Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS

PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN


SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Pada
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

FAUZIAH H. WADA
20100320147

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVESITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU


POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL, YOGYAKARTA
Fauziah H. Wada1, Alfaina Wahyuni2
Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
karena pendarahan. Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan
dengan pemberian oksitosin pada kala 3. Cara lain untuk merangsang keluarnya
oksitosin adalah dengan pijat oksitosin yaitu suatu metode untuk merangsang
oksitosin, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran ASI dan
mempercepat involusi uterus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida.
Jenis penelitian ini adalah Quasy Eksperimental dengan rancangan post test
only design with control group. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan
Purposive sampling dengan 30 responden dibagi menjadi 2 kelompok. Pada
kelompok intervensi di berikan perlakuan berupa pijat oksitosin pada 24 jam pertama
di ajarkan oleh peneliti, hari ke 4 dan hari ke 7 dilakukan oleh keluarga responden,
selanjutnya di lakukan pengukuran TFU pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7
oleh peneliti, nilai involusi uterus akan didapatkan dengan cara pengukuran TFU.
Sama halnya dengan kelompok kontrol juga di lalakukan pengukuran TFU seperti
kelompok intervensi tanpa diberikan perlakuan berupa pijat oksitosin. Analisa data
yang digunakan adalah uji Paired t-test dan Independent t-test.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat percepatan penurunan TFU yang
bermakna pada kelompok intervensi (p=0.000), sedangkan pada kelompok kontrol
tidak bermakna (p=0.865). Terdapat perbedaan yang signifikan pada 24 jam pertama
hari ke 4 dan hari ke 4 hari ke 7 involusi uterus pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p=0.000).
Kesimpulan pada penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan antara
pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida
di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Kata kunci : pijat oksitosin, involusi uterus.
1

Mahasiswa PSIK UMY

Dosen Pengajar FKIK UMY

The Influence of Oxytocin Massage with Uterus Involution Mothers Post


Partum Primigravida in Panembahan Senopati Bantuls Public
Hospital,Yogyakarta
Fauziah H. Wada1, Alfaina Wahyuni2
Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT
Maternal Mortality Ratio (MMR) is caused by several factors, such as bleeding.
Efforts to prevent postpartum hemorrhage can be done by administering oxytocin in
the third stage. Another way to stimulate the release of oxytocin is the oxytocin
massage is a method to stimulate oxytocin, so it expected to increase breastfeeding
and spending accelerates uterine involution. The aims of study to determine the effect
of oxytocin massage on uterine involution postpartum mother primigravida.
Design of this research is a Quasi Experimental posttest only design with control
group. Technique to taking the sample using purposive sampling with 30 respondents
were divided into 2 groups. In the intervention group given oxytocin massage
treatment in the form in the first 24 hours taught by researchers, the 4th and 7th day
is done by the family respondents, did TFU measurements on first 24 hours, day 4
and day 7 by researchers, uterine involution value will be obtained by measurements
the TFU. Similarly, the control group also has done measurements the intervention
group TFU without as a given oxytocin massage treatment. The data analyses used
in this research are Paired t-test and Independent t-test.
The results showed that there were significant acceleration TFU decrease in the
intervention group (p = 0.000), whereas the control group was not significant (p =
0.865). There are significant differences in the first 24 hours until day 4 and day 4
until day 7 uterine involution in the intervention group and the control group (p =
0.000).
The conclusion of this research is a significant difference between the
administrations of oxytocin massage on uterine involution postpartum primigravida
mothers in Panembahan Senopati hospitals in Bantul, Yogyakarta.

Keywords: oxytocin massage, uterine involution


1

Nursing Sudent, School of Nursing Faculty of Medicine, Muhammadiyah University of


