Anda di halaman 1dari 26

1

PEMILIHAN WELLHEAD COMPRESSOR UNTUK GAS PADA


LAPANGAN X

PROPOSAL
TUGAS AKHIR
Karya ilmiah sebagai salah satu syarat guna mendapatkan gelar sarjana teknik
dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak Dan Gas Bumi Balikpapan

Oleh :

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2015
PEMILIHAN WELLHEAD COMPRESSOR UNTUK GAS PADA
LAPANGAN X

PROPOSAL
TUGAS AKHIR

Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak Dan Gas Bumi Balikpapan,
oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Ketua Jurusan

Karmila, ST., MT
NIDN : 1120018101

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam produksi, suatu sumur akan mengalami penurunan laju produksi seiring

dengan berjalanya waktu. Penurunan laju produksi ini dapat disebabkan adanya
problem penurunan tekanan pada reservoir. dengan menurunkan tekanan
permukaan sumur sekecil mungkin maka produksi gas yang masih tersisa dalam
sumur tersebut dapat terangkat dan agar dapat dikirim ke stasiun pengumpul
dengan menggunakan WHC atau well head compressor yang diletakkan di dekat
well head atau kepala sumur untuk menambah life time, komulatif produksi, dan
recovery factor sumur x dengan menurunkan harga pwh dan dengan
menurunkan laju alir dari produksi sumur x.

1.2.

MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari studi ini adalah melakukan pemilihan well head compressor

untuk sumur gas pada sumur di lapangan X dengan melakukan penurunan Pwh.
1.3.

BATASAN MASALAH

1.4.

HASIL

hasil

yang

diharapkan

dari

performa produksi sebagai fungsi

studi

life time,

recovery factor yangmaksimal.

1.5.

ini

SISTEMATIKA PENULISAN

adalah

untuk

kumulatif

mendapatkan

produksi,

dan

BAB II

TEORI DASAR

2.1.

Definisi Wellhead Compressor

2.1.1. Pressure Maintenance


Pressure maintenance adalah salah satu cara untuk meningkatkan perolehan
minyak kumulatif atau laju produksi minyak dengan jalan menginjeksikan fluida
ke dalam reservoir pada saat tenaga pendorong reservoir masih mampu untuk
memproduksikan minyak ke permukaan. Injeksi fluida ini dimaksudkan untuk
mengendalikan tekanan reservoir agar tidak mengalami penurunan yang tajam
selama berlangsungnya produksi. Fluida yang diinjeksikan dapat berupa air atau
gas tergantung dari kondisi reservoirnya.

Metode ini biasa digunakan pada reservoir yang mempunyai jenis


mekanisme pendorong depletion drive. Pada reservoir depletion drive, disamping
tekanannya cepat menurun recovery yang diperoleh juga relatif kecil. Oleh karena
itu pada reservoir ini perlu sekali dilakukan pressure maintenance untuk
meningkatkan recovery minyak. Selain itu pressure maintenance

juga biasa

digunakan pada reservoir water drive dan gas cap yang kurang aktif. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas water drive atau gas cap drive
tersebut.
Keuntungan

pressure maintenance adalah terjaganya tekanan reservoir

yang cukup tinggi, viscositas minyak akan turun sebagai akibat gas tertahan/tidak
keluar dalam larutan, permeabilitas efektif terhadap minyak bertambah
dikarenakan bekurangnya gas yang terbebaskan dari minyak dan bertambahnya
umur produksi sumur.

2.1.2. Secondary Recovery


Secondary recovery merupakan metode perolehan minyak tahap lanjut di
mana air diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mendapatkan tambahan perolehan
minyak yang bergerak dari reservoir minyak menuju ke sumur produksi.
Secondary recovery dimaksudkan untuk memperoleh minyak sisa di
reservoir yang tidak dapat diambil dengan metode tahap pertama (primary
recovery). Dalam operasi secondary recovery ini, penginjeksian air dimaksudkan
sebagai penambahan energi ke dalam reservoir melalui sumur injeksi. Air akan
mendesak minyak mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari
sumur injeksi dan berakhir pada sumur produksi.

