Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN PADA RAWAT JALAN

DAN UNIT GAWAT DARURAT


KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

Dosen:
dr. Suprijanto Rijadi MPA., Ph.D.

Disusun Oleh :

Dwi Putri Piandani (1006746470 )


Emma Aprilia ( 1006799602 )
Irma Yudith Ayu P ( 1006746092 )
Muslimah Hussein ( 1006799842 )

BIDANG KEKHUSUSAN KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


PROGRAM PASCASARJANA
BIDANG ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA
2010

DAFTAR ISI

hal
DAFTAR ISI 2

BAB I. PENDAHULUAN 3
1. Latar Belakang 3
2. Pelayanan medik sebagai suatu sistem 4

BAB II. MANAJEMEN UNIT RAWAT JALAN 10


1. Unit Rawat Jalan 10
2. Faktor yang berhubungan denga unit rawat Jalan 11
2.1 Sarana 11
2.2 Tenaga 12
2.3 Pasien 12
3. Menejemen Pelayanan instalasi Rawat Jalan 12
3.1 Perencanaan 13
3.2 Pengorganisasian 13
3.3 Penggerakan 13
3.4 Pengawasan dan Evaluasi 14
BAB III. MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT 17
1. Unit Gawat Darurat 17
2. Faktor yang berhubungan dengan unit gawat darurat 17
2.1 Sarana 18
2.2 Tenaga 20
2.3 Kebijakan prosedur 21
3. Menejemen Pelayanan instalasi Rawat Jalan 22
3.1 Perencanaan 22
3.2 Pengorganisasian 22
3.3 penggerakan 23
3.4 pengawasan dan evaluasi 25
BAB III. KESIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran
yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat indonesia. Peran strategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah
fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut pada
dewasa ini makin menonjol mengingat timbulnya perubahan-perubahan epidemiologi
penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan IPTEK, perubahan struktur
sosio- ekonomi masyarakat. Pelayanan yang lebih bermutu, ramah dan sanggup
memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan
di Indonesia.
Agar dapat memberi pelayanan yang baik maka dibutuhkan berbagai sumber
daya, yang harus di atur dengan proses manajemen secara baik. Istilah manajemen
sendiri berasal dari bahasa Latin manui , berarti tangan yang pegang kendali kud
a
agar sang kuda dapat di arahkan mencapai tujuan yang baik.
Manajemen adalah suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain menurut Marry Parker Tollet (cit : Hellriegel dan Slocum, 1992; Winardi 199
0)
yang juga pada dasarnya menyatakan bahwa manajemen terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating dan Controling (POAC). Stoner (cit : Hellriegel dan Slocum
,
1992; Winardi 1990) juga memberikan definisi bahwa manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari
anggota organisasi dan dari sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah di tetapkan.
Pada Rumah Sakit fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengawasan, serta evaluasi berada pada tingkatan manajer. Kelompok
pimpinan dalam organisasi dapat di bagi menjadi manajer puncak, manajer
menengah, dan manajer rendah, dan kemudian diikuti oleh tenaga pelaksana. Pada
tingkat pelaksana, kemampuan teknis merupakan modal utama kegiatan sehari-hari
dan kerangka konseptualnya bersifat operasional. Manajer puncak tentu berbeda
karakteristiknya, dimana kerangka konseptualnya lebih bersifat pemikiran strateg
ik
dan berperan utama dalam penentuan kebijakan umum. Manajer tingkat menengah
bertugas mengarahkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya taktis dan

mengimplementasikan kebijakan organisasi. Manajer tingkat rendah memberikan


seluruh perhatiannya pada berbagai tindakan operasional berdasarkan strategi,
taktik, kebijaksanaan teknis yang telah di tetapkan oleh manajer lapisan di atas
nya.
Semua kebijakan dan tindakan operasional rumah sakit didasari oleh
kebutuhan dari pasien (demand), yang di tandai dengan skala prioritas dan
penyediaan pelayanan waktu yang tepat. Secara umum, pengaturan ini meliputi,
pelayanan pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) yang dimaksud di sini
adalah unit gawat darurat, pelayanan segera (urgent), dan pelayanan yang dapat d
i
jadwalkan / di rencanakan (scheduleable) pada perawatan yang dijadwalkan adalah
unit rawat jalan.
Tujuan utama dari setiap sistem manajemen kesehatan harus berdasar pada
keamanan (safe) pasien harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, dan
dijauhkan dari setiap penyebab yang dapat melukai. Efektif (effective) pelayanan
kesehatan terbaik harus diberikan pada pasien berdasarkan pengetahuan terbaru
dan terbaik dan pemberian perawatan harus dapat memberikan keuntungan bagi
pasien. Pelayanan berpusat pada pasien (patient-centered) pelayanan harus
dilakukan untuk setiap pasien, berdasarkan keharusan, kebutuhan dan fungsinya.
Tepat waktu (timely) pelayanan kesehatan harus diberikan tepat waktu dan secara
cepat untuk melayani kebutuhan pasien dengan menghilangkan faktor penundaan
yang membuat pasien menunggu. Efisien (efficient) pelayanan harus diberikan
dengan cara seefisien mungkin dan tidak boleh menyia-nyiakan, peralatan, ide,
energi, waktu. Kesetaraan (equitable) pelayanan kesehatan tidak boleh membedabedakan karakteristik manusia, seperti jenis kelamin, etnis, daerah, dan status
sosial
ekonomi (cit : shortell,kaluzny 1944. Pg 10).
Pada penulisan paper kali ini kami akan membahas mengenai manajemen
pelayanan medik sesuai dengan POACE pada rawat jalan dan di UGD

