Anda di halaman 1dari 23

ASMA BRONKIALE

Definisi
Definisi asma yang saat ini umumnya disetujui oleh para ahli yaitu : Asma
adalah penyakit paru dengan karakteristik:
1. Obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan.
2. Inflamasi saluran napas.
3. Peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan.
Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk,
mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas dapat terjadi secara
bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan, tetapi
dapat pula terjadi mendadak sehingga menimbulkan kesulitan bernapas
yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas,
dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan
hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan
respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran
napas.
Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat Asma

Gejala

Gejala

Faal Paru

Malam
I.Intermiten

Bulanan

APE 80%
2x sebulan

Gejala<1x/ minggu
Tanpa

gejala

di

luar

VEP1

80%

nilai

prediksi

serangan

APE80% nilai terbaik

Serangan singkat

Variabiliti APE< 20%

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 1

II.Persisten
Ringan

Mingguan

APE 80%

Gejala>1x/minggu

>2x sebulan

tetapi <1x/hari

Sedang

aktivitas

Gejala setiap hari

Serangan

>1x/minggu

VEP1

60-80%

nilai

prediksi

menggangu

APE

aktiviti dan tidur

60-80%

nilai

terbaik

Membutuhkan

Berat

Variabiliti
APE 20%-30%
APE 60-80%

Variabiliti APE >30%


APE 60%

bronkodilator setiap hari


Kontinyu

IV.Persisten

nilai

APE80% nilai terbaik

dapat

dan tidur
Harian

III.Persisten

80%

prediksi

Serangan
menggangu

VEP1

Gejala terus menerus

Sering kambuh

prediksi

Aktivitas fisik terbatas

APE60% nilai terbaik

Sering

VEP1

60%

nilai

Variabiliti APE >30%

PATOGENESIS
1. Asma sebagai penyakit inflamasi
2. Hiperreaktivitas saluran napas
Inflamasi saluran napas
Kerusakan epitel
Mekanisme neurologis
Gangguan intrinsik
Obstruksi saluran napas

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episode batuk, mengi, dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat
di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun
pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 2

hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant
asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan
spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus
denga metakolin.
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan
gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan
gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang
merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada
awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang
gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan
membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu
cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi
dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja, mungkin diperlukan
untuk menegakkan diagnosis.

DIAGNOSIS
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk,
sesak, mengi atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya
mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau
sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien
maupun keluarganya seperti rinitis alergi, dermatitis atopik dapt membantu
diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat
pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala sering terjadi pada musim
tertentu. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan.
Dengan mengetahui faktor-faktor pencetus, kemudian menghindarinya,
maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada
asma diantaranya :

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 3

1. Infeksi virus saluran napas seperti influenza.


2. Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
3. Pemajanan terhadap asap rokok, minyak wangi.
4. Kegiatan jasmani seperti lari.
5. Ekspresi emosional.
6. Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti-inflamasi non-steroid.
7. Lingkungan kerja.
8. Polusi udara.
9. Pengawet makanan.
10.
Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.
Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma
serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma
tanpa diobati ada yang dapat hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma
dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga dapat membahayakan
nyawa pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu ke
individu lain, dan bahkan bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala
pada malam hari lebih sering muncul pada siang hari.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pasien asma, penemuan tanda pada pemeriksaan fisik tergantung dari
derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi
dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma.
Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma,
tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
Peningkatan FEV1 / FVC 20 %
2. Uji Provokasi Bronkus
a. Histamin, metakolin, alergen, kegiatan fisik, udara dingin, aqua
destilat.
b. Pe FEV1 20 % post provokasi HSN
3. Pemeriksaan Sputum
Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 4

4.
5.
6.
7.