Yogyakarta

Lecturer at Medicine, School of Nursing Muhammadiyah University of Yogyakarta

PENDAHULUAN
Indikator kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara menurut
WHO bisa dilihat dari angka kematian ibu selama masa perinatal, intranatal,
dan postnatal. Hal ini sesuai dengan visi yang ditetapkan Perserikatan BangsaBangsa dan pemerintah Indonesia. Visi Indonesia sehat 2015 mempunyai
delapan sasaran (Millennium Development Goals/MDGs) MDGs yang salah
satunya yaitu mengurangi angka kematian bayi dan ibu pada saat persalinan.
Target MDGs di tahun 2015 untuk angka kematian Ibu nasional
adalah 102/100rb kelahiran hidup,dan data Statistik Indonesia (2012)
menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality
Ratio (MMR) di Indonesia menurut data SDKI 2007 ialah sebesar
228/100.000 kelahiran hidup. Dan untuk DIY relatif sudah mendekati target,
namun masih memerlukan upaya yang keras dan konsisten dari semua pihak
yang terlibat (profil kesehatan DIY,2012). Di wilayah yogyakarta berdasarkan
data dari BPS, angka kematian ibu dalam 4 tahun terakhir menunjukkan
penurunan yang cukup baik. Angka terakhir yang dikeluarkan oleh BPS
adalah tahun 2008, di mana angka kematian ibu di DIY berada pada angka
104/100 ribu kelahiran hidup, menurun dari 114/100ribu kelahiran hidup pada
tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang
dilaporkan kabupaten/kota pada tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat
dibandingkan tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian
ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas
kesehatan Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu
Dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun angka
kematian ibu terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi fluktuasi
dalam 3 5 tahun terakhir, bahkan berdasarkan jumlah kasusnya dilaporkan
mengalami peningkatan.
Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya karena pendarahan. Pendarahan menjadi penyebab utama
kematian ibu di Indonesia yaitu 28 %. Penyebab kedua ialah eklamsia24 %
lalu infeksi 11% di susul dengan komplikasi masa peurperium 8%, abortus
5%, partus lama/macet 5%, emboli obstentri 3% dan faktor-faktor lain yang
tidak di ketahui sebanyak 11%1.
Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan semenjak
persalinan kala 3 dan 4 dengan pemberian oksitosin. Hormon oksitosin ini
sangat berperan dalam proses involusi uterus. Involusi uterus atau pengerutan
uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses involusi akan berjalan dengan
bagus jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan untuk
memperbaiki kontraksi uterus2. Faktor-faktor yang menpengaruhi proses
involusi uterus diantaranya adalah mobilisasi dini, pengosongan kandung

kemih, faktor laktasi, faktor usia, senam nifas, menyusui dini, gizi, psikologis
dan paritas.
Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan dari tempat
plasenta denga memperbaiki kontraksi dan retraksi serat myometrium yang
kuat dengan pijatan oksitosin. Oleh karena itu, upaya mempertahankan
kontraksi uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon
oksitosin merupakan bagian penting dari perawatan post partum3. Oksitosin
dapat diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral, intra-nasal, intramuscular, maupun dengan pemijatan yang merangsang keluarnya hormon
oksitosin. Sebagaimana ditulis Lun, et al dalam European Journal of
Neuroscience, bahwa perawatan pemijatan berulang bisa meningkatkan
produksi hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat
reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan4.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pijat Oksitosin
Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di Rsud
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
Tujuan umum peneliitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pijat
Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di
Rsud Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Sedangkan tujuan khususnya
yaitu :
1. Diidentifikasinya karakteristik responden.
2. Diidentifikasinya involusi uterus ibu post partum primigravida
pada kelompok yang di berikan intervensi pijat oksitosin.
3.Diidentifikasinya involusi uterus pada ibu post partum primigravida
pada kelompok kontrol.
4.Diidentifikasinya perbedaan involusi uterus pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelittian kuantitatif, Jenis penelitian yang
digunakan adalah eksperimen semu atau Quasy experimentdengan rancangan
post test only design with control group. Penelitian eksperimen merupakan
kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai adanya pengaruh suatu
perlakuan atau treatment atau menguji hipotesis tentang ada tidak pengaruh
suatu tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain. Sampel penelitian ini
adalah Ibu post partum primigravida sebanyak 30 responden, dengan rincian
15 responden sebagai kelompok kontrol dan 15 responden sebagai kelompok
perlakuan. Perhitungan besar sampel penelitian ini menurut5. 15 subjek pada
setiap kelompok dianggap minimum untuk riset eksperimental. Subjek

