PENDAHULUAN
ini karena historical cost yang hanya dapat digunakan jika kondisi ekonomi normal
(tidak terjadi inflasi).
Seiring dengan konvergensi IFRS ke dalam SAK Indonesia, maka saat ini telah
dilakukan revisi terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16
tentang aset tetap. Revisi terhadap PSAK No. 16 tersebut telah mengatur penilaian
aset tetap dalam laporan keuangan yang berbeda dengan PSAK sebelumnya. Tujuan
revisi ini untuk memberikan informasi yang relevan kepada pembaca laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Berdasarkan revisi PSAK tersebut, perusahaan diperbolehkan menggunakan
model revaluasi atau fair value accounting dalam penilaian aset tetapnya setelah
tanggal perolehannya. Sebelum diadakannya revisi tersebut penilaian aset tetap
hanya diperbolehkan dengan menggunakan historical cost atau model biaya. Model
fair value hanya boleh diterapkan terhadap penilaian aset tetap apabila terdapat
ketentuan pemerintah yang mengizinkannya. Penilaian aset tetap dengan
menggunakan historical cost tersebut dapat menimbulkan adanya distorsi akuntansi
pada saat tanggal pelaporan aset tetap. Distorsi ini muncul karena aset tetap dicatat
sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan, sedangkan kondisi
perekonomian selalu mengalami perubahan yang berdampak pada nilai pasar atau
nilai wajar dari aset tersebut. Hal ini menimbulkan informasi akuntansi menjadi tidak
relevan bagi pengguna. Demikianlah yang diungkapkan oleh Tang Ming Kuang
dalam penelitiannya yang berjudul Ketidakharmonisan antara PPSAK 13, 16, dan
19 dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 dan Undang-undang No. 79/PMK
03/2008 mengenai Revaluasi Aset Tetap, Properti Investasi, dan Aset Tak Berwujud.
Pada akhir tahun 2013, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) telah mengesahkan PSAK 68 tentang pengukuran nilai
wajar. PSAK 68 ini mengadopsi IFRS 13 fair value measurement. PSAK 68
memberikan acuan tunggal untuk seluruh pengukuran nilai wajar, memberikan
definisi nilai wajar yang lebih jelas dan memperbaiki pengungkapan tentang
bagaimana melaporkan estimasi nilai wajar. Sebelum adanya PSAK ini, panduan
mengukur nilai wajar tersebar di beberapa standar dan tidak lengkap salah satunya
PSAK 16 tentang aset tetap. Hal tersebut dapat menimbulkan inkonsistensi dan
perbedaan interpretasi dalam mengestimasi nilai wajar. (Dwi Martani, 2012 : 435)
Ersa Tri Wahyuni, penasihat teknis IAI dan dosen akuntansi Universitas
Padjadjaran Bandung yang saat ini sedang menempuh program doktor di Manchester
Business School, University of Manchester, Inggris menulis artikel yang dimuat
dalam majalah Akuntan Indonesia edisi Januari 2014 bahwa di bulan terakhir tahun
2013, DSAK-IAI mengesahkan beberapa exposure draft (ED) menjadi PSAK baru
yang akan mulai berlaku 1 Januari 2015. Salah satu PSAK yang disahkan pada 19
Desember lalu adalah PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar yang merupakan adopsi dari
IFRS 13. Indonesia hanya memiliki waktu satu tahun untuk bersiap-siap dalam
menerapkan PSAK ini. Siapkan para akuntan dan penilai di Indonesia? Terlebih
siapkan Indonesia untuk menghadapi standar yang selalu bergerak secara dinamis
seperti IFRS 13 ini? (etw-accountant.com : Januari 2014)
Dari kedua fenomena yang sudah tertera, maka penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan tema Analisis Implementasi PSAK 16 dan PSAK 68 terhadap
Nilai Wajar Aset Tetap pada Yayasan Indonesia Hijau.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Apakah Yayasan Indonesia Hijau sudah menerapkan PSAK 16 tentang aset tetap
secara keseluruhan dengan metode revaluasi nilai wajar?
2. Apakah Yayasan Indonesia Hijau sudah menerapkan PSAK 68 tentang
pengukuran nilai wajar?
3. Bagaimana peranan PSAK 16 dan PSAK 68 dalam mengatur pengukuran nilai
wajar aset tetap yang diterapkan di Yayasan Indonesia Hijau?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang keluar dari ranah penelitian dan karena
keterbatasan waktu dan sumber daya, maka penulis membatasi pembahasan masalah
yaitu penerapan PSAK 16 tentang aset tetap dengan metode revaluasi dan PSAK 68
tentang pengukuran nilai wajar pada Yayasan Indonesia Hijau.
1.2.3 Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah yang dijabarkan di atas, maka penulis merumuskan
masalah yaitu Bagaimana implementasi PSAK 16 dan PSAK 68 terhadap nilai
wajar aset tetap yang diterapkan pada Yayasan Indonesia Hijau?
3. Untuk memahami peranan PSAK 16 dan PSAK 68 dalam mengukur nilai wajar
aset tetap.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk
mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh penulis selama kuliah di Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA dan juga dapat memberikan manfaat untuk
berbagai pihak antara lain :
1. Bagi Dunia Akademik
1) Untuk mengetahui implementasi nilai wajar aset tetap dengan PSAK 16.
2) Untuk mengetahui implementasi nilai wajar aset tetap dengan PSAK 68.
3) Untuk memahami peranan PSAK 16 dan PSAK 68 dalam mengukur nilai wajar
aset tetap.
2. Bagi Mahasiswa
1) Untuk memperdalam ilmu akuntansi terutama PSAK konvergensi International
Financial Reporting Standard.
2) Untuk mengembangkan profesionalisme dalam bekerja sebagai akuntan atau
manajemen dalam menentukan nilai wajar pada aset tetap.
3) Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menilai aset tetap sebagai aset
investasinya.