Injeksi air (Waterflooding) memiliki keuntungan diantaranya yaitu:


1. Air tersedia dalam jumlah yang melimpah
2. Air relatif mudah diinjeksikan
3. Air mampu menyebar melalui formasi, dan
4. Air lebih efisien dalam mendesak minyak.
Pada kenyataannya waterflooding merupakan suatu metode yang sangat
lazim digunakan untuk meningkatkan perolehan minyak dan tolak ukur dari
metode-metode yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi injeksi air :
a. Geometri Reservoir
b. Kedalaman Reservoir
c. Lithologi
d. Sifat fisik Batuan Reservoir
e. Sifat fisik Fluida Reservoir
f. Air untuk Injeksi.
Walaupun banyak keunggulan tetapi dalam penerapan waterflooding
dilapangan mempunyai batasan-batasan, tidak semua reservoir baik unuk
dilakukan metode waterflooding, kegagalan operasi akan terjadi apabila reservoir
mempunyai :
- Minyak berat (akan mendapatkan hasil yang baik apabila menggunakan
injeksi uap).
- Adanya gas cap reservoir (sangat baik dengan menggunakan injeksi gas
dari atas)
- Saturasi minyak (So) tidak cukup atau Swc terlalu tinggi

Adanya chanelling yang besar (fracture dan stratigrafi)

- Air hilang keluar dari reservoir karena beberapa sebab antara lain casing
sumur bocor, penyemenan yang kurang bagus, fill-up effect, adanya zone
gas.
2.2.

Karakteristik Reservoir
Karakteristik fluida dan batuan yang berpengaruh secara langsung terhadap

proses pendesakan antara lain : wettabilitas batuan, saturasi fluida, permeabilitas


relatif batuan, tekanan kapiler dan mobilitas fluida. Parameter-parameter inilah
yang perlu diperhatikan dalam injeksi air sehingga proses injeksi sesuai dengan
target yang diharapkan, yaitu meningkatkan perolehan minyak.
2.2.1. Wettabilitas
Dua buah fluida apabila bersinggungan dengan benda padat, maka salah
satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Cairan dikatakan membasahi zat padat jika
tegangan adhesi-nya positif ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet,
sedangkan bila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatif (
> 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Kebanyakan reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.

Gambar 2.1.
Wettabilitas pada Sistem Minyak-Air-Padatan4)
Proyek injeksi air untuk batuan yang mempunyai sifat cenderung oil wet,
maka fluida cenderung masuk kedalam porositas yang besar dan untuk masuk ke
porositas yang kecil diperlukan tekanan yang besar, sedang tekanan injeksi
dibatasi tekanan rekah alami formasi. Batuan yang bersifat water wet dengan
dilakukan injeksi air maka antara dua fluida tersebut tidak terdapat front sehingga
fluida injeksi dengan mudah ke porositas yang kecil, ini berarti dibutuhkan
tekanan injeksi yang kecil. Umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air
cenderung untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak
diantara fasa air.
2.2.2. Saturasi Fluida
Besarnya kandungan fluida yang mengisi pori-pori batuan reservoir
dinyatakan dengan saturasi, yaitu perbandingan antara volume pori-pori batuan
yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu
batuan berpori. Pori batuan yang berisi fluida gas-minyak-air, maka jumlah ketiga
saturasinya adalah satu, sedangkan pada pori batuan yang hanya berisi gas dan
minyak, ataupun air dan minyak maka jumlah kedua saturasinya tetap satu.