perkelompok 10 sampai 20 dianggap minimum untuk studi yang simpel


dengan kontrol eksperimental yang kuat. Kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian ini adalah kriteria inklusi : Ibu post partum normal yang bersedia
menjadi responden, responden termasuk Primigravida, ibu post partum hari
pertama yang mengalami persalinan normal (spontan), tidak menderita
penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, dan Jantung, kondisi psikologis
responden baik dan Usia responden 20 sampai 35 tahun.
Variable Independent : adalah Pijat Oksitosin, dilakukan 2 kali sehari
selama kuranglebih 15 menit pada siang dan sore hari selama 7 hari berturutturut. dan variable dependent : involusi uterus pada ibu post partum
primigravida, pengukuran selisih penurunan TFU pada 24 jam pertama
dengan hari keempat dan hari keempat dengan hari ketujuh dalam cm dengan
menggunakan meteran kertas atau pelvimeter. Selanjutnnya pemantauan
pengeluaran lochea dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan
responden terkait perdarahan atau lochea yang keluar meliputi volume, warna,
konsistensi, dan bau dari darah yang keluar dilihat dari jumlah pembalut yang
digunakan per hari. Selanjutnya hasil yang telah diperoleh dimasukan
kedalam lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah meteran untuk mengukur tinggi fundus
uterus, lembar observasi untuk mengamati penurunan tinggi fundus uterus
pada hari pertama, hari keempat dan ketujuh post partum dan lembar
pengamatan untuk memantau pelaksanaan pijat oksitosin yang dilakukan oleh
orang terdekat atau keluarga yang tinggal serumah dengan.
Analisa data yang di gunakan yaitu Paired ttest untuk mengetahui
perbandingann penurunan TFU pada 4 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7
antara kelompok intervensi dan kelompok control. Hasil dinyatakan bermakna
jika P<0,05 dan tidak bermakna jika P>0,05. Etika penelitian yang dilakukan
peneliti antara lain : meminta surat izin penelitian ke bagian tata usaha FKIK
UMY, kemudian ke bagian perijinan RSUD Panemban Senopati Bantul,
Informed consent, Confidentiality, Anonimity, Safety dan Fair treartment.
HASIL PENELITIAN
RSUD Panembahan Senopati merupakan rumah sakit daerah yang ada
di daerah Bantul. RSUD Panembahan Senopati termasuk rumah sakit yang
memiliki angka persalinan yang cukup tinggi. RSUD Panembahan Senopati
memiliki tiga bangsal perawatan ibu melahirkan yaitu Alamanda satu,
Alamanda dua dan Alamanda tiga. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti
di ruang alamanda 3 karena disesuaikan dengan kriteria inklusi yaitu pada ibu
post partum yang di rawat bersama-sama dengan bayinya untuk mengetahui
kondisi psikologis responden. Jumlah perawat yang bertugas di Alamanda tiga
berjumlah 3 orang dan 4 orang bidan. Angka kelahiran di ketiga bangsal
tercatat pada tahun 2013 angka persalinan mencapai 3.113 orang dengan nilai

rata-rata persalinan per bulan adalah 260 orang, dan untuk periode januari
2014 sampai April 2014 tercatat 928 orang dengan nilai rata-rata persalinan per
bulannya adalah 232 orang.
RSUD Panembahan Senopati Bantul belum ada program pijat
oksitosin bagi ibu nifas, tetapi sudah diterapkan program inisiasi menyusu dini
(IMD) yang manfaat sentuhan, isapan dan jilatan pada puting susu akan
merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting untuk meningkatkan
kontraksi rahim pascasalin, sehingga mengurangi resiko perdarahan pada ibu,
merangsang hormon lain secara psikologis membuat ibu merasa tenang, relaks,
mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri dan merangsang ASI. Selain
itu juga ada program mobilisasi dini bagi ibu yang melahirkan normal harus
segera melakukan mobilisasi seperti miring kanan (mika) atau miring kiri
(miki) atau jalan-jalan di sekitar ruangan untuk dapat melancarkan pengeluaran
lochea, serta dengan melakukan mobilisasi dini bisa mempelancar pengeluaran
darah dan kontraksi uterus baik sehingga proses kembalinya rahim ke bentuk
semula berjalan dengan baik.
1. Karakteristik responden penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah ibu post partum primigravida di
RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 30 orang. Karakteristik
responden digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden
berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan. Adapun karakteristik responden
adalah sebagai berikut .
Tabel.4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol Bersarkan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
Karakteristik
responden
Usia
20 tahun 24 tahun
25 tahun - 29 tahun
30 tahun - 35 tahun
Total
Pendidikan
SD
SMP
SMA

Dengan Pijat Oksitosin

Tanpa Pijat Oksitosin

(%)

(%)

6
6
3
15

40.0
40.0
20.0
100

8
3
4
15

53.3
20.0
26.7
100

3
3
8

20.0
20.0
53.3

2
5
7

13.3
33.3
46. 7

PT
1
15
Total
Pekerjaan
Buruh
3
IRT
11
Swasta
1
15
Total
Sumber : Data Primer 2014

