuk terselenggaranya
pelayanan medik, antara lain :
a. Pendapatan Asli Rumah Sakit b.APBN (Depkes)
c. APBD Tingkat I d.APBD Tingkat II
e. Banpres f.Asuransi
g. Kontraktor h.Subsidi
i. dll.
200 juta penduduk Indonesia, + 27 juta masih termasuk penduduk miskin yang perlu
perhatian dan bantuan sesuai dengan fungsi sosial Rumah Sakit. Untuk itu
Peraturan Menkes No. 378/ 1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit
Swasta telah mengatur fungsi sosial Rumah Sakit dimana tempat tidur Kelas III ba
gi
Rumah Sakit Swasta/BUMN milik Yayasan adalah 25% dari jumlah tempat tidur
yang ada. Sedangkan bagi Pemodal Dalam Negeri (PMDN) dan Pemilik Modal
Asing (PMA) adalah 10% karena dikenakan pajak. Namun demikian jumlah tempat
tidur tersebut bukan satu-satunya fungsi sosial Rumah Sakit Swasta karena dapat
berupa yang lain misalnya Balkesmas, penyuluhan-penyuluhan, pelatihan. Dengan
demikian diharapkan kontribusi swasta/BUMN terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit mempunyai daya ungkit yang cukup besar.
Dalam manajemen prosesnya dapat digambarkan secara sederhana sebagai
;Perencanaan (Planning) pada Rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen
yang penting. Oleh karenanya perencanaan memegang peranan strategis untuk
keberhasilan pelayanan rumah sakit. Dengan menetapkan sistem perencanaan yang
baik, manajemen RS sudah menetapkan sebagian masalah pelayanan yang
dihadapi sebuah RS karena upaya pengembangan RS sudah didasarkan pada
kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan. Dalam perencanaan pelayanan
kesehatan perlu diperkirakan tentang apa-apa yang mungkin terjadi,hambatan atau
kendala yang ada, potensi yang mendukung keberhasilan, peluang-peluang yang
bisa dimanfaatkan, serta upaya pemecahan masalahnya.
Pengorganisasian (Organizing) merupakan fungsi manajemen organisasi
kedua setelah perencanaan. Pengorganisasian merupakan sarana bagi suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dengan adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab. Pemberian pelayanan kesehatan adalah kerja tim,bukan
perorangan. Keberhasilan pelayanan kesehatan adalah keberhasilan tim,karena
adanya kerjasama tim yang kompak,terkoordinasi, sinkronisasi dan harmonis. Hal i
ni
harus disadari oleh tenaga medis dan paramedis yang profesional. Siapa yang
memimpin, siapa yang membantu, siapa yang melaksanakan, kapan dilaksanakan,
di bagian apa dan mengapa dilaksanakan. Sehingga tugas itu menjadi bagian yang
tak terpisahkan yang rutin dan dilaksanakan terus menerus sehingga menjadi
kebiasaan yang melekat. Kelemahan yang menyebabkan kurangnya keberhasilan
adalah perasaan paling penting ataupun kurang penting diantara anggota tim.
Sehingga perlu ditekankan bahwa kberhasilan tim karena semuanya adalah penting
dengan kosekuensi bahwa masing-masing anggota tim bertanggung jawab atas
tugas dan fungsinya.
Fungsi penggerakan dan pelaksanaan (Actuating) di Rumah sakit sangat
kompleks, dimana kompleksitas ini dipengaruhi oleh dua aspek yaitu karena sifat
pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan
(costumer services),sehingga apapun kemungkinan hasil perawatan pasien sebagai
consumer (sembuh,cacat atau mati) kualitas pelayanan harus diarahkan untuk
kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya. Aspek kedua yang
membuat pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja
di RS terdiri dari berbagai jenis profesi. Kepemimpinan, komunikasi dan koordina
si
merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pengendalian (controlling) dalam
Rumah sakit diperlukan, pertama karena adanya banyaknya perubahan kondisi saat
ini dimana banyak muncul rumah sakit baru sehingga terjadi persaingan, juga
karena adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
Kedua karena kompleksitas,karena semakin besar sebuah rumah sakit maka
masalah yang dihadapi akan semakin rumit dan membutuhkan pengendalian
(controlling) yang baik. Yang ketiga karena ada kemungkinan terjadi kesalahan pa
da
bawahan maupun pada atasan/manajer, sehingga di perlukan pengawasan, bila
terjadi kesalahan bisa segera di deteksi.
