Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROPOSAL
TUGAS AKHIR
Karya ilmiah sebagai salah satu syarat guna mendapatkan gelar sarjana teknik
dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak Dan Gas Bumi Balikpapan
Oleh :
PROPOSAL
TUGAS AKHIR
Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak Dan Gas Bumi Balikpapan,
oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Ketua Jurusan
Karmila, ST., MT
NIDN : 1120018101
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
dengan berjalanya waktu. Penurunan laju produksi ini dapat disebabkan adanya
problem penurunan tekanan pada reservoir. dengan menurunkan tekanan
permukaan sumur sekecil mungkin maka produksi gas yang masih tersisa dalam
sumur tersebut dapat terangkat dan agar dapat dikirim ke stasiun pengumpul
dengan menggunakan WHC atau well head compressor yang diletakkan di dekat
well head atau kepala sumur untuk menambah life time, komulatif produksi, dan
recovery factor sumur x dengan menurunkan harga pwh dan dengan
menurunkan laju alir dari produksi sumur x.
1.2.
untuk sumur gas pada sumur di lapangan X dengan melakukan penurunan Pwh.
1.3.
BATASAN MASALAH
1.4.
HASIL
hasil
yang
diharapkan
dari
studi
life time,
1.5.
ini
SISTEMATIKA PENULISAN
adalah
untuk
kumulatif
mendapatkan
produksi,
dan
BAB II
TEORI DASAR
2.1.
juga biasa
digunakan pada reservoir water drive dan gas cap yang kurang aktif. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas water drive atau gas cap drive
tersebut.
Keuntungan
yang cukup tinggi, viscositas minyak akan turun sebagai akibat gas tertahan/tidak
keluar dalam larutan, permeabilitas efektif terhadap minyak bertambah
dikarenakan bekurangnya gas yang terbebaskan dari minyak dan bertambahnya
umur produksi sumur.
- Air hilang keluar dari reservoir karena beberapa sebab antara lain casing
sumur bocor, penyemenan yang kurang bagus, fill-up effect, adanya zone
gas.
2.2.
Karakteristik Reservoir
Karakteristik fluida dan batuan yang berpengaruh secara langsung terhadap
Gambar 2.1.
Wettabilitas pada Sistem Minyak-Air-Padatan4)
Proyek injeksi air untuk batuan yang mempunyai sifat cenderung oil wet,
maka fluida cenderung masuk kedalam porositas yang besar dan untuk masuk ke
porositas yang kecil diperlukan tekanan yang besar, sedang tekanan injeksi
dibatasi tekanan rekah alami formasi. Batuan yang bersifat water wet dengan
dilakukan injeksi air maka antara dua fluida tersebut tidak terdapat front sehingga
fluida injeksi dengan mudah ke porositas yang kecil, ini berarti dibutuhkan
tekanan injeksi yang kecil. Umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air
cenderung untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak
diantara fasa air.
2.2.2. Saturasi Fluida
Besarnya kandungan fluida yang mengisi pori-pori batuan reservoir
dinyatakan dengan saturasi, yaitu perbandingan antara volume pori-pori batuan
yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu
batuan berpori. Pori batuan yang berisi fluida gas-minyak-air, maka jumlah ketiga
saturasinya adalah satu, sedangkan pada pori batuan yang hanya berisi gas dan
minyak, ataupun air dan minyak maka jumlah kedua saturasinya tetap satu.
Saturasi minyak, gas dan air yang terdapat sebelum injeksi dimulai disebut
saturasi awal (initial saturation). Besarnya harga saturasi awal tergantung dari
tahap produksinya. Reservoir yang telah dilakukan tahap produksi primer, maka
saturasi minyak yang ditinggalkan merupakan saturasi minyak awal produksi
tahap kedua (secondary recovery).
Saturasi air tersisa didefinisikan sebagai saturasi air yang berada di reservoir
saat reservoir ditemukan. Harga saturasi ini dapat ditentukan oleh perbedaan
volume dari minyak di reservoir. Sumur yang dibor menggunakan water base
mud, air filtrat akan meningkatkan saturasi air dalam formasi bergabung di dalam
lubang sumur sedemikian rupa sehingga akan mempengaruhi sampel yang akan di
core dan harga evaluasi saturasi air dengan metode well logging.
2.2.3. Permeabilitas Relatif Batuan
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan.
Definisi kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
V
k dP
dx
.
...................(2-1)
Keterangan :
V
10
Ko
K
Krg
,
Kg
K
Krw
Kw
K
............(2-2)
Masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air. Percobaan yang
dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini digunakan dua
11
2.2.5.
