( )
3. Potongan Lafal yang Digunakan dan Informasi Mujam Hadits
a. Kosa kata yang digunakan untuk menulusuri keberadaan riwayat tersebut
melalui Mujam al-Hadits
/
/
/
Bentuk
Dasar
& Hal
Juz 6, hal.
[ ])( ][
43
Shahih Bukhari, Kitab , Bab 44, Kitab , Bab
48, Kitab , Bab 26
Shahih Muslim, Kitab , Hadits no 1
Juz 7, hal.
182
Juz 6
1.
: . : .
Muslim:
2.
) ( ) :
: (
: . > : <
Sunan Tirmidzi
3.
:
:
. > : <
Shahih Bukhari
4.
Malik ibn Anas ibn Malik ibn Amr, al- Imam Abu Abdillah al-Humyari al Asbahi alMadani, Al-Muwatha, hlm.
3
Abdul Hussain bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, hal.
4
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa ain ad-Dakhak as-Sulami at-Tirmidzi
5
Abu Abdullah Muhammad
5.
Sunan Ad-Darimi
)(
:
6.
7.
8.
B. TEMUAN PENELITIAN
1. Skema Sanad Hadits dan Itibar
Dari sepuluh jalur sanad yang ada sebagaimana terlihat pada skema sanad
secara keseluruhan (yang dilampirkan pada bagian akhir laporan ini), maka penulis
melakukan itibar. Dalam hal ini, dapat diartikan dengan menyertakan sanad-sanad
yang lain untuk suatu hadits tertentu yang pada bagian sanadnya hanya tampak
seorang periwayat saja.
Dengan menyertakan sanad-sanad yang lain akan dapat diketahui, apakah ada
periwayat yang lain ataukah tidak pada bagian sanad hadits tersebut. Dan melalui
kegiatan ini akan dapat diketahui jalur sanad hadits yang diteliti secara lengkap
6
7
8
Artinya:
Tidak berhak seorang mulim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir
mewarisi orang muslim
Waris beda agama adalah praktek waris yang amat pelik. Di zaman yang serba
modern ini, lebih-lebih ketika terjadi yang berhak menerima warisan adalah orang
Muslim dari orang tua atau kerabat yang masih kafir. Keterangan yang menafikan
kewarisan ini, dengan menggunakan huruf La Nafyiyah yang diartikan tidak, bukan
la nahyi, yang berarti larangan. Huruf la nafyiyah ini mengandung faidah tidak dan
dengan kata tidak ini, tidak dilakukan suatu tindakan hukum.9
Yang dimaksud dengan perbedaan agama menurut hadits diatas adalah
perbedaan agama yang menjadi kepercayaan orang yang mewarisi dengan orang yang
diwarisi. Misalnya, agama orang yang mewarisi itu kafir, sedang yang diwarisi itu
adalah Islam, maka orang kafir tidak mewarisi harta peninggalan orang Islam.10
Berdasarkan hadits tersebut, semua imam mazhab (yang empat) berpendapat
sama. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa orang Islam boleh mewarisi harta
orang kafir, akan tetapi sebaliknya, orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang
Islam. Pendapat semacam ini dikemukakan dengan argumentasi bahwa kedudukan
orang Islam itu lebih tinggi dari siapa pun, tidak ada satu pun yang dapat
mengunggulinya.
Dari semua pendapat tersebut, pendapat yang pertamalah yang benar yang
merupakan pendapat jumhur, yang secara jelas telah mengamalkan nash nabawi
dalam hadits tersebut. Lagi pula masalah waris-mewarisi adalah saling menolong dan
membantu sesamanya. Hal ini tidak terdapat diantara orang muslim dengan orang
kafir karena dilarang syara.11
Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak
mewarisi, yaitu murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai orang
yang murtad. Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk
kedalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi
orang Islam.
Kemudian, permasalahan yang muncul adalah bolehkah seorang muslim
mewarisi harta kerabatnya yang murtad?
Menurut Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali (jumhur ulama) bahwa seorang muslim
tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad. Sebab, menurut mereka
orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam. Jadi secara otomatis telah
Http://pwkpersis.wordpress.com/2008/05/16/kedudukan-waris-beda-agama/#respond
Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 34
11
Ibid., hlm 35
10
menjadi kafir. Karena itu, seperti ditegaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya, bahwa
antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi
harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan mazhab Hanafi sepakat mengatakan:
Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang
muslim.12
Kemudian ada lagi pendapat Sufyan Ats-Tsaury dan juga Imam Abu Hanifah
bahwa harta pusaka orang murtad dibagi dua. Harta yang diperoleh sebelum murtad
dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang muslim. Sedangkan harta yang didapat
seseorang sesudah murtad sampai ia meninggal dunia, tidak dapat diwarisi, dan harta
itu menjadi harta fai, dimasukkan dalam baitul mal.13
Hal ini diperkuat oleh firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 141:
Artinya:
Allah tidak akan menjadikan jalan (wilayah) bagi orang kafir terhadap orang
Islam.