Yang tidak kalah penting dalam suatu organisasi rumah sakit adalah evaluasi
(evaluation). Evaluasi dapat dilakukan harian,mingguan dan bulanan. Evaluasi ini
berguna untuk melakukan penilaian terhadap hasil dan pelaksanaan yang telah
dicapai dan juga untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai.
Tentu saja out put yang diharapkan adalah pelayanan medis yang bermutu,
terjangkau oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika Rumah
Sakit. Dengan demikian beberapa tolok ukur keberhasilan pelayanan di Rumah Sakit
seperti angka kematian di Rumah Sakit, kejadian infeksi nosokomial, kepuasan
pasien, waktu tunggu dan lain-lain akan berubah yaitu angka kematian rendah,
kejadian infeksi nosokomial rendah, kepuasan pasien meningkat, waktu tunggu
pendek. Keadaan ini akan meningkatkan CITRA Rumah Sakit yang merupakan
pemasaran Rumah Sakit. (jurnal menejemen pelayanan medik di rumah sakit henny dj
uhaeni )
BAB II
MANAJEMEN UNIT RAWAT JALAN
5. kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh
dokter dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap
kebutuhan pasien dan perasaannya
Ada tiga faktor penting yang menentukan pelayanan rawat jalan menurut
Taurany (1986) dan Willan (1990), yaitu :
2.1. Sarana
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari bagian
administrasi,terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan dekat dengan
apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu poliklinik,harus cukup luas. Di usahakan ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan noninfeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasimasuk dan
keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Poli-poli yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Poli anak tidak diletakkan dengan poli paru, sebaiknya poli anak dekat
dengan poli kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruang harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak poli jauh dari ruang incenerator,IPAL dan bengkel ME.
9. Bila konsep Rumah sakit dengan sterilisasi sentral, tidak perlu ada ruang
sterilisasi, namun pada beberapa poliklinik seperti poli Gigi/THT/Bedah tetap
harus ada ruang sterilisasi,karena alat-alat yang digunakan harus langsung
disterilkan untuk digunakan kembali.
Di bawah ini adalah contoh , pembagian instalasi rawat jalan pada rumah sakit ti
pe
C Kebutuhan sarana pelayanan rumah sakit kelas C terdiri dari :
1.
a.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
2. 2 Tenaga
Pimpinan rawat jalan harus seorang tenaga medis tetap yang ikut
berpartisipasi dalam kebijakan dan pengambilan keputusan seluruh kegiatan Rumah
sakit, serta bertanggung jawab langsung kepada direktur
2.3. Pasien
Usahakan waktu tunggu dari pengunjung dapat dikurangi seminimal mungkin
melalui pengaturan dari arus dan jumlah pengunjung dikaitkan dengan kapasitas
pelayanan yang ada.
Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pelayanan yang baik
tidak lain adalah faktor pengunjung, petugas dan sistem dari pelayanan itu sendi
ri.
3. Penggerakan
Dalam manajemen rawat jalan, Schultz (1976) menganalisa proses yang dijalani
pasien meliputi :
. Pasien diterima (petugas penerima-pasien)
. Diagnosis ditegakkan (dokter-lab-penunjang)
. Menerima obat (dokter-apoteker)
. Merasakan hasil pengobatan (Pasien)
. Berhenti berobat karena sembuh, pengobatan dilanjutkan atau rediagnosis
(Pasien-dokter).
Dari aprasi pasien yang dianalisa oleh schulz, maka urutan proses pelayanan
pasien adalah sebagai berikut :
.
.
.
.
.
.
.
.
Registrasi pasien
Menunggu pelayanan
Pemeriksaan pasien
Pengobatan
Penyuluhan pasien dan keluarganya
Sistm perjanjian dan penjadwalan kunjungan
Sistem pembayaran jasa
Pelayanan informasi.
.
.
.
.
Pengawasan harus dijalankan terus menerus untuk memastikan bahwa apa yang
dilaksanakan sesuai dengan tahap rencana pencapaian tujuan organisasi
b. Evaluasi
Evaluasi adalah fungsi manajemen yang dilaksanakan sercara sistematus
dan berlanjut untuk menilai apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana, serta mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanan
tersebut.