2. Pelayanan Medik Sebagai Suatu Sistem


Pelayanan medik baik berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap, adalah
salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang mengelola pelayanan langsung kepada
pasien, bersama-sama dengan pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang.
Pelayanan medik sebagai suatu sistem terdiri dari: pertama, masukan yang terdiri
dari tenaga, organisasi dan tata laksana, kebijaksanaan dan prosedur, sarana dan
prasarana medik, serta pasien yang dilayani; kedua, proses pelayanan itu sendiri
,

dan ketiga adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya
harus dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu. Kesemuanya
ini sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain yang ada di rum
ah
sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya masyarakat ((PENGEMBANGAN
PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATANDI RUMAH SAKIT dr. Henni D. Supriadi K, MARS www.
pustaka.unpad.ac.id)

FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI

- Direktur - Keadaan sosial-ekonomi


- Manajer lain di RS budaya masyarakat
- Unit lain di RS - IPTEK

MASUKAN PROSES KELUARAN


PROSES
MASUKKAN

Pelayanan
Medik
Optimal

Perencanaan (Planning)
Pengorganisasian
(organizing)
Menggerakan (Actuating)
Pengawasan/pengendalian (Controlling )

- Tenaga medik -

- ORTAL - Kebijakan & prosedur


- Sarana & prasarana
- Pasien
- Dana

EVALUASI
Gambar 1. Pelayan medik di Rumah sakit sebagai suatu sistem

Dengan pendekatan sistem pelayanan medik terdiri dari beberapa komponen yaitu :
A. Komponen INPUT yang terdiri dari :
a. Tenaga medik yaitu dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis.
Perhitungan kebutuhan tenaga medik Rumah Sakit dapat melalui berbagai cara
antara lain : Peraturan Menkes 262/1979, Indikator Staff Needs (ISN) dan standar
minimal.

b. Organisasi dan Tata Laksana


Struktur organisasi yang berlaku saat ini mengacu kepada SK Menkes 983/ 1992,
namun pada pelaksanaannya banyak mengalami hambatan karena SDM yang ada
belum memenuhi kualifikasi yang ditentukan. Dalam SK Menkes 983, kedudukan
tenaga medik ada pada :
- Staf Medik Fungsional yang dikoordinasi oleh kepala SMF yang dipilih dan
bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit.

- Komite Medik yang bertugas membantu memonitor dan mengembangkan SMF


ditinjau dari aspek teknis medis termasuk hukum dan etika profesi maupun etika
Rumah Sakit. Untuk lebih jelasnya tentang komite medik ini menurut Departemen
Kesehatan sesuai dengan surat keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. HK
00.06.2.3.730 Juli 1995

- Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan (Rumah Sakit Kelas B), Seksi pelayanan (Kelas
C & D) yang mengelola sistem pelayanan medik sehingga dihasilkan suatu
pelayanan medik yang bermutu sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit. Sesuai
dengan Pasal 29 Permenkes 983/1992.
Tugas Wadir pelayanan sekurang-kurangnya meliputi pelayanan rawat jalan, rawat
inap, rawat darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi
,
rehabilitasi medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaraan jenazah,
pemeliharaan sarana Rumah Sakit dan kegiatan bidang pelayanan, keperawatan
serta urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Tugas bidang pelayanan
mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan medis, penunjang medis,
melaksanakan pemantauan dan pengawasan penggunaan fasilitas serta kegiatan
pelayanan medis dan penunjang medis, pengawasan dan pengendalian penerimaan
dan pemulangan pasien. Tugas ini juga dilaksanakan oleh seksi pelayanan pada
Rumah Sakit Kelas C.

c. Kebijakan Direktur
Tentang pelayanan medik di Rumah Sakit termasuk hak dan kewajiban pasien, hak
dan kewajiban petugas medik dan peraturan-peraturan lainnya.

d. Sarana dan Prasarana Pelayanan Medik


Meliputi :
- Gedung rawat jalan, rawat inap, ruang bedah, UGD, penunjang medik radiologi,
laboratorium, gizi dan lain-lain yang harus memenuhi syarat sesuai dengan
arsitektur Rumah Sakit yang berlaku.
- Sarana dan prasarana alat kesehatan sederhana maupun canggih untuk
terlaksananya pelayanan medik yang bermutu.

e. Dana
Ada beberapa sumber dana yang dapat digunakan untuk terselenggaranya
pelayanan medik, antara lain :
a. Pendapatan Asli Rumah Sakit b.APBN (Depkes)
c. APBD Tingkat I d.APBD Tingkat II
e. Banpres f.Asuransi
g. Kontraktor h.Subsidi
i. dll.