8.

a. Eosinofil
b. Kristal Charcot-Leyden
c. Spiral Curshmman
d. IgE total & IgE spesifik
Pemeriksaan Eosinofil Total
Uji Kulit
Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Foto Dada
Hiperinflasi :
Diafragma datar.
Retrosternal & retrokardial melebar.
Iga datar & antar iga melebar.
Diameter anteroposterior membesar.
Hiperlusen, corakan paru berkurang
Penebalan dinding bronkus.
Analisis Gas Darah
a. Biasanya pd asma yg berat
b. Awal hipoksemia & hipokapnia ( PaCO2 < 35 mmHg )
c. Lanjut PaCO2 normal
d. sangat berat hiperkapnia ( PaCO2 45 mmHg ), asidosis
respiratorik

PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah :

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara irreversibel

Mencegah kematian karena asma

Berdasarkan patogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan


asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respons

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 5

saluran nafas, mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah penglepasan


mediator kimia, dan merelaksasi otot-otot polos bronkus.
Mencegah ikatan Alergen-IgE
a. menghindari alergen
b. hiposensitisasi,

dengan

menyuntikkan

dosis

kecil

alergen

yang

dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG


(blocking antibody) yang akan mencegah ikatan alergen dengan IgE
pada sel mast.
Mencegah Penglepasan Mediator
Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus
yang dicetuskan oleh alergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya diduga
mencegah penglepasan mediator dari mastosit. Obat tersebut tidak dapat
mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi, oleh karena itu hanya dipakai
sebagai obat profilaktik. Obat golongan agonis beta-2 maupun teofilin selain
bersifat bronkodilator juga dapat mencegah penglepasan mediator.
Melebarkan Saluran Nafas dengan Bronkodilator
a. Simpatomimetik :

Beta 2 Agonis (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol)


merupakan obat pilihan untuk mengatasi serangan asma akut.
Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Metere Dosed
Inhaler) atau nebulizer.

Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti beta 2 agonis


pada serangan asma yang berat.

b. Aminofilin dipakai sewaktu serangan asma akut


c. Kortikosteroid. Tidak termasuk obat golongan bronkodilator tetapi,
secara tidak langsung dapat melebarkan saluran nafas
d. Antikolinergik

(ipatoprium

bromida)

terutama

dipakai

sebagai

suplemen bronkodilator agonis beta 2

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 6

Mengurangi Respons dengan Jalan Meredam Inflamasi Saluran Nafas


Banyak peneliti telah membuktikan bahwa asma baik yang ringan atau yang
berat menunjukkan inflamasi saluran nafas. Secara histopatologis ditemukan
adanya infiltrasi sel-sel radang serta mediator inflamasi di tempat tersebut.
Implikasi terapi proses inflamasi diatas adalah meredam inflamasi yang ada
baik dengan natrium kromolin atau secara lebih poten dengan kortikosteroid
baik secara oral, parenteral atau inhalasi.

OBAT ANTI ASMA


Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk mencegah dan
mengendalikan gejala asma. Fungsinya antara lain :

Pencegah (controller)
Yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala
asma persisten tetap terkendali. Yang termasuk golongan ini yaitu
obat-obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang (long acting).
Obat anti inflamasi khususnya kortikosteroid hirup adalah obat yang
paling efektif sebagai pencegah. Yang termasuk obat-obat controller
adalah

kortikosteroid

inhalasi,

kortikosteroid

sistemik,

sodium

kromoglikat, nedokromil sodium, metilsantin, beta 2 agonis kerja lama


inhalasi,

beta

agonis

kerja

lama

oral,

leukotrien

modifiers,

antihistamin generasi ke 2

Penghilang gejala (reliever)


Yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi bronkokonstriksi dan gejalagejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk. Yang termasuk

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 7

golongan ini yaitu beta 2 agonis kerja pendek (short acting),


kortikosteroid sistemik, antikolinergik, aminofilin, adrenalin.