Agar evaluasi bisaberjalan dengan baik, maka pada saat membuat rencana
disamping ditetapkan target, juga harus ditetapkan indikator keberhasilan.
Evaluasi di rumah sakit sangat sulit dilaksanakan, walaupun demikian
beberapa langkah evaluasi terhadap sistem pelayanan dirumuskan oleh Grant
(1985) sbb :
. Peer Review, Clinical Review, Medical Audit: Evaluasi meliputi kecocokan
tindakan yang dilaksanakan, dibanding standar. Pelaksanaannya biasanya
oleh dokter spesialis yang dianggap mampu.
. Telaah departemental: evaluasi oleh departemen atas aktifitas klinik dalam
skala kecil di rumah sakit.
. Telaah oleh staf medik : evaluasi dilakukan oleh staf medik yang tidak
merawat pasien, misal, dilakukan oleh dokter yang telah pensiun yang
dikontrak untuk menelaah sejumlah rekam medik yang diambil sampel
. Telaah kematian : biasanya dilaksanakan oelh bagian kamar jenazah. Disini
terutama evaluasi pada outputnya.
. Evalusi dan komite farmasi dan terapi, komite pengelian infeksi nasokomial,
dan lain-lain.
. Audit perawat : dilaksanakan oleh staf perawat senior.
. Paramedical review: telaah terhadap pelayanan penunjang baik menyangkut
lama pemeriksaan, kesalahan pemeriksaan dan lain-lain
. Telaah atas pelayanan hotel: evaluasi pelayanan hotel adalah sangat mudah
mendapat perhatian.
. Telaah olah pasien: evaluasi oleh pasien boleh dilaksanakan, biasanya sekali
selama dirawat dan sekali setelah pulang. Walaupun kita tidak bisa berharap
banyak masukan dari evaluasi.(Hario Utomo, sistem antrian pelayanan rawat jalan
di poliklinik
penyakit dalam RSUD TKII Bekasi hal 23-42)
Pasien tiba
informasi
Loket karcis
bagian pendaftaran
Bagian
pendaftaran
Pasien baru
Pasien lama
Memperoleh
kartu berobat
Mengisi identitas
Rawat inap
apotik
Pelayanan
penunjang
Pasien pulang
BAB III
MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT
2. Faktor
. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh
masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumah sakit
. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda denagn pintu utama
. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien dapat sampai didepan pintu
yang areanya terlindung dari panas dan hujan( untuk lantai IGD yang tidak
sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp)
. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brangkar
. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari dua
ambulans(sesuai dengan beban RS)
. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehinggaarus pasien dapat lancar dan
tidak ada cross infection , dapat menampung korban bencana sesuai dengan
kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol oleh perawat
kepala jaga
. Area dekontaminasi ditempatkan didepan/diluar IGD atau terpisah dengan
IGD
. Ruang triase harus dapat memuat minimal 2(dua) brankar
. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien
. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD
. Memiliki ruang untuk istirahat (petugas dokter dan perawat)
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
tunggu
administrasi
triase
resusitasi
tindakan
pemeriksaan
observasi
. Ruang infeksi
. Gudang.
c. Standart Peralatan
.
.
.
.
alat
alat
alat
alat
dan obat
dan obat
dan obat
keamanan
untuk resusitasi
untuk life support
untuk diagnostik
(misalnya: pemadam kebakaran)
2.2 Tenaga
Instalasi gawat darurat harus dipimpin oleh dokter yang terlatih memiliki
kemampuan basic dan advanced life support, dibantu oleh tenaga media
keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan penanggulangan
gawat darurat. Standar ketenagaannya:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
https://lh4.googleusercontent.com/E5AV0I2H5YKH6Tg6luzAbGCf2c5CNPd4BzfxEAg0RbUbep
4kNqnXxLIC6NqQNLqU2olGkVzh6yfWV-NPxlNb4_bnZTuHqWfOJJitjA6xmZ332693Xw
b.level III
1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A,B,C dengan alat-alat yang
lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi
3. Observasi HCU/ R.resusitasi
4. Bedah Cito
c.level II
1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A: Jalan nafas (airway
problem),B.Pernafasan (Breathing problem),dan C.Sirkulasi pembuluh darah
(Circulation problem).