6.7
100

1
15

6.7
100

20.0
73.3
6.7
100

6
8
1
15

40.0
53.3
6.7
100

Berdasarkan tabel karakteristik usia dapat di simpulkan bahwa usia


responden dalam penelitian paling banyak pada kelompok intervensi antara usia
2024 dan 2529 memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing 6 orang
responden (40.0%) dan kelompok kontrol paling banyak berusia antara 20-24
tahun berjumlah 8 responden (53.3%). Jumlah yang paling sedikit pada kelompok
intervensi adalah yang berusia antara 30-35 tahun berjumlah 3 responden (20.0%)
dan pada kelompok kontrol yang paling sedikit adalah yang berusia antara 25-29
tahun berjumlah 3 responden (20.0%).
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yang paling banyak pendidikan responden adalah SMA.
Kelompok eksperimen memiliki jumlah 8 responden (53.3%) dan 7 responden
(46.7%) untuk kelompok kontrol. Pendidikan yang paling sedikit pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yaitu perguruan tinggi (PT) masing-masing 1
responden (6.7%).
Karakteristik berdasarkan status pekerjaan, pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol yang paling banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) dengan
jumlah 11 responden (73.3%) untuk kelompok eksperimen dan 8 responden
(53.3%) untuk kelompok kontrol. Status pekerjaan yang paling sedikit pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol yaitu swasta masing-masing 1
responden (6.7%).
2. Gambaran Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Gambaran Pengeluaran
Lochea.
a. Deskripsi Lochea Berdasarkan Volume (jumlah pembalut yang di
gunakan dalam 1 hari).
Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok eksperimen sebanyak 15 responden dan kelompok kontrol
sebanyak 15 responden. Adapun gambaran pengeluaran lochea berdasarkan
volume adalah sebagai berikut :

Gambar.3
Distribusi frekuensi volume pengeluaran lochea pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan
Senopati Bantul
12
10
8
6
4
2
0

A.
15

11

11
7

Banyak

4 4

Sedang

2 2
0

Sedikit

24 jam
pertama

Hari ke 4

13

13

Hari ke 7

10
6
5

Banyak

2
0

Sedikit

B.

24 jam
pertama

Hari ke 4

Sedang

Hari ke 7

Sumber : Data Primer 2014


Gambar 3. Menggambarkan volume pengeluaran lochea pada 24 jam pertama,
hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok kontrol
(B). Pada 24 jam pertama kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk
volume pengeluaran lochea yang paling banyak sama-sama dalam kategori
banyak, intervensi sebanyak 11 responden dan kontrol sebanyak 13
responden. Untuk hari ke 4 masih dalam kategori yang sama yaitu kategori
banyak pada kedua kelompok, yaitu 7 responden untuk kelompok intervensi
dan 13 responden untuk kelompok kontrol. Sedangkan pada hari ke 7 volume
pengeluaran lochea yang paling banyak mengalami perubahan yang signifikan
pada kelompok intervensi yaitu dalam kategori sedikit sebanyak 11
responden, sedangkan kelompok kontrol tetap pada kategori banyak.

Gambar.4
Distribusi frekuensi warna lochea pada kelompok intervensi dan kelompok kotrol
pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul
20

15

14

15
9

10

Rubra

0 0

Sanguilenta

0 1

Serosa

0
24 jam
pertama

A.
20

Hari ke 4

Hari ke 7

15

15

15

Rubra

8 7

10

Sanguilenta
0 0

24 jam
pertama

hari ke 4

0 0

B.

Serosa

hari ke 7

Sumber : Data Primer 2014


Gambar 4. menggambarkan warna dari lochea pada 24 jam pertama,
hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok kontrol
(B). 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol
didapatkan keseluruhan warna yang muncul dalam kategori rubra. Hari ke 4
untuk warna lochea yang paling banyak pada kedua kelompok masih dalam
kategori rubra tetapi jumlah respondennya berkurang, yaitu untuk kelompok
intervensi sebanyak 9 responden dan kelompok kontrol sebanyak 8 responden.
Sedangkan pada hari ke 7 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sama-sama mengalami perubahan yang signifikan dimana warna lochea yang
paling banyak dikedua kelompok tersebut dalam kategori serosa, pada
kelompok intervensi sebanyak 14 responden dan 1 responden masih dalam
kategori sanguilenta sedangkan kelompok kontrol sebanyak 15 responden.
Oleh karena itu peneliti menarik kesimpulan bahwa warna lochea yang
muncul di hari ke 7 pada kelompok intervensi belum semuanya dalam
kategori serosa tetapi masih dalam kategori normal karena warna lochea
sanguilenta dapat muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 post partum dan

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pengganggu yang tidak diketahui oleh


peneliti.
Gambar.5
Distribusi frekuensi konsistensi lochea pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul
15
10
10

7 7

5
5

Kental

Cair

0
24 jam
pertama

A.

13

15

Hari ke 4

Hari ke 7

11

12

10
5

Sedikit kental

4
0

3
0

B.