Dana tersebut digunakan untuk :

l. Investasi peralatan medik yang diperlukan sesuai dengan jenis pelayanan


yang diberikan.
2. Operasional yang terdiri dari :
- Jasa pelayanan medis yaitu jasa yang diberikan kepada petugas kesehatan
(mediss, paramedis maupun non-medis) atas pelayanan yang diberikan.
- Jasa Rumah Sakit yaitu jasa yang digunakan untuk operasional dan
pemeliharaan Rumah Sakit sehingga dapat memberikan pelayanan.
- Bahan habis pakai yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk
terselenggaranya suatu kegiatan pelayanan kepada pasien. Ketiga komponen
operasional tersebut tercermin pada tarif Rumah Sakit.
f. Pasien/klien
Dilihat dari status sosio-ekonomi dan budaya masyarakat pasien dapat digolongkan
pada pasien tingkat menengah ke atas dan tingkat menengah ke bawah. Pada
perencanaan suatu Rumah Sakit perlu memperhitungkan status pasien yang akan
menjadi pangsa pasar Rumah Sakit sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit. Dari

200 juta penduduk Indonesia, + 27 juta masih termasuk penduduk miskin yang perlu
perhatian dan bantuan sesuai dengan fungsi sosial Rumah Sakit. Untuk itu
Peraturan Menkes No. 378/ 1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit
Swasta telah mengatur fungsi sosial Rumah Sakit dimana tempat tidur Kelas III ba
gi
Rumah Sakit Swasta/BUMN milik Yayasan adalah 25% dari jumlah tempat tidur
yang ada. Sedangkan bagi Pemodal Dalam Negeri (PMDN) dan Pemilik Modal
Asing (PMA) adalah 10% karena dikenakan pajak. Namun demikian jumlah tempat
tidur tersebut bukan satu-satunya fungsi sosial Rumah Sakit Swasta karena dapat
berupa yang lain misalnya Balkesmas, penyuluhan-penyuluhan, pelatihan. Dengan
demikian diharapkan kontribusi swasta/BUMN terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit mempunyai daya ungkit yang cukup besar.
Dalam manajemen prosesnya dapat digambarkan secara sederhana sebagai
;Perencanaan (Planning) pada Rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen
yang penting. Oleh karenanya perencanaan memegang peranan strategis untuk
keberhasilan pelayanan rumah sakit. Dengan menetapkan sistem perencanaan yang
baik, manajemen RS sudah menetapkan sebagian masalah pelayanan yang
dihadapi sebuah RS karena upaya pengembangan RS sudah didasarkan pada
kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan. Dalam perencanaan pelayanan
kesehatan perlu diperkirakan tentang apa-apa yang mungkin terjadi,hambatan atau
kendala yang ada, potensi yang mendukung keberhasilan, peluang-peluang yang
bisa dimanfaatkan, serta upaya pemecahan masalahnya.
Pengorganisasian (Organizing) merupakan fungsi manajemen organisasi
kedua setelah perencanaan. Pengorganisasian merupakan sarana bagi suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dengan adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab. Pemberian pelayanan kesehatan adalah kerja tim,bukan
perorangan. Keberhasilan pelayanan kesehatan adalah keberhasilan tim,karena
adanya kerjasama tim yang kompak,terkoordinasi, sinkronisasi dan harmonis. Hal i
ni
harus disadari oleh tenaga medis dan paramedis yang profesional. Siapa yang
memimpin, siapa yang membantu, siapa yang melaksanakan, kapan dilaksanakan,
di bagian apa dan mengapa dilaksanakan. Sehingga tugas itu menjadi bagian yang
tak terpisahkan yang rutin dan dilaksanakan terus menerus sehingga menjadi
kebiasaan yang melekat. Kelemahan yang menyebabkan kurangnya keberhasilan
adalah perasaan paling penting ataupun kurang penting diantara anggota tim.

Sehingga perlu ditekankan bahwa kberhasilan tim karena semuanya adalah penting
dengan kosekuensi bahwa masing-masing anggota tim bertanggung jawab atas
tugas dan fungsinya.
Fungsi penggerakan dan pelaksanaan (Actuating) di Rumah sakit sangat
kompleks, dimana kompleksitas ini dipengaruhi oleh dua aspek yaitu karena sifat
pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan
(costumer services),sehingga apapun kemungkinan hasil perawatan pasien sebagai
consumer (sembuh,cacat atau mati) kualitas pelayanan harus diarahkan untuk
kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya. Aspek kedua yang
membuat pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja
di RS terdiri dari berbagai jenis profesi. Kepemimpinan, komunikasi dan koordina
si
merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pengendalian (controlling) dalam
Rumah sakit diperlukan, pertama karena adanya banyaknya perubahan kondisi saat
ini dimana banyak muncul rumah sakit baru sehingga terjadi persaingan, juga
karena adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
Kedua karena kompleksitas,karena semakin besar sebuah rumah sakit maka
masalah yang dihadapi akan semakin rumit dan membutuhkan pengendalian
(controlling) yang baik. Yang ketiga karena ada kemungkinan terjadi kesalahan pa
da
bawahan maupun pada atasan/manajer, sehingga di perlukan pengawasan, bila
terjadi kesalahan bisa segera di deteksi.
Yang tidak kalah penting dalam suatu organisasi rumah sakit adalah evaluasi
(evaluation). Evaluasi dapat dilakukan harian,mingguan dan bulanan. Evaluasi ini
berguna untuk melakukan penilaian terhadap hasil dan pelaksanaan yang telah
dicapai dan juga untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai.
Tentu saja out put yang diharapkan adalah pelayanan medis yang bermutu,
terjangkau oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika Rumah
Sakit. Dengan demikian beberapa tolok ukur keberhasilan pelayanan di Rumah Sakit
seperti angka kematian di Rumah Sakit, kejadian infeksi nosokomial, kepuasan
pasien, waktu tunggu dan lain-lain akan berubah yaitu angka kematian rendah,
kejadian infeksi nosokomial rendah, kepuasan pasien meningkat, waktu tunggu
pendek. Keadaan ini akan meningkatkan CITRA Rumah Sakit yang merupakan
pemasaran Rumah Sakit. (jurnal menejemen pelayanan medik di rumah sakit henny dj
uhaeni )