Saturasi minyak, gas dan air yang terdapat sebelum injeksi dimulai disebut
saturasi awal (initial saturation). Besarnya harga saturasi awal tergantung dari
tahap produksinya. Reservoir yang telah dilakukan tahap produksi primer, maka
saturasi minyak yang ditinggalkan merupakan saturasi minyak awal produksi
tahap kedua (secondary recovery).
Saturasi air tersisa didefinisikan sebagai saturasi air yang berada di reservoir
saat reservoir ditemukan. Harga saturasi ini dapat ditentukan oleh perbedaan
volume dari minyak di reservoir. Sumur yang dibor menggunakan water base
mud, air filtrat akan meningkatkan saturasi air dalam formasi bergabung di dalam
lubang sumur sedemikian rupa sehingga akan mempengaruhi sampel yang akan di
core dan harga evaluasi saturasi air dengan metode well logging.
2.2.3. Permeabilitas Relatif Batuan
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan.
Definisi kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
V

k dP

dx
.

...................(2-1)

Keterangan :
V

= kecepatan aliran, cm/sec

= viscositas fluida yang mengalir, cp

dP/dx = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm

10

= permeabilitas media berpori, mD.

Tanda negatif dalam Persamaan (2-1) menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas Dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas
saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan Dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Prakteknya di reservoir jarang sekali terjadi aliran satu fasa, kemungkinan
terdiri dari dua fasa atau tiga fasa, untuk itu dikembangkan pula konsep mengenai
permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas efektif
dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, Dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan
air, sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :
K ro

Ko
K

Krg
,

Kg
K

Krw

Kw
K

............(2-2)

Masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air. Percobaan yang
dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini digunakan dua

11

macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan dalam keadaan


kesetimbangan.
2.2.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang terjadi
diantara permukaan dua fluida yang tidak saling bercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) Dimana keduanya dalam keadaan statis di dalam sistem kapiler.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida nonwetting (Pnw) dengan fluida wetting (Pw). Tekanan kapiler secara matematis dapat
dituliskan :
Pc = Pnw Pw. .................................(2-3)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Air pada umumnya merupakan fasa
yang membasahi (fasa wetting) di dalam suatu reservoar, sedangkan minyak dan
gas sebagai fasa tak membasahi (fasa non-wetting).

2.2.5.

Mobilitas Fluida
Rasio mobilitas merupakan pengontrol yang mempengaruhi efisiensi

penyapuan areal pada waterflooding. Mobilitas air yang rendah dan mobilitas
minyak yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan efisiensi penyapuan area yang
cukup tinggi (baik), sehingga meningkatkan perolehan minyaknya dan proses
produksi tahap lanjut menjadi ekonomis.

12

Rasio mobilitas harus diusahakan tetap konstan sampai breaktrough, dengan

Sw

alasan bahwa saturasi air rata-rata dibelakang front (

) tetap konstan dan

permeabilitas relatif terhadap air juga tidak berubah. Setelah breaktrough rasio
mobilitas tidak lagi konstan, tetapi meningkat sebagai saturasi air rata-rata dan
permeabilitas relatif terhadap air juga meningkat.
Rasio mobilitas merupakan kunci dari sebuah desain waterflooding dan
merupakan indikator yang sangat penting untuk digunakan dalam menentukan
efisiensi penyapuan. Seringkali performance dari pola waterflooding ditampilkan
dalam sebuah grafik sebagai fungsi dari rasio mobilitas, beberapa dari korelasi ini
diplotkan dalam sebuah grafik.
Konsep mobilitas diturunkan dari hukum Darcy, yang merupakan
perbandingan dari permeabilitas dari batuan terhadap fluida tertentu dibagi dengan
viskositas dari fluida tertentu.
Mw

Kw

Mo

Ko

dan

. .................(2-4)

Mobilitas merupakan fungsi dari saturasi.


Rasio mobilitas didefinisikan sebagai perbandingan mobilitas fluida
pendesak dengan mobilitas fluida yang didesak.
K displacing
M D
M

Md
K displaced

. ...............(2-5)

13

Efisiensi penyapuan dan oil recovery pada umumnya akan menurun dengan
naiknya harga mobility ratio. Harga rasio mobilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.

Jika M=1, artinya mobilitas air dan minyak adalah sama, ketahanannya
untuk mengalir dalam reservoir adalah sama (identik) antara keduanya.

2.

