Anda di halaman 1dari 14

Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

Malik Ibrahim *
Abstrak
Tafsir sangat diperlukan karena setiap orang mengemukakan pikiran dengan
cara menyampaikan serangkaian kalimat yang kadang-kadang tidak dapat
dimengerti maksud dan tujuannya dengan jelas tanpa disusul dengan kalimat-kalimat
yang bersifat menjelaskan. Penafsiran al-Qur'an berperan untuk membantu manusia
menangkap rahasia-rahasia Allah s.w.t dan alam semesta, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi.
Penafsiran yang tepat diperlukan untuk memahami al-Qur'an secara baik dan
benar diperlukan penafsiran yang tepat sehingga untuk mencapai maksud tersebut
diperlukan penguasaan metodologi tafsir secara baik pula. IImu tafsir terus
berkembang dan jumlah kitab-kitab tafsir terus bertambah dalam beraneka corak.
Para ulama tafsir belakangan kemudian memilah kitab-kitab itu berdasarkan
metode penulisannya ke dalam empat bentuk tafsir, yaitu: metode Tahlili, ijmaii,
Muqarin dan Mawdhui. Tulisan ini menjelaskan beberapa metode penafsiran
tersebut serta menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode
tersebut.
Kata kunci: al-Quran, tafsir, metode
A. Pendahuluan
Al-Quran sebagai kata-kata (firman) Allah s.w.t. memerlukan tafsir,
penjelasan, penguraian, interpretasi, atau komentar, karena suatu alasan
yang nyata, ia harus dapat dipahami secara jelas dan sepenuhnya agar
perintahnya dapat dilaksanakan dengan keyakinan bahwa kehendak Allah
s.w.t telah dikerjakan. Namun, sebagai kata-kata Allah s.w.t pun, al-Quran
tampaknya menghalangi upaya tafsir karena dua alasan yang berbeda,
tetapi saling melengkapi. Pertama, karena ayat al-Quran yang datang
melalui wahyu muncul seperti apa adanya dari Allah s.w.t, sehingga alQuran pastilah jelas artinya sehingga tidak perlu adanya penafsiran oleh
manusia Kedua, bagaimana mungkin akal manusia yang terbatas mengaku
mampu menemukan makna sesungguhnya dari teks-teks sebuah kitab
yang datang dari sang pemilik kearifan yang tidak terbatas?1
Dalam bahasa Arab, kata tafsir berasal dari akar kata al-fasr yang
*

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.


John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid 5, cet. I,
(Bandung: Mizan, 2001), p. 325.
1

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

642

berarti penjelasan atau keterangan, yakni menerangkan atau


mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Keterangan yang memberikan
pengertian tentang sesuatu disebut tafsir. Jadi, keterangan atau penjelasan
itulah yang menyampaikan pengertian tentang sesuatu itu begini atau
begitu. Tafsir al-Qur'anul Karim ialah penjelasan atau keterangan tentang
firman Allah s.w.t. yang memberikan pengertian mengenai susunan
kalimat yang terdapat dalam al-Qur'an.2 Secara istilah, tafsir ialah ilmu
yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz-lafadz al-Qur'an,
makna-makna yang ditunjukkannya dan hukum-hukumnya, baik ketika
berdiri sendiri atau tersusun, serta makna-makna yang dimungkinkan
ketika dalam keadaan tersusun.3
Tafsir sangat diperlukan, karena setiap orang mengemukakan
pikiran dengan cara menyampaikan serangkaian kalimat yang kadangkadang tidak dapat dimengerti maksud dan tujuannya dengan jelas tanpa
disusul dengan kalimat-kalirnat yang bersita menjelaskan.4 Penafsiran alQur'an berperan untuk membantu manusia menangkap rahasia-rahasia
Allah s.w.t dan alam semesta, baik yang tampak maupun yang
tersembunyi. Selanjutnya, penafsiran al-Qur'an dapat membebaskan
manusia dari belenggu perbudakan, baik oleh manusia maupun harta serta
membimbingnya untuk menyembah Allah Yang Maha Kuasa. Dengan
penafsiran ini, seseorang dapat berhubungan dengan sesamanya sekaligus
dengan penciptanya.5 Dilihat dari metode yang digunakan olen para
mufasir, tampaknya metode penafsiran itu secara garis besar bermuara
pada empat metode, yaitu tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqarin dan
tafsir Mawdhui.6
B. Metode Tafsir
IImu tafsir terus berkembang dan jumlah kitab-kitab talsir terus
bertambah dalam beraneka corak. Para ulama tafsir belakangan kemudian
memilah kitab-kitab itu berdasarkan metode penulisannya ke dalam empat
bentuk tafsir, yaitu: metode Tahlili, Ijmaii, Muqarin dan Mawdhui.7
2