Sedikit kental

Kental
Cair

24 jam
pertama

Hari ke 4

hari ke 7

Sumber : Data Primer 2014


Gambar 5. Menggambarkan konsistensi dari lochea pada 24 jam
pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok
kontrol (B). 24 jam pertama pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
didapatkan konsistensi paling banyak sama-sama dalam kategori kental,
kelompok intervensi sebanyak 10 responden dan kelompok kontrol sebanyak
13 responden. Hari ke 4 dan hari ke 7 pada kedua kelompok untuk konsistensi
lochea sama-sama dalam kategori sedikit kental, yaitu pada hari ke 4
sebanyak 7 responden dan hari ke 7 sebanyak 8 responden untuk kelompok
intervensi, berbeda dengan kelompok kontrol yang perubahannya hanya
sedikit yaitu hari ke 4 sebanyak 11 responden dan hari ke 7 sebanyak 12
responden. Pada kelompok intervensi didapatkan yang termasuk dalam
kategori cair sebanyak 6 responden dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang hanya 3 responden.

3. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum
Primigravida Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
a. Uji Normalitas
Dari uji normalitas yang di lakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
karena sampel yang digunakan < 50 mendapatkan hasil untuk kelompok
intervensi pada 24 jam pertama hari ke 4 yaitu p=0.130, dan untuk hari ke 4
hari ke 7 yaitu p=0.063. Sedangkan untuk kelompok kontrol pada 24 jam pertama
hari ke 4 yaitu p=0.052 dan untuk hari ke 4 hari ke 7 yaitu p=0.056. Maka
dapat disimpulkan bahwa dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada 24
jam pertama-hari ke 4 dan hari ke 4 hari ke 7 memiliki data yang berdistribusi
normal karena semuanya memiliki nilai p > 0.05.
b. Penurunan Tinggi Fundus Uterus
Tabel.5
Distribusi Hasil Analisa Involusi Uterus Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol Ibu Post Partum Primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Kelompok

Penurunan TFU (cm) Penurunan TFU(cm) P


24 jam pertama - hari hari ke 4 - hari ke 7
ke 4
Mean SD
Mean SD

Dengan Pijat
5.76 0.77
Oksitosin
Tanpa
Pijat
2.66 0.52
Oksitosin
Sumber : Data Primer 2014

4.96 0.69

0.000

2.63 0.51

0.865

Berdasarkan tabel 5. Menggambarkan distribusi analisa involusi uterus


ibu post partum primigravida kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan
menggunakan uji Paired t-test menunjukan perubahan yang bermakna pada
kelompok intervensi saat 24 jam pertama hari ke 4 dan hari ke 4 hari ke 7
dengan nilai signifikan 0.000 atau (p< 0.05). Sedangkan untuk kelompok kontrol
pada saat 24 jam pertama hari ke 4 dan hari ke 4 hari ke 7 tidak memiliki
perubahan yang bermakna dengan nilai signifikan 0.865 atau (p> 0.05).

Tabel.6
Distribusi Hasil Analisa Involusi Uterus Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol Ibu Post Partum Primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Keterangan
Penurunan TFU (cm)
24 jam pertama - hari
ke 4

Kelompok
Dengan
Oksitosin
Tanpa
Oksitosin
Penurunan TFU (cm) Dengan
hari ke 4 - hari ke 7
Oksitosin
Tanpa
Oksitosin
Sumber : Data Primer 2014

Mean SD
Pijat 5.76 0.77

Pijat

0.000

2.66 0.52
Pijat 4.96 0.69
Pijat

0.000
2.63 0.51

Berdasarkan tabel 6. Menggambarkan distribusi analisa involusi uterus


ibu post partum primigravida kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dengan menggunakan uji Independent t-test. Menunjukan adanya perbedaan
rerata penurunan TFU yang bermakna antara kelompok yang mendapatkan
pijat oksitosin dan kelompok yang tidak mendapatkan pijat oksitosin (p< 0.05).
dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 responden yang terbagi dalam 2
kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol, terdapat 3 variabel
yang diteliti yaitu usia, pendidikan dan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa sebagian besar responden pada kelompok eksperimen berusia antara 20-24
dan 25-29 tahun dengan masing-masing 6 responden (40.0%) sedangkan
kelompok kontrol sebagian besar berusia antara 20-24 tahun berjumlah 8
responden (53.3%).
Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu kondisi
vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan
juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang
sangat bagus pada usia-usia tersebut6. Hasil penelitian dari Liana.D menyatakan
bahwa usia sangat erat kaitannya dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin
tua umur seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang rata-rata
dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih dari satu kali6.
Selain itu dari hasil penelitian Apriyanti menyatakan bahwa umur ibu 2030 tahun merupakan kelompok reproduksi yang paling ideal dari aspek kesehatan,

