Anda di halaman 1dari 4

Disusun oleh Johny Bayu Fitantra

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit obstruksi napas yang
terjadi secara kronis dan progresif. Suatu obstruksi saluran napas dapat ditandai dengan
adanya penurunan rasio dari volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dibandingkan dengan
kapasitas vital paksa (KVP). Obstruksi saluran napas ditandai dengan nilai VEP1/KVP yang
<70%. Juga, dipertimbangkan nilai VEP1 yang <80% nilai prediksi (dibandingkan dengan
suatu standar kebanyakan orang, yang mana nilai VEP1 ini tergantung pada usia, jenis
kelamin, dan tinggi badan).
Selain ditandai dengan penurunan fungsi paru yang bersifat obstruktif, penderita PPOK juga
seringkali memiliki gejala batuk kronik. Gejala batuk tersebut tidak selalu ada. Selain itu,
terdapat variasi juga mengenai ada atau tidaknya sputum pada saat batuk.
Pada orang normal, nilai VEP1 akan mencapai puncak pada usia 25 tahun. Kemudian akan
terjadi masa plateau untuk kemudian mengalami penurunan secara bertahap dan progresif.
Pada penderita PPOK, dapat terjadi lebih rendahnya fungsi paru yang dapat dicapai
dibandingkan orang normal, pemendekan masa plateau, serta lebih cepatnya penurunan
fungsi paru dibanding orang lain.
Saat ini, kriteria yang digunakan untuk menentukan derajat keparahan PPOK adalah Gold
Criteria.
Derajat 1
Tingkat keparahan ringan.
VEP1/KVP <0.7 dan VEP1 >= 80% nilai prediksi
Derajat 2
Tingkat keparahan sedang
VEP1/KVP <0.7 dan VEP1 antara 50%-80% nilai prediksi
Derajat 3
Tingkat keparahan berat
VEP1/KVP<0.7 dan VEP1 antara 30%-50% nilai prediksi
Derajat 4
Tingkat keparahan sangat berat
VEP1/KVP <0.7 dan VEP1 <30% nilai prediksi atau jika VEP1<50% akan tetapi terjadi
gagal napas atau tanda-tanda gagal jantung kanan
Muncul dan berkembangnya PPOK amat berkaitan dengan merokok. Dalam menilai
kemungkinan pengaruh resiko riwayat merokok digunakan indeks brinkman. IB dihitung
dengan mengalikan lamanya tahun merokok dengan banyaknya batang rokok rata-rata yang
dikonsumsi perhari. Misal, jika seseorang merokok sebungkus (isi 12) sehari selama 40

tahun, Indeks Brinkman-nya adalah 4012= 480. Tergolong ringan apabila IB senilai 0 200,
sedang : 200 600, berat : > 600.
Selain rokok, faktor yang dapat berpengaruh terhadap PPOK adalah pajanan tertentu dari
lingkungan seperti penambangan batu bara, penambangan emas, dan tekstil katun. Juga, pada
orang dengan hiperresponsi pada saluran napas.
Umumnya, penderita PPOK tidak terlalu menyadari adanya gangguan obstruksi saluran napas
ini hingga gangguan tersebut terjadi secara berat. Deteksi dini PPOK adalah dengan
pemeriksaan spirometri. Pa O2 biasanya tetap mendekati normal hingga VEP1 turun hingga
<50% nilai prediksi. Jika VEP1 turun hingga <25% nilai prediksi, dapat terjadi hiperkarbia
dan hipertensi pulmoner.
Penderita PPOK kadangkala mengalami suatu kondisi perberatan gejala seperti sesak napas,
batuk dan produksi sputum. Kondisi ini kita sebut sebagai eksaserbasi. Eksaserbasi ini
umumnya disebabkan oleh bakteri dan atau infeksi virus pada jalan pernapasan.
Kapan kita dapat mencurigai seseorang menderita PPOK?
Riwayat merokok menjadi hal yang paling utama untuk diketahui. Selain itu, terdapat riwayat
batuk kronik yang produktif. Batuk tersebut terjadi selama 3 bulan pertahunnya, selama 2
tahun mengalami bronkitis kronik. (Akan tetapi, bronkitis kronis tanpa adanya obstruksi
saluran napas tidak termasuk dalam PPOK.
Sesak napas merupakan salah satu keluhan yang paling utama.Penderita PPOK umumnya
terganggu oleh sesak napas yang memberat saat aktivitas. Akibatnya, kegiatan sehari-hari
dapat terganggu. Selain itu, penderita PPOK cenderung mengalami penurunan berat hingga
terjadi kakeksia. Kondisi ini umumnya terjadi pada penyakit yang sudah dalam tahap lanjut.
Karena adanya obstruksi saluran napas, kondisi seperti hipoksemia dan hiperkarbia dapat
terjadi. Kondisi-kondisi tersebut dapat menyebabkan retensi cairan, sakit kepala, gangguan
tidur, eritrositosis, dan sianosis.
Penderita umumnya datang ke rumah sakit atau layanan kesehatan saat terjadi eksaserbasi.
Eksaserbasi dapat terjadi lebih sering ketika perkembangan penyakitnya sudah berat serta
dapat dipicu oleh infeksi saluran napas sering kali oleh komponen bakteri, Selain itu, kondisi
seperti gagal jantung kiri, aritmia jantung, pneumotorak, pneumoni dan tromboembolisme
paru juga dapat mencetuskan.
Apa yang bisa kita dapatkan pada pemeriksaan fisik?
Pada pemeriksaan fisik, seringkali pada penderita yang masih dalam derajat rendah hingga
sedang tidak ada hasil signifikan yang didapat. Namun, ketika penyakitnya sudah mulai
berkembang, dapat terjadi hiperinflasi yang menonjol. Selain itu, wheezing juga dapat
ditemukan meskipun tidak dapat memprediksi beratnya obstruksi atau respon terhadap terapi.