Mobilitas Fluida
Rasio mobilitas merupakan pengontrol yang mempengaruhi efisiensi
penyapuan areal pada waterflooding. Mobilitas air yang rendah dan mobilitas
minyak yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan efisiensi penyapuan area yang
cukup tinggi (baik), sehingga meningkatkan perolehan minyaknya dan proses
produksi tahap lanjut menjadi ekonomis.
12
Sw
permeabilitas relatif terhadap air juga tidak berubah. Setelah breaktrough rasio
mobilitas tidak lagi konstan, tetapi meningkat sebagai saturasi air rata-rata dan
permeabilitas relatif terhadap air juga meningkat.
Rasio mobilitas merupakan kunci dari sebuah desain waterflooding dan
merupakan indikator yang sangat penting untuk digunakan dalam menentukan
efisiensi penyapuan. Seringkali performance dari pola waterflooding ditampilkan
dalam sebuah grafik sebagai fungsi dari rasio mobilitas, beberapa dari korelasi ini
diplotkan dalam sebuah grafik.
Konsep mobilitas diturunkan dari hukum Darcy, yang merupakan
perbandingan dari permeabilitas dari batuan terhadap fluida tertentu dibagi dengan
viskositas dari fluida tertentu.
Mw
Kw
Mo
Ko
dan
. .................(2-4)
Md
K displaced
. ...............(2-5)
13
Efisiensi penyapuan dan oil recovery pada umumnya akan menurun dengan
naiknya harga mobility ratio. Harga rasio mobilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Jika M=1, artinya mobilitas air dan minyak adalah sama, ketahanannya
untuk mengalir dalam reservoir adalah sama (identik) antara keduanya.
2.
Jika M>1, disebut dengan unfavorable mobility ratio. Artinya air dapat
mengalir lebih cepat menembus batuan dibandingkan dengan minyak, air
dibelakang front bergerak lebih cepat dari minyak yang berada didepannya,
hasilnya air tidak dapat mendorong minyak dengan efisien menuju sumur
produksi. Ketika perolehan minyak diinginkan lebih banyak pada kondisi
seperti ini maka pola yang sebaiknya digunakan adalah lebih banyak sumur
produksi dari pada sumur injeksi.
3.
Jika M<1, disebut dengan favorable mobility ratio. Artinya minyak lebih
mudah menembus formasi dibandingkan dengan air. Air akan bergerak lebih
lambat dari minyak dan saturasi air dibelakang front-nya lebih tinggi,
hasilnya air menyapu minyak dengan efisien menuju sumur produksi.
Ketika waterflooding dengan M<1 maka pola yang sebaiknya digunakan
lebih banyak sumur injeksi daripada sumur produksinya, (M<1 akan
meningkatkan efisiensi penyapuan).
Range mobility ratio pada waterflooding berkisar dari 0.02 sampai 2.0. pada
Gambar 2.2 menunjukkan pengaruh dari viscositas minyak pada water-oil
mobility ratio.
14
Gambar 2.2.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap Water-oil Mobility Ratio
untuk Sistem Oil wet dan Water wet 4)
2.2.6. Screening Criteria Reservoir Untuk Waterflooding
Sebelum melakukan Waterflooding, perlu diketahui screening criteria dari
Waterflooding tersebut yang menjadi dasar untuk diterapkannya Waterflooding di
suatu lapangan minyak. Adapun screening criteria dari Waterflooding dapat
dilihat pada Tabel II-1.
Tabel II-1
Screening Criteria Reservoir Untuk Waterflooding
Paremeter Reservoir
Oil Gravity (API)
Viscositas minyak (cp)
Saturasi gas (%)
Porositas (%)
Permeabilitas batuan (md)
Temperature reservoir (F)
Tekanan reservoir (Psi)
Kedalaman reservoir (feet)
Jenis batuan
2.3.
Harga
> 20
< 30
>5
> 10
> 10
Not critical
<1500
>1000
Karbonat, batu pasir
teratur. Keteraturan pola injeksi dan produksi dipengaruhi oleh keteraturan dalam
15
kedudukan sumur yang dibor. Penempatan sumur injeksi relatif terhadap sumur
produksi dipengaruhi oleh arah permeabilitas utama. Pengaruh arah permeabilitas
terhadap performance injeksi air terletak pada pengaturan letak sumur injeksiproduksi. Letak sumur injeksi-produksi yang searah permeabilitas utama
menyebabkan breakthrough pada sumur produksi. Tembus air ini sangat
dipengaruhi oleh penyebaran permeabiltas dalam arah vertikal.