bila ditinjau dari tugas dan perkembangan manusia maka usia tersebut adalah
masa dewasa awal yang merupakan masa usia produktif7.
Hasil penelitian mengenai karakteristik tingkat pendidikan menunjukan
bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA, pada
kelompok eksperimen berjumlah 8 responden (53.3%) sedangkan pada kelompok
kontrol berjumlah 7 responden (46.7%). Hal ini sesuai dengan pendapat
Setyowati, bahwa pendidikan berpengaruh terhadap proses involusi uteri8. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang akan
mereka dapatkan. Hal ini berpengaruh pada saat pemberian perlakuan pijat
oksitosin, ibu lebih mudah diarahkan dan memberikan respon positif. Semakin
tinggi pendidikan yang dicapai seseorang, semakin besar keinginan untuk
memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya9. Dapat disimpulkan bahwa, ibu
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah diarahkan dalam
memberikan perlakuan pijat oksitosin.
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yaitu
sebagian besar responden bekerja sebagai IRT. Kelompok eksperimen berjumlah
11 responden (73.3%) sedangkan kelompok kontrol berjumlah 8 responden
(53.3%), penelitian yang dilakukan oleh Lestari mengatakan bahwa ibu yang
tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga akan sering atau banyak kesempatan
untuk mencari informasi, memberikan ASI dan mengasuh bayinya10. Sejalan
dengan hasil penelitian Palupi Pekerjaan erat hubunganya dengan kemampuan
untuk memberikan ASI eksklusif11. Dimana ibu tidak memberikan ASI secara
eksklusif karena ibu harus bekerja. Tidak diberikannya ASI secara eksklusif juga
akan mempengaruhi sekresi dari hormon oksitosin sehingga akan memberikan
dampak akan semakin memanjangnya proses involusi uterus.
2. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Gambaran Pengeluaran Lochea.
Berdasarkan hasil analisa karakteristik pengaruh pijat oksitosin terhadap
gambaran pengeluaran lochea didapatkan hasil untuk volume pengeluaran lochea
pada 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol
didapatkan volume pengeluaran lochea tidak memiliki perbedaan rerata yang
jauh, karena sama-sama dalam kategori banyak. Hari ke 4 pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol juga didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang
jauh karena sama-sama dalam kategori banyak. Sedangkan untuk hari ke 7
mengalami perubahan yang signifikan, dimana pada kelompok intervensi yang
terbanyak adalah dalam kategori sedikit dan pada kelompok kontrol yang paling
banyak masih tetap dalam kategori banyak. Dari hasil diatas peneliti menarik
kesimpulan bahwa pada kelompok intervensi didapatkan volume pengeluaran

lochea lebih cepat di bandingkan dengan kelompok kontrol karena di pengaruhi


oleh pijat oksitosin yang di berikan kepada kelompok intervensi.
Volume dari lochea berbeda-beda pada setiap wanita, maka dari itu dari
hasil penelitian yang dilakukan peneliti mendapatkan hasil dari volume
pengeluaran lochea yang berbeda-beda antara setiap responden11.Ambarwati.
Selain itu Saleha.S mengatakan bahwa hal yang biasanya ditemui pada seorang
wanita adalah adanya jumlah lochea yang sedikit pada saat dia berbaring dan
jumlahnya meningkat pada saat dia berdiri serta jumlah rata-rata pengeluaran
lochea adalah kira-kira 240-270 ml12.
Karakteristik berdasarkan warna lochea pada 24 jam pertama untuk
kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata
dari warna lochea yang muncul yaitu dalam kategori rubra. Hari ke 4 pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol juga didapatkan tidak ada perbedaan
rerata yang jauh dari warna lochea yang paling banyak muncul yaitu masih dalam
kategori rubra. Sedangkan hari ke 7 pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh terhadap warna lochea
yang muncul yaitu dalam kategori serosa.
Lochea terdiri dari 4 tahapan yaitu yang pertama lochea rubra , lochea ini
muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum. Cairan yang keluar
berwarna merah gelap karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim dan mekonium. Yang kedua adalah lochea sanguilenta, Cairan
yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung dari hari ke 4
sampai hari ke 7 postpartum. Yang ketiga adalah lochea serosa, lochea ini
berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan laserasi
plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 post partum yang terakhir
adalah lochea alba, lockea ini berwarna putih karena mengandung leukosit, sel
desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang mati. Lochea
alba biasa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum11.
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan teori diatas
karena pada 24 jam pertama darah yang warna keluar adalah merah gelap yaitu
lochea rubra, pada hari ke 4 darah yang keluar sebagian besar juga merah gelap
berarti lochea rubra karena lochea rubra muncul pada hari pertama sampai hari ke
4 post partum. Pada hari ke 7 diketahui bahwa darah yang keluar sebagian besar
berwarna kuning kecoklatan / kuning gelap yaitu lochea serosa karena lochea
serosa muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14.
Untuk karakteristik berdasarkan konsistensi pada 24 jam pertama untuk
kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata
yang jauh dari konsistensi lochea dalam kategori kental. Hari ke 4 dan hari ke 7