Jika M>1, disebut dengan unfavorable mobility ratio. Artinya air dapat
mengalir lebih cepat menembus batuan dibandingkan dengan minyak, air
dibelakang front bergerak lebih cepat dari minyak yang berada didepannya,
hasilnya air tidak dapat mendorong minyak dengan efisien menuju sumur
produksi. Ketika perolehan minyak diinginkan lebih banyak pada kondisi
seperti ini maka pola yang sebaiknya digunakan adalah lebih banyak sumur
produksi dari pada sumur injeksi.

3.

Jika M<1, disebut dengan favorable mobility ratio. Artinya minyak lebih
mudah menembus formasi dibandingkan dengan air. Air akan bergerak lebih
lambat dari minyak dan saturasi air dibelakang front-nya lebih tinggi,
hasilnya air menyapu minyak dengan efisien menuju sumur produksi.
Ketika waterflooding dengan M<1 maka pola yang sebaiknya digunakan
lebih banyak sumur injeksi daripada sumur produksinya, (M<1 akan
meningkatkan efisiensi penyapuan).

Range mobility ratio pada waterflooding berkisar dari 0.02 sampai 2.0. pada
Gambar 2.2 menunjukkan pengaruh dari viscositas minyak pada water-oil
mobility ratio.

14

Gambar 2.2.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap Water-oil Mobility Ratio
untuk Sistem Oil wet dan Water wet 4)
2.2.6. Screening Criteria Reservoir Untuk Waterflooding
Sebelum melakukan Waterflooding, perlu diketahui screening criteria dari
Waterflooding tersebut yang menjadi dasar untuk diterapkannya Waterflooding di
suatu lapangan minyak. Adapun screening criteria dari Waterflooding dapat
dilihat pada Tabel II-1.
Tabel II-1
Screening Criteria Reservoir Untuk Waterflooding
Paremeter Reservoir
Oil Gravity (API)
Viscositas minyak (cp)
Saturasi gas (%)
Porositas (%)
Permeabilitas batuan (md)
Temperature reservoir (F)
Tekanan reservoir (Psi)
Kedalaman reservoir (feet)
Jenis batuan

2.3.

Harga
> 20
< 30
>5
> 10
> 10
Not critical
<1500
>1000
Karbonat, batu pasir

Pola Sumur Injeksi Produksi


Susunan sumur injeksi-produksi dapat merupakan pola teratur dan tidak

teratur. Keteraturan pola injeksi dan produksi dipengaruhi oleh keteraturan dalam

15

kedudukan sumur yang dibor. Penempatan sumur injeksi relatif terhadap sumur
produksi dipengaruhi oleh arah permeabilitas utama. Pengaruh arah permeabilitas
terhadap performance injeksi air terletak pada pengaturan letak sumur injeksiproduksi. Letak sumur injeksi-produksi yang searah permeabilitas utama
menyebabkan breakthrough pada sumur produksi. Tembus air ini sangat
dipengaruhi oleh penyebaran permeabiltas dalam arah vertikal.
Menurut M.Latil pemilihan pola sumur injeksi-produksi sangat bergantung
pada mekanisme pendorong reservoir serta volume hidrokarbon dan kemiringan
lapisan batuan yang akan didesak oleh air. Berdasarkan pertimbangan diatas maka
tata letak sumur injeksi-produksi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
2.3.1

Pola Sumur Pada Pressure Maintenance (Central, Edge dan Peripheral

Flooding)
Sumur-sumur injeksi diletakkan berkelompok pada suatu posisi dari
reservoir (pada bagian kaki atau puncak dari reservoir). Cara ini dapat diterapkan
pada reservoir dengan struktur antiklin yang berasosiasi dengan lapisan aquifer,
Dimana sumur injeksi diletakkan berkelompok mengelilingi reservoir yang
berbentuk monoklin (berasosiasi dengan aquifer dan gas cap) Dimana sumur
injeksinya diletakkan berkelompok dalam satu atau lebih garis lokasi tertentu
yang mengarah pada dasar dari reservoir tersebut.
Berdasarkan