2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi (Observasi HCU)
3. Bedah Cito.
d.level I
1. Diagnosis dan penanganan: Permasalah pada A. Jalan nafas(airway
problem),B. Pernafasan (Breathing Problem) dan C. Sirkulasi pembuluh darah
(Circulation problem)
2. Melakukan stabilisasi dan evakuasi.
3.2. Pengorganisasian
IGD harus dikelola secara mandiri, tetapi tetap terintegrasi dan di integrasikan
dengan istalasi/unit lainnya di RS. Kriteria
a. administrasi dan pengolannya sbb:
Instalasi Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai ketentuan tertulis tentang:
3.3.Penggerakan
Tenaga medis diharapkan segera memahami standart operasional untuk
melakukan tindakan pelayanan gawat darurat. Seperti ketentuan triage, yaitu sist
em
seleksi pasien berdasarkan kegawat daruratan, sehingga tercipta suatu alur
pelayanan yang terkoordinasi secara otomatis.
Pelaksanaan Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai Standar Operasional
Prosedur (SOP) sebagai berikut:
o Kasus kegawatan dengan ancaman kematian
o True emergency (5 kasus terbanyak)
o Kasus dengan korban massal (trauma,bencana kimia,dll)
standart of conduct :
a. SUMBER DAYA MANUSIA
. Petugas yang ON CALL paling lambat telah sampai IGD
maksimal 2 jam
. Standar SDM harus terpenuhi 95 %
b. RUANGAN
. Ketersediaan ruangan 80% dari seluruh standar yang ada untuk
tiap kelas/bintang kecuali yang vital (untuk live saving 100%
sedangkan penunjang 50%)
. Beberapa ruangan bisa bergabung dengan ruang lainnya,prinsip
utama adalah jenis pelayanannya jadi tidak harus sendiri-sendiri
atau terletak di tempat yang lain (diluar IGD) tetapi dapat
diakses dan memberikan pelayanan 24 jam,tapi tidak harus
include dengan IGD
c. ALAT DAN FASILITAS MEDIS
. 80 % alat tersedia sesuai dengan kelas UGDnya (untuk yang
sifatnya life saving harus 100%
d. ALUR PELAYANAN PASIEN
. Triage
1. Dilakukan oleh minimal perawat
2. Waktu: maksimal 2 menit (dalam 2 menit,pasien sudah
dilakukan labelling)
o Pada keadaan sehari-hari : dituliskan di status
. False Emergency
. Pasien false emergency maksimal 1 jam di UGD.
. Kamar Operasi
1. Operasi damage control yang telah di prediksi maksimal
dalam 1,5 jam
2. Untuk masalah strangulasi/iskemik ; waktu tunggu
maksimal 4 jam
3. Untuk Infeksi : waktu tunggu maksimal 8 jam.
BAB IV
KESIMPULAN
1. pelayanan medik dirumah sakit merupakan suatu sistem manajemen yang terdiri
dari :
. input
. Proses
. Out put
2. pelayanan medik rawat jalan adalah adalah salah satu bentuk pelayanan medik
yang dilaksanakan sesuai dengan standart pelayanan dan atas persetujuan pasien
dengan tujuan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien secara optimal
melalui prosedur atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi
etika kedokteran
3. poliklinik rawat jalan yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam
proses POACE (perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk
menciptakan standart poliklinik rawat jalan yang baik, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a.fasilitas fisik yang memadai
b.Jam praktek yang tepat, terdapat pelayanan 24 jam dan sistem rujukan yang baik
c.penjadwalan kunjungan yang efisien, untuk memperndek waktu tunggu
d.tarif yang terjangkau oleh sasaran
e.kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh
dokter dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap kebutuhan
pasien dan perasaannya.
4. unit gawat darurat adalah unit pelayanan kesehatan dalam suatu rumah sakit
yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat
yang penyakit akut dan mengalami kecelakaan.
5. IGD yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam proses POACE
(perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk menciptakan
standart pelayanan gawat darurat dan sistem kerja selama 24 jam 7 hari seminggu
secara efektif dn efisien.
DAFTAR PUSTAKA