Pengobatan Sesuai Berat Asma

Berat asma
Asma

Kontroler

Alternatif lain

Tidak perlu

Intermiten
Asma Persisten
Ringan
Asma Persisten
Sedang

KS inhalasi
200-400 g BD/hr
Kombinasi
inhalasi
400-800 g BD/
hr & 2 kerja
lama

Theofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotrien modifiers
a. KS inhalasi

Theofilin lepas lambat

400-800 g / hr BD
b. Agonis 2 kerja

atau
B2 agonis kerja lama
oral

lama oral
atau
a + Teofilin lepas lambat oral
atau
KS inhalasi dosis tinggi >
800 g BD
atau
KS inhalasi 400800g/hr +
leukotrien modifier

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 8

Asma Persisten Kombinasi


Berat

KS (> 800 g
BD / hr) & agonis
2 kerja lama +

Prednisolon/methyl
prednisolon oral selang
sehari 10 mg di+ B2 agonis
kerja lama oral + theofilin
lepas lambat

salah satu :
teofilin lepas
lambat,
leukotrien
modifier, KS oral

Semua tahapan ditambah agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila perlu

Penyakit

Paru

Obstruktif

Kronik (PPOK)
Definisi
Penyakit obtruksi jalan nafas karana bronchitis kronis atau emfisema. obstruksi
tersebut umumnya bersifat progresif, bias disertai hiperaktitas bronkus dan
sebagian bersifat reversible.
Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batukbatuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun.

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 9

Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan


melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai
kerusakan dinding alveolus.

Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari
partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut. 1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease
serin.3
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : 4

Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang
tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya,
seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan
berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejalagejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut
terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin,
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 10

janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari
janin tersebut.

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)


Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar
ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,
pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki
tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas
buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anakanak setiap tahunnya.

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada
laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari
merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih
rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

Status sosio ekonomi dan status nutrisi


Asma
Usia

Klasifikasi PPOK

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 11

DERAJAT

KLINIS

FAAL PARU

Gejala klinis

Normal

Beresiko

(batuk, produksi sputum)

Dengan / tanpa gejala klinis


(batuk produksi sputum)

VEP1 / KVP < 70%

II

Dengan / tanpa gejala klinis

VEP1 / KVP < 70%

PPOK
Sedang

Gejala bertambah sehingga


menjadi sesak

50% < VEP1<80%


prediksi

III

Dengan / tanpa gejala klinis

VEP1 / KVP < 70%

PPOK Berat

Gejala bertambah sehingga


menjadi sesak

30% < VEP1 <


50% prediksi

IV

Gejala diatas ditambah tandatanda gagal nafas atau gagal


jantung kanan

VEP1 / KVP < 70%

PPOK
Ringan

PPOK
Sangat
Berat

VEP1 80%
prediksi

VEP1 < 30%


prediksi

Patogesis
Keradangan kronis pd sal. napas, parenkim paru, sistem vaskuler paru
peningkatan
makrofag, limfosit T(CD8+), netrofil release mediator LB4,
IL8, TNF
Imbalance proteinase anti proteinase
Stres oksidatif
Ketiga faktor diatas akan merusak struktur paru.

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 12

Gejala Klinis
Keluhan utama: sesak napas, batuk, dahak
Sesak timbul progresif samp mengganggu aktivitas, mendadak memberat
bila terjadi eksaserbasi
Batuk kronis, memberat pagi hari, dahak mukoid purulen bila eksaserbasi
Suara mengi (wheezing)
Batuk darah blood-streaked purulen sputum(eksa-serbasi)
Nyeri dada (pleuritis, pneumotoraks, emboli paru)
Anoreksi & BB turun progresif jelek

Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara : 1
1.

Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,


riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2.

Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :

Pernafasan pursed lips


Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 13

4.

Corakan bronkovaskuler meningkat


Bulla
Jantung pendulum

Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

VEP1 < KVP < 70%


Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP 1 paska bronkodilator <
80% prediksi

5.

Uji Coba kortikosteroid

6.

Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi


Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :1

Mencegah progesifitas penyakit


Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan


selama tatalaksana PPOK.5
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,
yaitu :1
1.

Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun
seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang
sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang
harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 14

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien
yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring
penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru


kronik lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau
penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan


aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi /
cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok

Dukungan dari keluarga

2.

Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif


dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A :
1). Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap
kunjungan
2). Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3). Assess (Nilai)

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 15

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok


4). Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5). Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut

3.

Tatalaksana PPOK stabil


Terapi Farmakologis

a.

Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau


Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala
intermitten)
3 golongan :
Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi b-2 dan steroid belum
memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi

b.

Steroid

PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

Eksaserbasi akut

c.

Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,


gliserol iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
Antitusif : tidak rutin

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 16

Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,
AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau
secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang
menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam
keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen
di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor
perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif
melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk
bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki
kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan
oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask
adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c.

Nutrisi

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungSI paru


atau gerakan mekanik paru)

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 17

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT

KARAKTERISTIK

Semua
derajat
Derajat I
(PPOK
Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %


VEP1 80% Prediksi

REKOMENDASI PENGOBATAN

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

a. Bronkodilator kerja singkat


(SABA, antikolinergik kerja pendek)
bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja
lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

VEP1 / KVP < 70 %

1.

(PPOK
sedang)

50% VEP1 80%


Prediksi dengan
atau tanpa gejala

a.

Derajat III
(PPOK
Berat)

Pengobatan
reguler dengan
bronkodilator:
Antikolinergik
kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
b.

LABA

c.

Simptomatik

2.

Rehabilitasi

VEP1 / KVP < 70%;


30% VEP1 50%
prediksi

1.

Pengobatan
reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator:

Dengan atau tanpa


gejala

a.

Antikolinergik
kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
b.

LABA

c.

Simptomatik

2.

Rehabilitasi

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Kortikosteroi
d inhalasi
bila uji
steroid
positif

Kortikosteroi
d inhalasi
bila uji
steroid
positif atau
eksaserbasi
berulang

Page 18

Derajat IV
(PPOK
sangat
berat)

VEP1 / KVP < 70%;


VEP1 < 30%
prediksi atau gagal
nafas atau gagal
jantung kanan

Pengobatan reguler dengan 1


atau lebih bronkodilator:
1.

Antikolinergik kerja lama sebagai


terapi pemeliharaan
a.

b.

LABA

c.

Pengobatan komplikasi

Kortikosteroid inhalasi bila


memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
d.

2.

Rehabilitasi

Terapi oksigen jangka panjang


bila gagal nafas
3.

pertimbangkan terapi bedah

4.

Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti


pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan
selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk
S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis b2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +


antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat


Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 19

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :


Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang
rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan


PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 20

DAFTAR PUSTAKA

PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: 2006. p. 1-18

Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, 2006. p. 984-5.

Horrison : Principle of Internal Medicine, 17th edition, McGraw-Hill,


Chapter :248

Horrison : Principle of Internal Medicine, 17th edition, McGraw-Hill,


Chapter :254

Chapman, Stephen; Robinson, Grace; Stradling Jhon : Oxford Handbook


of Respiratory Medicine, 1st edition, 2005, Chapter : 15. Oxford
University

GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention


of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial
online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116

Ganong, William F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, hal
629-630. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Sudoyo,Aru W,dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Alergi


Imunologik Klinik hal 247- 252. Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI : Jakarta

Mangunnegoro, Hadiarto, dkk.2006. ASMA Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia cetakan II. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia: Jakarta

Silbernagl Stefan. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi, 2000, hal 7779. Jakarta

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 21

Perbedaan diagnosa dan tatalaksana


asma bronkiale dan PPOK

Disusun Oleh
Ardi juanda sinulingga
01 - 121
PEMBIMBING
Dr. Yohannes Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 23 FEBUARI 2009 2 MEI 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 22

JAKARTA 2008

Perbedaan diagnosa dan tatalaksan ASMA dan PPOK

Page 23

Anda mungkin juga menyukai