BAB II
MANAJEMEN UNIT RAWAT JALAN

1. UNIT RAWAT JALAN


Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari
pelayanan kedokteran. Karena tingginya biaya perawatan pasien yang kompleks
maka diperlukan suatu fasilitas yang bisa memberikan pengobatan yang adekuat
dengan biaya yang lebih sedikit dan lebih sedikit intervensi. Bentuk pelayanan i
ni
akan mengurangi pengeluaran biaya rumah sakit pasien dengan adanya diagnosis
awal dan pengobatan dini. Secara sederhana pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap
(Hospitalization)(Feste,1989).
Tujuan dari pelayanan rawat jalan adalah mengupayakan kesembuhan dan
pemulihan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggung jawabkan.(standart pelayanan Rumah sakit, dirjen yanmed depkes RI
thn 1999). Sedangkan Fungsi dari pelayanan rawat jalan adalah sebagai tempat
konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di
bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu
singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan.
poliklinik juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagosis dini,yaitu temp
at
pemriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut dalam tahap
pengobatanpenyakit.
Pelayanan rawat jalan dibagi menjadi beberapa bagian atau poliklinik,
menggambarkan banyaknya pelayanan spesialistik,subspesialistik dan pelayanan
gigi spesialistik dari staf medis yang ada pada rumah sakit.

2. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pelayanan Rawat Jalan


Jika kita mengacu pada analisa Ross, poliklinik rawat jalan yang baik adalah
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Fasilitas fisik rumah sakit yang memadai
2. Jam praktek yang tepat, terdapat pelayanan 24 jam dan sistem rujukan yang
baik
3. penjadwalan kunjungan yang efisien, untuk memperndek waktu tunggu
4. tarif yang terjangkau oleh sasaran

5. kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh
dokter dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap
kebutuhan pasien dan perasaannya

Ada tiga faktor penting yang menentukan pelayanan rawat jalan menurut
Taurany (1986) dan Willan (1990), yaitu :
2.1. Sarana
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari bagian
administrasi,terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan dekat dengan
apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu poliklinik,harus cukup luas. Di usahakan ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan noninfeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasimasuk dan
keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Poli-poli yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Poli anak tidak diletakkan dengan poli paru, sebaiknya poli anak dekat
dengan poli kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruang harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak poli jauh dari ruang incenerator,IPAL dan bengkel ME.
9. Bila konsep Rumah sakit dengan sterilisasi sentral, tidak perlu ada ruang
sterilisasi, namun pada beberapa poliklinik seperti poli Gigi/THT/Bedah tetap
harus ada ruang sterilisasi,karena alat-alat yang digunakan harus langsung
disterilkan untuk digunakan kembali.
Di bawah ini adalah contoh , pembagian instalasi rawat jalan pada rumah sakit ti
pe
C Kebutuhan sarana pelayanan rumah sakit kelas C terdiri dari :
1.
a.
b.
c.
d.

Poli Umum, terdiri dari 4 klinik spesialis dasar,antara lain :


klinik penyakit dalam
klinik anak
klinik bedah
klinik kebidanan dan penyaki kandungan

2. Klinik tambahan/pelengkap antara lain :


a. klinik mata

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik
klinik

Telinga Hidung Tenggorokan (THT)


gigi dn mulut.
kulit dan kelamin
syaraf
jiwa
rehabilitasi medik
jantung
paru
bedah syaraf
orthopedi.
kanker
nyeri
geriartri.

2. 2 Tenaga
Pimpinan rawat jalan harus seorang tenaga medis tetap yang ikut
berpartisipasi dalam kebijakan dan pengambilan keputusan seluruh kegiatan Rumah
sakit, serta bertanggung jawab langsung kepada direktur
2.3. Pasien
Usahakan waktu tunggu dari pengunjung dapat dikurangi seminimal mungkin
melalui pengaturan dari arus dan jumlah pengunjung dikaitkan dengan kapasitas
pelayanan yang ada.
Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pelayanan yang baik
tidak lain adalah faktor pengunjung, petugas dan sistem dari pelayanan itu sendi
ri.