Menurut M.Latil pemilihan pola sumur injeksi-produksi sangat bergantung
pada mekanisme pendorong reservoir serta volume hidrokarbon dan kemiringan
lapisan batuan yang akan didesak oleh air. Berdasarkan pertimbangan diatas maka
tata letak sumur injeksi-produksi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
2.3.1
Flooding)
Sumur-sumur injeksi diletakkan berkelompok pada suatu posisi dari
reservoir (pada bagian kaki atau puncak dari reservoir). Cara ini dapat diterapkan
pada reservoir dengan struktur antiklin yang berasosiasi dengan lapisan aquifer,
Dimana sumur injeksi diletakkan berkelompok mengelilingi reservoir yang
berbentuk monoklin (berasosiasi dengan aquifer dan gas cap) Dimana sumur
injeksinya diletakkan berkelompok dalam satu atau lebih garis lokasi tertentu
yang mengarah pada dasar dari reservoir tersebut.
Berdasarkan
tempat
air
Dimana
air
diinjeksikan,
maka
dapat
16
- Air yang diinjeksikan ke dalam reservoir melalui arah ke atas (puncak), pada
umumnya dilakukan pada batas gas-minyak (GOC). Injeksi ini disebut
crestal water injection.
- Air yang diinjeksikan ke dalam reservoir melalui zona air yang terletak
disamping dari zona minyak. Injeksi air ini disebut sebagai edge water
injection.
- Air yang diinjeksikan ke dalam aquifer yang terletak dibawah zona minyak,
kemudian mendesak minyak kearah vertikal. Peranan faktor gravitasi dan
perbedaan dari masa jenis antara minyak dengan air dapat membantu proses
pendesakan. Injeksi ini disebut peripheral atau bottom water injection.
17
Gambar 2.3.
Pola Sumur Injeksi-Produksi tidak teratur 10)
Pola injeksi air tersebut umumnya diterapkan pada operasi pressure
maintenance dan biasanya jumlah sumur injeksi yang digunakan tidak banyak.
Dispersed water injection pada operasi secondary recovery yaitu air
diinjeksikan
dengan arah lateral menuju pola sumur injeksi yang digunakan. Jumlah air yang
diinjeksikan relatif lebih besar (dibanding ketiga cara diatas) dan umumnya umur
18
operasinya relatif lebih pendek dibandingkan dengan operasi injeksi air sebagai
pressure maintenance.
2.3.2. Pola Sumur Pada Secondary Recovery (Pattern Flooding)
Injeksi dengan pola yang teratur dibedakan atas normal pattern flooding
Dimana sumur-sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi dan inverted
pattern flooding yaitu sumur-sumur injeksi dikelilingi oleh sumur-sumur
produksi. Injeksi berpola teratur umumnya diterapkan pada reservoir yang
mempunyai kemiringan (dip) kecil dengan daerah permukaan reservoir yang
cukup luas. Effisiensi penyapuan yang merata didapatkan dengan cara
menempatkan sumur-sumur injeksi diantara sumur-sumur produksi. Jenis-jenis
pola sumur injeksi antara lain, dalah : direct line drive, staggered line drive, five
spot, seven spot, nine spot dan lain-lain.
19
Gambar 2.4.
Pola Sumur Injeksi-Produksi Pola teratur 3)
Pola-pola yang paling umum digunakan :
Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu
dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini
adalah jarak antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak
sejenis (b)
Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu. Sumur
injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang,
umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu.
Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga
20
..................................................(2-6)
0,001538kkrohp
a
d
o log 0,682 0,902
a
rw
.................................................(2-7)
a
d
o log 0,682 0,902
a
rw
0,001538kkrohp
0,001538kkrohp
d
o log 0,2688
rw
................................................................(2-8)
0,002051kkrohp
d
o log 0,2472
rw
................................................................(2-9)
21
harus diperhatikan. Batas bawah debit injeksi adalah debit yang menghasilkan
produksi minyak yang merupakan batas ekonomisnya. Batas atas debit injeksi
adalah debit yang berhubungan dengan tekanan injeksi yang mulai menyebabkan
terjadi rekahan di reservoir.
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
22
BAB II.
PENDAHULUAN .........................................................................
23
Wettabilitas .................................................................. 18
3.2.2.
3.2.5.
3.2.6.
24
3.8.
3.9.
25
PEMBAHASAN ............................................................................. 85
5.1. Perkiraan Perilaku Waterflooding dengan menggunakan
Metode Buckley-Leverret........................................................ 85
5.2. Analisa Grafik Hasil Pelaksanaan Waterflooding.................... 87
5.2.1. Laju Produksi Minyak terhadap Kumulatif
Produksi Minyak dan waktu......................................... 87
5.2.2. Kumulatif Injeksi Air (Wi) terhadap Kumulatif
Produksi Minyak (Np) .. 87
5.2.3. Water Oil Ratio (WOR) terhadap waktu ..................... 88
5.2.4. Water Cutdan Oil Cut terhadap waktu ....................... 89
5.3. Grafik Voidage Replacement Ratio (VRR) terhadap Waktu ... 89
5.4. Hall Plot.................................................................................. 90
26
5
6
8
9