Pada saat eksaserbasi, yang dapat diamati adalah tanda-tanda distress pernapasan seperti
takikardi, takipnea, penggunaan otot-otot bantu napas sianosis.
Apakah foto thorax membantu?
Pada foto thorax kita dapat menemukan adanya hiperinflasi, emfisema dan hipertensi
pulmoner. Foto ini dapat berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain saat
melakukan evaluasi rutin serta membedakan dengan adanya pneumonia saat terjadi
eksaserbasi.
Tes fungsi paru
Tes fungsi paru merupakan salah satu yang paling spesifik dalam menentukan adanya
obstruksi saluran napas. Pada PPOK, rasio antara VEP1/KVP berkurang hingga 70% atau
bahkan kurang.

Penatalaksanaan PPOK
Berhenti merokokBerhenti merokok dapat menjadi faktor yang amat vital dalam upaya
pencegahan memberatnya kondisi penyempitan saluran napas yang dialami oleh pasien
PPOK. Meskipun tidak secara cepat meningkatkan fungsi paru, berhenti merokok berguna
untuk mengurangi penurunan fungsi paru.
BronkodilatorBronkodilator berguna untuk mengurangi gejala-gejala respirasi. Yang sering
digunakan adalah beta adrenergik agonis jangka panjang maupun pendek, antikolinergik
jangka panjang maupun pendek, dam derivat teofilin.
Jika pasien masih dalam derajat ringan, tatalaksana inhalasi dengan antikolinergik kerja cepat
seperti ipratropium bromida atau beta agonis kerja cepat seperti albuterol dapat diberikan.
Terapi kombinasi dan beta agonis kerja lambat dan atau antikolinergik kerja lambat dapat
ditambahkan pada pasien dengan penyakit yang berat.
KortikosteroidPenggunaan kortikosteroid sistemik secara kronik tidak direkomendasikan
pada PPOK mengingat efek sampingnya. Beberapa penelitian menunjukan bahwa meskipun
kortikosteroid inhalasi tidak terlalu bermanfaat dalam mengurangi kecepatan penurunan dari
VEP1, frekuensi eksaserbasi pada individu dengan PPOK yang berat dapat berkurang.
OksigenPemberian terapi oksigen jangka panjang dapat membantu untuk mengurani
gejala dan meningkatkan survival penderita PPOK yang secara kronik mengalami
hipoksemia. Pasien dengan PaO2 <=55 mmHg atau SaO2 <=88% sebaiknya mendapatkan
O2 untuk meningkatkan SaO2 hingga 90% atau lebih. Selain itu, O2 juga diindikasikan pada

pasien dengan SaO2 antara 56-59 mmHg atau SaO2 <=89% jika disertai dengan tanda atau
gejala hipertensi pulmoner atau kor pulmonale.
Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK
AntibiotikAntibiotik dapat dipertimbangkan mengingat pencetus utama dari eksaserbasi
PPOK adalah infeksi bakteri. Hal ini terutama ditandai dengan peningkatan sputum atau
terjadi perubahan warna sputum. Patogen paling sering adalah S. pneumoniae, H.Influenzae,
dan Moraxella catarrhalis. Pemilihan antibiotik sebaiknya tergantung pada pola sensitifitas
antibiotik pada daerah tersebut, kultur sputum sebelumnya, dan beratnya penyakit.
Pasien dengan PPOK yang ringan hingga menengah dapat dipertimbangkan untuk diberikan
trimethoprim-sulfamethoxazole, doxycycline, dan amoxicillin. Semakin berat kondisinya,
spektrum antibiotik sebaiknya dipilih yang lebih luas.
BronkodilatorMeningkatnya gejala pernapasan pada saat eksasebasi membuat pemberian
bronkodilator amat penting peranannya. Inhalasi b-adrenergik agonis kerja cepat seperti
albuterol dapat digunakan. Obat tambahan dapat berupa ipratropium bromida. Umumnya,
pemberian dengan nebulizer lebih mudah dilakukan pada pasien dengan distress pernapasan.
GlukokortikoidSteroid sistemik dapat mempercepat resolusi gejala da mengurangi relaps
serta eksaserbasi hingga 6 bulan. Dosisnya belum ada patokan secara pasti, tetapi standar
yang ada saat ini adalah prednison 30-40 mg perhari selama 10-14 hari.
OksigenOksigen diberikan supaya SaO2 lebih dari 90% dapat dipertahankan. Nasal kanul
dapat digunakan untuk pemberian O2 sebanyak 1-2 L/menit.

VentilatorVentilator dapat digunakan apabila pasien mengalami gagal napas. Pasien


mengalami asidosi, terjadi hiperkarbia yang progresif, hipoksemia refraktori hingga
perubahan status mental.
Referensi:
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. Harrisons Manual of Medicine:
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 17thed. Amerika Serikat: Mc Graw Hill; 2009. p.
759-763
Sumber : http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteranklinis/ppok-penyakit-paru-obstruktif-kronik/ Diakses 20-January-2016

Anda mungkin juga menyukai