3. Manajemen Pelayanan Instalasi Rawat Jalan


Dalam proses manajemen rawat jalan rumah sakit, hal-hal yang perlu
diperhatikan :
3.1. Perencanaan
Dalam penerapan perencanaan ini harus diperhatikan aspek :
. Meningkatkan pasien rawat inap
. Pengembangan jenis pelayanan rawat jalan
Dalam perencanaan yang perlu dipertimbangkan dengan baik adalah sebagai
berikut :

. Sumber daya yang digunakan misalnya fasilitas pelayanan, peralatan, bahan


dana untuk pengembangan, informasi tentang jenis pelayanan baru dan staf
. Metode yang akan ditempuh, proses dan prosedur
. Tugas,standart dan tujuan yang akan dicapai
. Tahapan yang akan ditempuh
. Pelaksanaan pengimplementasian rencana
. Proyeksi tujuan
. Lokasi penerapan rencana
. Penjadwalan pelaksanaan rencana secara rinci
. Rencana pengawasan dan evaluasi pelaksanaan rencana
. Penetapan alat dan cara pengukuran dan penilaian kemampuan dan
pencapaian sasaran.
Bittel(1995) membagi tahapan perencanaan menjadi dua rencana yaitu
rencana jangka panjang dan jangka pendek. Rencana jangka pendek biasanya
dengan mempertimbangkan sasaran-sasaran jangka pendek (misal : rencana
tahunan). Adapun rencana jangka panjang adalah rencana strategik yang
menyususnnya diperlukan melihat keluar organisasi untuk mengantisipasi kebutuhan
dan peluang dimasa depan, dan menginventarisir sumber daya dan kemampuan yng
ada didalam organisasi. Oleh karena terjadinya percepatan perubahan di dalam
masyarakat maka rencana jangka panjang biasanya di buat dalam rencana lima
tahunan.
3.2. Pengorganisasian
Taurany (1994) mengemukakan ciri organisasi rawat jalan yang harus
memperhatikan proses pelayanan pasien yang dipengaruhi oleh 3 unsur penting
berikut :
. Tenaga yang melaksanakan, terdiri dari medis, paramedis dan non medis
yang saling bergantung.
. Bentuk pelayanan yangi tailor-made
. Ciri dan cara kerja team-work
Dengan ketiga ciri di atas maka perlu kejelasan tugas masing-masing sehingga tid
ak
timbul gap dan tumpang tindih dalam pelayanan.

3. Penggerakan
Dalam manajemen rawat jalan, Schultz (1976) menganalisa proses yang dijalani
pasien meliputi :
. Pasien diterima (petugas penerima-pasien)
. Diagnosis ditegakkan (dokter-lab-penunjang)
. Menerima obat (dokter-apoteker)
. Merasakan hasil pengobatan (Pasien)
. Berhenti berobat karena sembuh, pengobatan dilanjutkan atau rediagnosis
(Pasien-dokter).
Dari aprasi pasien yang dianalisa oleh schulz, maka urutan proses pelayanan
pasien adalah sebagai berikut :
.
.
.
.
.
.
.
.

Registrasi pasien
Menunggu pelayanan
Pemeriksaan pasien
Pengobatan
Penyuluhan pasien dan keluarganya
Sistm perjanjian dan penjadwalan kunjungan
Sistem pembayaran jasa
Pelayanan informasi.

3.4. Pengawasan dan Evaluasi


a. Pengawasan
pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen untuk memantau apakah semua
kegiatan telah dilaksanakan sesuai ketentuan atau kebijaksanaan yang berlaku,
agar sumberdaya digunakan secara optimal. Menurut taurany (1994) ada 3 manfaat
pengawasan :
. mencegah penyelewengan/ kebocoran harta/ kekayaan rumah sakit dan
menjamin penggunaan sumber daya secara optimal
. setiap anggota organisasi merasa diawasi sehingga bekerja dengan sebaik
mungkin
. merasa yakin yang lain juga diawasi, sehingga mengurangi frustasi di bagian
kering
menurut Bittel(1995) proses pengawasan terdiri dari 4 langkah:

.
.
.
.

Tetapkan standart-standart kinerja secara konkret dan terukur


Ukur hasil kinerja aktual
Bandingkan hasil kinerja aktual dengan standar
Laksanakan tindakan korektif, bila terjadi penyimpangan yang berarti.

Pengawasan harus dijalankan terus menerus untuk memastikan bahwa apa yang
dilaksanakan sesuai dengan tahap rencana pencapaian tujuan organisasi
b. Evaluasi
Evaluasi adalah fungsi manajemen yang dilaksanakan sercara sistematus
dan berlanjut untuk menilai apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana, serta mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanan
tersebut.
Agar evaluasi bisaberjalan dengan baik, maka pada saat membuat rencana
disamping ditetapkan target, juga harus ditetapkan indikator keberhasilan.
Evaluasi di rumah sakit sangat sulit dilaksanakan, walaupun demikian
beberapa langkah evaluasi terhadap sistem pelayanan dirumuskan oleh Grant
(1985) sbb :
. Peer Review, Clinical Review, Medical Audit: Evaluasi meliputi kecocokan
tindakan yang dilaksanakan, dibanding standar. Pelaksanaannya biasanya
oleh dokter spesialis yang dianggap mampu.
. Telaah departemental: evaluasi oleh departemen atas aktifitas klinik dalam
skala kecil di rumah sakit.
. Telaah oleh staf medik : evaluasi dilakukan oleh staf medik yang tidak
merawat pasien, misal, dilakukan oleh dokter yang telah pensiun yang
dikontrak untuk menelaah sejumlah rekam medik yang diambil sampel
. Telaah kematian : biasanya dilaksanakan oelh bagian kamar jenazah. Disini
terutama evaluasi pada outputnya.
. Evalusi dan komite farmasi dan terapi, komite pengelian infeksi nasokomial,
dan lain-lain.
. Audit perawat : dilaksanakan oleh staf perawat senior.
. Paramedical review: telaah terhadap pelayanan penunjang baik menyangkut
lama pemeriksaan, kesalahan pemeriksaan dan lain-lain
. Telaah atas pelayanan hotel: evaluasi pelayanan hotel adalah sangat mudah
mendapat perhatian.