tempat

air

Dimana

air

diklasifikasikan menjadi tiga tempat injeksi, yaitu:

diinjeksikan,

maka

dapat

16

- Air yang diinjeksikan ke dalam reservoir melalui arah ke atas (puncak), pada
umumnya dilakukan pada batas gas-minyak (GOC). Injeksi ini disebut
crestal water injection.
- Air yang diinjeksikan ke dalam reservoir melalui zona air yang terletak
disamping dari zona minyak. Injeksi air ini disebut sebagai edge water
injection.
- Air yang diinjeksikan ke dalam aquifer yang terletak dibawah zona minyak,
kemudian mendesak minyak kearah vertikal. Peranan faktor gravitasi dan
perbedaan dari masa jenis antara minyak dengan air dapat membantu proses
pendesakan. Injeksi ini disebut peripheral atau bottom water injection.

17

Gambar 2.3.
Pola Sumur Injeksi-Produksi tidak teratur 10)
Pola injeksi air tersebut umumnya diterapkan pada operasi pressure
maintenance dan biasanya jumlah sumur injeksi yang digunakan tidak banyak.
Dispersed water injection pada operasi secondary recovery yaitu air
diinjeksikan

ke dalam zona minyak, kemudian mendesak minyak yang ada

dengan arah lateral menuju pola sumur injeksi yang digunakan. Jumlah air yang
diinjeksikan relatif lebih besar (dibanding ketiga cara diatas) dan umumnya umur

18

operasinya relatif lebih pendek dibandingkan dengan operasi injeksi air sebagai
pressure maintenance.
2.3.2. Pola Sumur Pada Secondary Recovery (Pattern Flooding)
Injeksi dengan pola yang teratur dibedakan atas normal pattern flooding
Dimana sumur-sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi dan inverted
pattern flooding yaitu sumur-sumur injeksi dikelilingi oleh sumur-sumur
produksi. Injeksi berpola teratur umumnya diterapkan pada reservoir yang
mempunyai kemiringan (dip) kecil dengan daerah permukaan reservoir yang
cukup luas. Effisiensi penyapuan yang merata didapatkan dengan cara
menempatkan sumur-sumur injeksi diantara sumur-sumur produksi. Jenis-jenis
pola sumur injeksi antara lain, dalah : direct line drive, staggered line drive, five
spot, seven spot, nine spot dan lain-lain.

19

Gambar 2.4.
Pola Sumur Injeksi-Produksi Pola teratur 3)
Pola-pola yang paling umum digunakan :
Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu

dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini
adalah jarak antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak
sejenis (b)
Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu. Sumur

injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang,
umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu.
Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga

dan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.


Five spot : Pola yang paling dikenal dalam waterflooding. Sumur injeksi

membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.


Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari

bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengah-tengahnya.


2.4.

Penentuan Debit dan Tekanan Injeksi

20

Debit injeksi yang akan ditentukan di sini adalah untuk sumur-sumur


dengan pola tertutup dengan anggapan bahwa mobility ratio (M) sama dengan
satu. Besarnya debit injeksi tergantung pada perbedaan tekanan injeksi di dasar
sumur dan tekanan reservoirnya. Bentuk persamaan dikembangkan dari
persamaan Darcy sesuai dengan pola sumur injeksi-produksi, sebagai berikut :

Pola direct line drive (d/a 1),

..................................................(2-6)

0,001538kkrohp

a
d
o log 0,682 0,902
a

rw

.................................................(2-7)

Pola five spot,

a
d
o log 0,682 0,902
a

rw

Pola staggered line drive (d/a 1),

0,001538kkrohp

0,001538kkrohp

d
o log 0,2688

rw

................................................................(2-8)

Pola seven spot,

0,002051kkrohp

d
o log 0,2472

rw

................................................................(2-9)

Debit injeksi yang maksimal biasanya diinginkan untuk mencapai


keuntungan ekonomis yang maksimal, namun ada pembatasan-pembatasan yang

21

harus diperhatikan. Batas bawah debit injeksi adalah debit yang menghasilkan
produksi minyak yang merupakan batas ekonomisnya. Batas atas debit injeksi
adalah debit yang berhubungan dengan tekanan injeksi yang mulai menyebabkan
terjadi rekahan di reservoir.