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan
rerata yang jauh dari konsistensi lochea yang muncul yaitu dalam kategori sedikit
kental. Dapat dilihat juga bahwa pada kelompok intervensi konsistensi lochea
dalam kategori cair lebih banyak yaitu sebanyak 6 responden dibandingkan
dengan konsistensi kategori cair pada kelompok kontrol sebanyak 3 responden.
Dari hasil penelitian diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa pada 24
jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada konsistensi kategori kental dan sedikit
kental tidak ada perbedaan rerata yang jauh antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, tetapi pada ketegori cair terdapat perbedaan rerata pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
3. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum
Primigravida Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji Paired t-test dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna pada pemberian pijat oksitosin
terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida pada kelompok
intervensi (p<0.05). Involusi uterus pada ibu post partum primigravida pada
kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang bermakna, tetapi perubahan
penurunan TFU terjadi secara normal sesuai dengan teori Manuaba bahwa tinggi
fundus uterus menurun 1 cm dibawah pusat tiap hari pasca melahirkan dengan
nilai (p>0.05)13 dapat di simpulkan bahwa tidak ada pengaruh pada ibu post
partum primigravida yang tidak diberikan pijat oksitosin terhadap involusi uterus
tetapi penurunan TFU berjalan sesuai dengan harinya, yaitu 1 cm per hari. Hasil
tersebut menunjukan bahwa involusi uterus pada kelompok intervensi yang
mendapatkan pijat oksitosin lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pijat oksitosin. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pengertian pijat oksitosin itu sendiri yaitu pemijatan
tulang belakang pada nervus ke 5 - 6 sampai ke scapula yang akan mempercepat
kerja saraf parasimpatis yang merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan
oksitosin14.
Hasil analisa penurunan TFU Independent t-test pada 24 jam pertama
hari ke 4 kelompok intervensi dan kelompok kontrol disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus dan
terdapat perbedaan yang signifikan involusi uterus antara 24 jam pertama dan hari
ke 4 kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0.05). Hasil analisa
penurunan TFU Independent t-test pada hari ke 4 hari ke 7 kelompok intervensi
dan kelompok kontrol disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus dan terdapat perbedaan yang
signifikan involusi uterus antara hari ke 4 hari ke 7 kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p<0.05).

Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang kontraksi otot
polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah persalinan sehingga
bisa mempercepat proses involusi uterus2,15. (Cuningham, 2006; Indiarti 2009).
Penelitian ini diperkuat dengan teori yang diungkapkan oleh Pillitery pijat
oksitosin dapat merangsang hipofisis anterior dan posterior untuk mengeluarkan
hormon oksitosin16. Hormon oksitosin akan memicu kontraksi otot polos pada
uterus sehingga akan terjadi involusi uterus, sedangkan tanda jika ada reflek
oksitosin adalah dengan adanya rasa nyeri karena kontraksi uterus.
Teori diatas sejalan dengan penelitian ini dimana adanya kontraksi uterus
yang kuat sebagai akibat dari intervensi peneliti berupa pijatan oksitosin yang
menyebabkan penurunan tinggi fundus uterus pada responden dengan gambaran
hasil penelitian pada responden yang dipijat oksitosin mengalami penurunan yang
lebih cepat. Sedangkan pada responden yang tidak dipijat oksitosin tidak
mengalami penurunan involusi yang lambat tetapi secara normal yaitu 1 cm per
harinya, sesuai dengan teori yaitu tinggi fundus uterus menurun 1 cm dibawah
pusat tiap hari pasca melahirkan13. Secara berangsur-angsur menjadi kecil
(involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Pemberian pijat
oksitosin kepada responden bertujuan untuk mengetahui penurunan involusi
uterus. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Khairani L,
Komariah M, Mardiah W menyatakan bahwa pemberian pijat oksitosin
berpengaruh terhadap involusi uterus pada ibu post partum dengan nilai p=0.01
nilai tersebut <0.05 ada pengaruh antara pijat oksitosin terhadap involusi
utertus17.
Pemberian pijat oksitosin merupakan salah satu cara untuk mempercepat
penurunan involusi uterus. Menurut peneliti penurunan involusi uterus lebih cepat
karena responden dan keluarga responden diajak memanfaatkan alat indra untuk
memahami materi yang disampaikan. Penurunan involusi uterus yang cepat
terjadi karena intervensi pijat oksitosin yang diajarkan dengan cara ceramah dan
tanya jawab serta di berikan leaflet tentang cara pijat oksitosin yang benar untuk
dibaca sehingga responden dan keluarga responden yang melakukan pijat
oksitosin dapat lebih mengerti dan mengingat apa yang telah di ajari oleh peneliti.
Penelitian ini didukung oleh Futri yaitu metode ceramah dan tanya jawab serta
responden dapat bertanya dengan pemateri secara langsung sehingga responden
dapat lebih memahami apa yang disampaikan pemateri dan meningkatkan
pengetahuan responden18.
Hasil penelitian yang sejalan juga dilakukan oleh Hamranani yang
menyimpulkan bahwa oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus
setelah melahirkan sebagai salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya
perdarahan14. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti dapat di simpulkan bahwa pemberian pijat oksitosin