Nabi Muhammad sendiri mempraktekkan pembagan warisan, dimana
perbedaan agama dijadikan sebagai penghalang mewaris. Ketika pamannya Abu
Thalib meninggal sebelum masuk Islam harta warisannya hanya dibagikan kepada
anak-anaknya yang masih kafir, yaitu Uqail dan Thalib. Sementara anak-anaknya
yang telah masuk Islam, yaitu Ali dan Jafar oleh nabi tidak diberi bagian warisan.14
3. Penentuan Kualitas Hadits
Setelah penulis melakukan penelitian, maka dapat penulis simpulkan kualitas
hadits ini dipandang dari:
a. Penisbahan atau penyandarannya, hadits ini termasuk hadits Nabawi karena
makna, redaksi dan penyampaiannya disampaikan oleh nabi.
12
Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 43
Asymuni, dkk., Ilmu Fiqh 3, (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Sarana PTAI/IAIN Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1986), hlm. 174
14
Http://meetabied.wordpress.con/2009/12/25/hak-kewarisan-dalam-perkawinan-beda-agama/
13
10
b. Sampainya kepada Nabi / sanadnya, hadits ini termasuk hadits marfu karena
sanadnya bersambung sampai kepada nabi melalui sahabat besar, yaitu
Usamah ibn Zaid.
c. Menurut sifat-sifat sanad dan cara penyampaiannya, hadits ini termasuk hadits
muanan karena memakai lafaz an, baru menjelang mudawwin hadits ini
menjadi Hadits Musasal, karena memakai lafal haddatsana. Hadits ini juga
termasuk hadits Nazil (hadits yang jumlah sanad/ periwayatannya banyak)
karena jumlah sanadnya mencapai tujuh orang bahkan ada yang lebih.
d. Menurut kuantitas periwayatnya, hadits ini termasuk hadits ahad karena hanya
diriwayatkan oleh seorang sahabat saja sampai pada tingkatan tabi tabiin
e. Dari kualitas matan dan sanad, hadits ini tergolong shahih atau minimal hasan
karena hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan
termasuk hadits maqbul (dapat diterima sebagai hujjah).
f. Menurut penerapan kandungannya, hadits ini termasuk hadits Mabulbih
karena kandungan isi matannya dilaksanakan.
11
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah penulis mencoba meneliti hadits ini, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa kriteria hadits tersebut berdasarkan:
1. Penisbahan atau penyandarannya, hadits ini termasuk hadits Nabawi karena
makna, redaksi dan penyampaiannya disampaikan oleh nabi.
2. Sampainya kepada Nabi / sanadnya, hadits ini termasuk hadits marfu karena
sanadnya bersambung sampai kepada nabi melalui sahabat besar, yaitu
Usamah ibn Zaid.
3. Menurut sifat-sifat sanad dan cara penyampaiannya, hadits ini termasuk hadits
muanan karena memakai lafaz an, baru menjelang mudawwin hadits ini
menjadi Hadits Musasal, karena memakai lafal haddatsana. Hadits ini juga
termasuk hadits Nazil (hadits yang jumlah sanad/ periwayatannya banyak)
karena jumlah sanadnya mencapai tujuh orang bahkan ada yang lebih.
4. Menurut kuantitas periwayatnya, hadits ini termasuk hadits ahad karena hanya
diriwayatkan oleh seorang sahabat saja sampai pada tingkatan tabi tabiin,
5. Dari kualitas matan dan sanad, hadits ini tergolong shahih atau minimal hasan
karena hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan
termasuk hadits maqbul (dapat diterima sebagai hujjah).
6. Menurut penerapan kandungannya, hadits ini termasuk hadits Mabulbih
karena kandungan isi matannya dilaksanakan.
B.
SARAN
Seorang pendakwah harus mempunyai banyak ilmu pengetahuan tentang
seluk beluk Islam dan harus mengetahui ilmu-ilmu tentang al-Quran dan Hadits.
Apabila ingin menyampaikan suatu ayat dari ayat-ayat al-Quran, maka terlebih
12
dahulu di-cross check kedalam al-Quran apakah ayat tersebut memang termasuk ayat
al-Quran atau bukan.
Begitu juga jika ingin menyampaikan sebuah hadits, maka harus di-cross
check kembali kedalam
DAFTAR PUSTAKA
Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 43
Asymuni, dkk., Ilmu Fiqh 3, (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Sarana PTAI/IAIN
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1986),
hlm. 174
Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 34
Http://meetabied.wordpress.con/2009/12/25/hak-kewarisan-dalam-perkawinan-bedaagama/
Http://pwkpersis.wordpress.com/2008/05/16/kedudukan-waris-beda-agama/#respond
Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 74
Wensinck, A. J., dan Y. J. Mansink. 1967. Mujam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits anNabawi, terjemahan oleh Muhammad Fuad al-Baqi, judul asli A Handbook
of Early
13