RENCANA DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

22

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iii


KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I.

BAB II.

PENDAHULUAN .........................................................................

1.1. Latar Belakang Masalah ...........................................................

1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................

1.3. Metodologi ................................................................................

1.4. Hasil ..........................................................................................

1.5. Sistematika Penulisan ................................................................

TINJAUAN UMUM LAPANGAN ................................................ 4


2.1. Letak Geografis Lapangan Limau ............................................. 4
2.2. Geologi Lapangan .....................................................................

2.2.1. Stratigrafi Lapangan Limau ...........................................

2.2.1.1. Pre-Tertiary Basement ........................................... 7


2.2.1.2. Formasi Lemat (LAF) ............................................ 7
2.2.1.3. Formasi Talang Akar (TAF) .................................. 7
2.2.1.4. Formasi Baturaja (BRF) ........................................ 7
2.2.1.5. Formasi Gumai (GUF) .......................................... 8
2.2.1.6. Formasi Air Benakat .............................................. 8
2.2.1.7. Formasi Muara Enim (MEF).................................. 8
DAFTAR ISI
(lanjutan)
Halaman
2.2.1.8. Kasai Tuff (KAF) ................................................ 9
2.2.2. Struktur Geologi Lapangan Limau ................................ 9

23

2.3. Karakteristik Reservoir ........................................................... 11


2.4. Kondisi dan Sejarah Lapangan ............................................... 14
BAB III. TEORI DASAR .............................................................................. 16
3.1. Definisi Waterflooding ............................................................. 16
3.1.1. Pressure Maintenance ................................................... 16
3.1.2. Secondary Recovery ...................................................... 17
3.2. Karakteristik Reservoir ............................................................ 18
3.2.1.

Wettabilitas .................................................................. 18

3.2.2.

Saturasi Fluida ............................................................. 19


3.2.3. Permeabilitas Relatif Batuan ........................................ 20
3.2.4. Tekanan Kapiler............................................................. 21

3.2.5.

Mobilitas Fluida .......................................................... 21

3.2.6.

Screening Criteria Reservoir Untuk ........................... 24


3.3. Pola Sumur Injeksi Produksi ................................................... 24
3.3.1. Pola Sumur Pada Pressure Maintenance
(Central, Edge dan Peripheral Flooding) .................... 25
3.3.2. Pola Sumur Pada Secondary Recovery
(Pattern Flooding ) ...................................................... 27
3.4. Penentuan Debit dan Tekanan Injeksi .................................... 28
3.5. Teori Pendesakan .................................................................... 29
3.5.1. Konsep Pendesakan Fluida ........................................... 30
3.5.2. Pengembangan Persamaan fractional Flow ................. 34
3.5.2.1. Model Kemajuan Front yang dikembangkan
Oleh Buckley-Leverret ....................................... 34
DAFTAR ISI
(lanjutan)
Halaman
3.5.3. Pergerakan Flood front .................................................. 36
3.6.

Koefisien Variasi Permeabilitas (CPV) ................................... 38

24

3.6.1. Dasar Pemikiran Dibalik Perhitungan CPV .................. 40


3.6.2. Prosedur Perhitungan CPV ............................................ 40
3.6.3. Hubungan Statik dari CPV ........................................... 41
3.7.

Effisiensi Kinerja Waterflood .................................................. 45


3.7.1. Effisiensi Pendesakan ................................................... 46
3.7.2. Effisiensi Areal Penyapuan ........................................... 46
3.7.2. Effisiensi penyapuan Vertikal ....................................... 52

3.8.

Perkiraan Perilaku Waterflooding Menggunakan Metode


Buckley-Leverret .................................................................... 53
3.8.1. Asumsi-asumsi dalam Metode Buckley-Leverret ......... 53
3.8.2. Prediksi Performance Waterlooding ............................. 54

3.9.