. Telaah olah pasien: evaluasi oleh pasien boleh dilaksanakan, biasanya sekali
selama dirawat dan sekali setelah pulang. Walaupun kita tidak bisa berharap
banyak masukan dari evaluasi.(Hario Utomo, sistem antrian pelayanan rawat jalan
di poliklinik
penyakit dalam RSUD TKII Bekasi hal 23-42)

Semua proses pelayanan ini dilakukan secara kontinyu dan terkoordinir,


adanya mekanisme rujukan, penjadwalan yang konsekwen, seleksi pasien tepat,
dan pelayanan waktu. Sehingga memperoleh out put berupa kepuasaan pasien
dalam bentuk adanya penurunan angka kematian dan kesakitan di rumah sakit.

ALUR PELAYANAN DI RAWAT JALAN RSUD BEKASI

Pasien tiba

informasi

Loket karcis

bagian pendaftaran

Bagian
pendaftaran

Pasien baru
Pasien lama

Memperoleh
kartu berobat
Mengisi identitas

Pasien menunggu di depan


poliklinik yang dituju

Mendapat pelayanan dokter

Selesai pelayanan dokter

Rawat inap
apotik
Pelayanan
penunjang
Pasien pulang

BAB III
MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT

1. UNIT GAWAT DARURAT


Berdasarkan defenisi yang tercantum dalam standart pelayanan rumah sakit
tahun 1992, unit gawat darurat adalah unit pelayanan kesehatan dalam satu rumah
sakit yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856/
Menkes/SK/IX/2009 bahwa rumah sakit harus memiliki standar instalasi gawat
darurat sehingga dapat memberikan pelayanan dengan respon cepat dan
penanganan yang tepat.
Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat. Hal ini sesuai dengan tujuan dari unit gawat darurat pada suatu
rumah sakit adalah:
. Mencegah kematian dan cacat pada penderita gawat darurat
. Merujuk sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih
memadai
. Penanggulangan korban bencana
untuk mencapai tujuan ini diperlukan suatu standar dalam memberikan pelayanan
gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan
sarana,prasarana,sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit sesuai dengan standar.

2. Faktor

faktor Yang Berhubungan Dengan Unit Gawat Darurat

Berdasarkan keputusan mentri Kesehatan Republik Indonsia nomer


856/menkes/SK/IX/2009, ditetapkan prinsip umum unit pelayan gawat darurat dalam
suatu rumah sakit sebagai berikut:
1. Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan:
a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat.

b. Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)


1. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit harus dapat memberikan
pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
2. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit
diseragamkan menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD).
3. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat.
4. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit setelah sampai
di IGD.
5. Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi
multidisiplin,multiprofesi dan terintegrasi,dengan struktur organisasi funsional
yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana,yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di
Instalai Gawat Darurat (IGD),dengan wewenag penuh yang dipimpin oleh
dokter.
6. Setiap rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat
daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.
Klasifikasi Pelayanan Instalasi Gawat Darurat terdiri dari:
1) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal
untuk Rumah Sakit kelas A.
2) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal
untuk Rumah Sakit kelas B.
3) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal
untuk Rumah Sakit kelas C.
4) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal
untuk Rumah Sakit Kelas D.

Sebagai suatu proses manajemen pelayanan kesehatan maka terdapat tiga


faktor penting yang mementukan penampilan pelayanan unit gawat darurat, yaitu
2.1. Sarana
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a .Persyaratan fisik bangunan:
. Luas IGD disesuaikan denga beban kerja RS dengan memperhitungkan
kemungkinan penanganan korban massal/bencana

. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh
masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumah sakit
. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda denagn pintu utama
. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien dapat sampai didepan pintu
yang areanya terlindung dari panas dan hujan( untuk lantai IGD yang tidak
sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp)
. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brangkar
. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari dua
ambulans(sesuai dengan beban RS)
. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehinggaarus pasien dapat lancar dan
tidak ada cross infection , dapat menampung korban bencana sesuai dengan
kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol oleh perawat
kepala jaga
. Area dekontaminasi ditempatkan didepan/diluar IGD atau terpisah dengan
IGD
. Ruang triase harus dapat memuat minimal 2(dua) brankar
. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien
. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD
. Memiliki ruang untuk istirahat (petugas dokter dan perawat)

b. Standar ruangan dan peralatan


Menurut buku pedoman pelayanan gawat darurat, Depkes RI luas minimal
yang dibutuhkan unit gawat darurat rumah sakit kelas C adalah 400m2, menurut
putsep 1000m2 per 100 pasien per hari, menurut rex 8600 nsf/60000
kunjungan/tahun.
Pembagian ruang menurut depkes sebagai berikut:
.
.
.
.
.
.
.

Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang
Ruang

tunggu
administrasi
triase
resusitasi
tindakan
pemeriksaan
observasi

. Ruang infeksi
. Gudang.

c. Standart Peralatan
.
.
.
.

alat
alat
alat
alat

dan obat
dan obat
dan obat
keamanan

untuk resusitasi
untuk life support
untuk diagnostik
(misalnya: pemadam kebakaran)

2.2 Tenaga
Instalasi gawat darurat harus dipimpin oleh dokter yang terlatih memiliki
kemampuan basic dan advanced life support, dibantu oleh tenaga media
keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan penanggulangan
gawat darurat. Standar ketenagaannya:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kepala unit gawat darurat (dokter spesialis atau dokter umum)


Kepala harian (4 orang, dokter umum)
Triage officer (4 orang, perawat senior)
Perawat ruang resusitasi (4 orang)
Perawat ruang observasi (4 orang)
Perawat ruang tindakan (4 orang)
Perawat di ruang periksa (4 orang)
Tenaga medical record (4 orang)
Tenaga keuangan/TU (4 orang)
Tenaga keamanan (4 orang)

Dan mereka melakukan jenis pelayanan


a.level IV
Memberikan Pelayanan Sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan: permasalah pada A,B,C dengan alat-alat yeng
lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi
3. Observasi HCU/ R Resusitasi-ICU
4. Bedah Cito

https://lh4.googleusercontent.com/E5AV0I2H5YKH6Tg6luzAbGCf2c5CNPd4BzfxEAg0RbUbep
4kNqnXxLIC6NqQNLqU2olGkVzh6yfWV-NPxlNb4_bnZTuHqWfOJJitjA6xmZ332693Xw
b.level III
1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A,B,C dengan alat-alat yang
lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi
3. Observasi HCU/ R.resusitasi
4. Bedah Cito
c.level II
1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A: Jalan nafas (airway
problem),B.Pernafasan (Breathing problem),dan C.Sirkulasi pembuluh darah
(Circulation problem).
2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi (Observasi HCU)
3. Bedah Cito.
d.level I
1. Diagnosis dan penanganan: Permasalah pada A. Jalan nafas(airway
problem),B. Pernafasan (Breathing Problem) dan C. Sirkulasi pembuluh darah
(Circulation problem)
2. Melakukan stabilisasi dan evakuasi.

2.3. Kebijakan Prosedur


Untuk menciptakan pelayanan yang efektif dan efesien pada instalasi gawat
darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari secara terus menerus, maka harus ada kebijaka
n
dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau dan disempurnakan
(bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.
Alur Kegiatan UGD

3. Manajemen pelayanan unit gawat darurat


3.1. Perencanaan
untuk mencapai kepuasan pasien pada pelayanan medis gawat darurat, maka
diperlukan perencanaan yang matang sehingga menciptakan pelayanan yang efektif
dan efisien, sehingga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Instalasi gawat darurat harus mempunyai:
a. Falsafah dan Tujuan
Instalasi emeregensi gawat darurat memberikan pelayanan kepada
masyarakat/penderita sesuai dengan standart. Kriterianya sbb :
. RS menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus
selama 24 jam, 7 hari seminggu
. Ada istalasi yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit pelayanan
lainnya di rumah sakit
. Ada kebijakan prosedur tertulis tentang png tidak tergolong akut gawat akan
tetapi datang berobat diIGD
. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi disesuaikan dengan kebutuhan
penderita dan masyarakat
. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kegawat daruratan
b. target dan standart
1. Target pencapaian standar Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit secara
nasional adalah maksimal 5 tahun dari tanggal penetapan SK.
2. Setiap Rumah Sakit dapat menentukan target pencapaian lebih cepat dari
target maksimal capaian secara nasional.
3. Rencana pencapaian dan penerapan standar Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit dilaksanakan secara bertahap berdasarkan pada analisis kemampuan
dan potensi daerah.

3.2. Pengorganisasian
IGD harus dikelola secara mandiri, tetapi tetap terintegrasi dan di integrasikan
dengan istalasi/unit lainnya di RS. Kriteria
a. administrasi dan pengolannya sbb:
Instalasi Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai ketentuan tertulis tentang:

. Uraian tugas struktur organisasi dan personalia


. Pendataan fasilitas,sarana dan prasarana,dan lain-lain.
. Pelaksanaan koordinasi dengan instalasi-instalasi pelayanan baik
inter pelayanan gawat darurat maupun di dalam rumah sakit
. Disaster paln yang merupakan bagian dari disaster plan rumah
sakit.
b.pimpinan dan staf
. Pelaksanaan gawat darurat harus terdiri dari:
. Instalasi Gawat Darurat dipimpin oleh minimal Dokter Umum
dengan pengetahuan manajemen dan teknis medis
penanggulangan penderita gawat darurat.
. Staf pelaksana Gawat Darurat adalah tenaga fungsional
dengan kualifikasi sesuai klarifikasi pelayanan gawat darurat.

c.lokasi dan fasilitas


. Lokasi Pelayanan Gawat Darurat mudah diakses langsung oleh
masyarakat
. Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai fasilitas
triase,resusitasi,ruang observasi,pelayanan False Emergency ,ruang
istirahat petugas,ruang tunggu dan lain-lainnya.
. Dalam keadaan musibah massal mudah dilakukan zoning ruangan.
. Mempunyai fasilitas komunikasi dan informasi untuk masyarakat.
. Mempunyai fasilitas untuk live saving (alat,obat dan ruangan)

