Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Kesehatan dapat dikemukakan dengan dua pengertian sehat,
terutama dalam arti sempit dan arti luas. Secara sempit sehat diartikan
bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan secara luas,
sehat berarti sehat secara fisik, mental maupun sosial. Sedangkan
menurut World Health Organitation (WHO) 1947, sehat adalah
keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial, yang tidak
terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
Menurut UU RI No 36 tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Kita menyadari bahwa kesehatan yang kita miliki adalah
merupakan anugerah Allah SWT yang harus kita syukuri dan dijaga.
Untuk itu agar manusia tetap dalam kondisi sehat perlu dijaga setiap
saat dengan menjaga kebersihan.
Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk mempertinggi
derajat kesehatan yang besar artinya bagi pembangunan dan
pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi
pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia(Netty T. Pakpahan, 2008)
Manusia dalam kehidupannya mendambakan kesehatan
terhadap dirinya dan keluarganya. Kesehatan akan diperoleh bila
terciptanya kebersihan lingkungan. Oleh karena itu kebersihan

lingkungan harus dijaga oleh semua pihak. Hal ini dapat kita terima
karena orang yang sehatlah yang mampu menghayati, melaksanakan
serta berpartisipasi dalam kegiatan menjalanin kehidupan sehari-hari.
Kebersihan merupakan anjuran bagi kita semua. Kebersihan
yang dianjurkan itu meliputi seluruh aspek kehidupan, baik fisik
maupun non fisik. Kebersihan pada aspek fisik antara lain adalah
lingkungan, yang dianggap paling penting, dalam kehidupan
masyarakat dalam hal menunjang kenyamanan semua orang dalam
melakukan segala aktivitas hariannya. Dengan demikian diharapkan
agar kebersihan menjadi sorotan dan perhatian semua pihak, karena
jika kebersihan lingkungan tidak dipoerhatikan maka dikhawatirkan
akan timbul bermacam-macam dampak negatif terhadap kemajuan
masyarakat, melemahkan potensi yang ada akibat terganggunya
kesehatan.
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh
yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15 persen dari berat tubuh
dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata teval kulit 1-2 mm. Paling tebal
(6mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm)
terdapat di penis, (Marwali harahap,2000).
Penyakit merupakan suatu konsep yang sulit untuk dipahami
dan tidak jelas serta memiliki defenisi yang berlainan baik secara
social, budaya, maupun secara ilmu pengetahuan. Setiap gangguan
terhadap fungsi dan struktur tubuh dapat dianggap sebagai penyakit.
Penyakit dapat didefenisikan suatu pola respon yang diberikan oleh
organism hidup terhadap beberapa bentuk invasi benda asing atau

terhadap cedera, yang mengakibatkan berubahnya fungsi normal


organisme tersebut. Penyakit lebih jauh lagi didefenisikan sebagai
suatu keadaan abnormal saat tubuh tidak dapat merespon atau
menjalankan fungsi normalnya. Penyaki juga merupakan suatu
kegagalan mekanisme tubuh organisme unutk bereaksi terhadap invasi
benda asing sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi atau
struktur di beberapa bagian organism tersebut,

(Thomas C.

Timmreck, 2004).
Banyak penyakit yang menyerang manusia jika lingkungan
sekitarnya tidak bersih, salah satunya adalah penyakit skabies. Hal ini
dipengaruhi

karena

kebiasaan

masyarakat

yang

kurang

memperhatikan dan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.


Dalam menjaga bersihan diri masyarakat beranggapan sudah cukup
dan tidak akan menimbulkan masalah kesehatan khususnya penyakit
kulit.
Penyakit

skabies

merupakan

penyakit

kulit

menular

disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabies. Penyakit ini sering


dijumpai ditempat-tempat yang padat penduduknya dengan keadaan
hygiene yang buruk. Di Indonesia penyakit skabies merupakan
penyakit kulit biasa yang banyak dijumpai didaerah tropis terutama
berasal dari masyarakat yang hidup dalam lingkungan atau keadaan
hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat rendah.
kurangnya pengetahuan dan hygiene perorangan dapat memicu
terjadinya penyakit scabies serta tradisi kebiasaan buruk misalnya
sering berganti-ganti pakaian dengan orang lain. Upaya kesehatan
dalam rangka pencegahan dan penularan penyakit antara host agent

dan environment. Upaya ini ditujukan untuk menurunkan angka


kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut.
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian hominis (Harahap, 2000).
Penyakit ini dikenal juga dengan nama the itch, gudik atau gatal
agogo. Saat ini Badan Dunia menganggap penyakit skabies sebagai
pengganggu dan perusak kesehatan yang tidak dapat dianggap lagi
hanya sekedar penyakitnya orang miskin karena penyakit skabies
masa kini telah merebak menjadi penyakit kosmopolit yang
menyerang semua tingkat sosial (Agoes, 2009).
Menurut Sungkar (2000) mengatakan bahwa penyakit Skabies
di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh
faktor imun yang belum diketahui sepenuhnya. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan dewasa, tetapi dapat mengenai semua umur.
Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua negara di seluruh
dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara
berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6-27% dari
populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada anak usia sekolah
dan remaja.
Di beberapa negara termasuk Indonesia penyakit skabies yang
hampir teratasi ini cenderung mulai bangkit dan merebak kembali.
Selain itu, kasus-kasus baru berupa Skabies Norwegia telah pula
dilaporkan, walaupun angka prevalensinya yang tepat belum ada,
namun laporan dari dinas kesehatan dan para dokter praktek
mengindikasikan bahwa penyakit skabies telah meningkat di beberapa
daerah(Agoes, 2009). Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi

skabies di Indonesia sebesar 4,60-12,95% dan skabies menduduki


urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Notobroto, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di
Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%,
dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai
734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.
Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%.
Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat
kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai
(Depkes. RI, 2000)
Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies
adalah sanitasi yang buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup
secara berkelompok, yang tinggal di asrama, barak-barak tentara,
rumah tahanan, dan pesantren maupun panti asuhan (Badri, 2008).
Usaha penyehatan lingkungan merupakan suatu pencegahan terhadap
berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit dan
sanitasi merupakan faktor yang utama yang harus diperhatikan
(Mukono, 2006).
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara
akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemi berikutnya kurang
lebih 10 -15 tahun (Harahap M., 2000).Proporsi penyakit paling tinggi
terda pat di negara-negara tropis yang merupakan tempat di mana
penyakit skabies itu endemik. Di wilayah lain selain negara-negara
tropis, dijumpai sedikit bukti dari prevalensi penyakit ini. Jumlah yang

paling tinggi dari penyakit muncul pada kondisi tempat tin ggal yang
ramai,seperti kos dan asrama (Leone P.A., 2007).
Proporsi penyakit paling tinggi terda pat di negara-negara
tropis yang merupakan tempat di mana penyakit skabies itu endemik.
Di wilayah lain selain negara-negara tropis, dijumpai sedikit bukti dari
prevalensi penyakit ini. Jumlah yang paling tinggi dari penyakit
muncul pada kondisi tempat tin ggal yang ramai, seperti kos dan
asrama (Leone P.A., 2007).
Faktor predisposisi paling banyak dari penyakit skabies adalah
keramaian,imigrasi,higienitas

yang

buruk,

status

gizi

buruk,

tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Beberapa literatur


melaporkan, skabies bisa menggambarkan sebuah ancaman di suatu
institusi, seperti rumah sakit, penjara, taman kanak -kanak, panti
jompo, dan fasilitas perawatan jangka panjang (Hicks dan
Elston,2009).
Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi
tahap dalam menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota
keluarga yang tidak punya keluhan dan tidak mengalami kontak
langsung dengan penderita juga membutuhkan pengobatan. Kemudian
pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan lingkungannya dan
juga termasuk mengelola pakaian,selimut, handuk,lantai, matras,
tempat pakaian, dll (Wolf R, 2010)
B. Ruang Lingkup
Dalam hal ini yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian adalah
pemberian asuhan keperawatan pada klien di keluarga Tn X dengan
masalah gangguan integritas kulit

pada kasus scabies , dan

pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling.


Purposive sampling adalah pengambilan sampel untuk tujuan tertentu.
Penelitian dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan
observasi, dan wawancara, penelitian ini akan dilakukan pada bulan
Desember 2014 sampai Januari 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas V.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien di Keluarga Tn X Dengan Masalah
Gangguan Integritas Kulit Pada Kasus Skabies di Wilayah Kerja
Puskesmas V Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pengkajian terhadap anggota keluarga
dan

klien dengan kasus scabies yang mengalami gangguan

integritas kulit di Wilayah Kerja Puskesmas V tahun 201Mampu


menegakkan diagnosa terhadap anggota keluarga dan klien dengan
kasus scabies yang mengalami gangguan integritas kulit di Wilayah
Kerja Puskesmas V tahun 2014.
a. Mampu membuat rencana

tindakan keperawatan terhadap

anggota keluarga dan klien dengan kasus scabies

yang

mengalami gangguan integritas kulit di Wilayah Kerja


Puskesmas V tahun 2014.
b. Mampu menerapkan rencana tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan masalah yang ditetapkan terhadap anggota
keluarga dan klien kasus skabies yang mengalami gangguan
integritas kulit di Wilayah Kerja Puskesmas V tahun 2014.

c.

Mampu mengevaluasi hasil penerapan proses keperawatan


yang telah dilakukan pada anggota keluarga dan klien dengan
kasus scabies yang mengalami gangguan integritas kulit di

Wilayah Kerja Puskesmas V tahun 2014.


d. Mampu mendokumentasikan hasil evaluasi yang didapat pada
anggota keluarga dan klien dengan kasus scabies

yang

mengalami gangguan integritas kulit di Wilayah Kerja


Puskesmas V tahun 2014.
D. Sistematika Penulisan
Pada BAB I merupakan pendahuluan berisi tentang latar belakang,
Ruang lingkup penulisan, tujuan penulisan yang terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus, dan sistemetika penulisan. Pada BAB II
merupakan tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep dasar asuhan
keperawatan yang terdiri dari konsep keluarga dan konsep scabies,
pengakajian keluarga dan klien dengan gangguan integritas kulit ,
diagnosa

yang

mungkin

muncul,

perencanaan

keperawatan,

implementasi dan evaluasi. Pada BAB III merupakan metode kasus


yang berisi tentang desain penelitian, waktu dan tempat, teknik
pengumpulan data, sumber dan jenis data, pengolahan data, dan etika
penelitian.

Anda mungkin juga menyukai