Voidage Replacemant Ratio (VRR) Terhadap Waktu............. 59

3.10. Hall Plot .................................................................................. 61


BAB IV. SISTEM PELAKSANAAN WATERFLOODING POLA DIRECT
LINE PADA SEKSI Y LAPISAN B .................... 62
4.1. Persiapan dan Validasi Data.............................................................................. 62
4.1.1. Menentukan Koefisien Variasi Permeabilitas (CPV)..... 62
4.2. Perkiraan Perilaku Waterflooding dengan menggunakan
Metode Buckley-Leverret ....................................................... 65
4.2.1. Tahap Perhitungan Pergerakan Front Fluida Injeksi ..... 65
4.2.2. Tahap peramalan Waterflooding Dengan Metode
Buckley-Leverret............................................................. 69
4.2.2.1 Tahap Peramalan Perilaku Waterflooding
dari Periode Fill-Up............................................... 69
DAFTAR ISI
(lanjutan)
Halaman
4.2.2.2. Tahap Peramalan Perilaku Waterflooding
Pada Periode Fill-Up sampai Breakthrough........ 71
4.2.2.3. Tahap Peramalan Perilaku Waterflooding

25

Setelah terjadi Breakthrough............................... 72


4.3. Analisa Grafik Pelaksanaan Operasi Waterflooding ............... 80
4.4. Voidage Replacement Ratio (VRR) ........................................ 83
4.5. Hall Plot ................................................................................... 84
BAB V.

PEMBAHASAN ............................................................................. 85
5.1. Perkiraan Perilaku Waterflooding dengan menggunakan
Metode Buckley-Leverret........................................................ 85
5.2. Analisa Grafik Hasil Pelaksanaan Waterflooding.................... 87
5.2.1. Laju Produksi Minyak terhadap Kumulatif
Produksi Minyak dan waktu......................................... 87
5.2.2. Kumulatif Injeksi Air (Wi) terhadap Kumulatif
Produksi Minyak (Np) .. 87
5.2.3. Water Oil Ratio (WOR) terhadap waktu ..................... 88
5.2.4. Water Cutdan Oil Cut terhadap waktu ....................... 89
5.3. Grafik Voidage Replacement Ratio (VRR) terhadap Waktu ... 89
5.4. Hall Plot.................................................................................. 90

BAB VI. KESIMPULAN .............................................................................. 91


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93
DAFTAR SIMBOL .. 94
LAMPIRAN ..................................................................... 98

RENCANA DAFTAR PUSTAKA

Amyx, J.W.Jr. Bass, M.D., Whiting, RI, Petroleum Reservoir


Engineering, Mc Graw Hill Book Company, New York, 1960.

26

Craft, B.C., Hawkins, M.F., Applied Reservoir Engineering,


Prentice Hall Inc., Englewood Clifts, New Jersey, 1959.

Dake L.P.,Fundamental of Reservoir Engineering, Elsevier Sciencetific Publishing


Company, Amsterdam, Oxford, New York, 1978.

Dr.Ir.Septoratno Siregar dan Ir.Dedy Kristanto, M.sc, Pengurasan


Minyak Tahap Lanjut (Enhanced Oil Recovery), Jurusan Teknik
Perminyakan, UPNVeteran Yogyakarta, 1999.

5
6

Craig, F.F.Jr,: The Reservoir Engineering Aspect of Waterflooding, Monograph

Series, SPE, Richardson.TX (1971).


SPE Paper Handbook Chapter 44.
7 Michael Taran Baren, ST, Peranan Data Permeabilitas Untuk Menunjang Proses
Pendesakan Air (Waterflooding) Pada Suatu Reservoir Migas, Komprehensif UPN

8
9

Veteran Yogyakarta ,2010.


Willhite, G.P,: Waterflooding, SPE, Richardson.TX (1986).
Diktat Kuliah EOR

Anda mungkin juga menyukai