3.3.Penggerakan
Tenaga medis diharapkan segera memahami standart operasional untuk
melakukan tindakan pelayanan gawat darurat. Seperti ketentuan triage, yaitu sist
em
seleksi pasien berdasarkan kegawat daruratan, sehingga tercipta suatu alur
pelayanan yang terkoordinasi secara otomatis.
Pelaksanaan Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai Standar Operasional
Prosedur (SOP) sebagai berikut:
o Kasus kegawatan dengan ancaman kematian
o True emergency (5 kasus terbanyak)
o Kasus dengan korban massal (trauma,bencana kimia,dll)

o Kasus keracunan massal


o Kasus -kasus khusus:
i. Perkosaan,kekerasan pada anak
ii. Persalinan normal/tidak normal
iii. Kegawatan diruang perawatan
o Ketentuan-ketentuan khusus yang berhubungan dengan:
i. Kegunaan hubungan dengan asuransi
ii. Batas-batas tindakan medik
iii. Etika dan hukum
iv. Pendataan

standart of conduct :
a. SUMBER DAYA MANUSIA
. Petugas yang ON CALL paling lambat telah sampai IGD
maksimal 2 jam
. Standar SDM harus terpenuhi 95 %
b. RUANGAN
. Ketersediaan ruangan 80% dari seluruh standar yang ada untuk
tiap kelas/bintang kecuali yang vital (untuk live saving 100%
sedangkan penunjang 50%)
. Beberapa ruangan bisa bergabung dengan ruang lainnya,prinsip
utama adalah jenis pelayanannya jadi tidak harus sendiri-sendiri
atau terletak di tempat yang lain (diluar IGD) tetapi dapat
diakses dan memberikan pelayanan 24 jam,tapi tidak harus
include dengan IGD
c. ALAT DAN FASILITAS MEDIS
. 80 % alat tersedia sesuai dengan kelas UGDnya (untuk yang
sifatnya life saving harus 100%
d. ALUR PELAYANAN PASIEN
. Triage
1. Dilakukan oleh minimal perawat
2. Waktu: maksimal 2 menit (dalam 2 menit,pasien sudah
dilakukan labelling)
o Pada keadaan sehari-hari : dituliskan di status

o Pada keadaan bencana : kode labelling (warna)


Merah,Kuning,Hijau dan Hitam
3. Resusitasi dan stabilisasi
. Apabila pasien memerlukan resusitasi bedah maka:
o Maksimal telah dilakukan resusitasi : 20 menit
sejak pasien terdaftar
o Waktu diruangan :maksimal 4 jam
o Target pencapaian 80% dari total seluruh pasien
yang masuk ruang resusitasi.

. False Emergency
. Pasien false emergency maksimal 1 jam di UGD.
. Kamar Operasi
1. Operasi damage control yang telah di prediksi maksimal
dalam 1,5 jam
2. Untuk masalah strangulasi/iskemik ; waktu tunggu
maksimal 4 jam
3. Untuk Infeksi : waktu tunggu maksimal 8 jam.

3.4. pengawasan dan evaluasi


Evaluasi pada pelayan IGD berupa,.evaluasi kendali mutu :
Pelaksana Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai tim evaluasi dan kendali
mutu sebagai berikut:
o
o
o
o

Tim audit Pelayanan Medik


Tim Audit Administrasi dan Keuangan
Tim Evalusi Data
Organisasi Dan Tata Laksana

BAB IV
KESIMPULAN
1. pelayanan medik dirumah sakit merupakan suatu sistem manajemen yang terdiri
dari :
. input
. Proses
. Out put
2. pelayanan medik rawat jalan adalah adalah salah satu bentuk pelayanan medik
yang dilaksanakan sesuai dengan standart pelayanan dan atas persetujuan pasien
dengan tujuan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien secara optimal
melalui prosedur atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi
etika kedokteran
3. poliklinik rawat jalan yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam
proses POACE (perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk
menciptakan standart poliklinik rawat jalan yang baik, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a.fasilitas fisik yang memadai
b.Jam praktek yang tepat, terdapat pelayanan 24 jam dan sistem rujukan yang baik
c.penjadwalan kunjungan yang efisien, untuk memperndek waktu tunggu
d.tarif yang terjangkau oleh sasaran
e.kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh
dokter dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap kebutuhan
pasien dan perasaannya.
4. unit gawat darurat adalah unit pelayanan kesehatan dalam suatu rumah sakit
yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat
yang penyakit akut dan mengalami kecelakaan.
5. IGD yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam proses POACE
(perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk menciptakan
standart pelayanan gawat darurat dan sistem kerja selama 24 jam 7 hari seminggu
secara efektif dn efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoema, Suparto Dr,1994.

Manajemen Rumah Sakit

Erythawidhayana, tesis MARS optimalisasi sistem pelayanan instalasi rawat jalan


RSUP fatmawati Jakarta, 2000,
Kepres Menkes RI no.856/menkes/SK/IX/2009
Untoro Hario, tesis sistem antrian pelayanan dipoliklinik rawat jalan penyakit dal
am
RSUD tingkat II bekasi Jakarta 1997
www.pustaka.unpad.ac.iddr. Henni D. PENGEMBANGAN PELAYANAN MEDIK
DAN KEPERAWATANDI RUMAH SAKIT Supriadi K, MARS

Anda mungkin juga menyukai