Ahmad Asy-Syirbashi, Sejarah Tafsir Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), p. 5.


Ali Hasan al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, alih bahasa Ahmad Akrom,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994.), p. 3.
4 Ahmad Asy-Syirbashi, Sejarah, p. 5.
5 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Qur'an, alih bahasa Hasan Basri dan
Amroeni, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), p. 2.
6 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2004), p. 94.
7 Abd. al-Hayyi al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu'iy: Suatu Pengantar, alih bahasa
Suryana Jamrah, (Jakarta: Rajawali Press, 1977), p. 23.
3

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

643

Penjelasan masing-masing metode adalah sebagai berikut:


1. Tafsir Tahlili
Tahilli berasal dari bahasa Arab, hallala-yahallilu-tahlil yang berarti
mengurai, menganalisis. Tafsir metode Tahlili adalah tafsir yang menyoroti
ayat-ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang
terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam alQur'an Mushaf Usmani.8 Muhammad Baqr al-Sadr menyebut tafsir
metode Tahlili ini dengam tafsir Tajzii, yang secara harfiah berarti "tafsir
yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial.9
Dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, metode tafsir Tahlili
atau Tajzii adalah metode yang paling tua. Tafsir ini berasal sejak masa
para shahabat Nabi s.a.w. Pada mulanya, tafsir model ini terdiri dari
tafsiran atas beberapa ayat saja yang kadang-kadang mencakup penjelasan
mengenai kosakata. Dalam perkembangannya, para ulama tafsir
merasakan kebutuhan adanya tafsir yang mencakup seluruh isi al-Qur'an.
Karenanya, pada akhir abad ketiga hijriyah (abad ke-10 M.) para ahli tafsir
seperti Ibn Majah, ath-Thabari dan lain-lain lalu mengkaji keseluruhan isi
al-Qur'an dan membuat model-model paling maju dari tafsir Tahlili ini.10
Dalam melakukan penafsiran, mufasir (penafsir) memberikan
perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat
yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari
setiap bagian ayat. Dalam menafsirkan al-Qur'an, mufasir biasanya
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Menerangkan hubungan munasabah baik antara satu ayat dengan ayat
yang lain maupun antara satu surah dengan surah lainnya.
2) Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul)
3) Menganalisis mufrodat (kosakata) dan lafal dari sudut pandang bahasa
Arab.
4) Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.
5) Menerangkan unsur-unsur fashahah, bayan dan i'jaz bila dianggap perlu.
6) Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas,
khususnya bila ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat ahkam.
7) Menerangkan makna dan maksud syara' yang terkandung dalam ayat
bersangkutan.
Melihat aspek-aspek yang dibahas dalam tafsir Tahlili, dapat
dipahami bahwa penafsiran dengan metode ini sangat luas dan
8

Badri Khaeruman, Sejarah, p. 94.


M Quraish Shihab dkk, Sejarah & 'Ulumul al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000), p. 173.
10 Ibid., p. 174.
9

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

644

menyeluruh. Metode tafsir Tahlili digunakan oleh sebagian besar mufasir


pada masa lalu dan masih terus berkembang pada masa sekarang.
Metode Tahlili memiliki berbagai macam corak penafsiran, yaitu almattsur, ar-rayi, ash-shufi, al-fiqhi, al-falsafi, al-ilmi dan al-adabi al-ijtima'i.
Corak-corak tafsir tersebut sesungguhnya hanya berupa kecenderungan
mufasir terhadap bidang-bidang keilmuan Islam, sehingga belum ada tafsir
yang murni bercorak sufi, filsafati ataupun bercorak ilmu pengetahuan
atau sains.11
a. Tafsir bil Ma'tsur
Tafsir bil ma'tsur adalah suatu corak penafsiran yang sangat
mengandalkan riwayat atau atsar. Corak tafsir bil ma'tsur ini para ulama
berkomentar bahwa penafsiran al-Qur'an yang paling baik adalah
penafsiran sebagian ayat al-Qur'an terhadap yang lain dengan
menggunakan al-Qur'an pula.
Kriteria tafsir bil ma'tsur yaitu: penafsiran al-Qur'an dengan hadis
Nabi s.a.w. untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui para
sahabat semasa Nabi s.a.w. masih hidup; penafsiran al-Qur'an dengan
pendapat para sahabat berdasarkan ijtihad mereka; dan penafsiran alQur'an dengan pendapat tabi'in dalam rangka memberikan keterangan
terhadap kesamaran yang ditemui kaum muslimin tentang sebagian
maksud al-Qur'an.
Perkembangan tafsir bil ma'tsur dapat dibagi dalan dua periode, yaitu
periode Riwayah dan periode Tadwin. Periode Riwayah adalah masa
Rasulullah s.a.w., para shahabat dan tabi'in. Pada masa ini, Rasul
menjelaskan apa yang terkandung dalam makna al-Qur'an kepada para
shahabat. Para shahabat adakalanya meriwayatkan kepada yang lain dan
kemudian meriwayatkan kepada tabi'in. Oleh karena itu, periode ini
disebut juga dengan periode Syafahiyah, yaitu pengajaran secara langsung.
Periode kedua, yaitu periode Tadwin (pembukuan). Pada periode ini
dilakukan pencatatan dan pembukuan segala yang diriwayatkan dari
Rasulullah s.a.w. dan para shahabat. Tepatnya, pembukuan telah dimulai
pada masa shahabat, tetapi penyusunannya secara sistematis sebagai ilmu
yang mandiri dan terpisah dari hadis secara sempurna baru terjadi pada
abad ketiga hijriyah. Contoh kitab-kitab tafsir bil ma'tsur antara lain Jami alBayan fi Tafsir al-Qur'an, karya Ibn Jarir Ath-Thabari serta kitab Tafsirul
Qur'anil Adhim karya Ibn Katsir.
b. Tafsir bir Ra'yi
Secara definisi, tafsir bil ra'yi adalah menafsirkan al-Qur'an
11

Badri Khaeruman, Sejarah, p. 95.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

645

berdasarkan ijtihad mufasir sesudah ia mengusai dan memahami bahasa


Arab dengan segala seginya, mengerti kata-kata bahasa Arab dengan segala
maksudnya sambil memperhatikan pengertian syair-syair jahiliyah,
memperhatikan asbabun nuzul, nasikh mansukh serta syarat-syarat yang
diperlukan oleh seorang mufasir. Contoh kitab-kitab tafsir yang bercorak
tafsir bil rayi yaitu kitab Mafatihul Ghaib karya Fahrurrozi dan kitab
Madarikul Tanzil wa Haqaiqul Ta'wil karya An-Nasafy. Menurut alFarmawi, tafsir bil ma'tsur terbagi menjadi dua, yaitu tafsir bil ra'yi mamduh
maqbul, yaitu apabila mufasirnya telah memenuhi syarat-syarat yang telah
disepakati bagi seorang mufasir serta meninggalkan lima hal yang terlarang
baginya, dan tafsir bil ra'yi madzmum mardud, yaitu apabila mufasirnya tidak
dapat memenuhi syarat-syarat seorang mufasir serta tidak terlepas dari
lima hal yang terlarang tersebut.
Adapun syarat-syarat tersebut sebagaimana disepakati para ulama
yaitu: mempunyai iktikad yang lurus dan benar serta selalu menepati
ketentuan agama; ikhlas; berpedoman pada riwayat yang maqbul dan
menjauhi bid'ah; menguasai 15 ilmu yang diperlukan seorang mufasir,
yaitu: bahasa Arab, nahwu, sharaf, istiqaq, ma'ani, badi', bayan, qira'at,
ushuluddin, ushul fiqh, asbabun nuzul, nasikh mansukh, fiqh, hadis dan ilmu
mauhibah.
Lima hal yang harus ditinggalkan yaitu: memaksakan untuk merasa
cepat paham akan maksud ayat, tanpa terlebih dahulu menuhi syaratsyarat seorang mufasir; terlalu jauh memasuki hal-hal yang merupakan
monopoli Allah s.w.t. untuk mengetahuinya; melakukan kegiatan
berdasarkan hawa nafsu untuk mencari keuntungan pribadi; menafsirkan
ayat untuk mendukung pendapat mazhab yang fasid; dan memastikan
bahwa tafsimya itu merupakan satu-satunya yang sesuai dengan maksud
suatu ayat tanpa memberikan dalil.
2. Tafsir Ijmali
Metode Ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara ringkas
tetapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan
enak dibaca. Sistematika penulisan metode ini mengikuti susunan ayat-ayat
di dalam mushaf.
Tafsir Ijmali tidak terdapat ruang/kesempatan bagi mufasir untuk
menyampaikan pendapatnya secara rinci tetapi disajikan secara ringkas dan
bersifat umum sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih
tetap mendengar al-Qur'an meskipun sebenarnya yang didengarnya adalah
tafsir al-Quran.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

646

a. Kelebihan Metode Ijmali


Kelebihan Metode tafsir Ijmali yaitu: praktis dan mudah difahami;
bebas dari penafsiran israiliyyat; dan akrab dengan bahasa al-Qur'an.
b. Kekurangan
1). Menjadikan petunjuk al-Qur'an bersifat parsial.
2). Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai.
4. Urgensi
Bagi para pemula atau mereka yang tidak membutuhkan uraian yang detil
tentang pemahaman suatu ayat, maka tafsir yang menggunakan metode
Ijmali sangat membantu dan tepat untuk digunakan. Hal ini karena metode
ini sangat ringkas dan tidak berbelit-belit, sehingga relatif mudah
dipahami oleh mereka. Sebaliknya, tafsir yang memberikan uraian yang
panjang lebar seperti dalam metode tafsir Tahlili akan membuat bosan dan
kurang menarik, bahkan kadang dapat menyesatkan mereka karena
uraiannya tidak sejalan dengan kemampuan dan daya nalar mereka.
Kondisi tafsir Ijmali yang ringkas dan sederhana juga lebih cocok bagi
mereka yang disibukkan oleh pekerjaan rutin sehari-hari. Tafsir al-Qur'an alAdzim, karya Muhammad Farid Wajdi dan Tafsir al-Wasith, terbitan
Lembaga Pengkajian Universitas Al-Azhar Mesir merupakan contoh
kitab-kitab tafsir yang tergolong Ijmali.
3. Tafsir Muqarin
1. Pengertian
Metode Muqarin (komparatif) merupakan metode penafsiran yang
dilakukan dengan cara:12
a. Membandingkan teks (nash) ayat al-Qur'an yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih dan atau memiliki
redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
b. Membandingkan ayat al-Qur'an dengan hadis yang pada lahimya
terlihat bertentangan.
c. Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan alQur'an.
Tafsir al-Qur'an dengan menggunakan metode ini mempunyai
cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat
melainkan juga membandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan
pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.
2. Ciri-ciri
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif. Di sinilah
letak perbedaan yang prinsipil antara metode ini dengan metode-metode
12

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


1998), p. 65.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

647

yang lain. Hal itu disebabkan yang dijadikan bahan dalam


memperbandingkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis adalah
pendapat para ulama, bahkan pada aspek yang ketiga, pendapat para ulama
itulah yang dijadikan sasaran perbandingan. Oleh karena itu, jika suatu
penafsiran dilakukan tanpa memperbandingkan berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli tafsir, maka pola semacam itu tidak dapat
disebut metode komparatif. Dalam konteks ini, al-Farmawi menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan metode komparatif adalah menjelaskan
ayat-ayat al-Quran yang berdasarkan pada apa yang telah ditulis oleh
sejumlah mufasir.13
Selanjutnya, langkah-Iangkah yang yang harus diterapkan untuk
menccapai tujuan itu adalah dengan memusatkan perhatian pada sejumlah
ayat tertentu, baik yang klasik (salaf) maupun yang ditulis oleh ulama
khalaf, serta membandingkan pendapat-pendapat yang mereka kemukakan
itu untuk mengetahui kecenderungan mereka, aliran yang mempengaruhi
mereka, keahlian yang mereka kuasai dan lain sebagainya.
3. Ruang lingkup
a. Perbandingan ayat dengan ayat
Perbandingan pada aspek ini dapat dilakukan pada semua ayat, baik
pemakaian mufrodat, urutan kata, maupun kemiripan redaksi. Semua itu
dapat dibandingkan. Jika yang akan dibandingkan adalah kemiripan
redaksi misalnya, maka langkah yang dapat ditempuh adalah:
1) Mengidentifikasi dan menghimpun ayat al-Qur'an yang redaksinya
mirip sehingga diketahui mana yang mirip mana yang tidak.
2) Membandingkan antara ayat yang redaksinya mirip, yang
membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda
dalam satu redaksi yang sama.
3) Perbedaan yang terkandung dalam berbagai redaksi yang mirip, baik
perbedaan tersebut mengenai konotasi ayat maupun redaksinya, seperti
berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam ayat dan
sebagainya.
4) Membandingkan antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat
yang dijadikan objek bahasan.
b. Perbandingan ayat dengan hadis
Perbandingan dalam aspek ini terutama dilakukan terhadap ayat-ayat
al-Qur'an yang tampak fakta lahirnya bertentangan dengan hadis Nabi
s.a.w. yang diyakini sahih. Itu berarti hadis-hadis yang sudah diyakini dhaif
tidak perlu dibandingkan dengan al-Qur'an karena level dan kondisi
keduanya tidak seimbang. Jadi, hanya hadis sahih saja yang dikaji dalam
13

Ali Hasan al-Aridl, Sejarah, p. 75.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

648

aspek ini dan dibandingkan dengan ayat al-Qur'an. Dalam hal ini
ditempuh langkah sebagai berikut:
1) Menghimpun ayat-ayat yang pada lahimya tampak bertentangan dengan
hadis Nabi s.a.w., baik ayat tersebut memiliki kemiripan redaksi dengan
ayat lain atau tidak.
2) Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di
dalam kedua teks ayat dan hadis
3) Membandingkan antara berbagai pendapat para ulama tafsir dalam
menafsirkan ayat dan hadis.
c. Perbandingan pendapat mufasir
Apabila yang dijadikan sasaran pembahasan adalah pendapat para
ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat, maka metodenya adalah
sebagai berikut:14
1) Menghimpun sejumlah ayat yang dijadikan objek studi tanpa menoleh
terhadap redaksinya, apakah mempunyai kemiripan atau tidak.
2) Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat
tersebut.
3) Pendapat ulama tafsir untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan
identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir, serta
kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
Dengan menerapkan metode perbandingan seperti itu, maka dapat
diketahui kecenderungan dari para mufasir, aliran apa saja yang
mempengaruhi mereka dalam menafsirkan al-Qur'an, apakah ahlus sunnah
atau Mu'tazilah, Khawarij, Syi'ah dan sebagainya. Begitu pula dapat
diketahui beragam keahlian yang dimiliki oleh setiap mutassir.
4. Kelebihan dan kekurangan
a). Kelebihan
1) Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada
pembaca bila dibandingkan metode yang lain.
2) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat
orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda bahkan kontradiktif.
3) Tafsir dengan metode komparatif sangat berguna bagi mereka yang
ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4) Dengan menggunakan metode komparatif, maka mufasir didorong
untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis serta pendapat para mufasir
yang lain. Dengan demikian, mendorong para mufasir lebih berhatihati dalam proses penafsiran suatu ayat.
b). Kekurangan
1) Metode ini tidak dapat diberikan bagi semua tingkatan dan elemen
14

Nashruddin Baidan, Metodologi, p. 100.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

649

khususnya bagi para pemula, hal ini disebabkan pembahasan yang


diberikan terlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim. Dalam
kondisi demikian khususnya bagi para pemula belum siap untuk
menerima berbagai pemikiran dan tidak mustahil mereka akan
kebingungan dalam menentukan pilihan.
2) Kurang dapat diandalkan untuk dapat menjawab permasalahan
sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Hal itu disebabkan
metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan
masalah.
3) Cenderung lebih banyak menelusuri penafsiran yang pernah
diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran baru.
5. Urgensi15
Tafsir komparatif sangat penting, terutama bagi mereka yang ingin
melakukan studi lanjut untuk dapat mendapatkan pemahaman yang luas
berkenaan dengan penafsiran suatu ayat dengan mengkajinya dari berbagai
disiplin ilmu sesuai dengan muatan dan konteks ayat tersebut. Penafsiran
serupa ini sulit dijumpai dalam metode lain.
Pada abad modern, tafsir dengan metode komparatif terasa makin
dibutuhkan oleh umat. Hal ini dikarenakan timbulnya berbagai paham dan
aliran yang kadang jauh ke luar dari pemahaman yang benar. Dengan
menggunakan metode komparatif, akan dapat diketahui mengapa
penafsiran yang menyimpang itu timbul dan bahkan dapat membuat sikap
ekstrim di kalangan sebagian kelompok masyarakat. Dengan demikian,
jelas bahwa metode komparatif amat penting, terutama dalam rangka
mengembangkan pemikiran tafsir yang rasional dan obyektif, sehingga
diharapkan pembaca mendapat gambaran yang komprehensip berkenaan
latar belakang lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan
perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran al-Qur'an
pada periode selanjutnya.
Kitab tafsir yang ditulis dengan metode ini di antaranya adalah:16
1. Tafsir al-Manar oleh Rasyid Ridha
2. Tafsir al-Maraghi oleh al-Maraghi
3. Tafsirul Qur'anul Karim karya Syekh Mahmud Syaltut.
4. Tafsir Mawdhui
Secara semantik, tafsir Mawdhui berarti tafsir tematis. Metode ini
memiliki dua bentuk, yaitu:17
1) Tafsir yang membahas satu surah al-Qur'an secara menyeluruh,
15

Badri Khaeruman, Sejarah, p. 10.


Abd. Hayyi al-Farmawi, Metode, p. 29.
17 Ibid., p.79.
16

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

650

memperkenalkan
dan menjelaskan maksud-maksud umum dan
khususnya secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat yang
satu dengan ayat lain, dan atau antara satu pokok masalah dengan
pokok masalah lain. Dengan metode ini, surah tersebut tampak dalam
bentuknya yang utuh, teratur, betul-betul cermat, teliti dan sempurna.
Berkaitan dengan tafsir tematis bentuk ini, al-Syathibi sebagaimana
dikutip al-Farmawi menyatakan bahwa satu surah al-Quran meskipun
mengandung banyak masalah, masalah itu sebenarnya adalah satu,
karena pada hakekatnya menunjuk pada satu maksud.18
2) Tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat al-Qur'an yang
memiliki arah dan tema khusus dari berbagai macam tema yang
berkaitan dengan alam dan kehidupan. Upaya mengaitkan antara satu
ayat dengan ayat lainnya itu pada akhirnya akan mengantarkan mufasir
kepada kesimpulan yang menyeluruh tentang masalah tertentu menurut
pandangan al-Qur'an.19 Bahkan melalui metode ini, mufasir dapat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di dalam benaknya
dan menjadikannya sebagai tema-tema yang akan dibahas dengan
tujuan menemukan pandangan al-Qur'an mengenai hal tersebut.
Langkah-Iangkah yang harus ditempuh dalam menyusun suatu karya
tafsir berdasarkan metode ini adalah sebagai berikut:20
a. Menemukan topik bahasan setelah menentukan batas-batasnya, dan
mengetahui jangkauannya di daiam ayat-ayat al-Qur'an.
b. Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah
tersebut.
c. Merangkai urutanurutan sesuai dengan masa turunnya, misalnya
dengan mendahulukan ayat-ayat Makkiyah dari pada ayat-ayat
Madaniyah, karena ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah biasanya
bersifat umum.
d. Kajian tafsir model ini memerlukan bantuan kitab-kitab fafsir Tahlili,
pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya ayat sepanjang yang dapat
dijumpai, munasabah dan pengetahuan tentang dilalah suatu lafal dan
penggunaannya. Mufasir perlu mengetahui itu semua, meskipun tidak
harus dituangkan dalam pembahasan.
e. Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna.
f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang menyangkut
masalah yang dibahas.
g. Mempelajari semua ayat-ayat yang terpilih dengan jalan menghimpun
ayat-ayat yang sama pengertiannya. Atau mengkompromikan antara am
18

Ibid., p. 50.
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1992), p. 331.
20 M. Qursish Shihab dkk, Sejarah & 'Ulumul al-Qur'an, p. 21.
19

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

651

(umum) dan khas (khusus), yang mutlak dengan muqayyad atau yang
kelihatannya kontradiktif, sehingga semuanya bertemu dalam satu
muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran.
h. Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa pasal,
dan setiap pasal itu dibahas, kemudian ditetapkan untuk pokok yang
meliputi macam-macam pembahasan yang terdapat pada bab,
kemudian menjadikan unsur yang bersifat cabang (fari) sebagai satu
macam pasal .
Kelebihan
dan kekurangan motode tematik adalah sebagai
21
berikut:
1. Kelebihan:
a. Menjawab tantangan zaman. Permasalahan dalam kehidupan selalu
berkembang sesuai perkembangan kehidupan umat manusia,
permasalahan demikian tidak dapat ditangani
dengan
metode
penafsiran selain metode tematik. Hal ini karena metode ini ditujukan
untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini
mengkaji semua ayat al-Quran yang berbicara tentang kasus yang
sedang dibahas secara tuntas dari berbagai aspek.
b. Praktis dan sistematis. Tafsir dengan mode/tematik disusun secara
praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul.
Kondisi semacam ini sangat cocok dengan kondisi umat yang semakin
modern dengan mobilitas yang tinggi, sehingga mereka seolah tidak ada
waktu untuk membaca kitab tafsir yang besar, padahal untuk
mendapatkan petunjuk al-Qur'an mereka harus membacanya. Dengan
adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk al-Quran
secara praktis dan sistematis serta lebih menghemat waktu, efektif dan
efisien.
c. Dinamis. Metode tematik membuat tafsir al-Quran selalu dinamis
sesuai tuntutan zaman, sehingga menimbulkan image di dalam benak
pembaca dan pendengar bahwa al-Qur'an senantiasa mengayomi dan
membimbing kehidupan di muka bumi pada semua lapisan dan strata
sosial. Dengan demikian, terasa sekali bahwa al-Qur'an salalu aktual
dan tidak ketinggalan zaman.
d. Membuat pemahaman jadi utuh. Dengan ditetapkan judul-judul yang
akan dibahas, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an dapat
diserap secara utuh. Pemahaman serupa ditemukan dalam model tafsir
yang lain.
2. Kekurangan
a. Memenggal ayat al-Quran. pemenggalan ayat yang dimaksud yaitu
21

Nashruddin Baidan, Sejarah, pp. 165-168.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

652

mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang
mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk
tentang shalat dan zakat, biasanya kedua ibadah tersebut diungkapkan
dalam satu ayat, apabila ingin membahas tentang zakat, maka mau tidak
mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari
mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
b. Membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkan judul penafsiran,
maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang
dibahas tersebut. Akibatnya mufasir terikat oleh judul tertentu.
Urgensitas tafsir tematik adalah bahwa metode ini dapat diandalkan
untuk menjawab permasalahan kehidupan di muka bumi ini. Itu berarti
metode ini besar sekali manfaatnya dalam kehidupan umat agar mereka
dapat terbimbing ke jalan yang benar sesuai dengan maksud
diturunkannya al-Qur'an.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka posisi model penafsiran
demikian menjadi semakin kuat di dalam khazanah intelektual lslam,22
sedangkan mengenai contoh kitab tafsir yang bercorak Mawdhui yaitu
antara lain: al-Mar'atu fi al-Qur'an karya Ustadz Abbas al-Aqqad, ar-Riba fil
Qur'an karya Abu al-A'la al-Maududi dan al-Aqidah fi al-Qur'an al-Karim
karya Muhammad Abu Zahrah. 23
C. Penutup
Keutamaan al-Quran dalam kehidupan keagamaan Muslim telah
senantiasa diakui. Pada masa modern, penekanan baru diletakkan oleh
para cendekiawan muslim terhadap al-Quran sebagai sebuah sumber
petunjuk. Namun, terkadang petunjuk tersebut bersifat implisit, dalam
penekanan ini terkandung sebuah tantangan terhadap banyak aspek dari
tradisi yang diterima, baik dalam ranah teologi, hukum atau yang lain.
Kalau benar demikian halnya, terdapat kemungkinan bahwa tafsir akan
bertambah penting bukan hanya sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam,
tetapi juga sebagai pembawa gagasan-gagasan baru dan sebagai media yang
dapat dipergunakan oleh para cendekiawan untuk memulai perubahan
atau pembaruan. Ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah
karya tafsir (kadang-kadang berupa terjemahan atau ringkasan dari karyakarya yang sudah ada) di dunia Muslim, tidak hanya dalam bahasa Arab,
tetapi juga dalam banyak bahasa selain bahasa Arab.

22
23

Nashruddin Baidan, Sejarah, p. 169.


Abd. Hayyi al-Farmawi, Metode, p. 5.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

653

654

Malik Ibrahim: Corak dan Pendekatan Tafsir al-Quran

Daftar Pustaka
al-Arid, 'Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, alih bahasa Ahmad Akrom
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994.
al-Farmawi, Abdul Hayyi, Metode Tafsir Mawdhui: Suatu Pengantar, alih
bahasa Suryana Jamrah, Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Asy-Syirbashi, Ahmad, Sejarah Tafsir Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1995.
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.
Esposito, John L., (Editor kepala), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, 6
jilid, cet. I, Bandung: Mizan, 2001.
Khaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2004.
Shihab, M. Quraish dkk., Sejarah & 'Ulumul al-Qur'an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.
Ushama, Themeem, Metodologi Tafsir al-Qur'an, alih bahasa Hasan Basri dan
Amroeni, Jakarta: Riora Cipta, 2000.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010

Anda mungkin juga menyukai