merupakan salah satu cara yang efektif untuk pempercepat involusi uterus dan
mengatasi terjadinya perdarahan pada ibu post partum.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pijat
oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum di RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta, dapatdisimpulkan sebagai berikut :
1.
Ada penurunan involusi uterus yang bermakna pada kelompok yang di
berikan pijat oksitosin dengan nilai p=0.000.
2.
Tidak ada penurunan involusi uterus yang bermakna pada kelompok
yang tidak di berikan pijat oksitosin dengan nilai p=0.865.
3.
Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pijat oksitosin
terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida di RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan nilai p=0.000.
SARAN
1.

Bagi pelayanan kesehatan


Pijat oksitosin dapat dijadikan prosedur tetap sebagai pelayanan post
partum bagi rumah sakit.

2.

Bagi responden
Bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang pijat
oksitosin, khususnya untuk ibu post partum karena pijat oksitosin
merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya perdarahan
abnormal setelah melahirkan dan harus lebih banyak mencari
informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pijat oksitosin.
Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul
Perlu dilakukan pelatihan atau seminar pada perawat atau bidan
terutama di ruang nifas tentang bagaimana pijat oksitosin untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan seperti mengajarkan dan
mensosialisasikan kepada pasien tentang pijat oksitosin serta
manfaatnya bagi pasien.
Bagi peneliti selanjutnya
Perlu adanya penelitian lanjutan serupa dengan tempat yang berbeda
dengan sampel yang lebih banyak serta mengendalikan faktor-faktor
pengganggu sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.

3.

4.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2011. Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan 20052025.http://www.depkes.go.id/downloads/newdownloads/rancangan_RPJ
PK_2005-2025.pdf . (diakses tanggal 20 November 2011).
2. Cuningham. 2006. Obsietri Williams. Edisi 21.Volume 1. Jakarta: EGC.
3. Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 1995. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan Peter
Anugerah (penterjemah). 2005. Jakarta: EGC.
4. Lund, I; Moberg, U; Wang, J; Yu, C; Kurosawa, M. (2002). Massage affect
nociception of oxytocin. J.European neuroscience Vol 16:330-338.
5. Dempsey, P.A. (2002). Riset keperawatan : Buku ajar dan latihan. Jakarta: EGC.
6. Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas.Edisi ke-2. Jakarta: ECG.
7. Apriyanti, N. 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Sebaya (Peer Education)
Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Primigravida Tentang Menyusui Di
Wilayah Kerja Kerja Puskesmas Mergangsan. Skripsi Strata Satu.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
8. Palupi fitria P, Indriana, 2011. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan
Perubahan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas di BPS ANIK,Amd. Keb. Akbid
Mitra Surakarta.
9. Desi Liana. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus
Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. STIKES UBudiyah Banda Aceh.

10. Lestari, R. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemberiaqn ASI


Eksklusif Di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta. Unuversitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
11. Ambarwati,E.R, Wulandari,D. (2010). Asushan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta:Nuha Medika.
12. Saleha S, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
13.Manuaba.
2007.
Pengantar
Kuliah
Obstetri.
Cetakan
1.
http://books.google.co.id/books?id=KSu9cUdcxwC&printsec=frontcover

&hl=id#v=onepage&q&f=false Jakarta: EGC. (diakses tanggal 20


November 2011).
14. Hamranani, S. 2010, Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu
post partum yang mengalami persalinan lama di rumah sakit wilayah
Kabupaten Klaten. Tesis UI: tidak dipublikasikan.
15. Dahlan, Sopiyudin, 2009. Statistic untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
16. Sulistiawati, A (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta:Penerbit Andi.
17. Khairani,L, dkk. (2012) Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus pada
Ibu Post Partum di Ruang Post Partum Kelas III Rshs Bandung. Diakses
pada
tahun
2013,
dari
jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/787/833.
18. Futri, 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Tehnik Menyusui Pada IbuIbu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan I. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai