Anda di halaman 1dari 15

A.

SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) dan PERBANKAN


SYARIAH
Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak
jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak
abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa,
yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh agar
dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang
membebankan dengan bunga sangat tinggi.
Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal
masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank
Dagang Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan Bali.
Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit
Desa (BKD) yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk
Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas
Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu Instansi Kas
Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bankbank Pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar
dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para
pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988
dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu BPR di
Indonesia tumbuh dengan subur.
Pada masa tersebut berdiri beberapa lembaga keuangan yang dibentuk
oleh Pemerintah Daerah ; Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa barat,
Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha
Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU
tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang
melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani


usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk
hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah atau
Koperasi.
Sedangkan Bank syariah adalah bank yang melaksanakan seluruh
kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Rintisan perbankan syariah
mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai ruralsocial bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang
delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr.
Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil,
namun institusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi
perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.[2]
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah yaitu, Bank
Konvensional menerapkan sistem Riba sedangkan Bank Syariah menerapkan
sistem bagi hasil, pada Bank Syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu
sesuai

dengan

ketentuan-ketentuan

syariah

sedangkan

pada

Bank

Konvensional tidak ada.


Di Indonesia wacana pendirian bank Islam baru dilakukan pada tahun
1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990
menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
musyawarah nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, 22-25
agustus 1990.Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja
untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.[3] Kelompok kerja tersebut
disebut Tim Perbankan MUI.
Hasil kerja Tim Perbankan MUI adalah lahirnya Bank Muamalat
Indonesia, pada awal pendiriannya keberadaan bank syariah belum mendapat
perhatian yang optimal dalam industri perbankan nasional. Landasan hukum
operasi bank yang menghunakan sistm syariah ini hanya dikategorikan

sebagai bank dengan sistem bagi hasil; tidak terdapat rincian landasan
hukumnya serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan, hal ini sangat tercermin
dari UU no.7 tahun 1992.
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya undang-undang no.10 tahun 1998. Dalam undang-undang
tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperisakan dan diimplememtasikan oleh bank syariah. Undang-undang
tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvansionel untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah.
Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia,
yang berdiri pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi tanggal 1
Mei 1992. Dalam perkembangannya hingga Maret 2013 BMI sudah memiliki
79 kantor cabang, 158 kantor cabang pembantu, 121 kantor kas yang tersebar
di seluruh Indonesia.

Kegiatan Usaha BPR dan Perbankan Syariah.


1.

Kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR.


a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI),seperti deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau

2.

tabungan pada Bank lain.


Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR
a. Menerima jenis simpanan berupa giro dan ikut serta dalam
melakukan lalu lintas pembayaran.

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pelaku

3.

pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia).


c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha perasuransian.
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha.
Kegiatan usaha yang dilakukan Perbankan Syariah
a. Giro berdasarkan prinsip wadiah
b. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
c. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
d. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah,
e.

salam, dan jual beli lainnya.


Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip murabahah, istishna,

ijarah, salam, dan bagi hasil lainnya.


f. Membeli surat-surat berharga pemerintah atau Bank Indonesia
g. Memindahkan uang untuk kepentingan diri sendiri atau nasabah
berdasarkan prinsip wakalah
h. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
i.

berdasarkan prinsip wakalah


Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat

j.

berharga berdasarkan prinsip wadiah yang amanah


Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihaka lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip

k.

wakalah
Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lain dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasrkan

l.

prinsip ujr
Bertindak sebagai pendiri dana pensuin dan pengurus dana pensiun
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam

perundang-undangan yang berlaku


m. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat,infak,shadaqah,wakaf,hibah dan dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak

B. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DAN


PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang
dikenal melayani golongan pengusaha

mikro, kecil dan menengah. BPR

merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur dalam Undang-Undang


Perbankan yang berfungsi tidak hanya sekedar menyalurkan kredit dalam
bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi tetapi juga melakukan
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan
dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Sama halnya dengan Bank
Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR juga dijamin Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan tersebut
memenuhi kriteria yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari
bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013, jika LPS menjamin simpanan dalam
rupiah pada Bank Umum dengan tingkat bunga 5,5% maka untuk BPR, LPS
menjamin hingga tingkat bunga 8%. Hal ini membuat deposito berjangka
yang ditawarkan BPR memiliki tingkat bunga yang lebih menarik dibanding
Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta menarik seputar perkembangan BPR
konvensional (non-syariah) di Indonesia berdasarkan data yang diolah dari
statistik perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia hingga Maret 2013.

Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR


konvensional mencapai 52,6 triliun rupiah sementara dana yang dihimpun dari
masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito (dana pihak ketiga)
mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang diberikan selama 6
bulan (Oktober 2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah sedangkan
dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun
rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
(hingga Maret 2013), BPR konvensional berhasil dengan baik menjalankan
fungsi utama perbankan yaitu fungsi intermediasi.
Sedangkan Perbankan Syariah adalah Bank Muamalat Indonesia
(BMI) berkat kerja keras para ulama serta kaum Intelektual di Indonesia yang
terbentuk dalam suatu Tim yang dikenal dengan Tim Perbankan MUI. Akte
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia disahkan dan ditandatangi pada
tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini
terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar.
PT Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada tahun 1992,
dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000. Sampai dengan bulan
September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet
yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan
Makasar.
Setelah Bank Muamalat mulai beroperasi sebagai bank yang
menerapkan prinsip syariah pertama di Indonesia. Sehingga menimbulkan
motivasi umat Islam di Indonesia untuk menerapkan dan mempraktekkan
sistem syariah dalam kehidupan ekonomi sehari-hari. Namun, karena bank
syariah pertama ini masih sedikit di bandingkan dengan bank konvensional
yang telah menyebar disegala penjuru tanah air sehingga Bank Muamalat
hamper tidak bisa berbuat apa-apa.
Secara yuridis, walaupun pembiacaraan tentang bank syariah sudah
lama ada di Indonesia, akan tetapi momentum akan lahirnya bank-bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah tersebut baru ada setelah lahirnya

Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998. Memang Undang-undang No.


7 Tahun 1992 yang kemudian diubah menjadi Undang-udang No. 10 tahun
1998 seakan-akan memecahkan terhadap lahirnya bank yang berdasarkan
prinsip syariah tersebut.
Setelah lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 dan diubah menjadi UU No. 10
Tahun 1998 maka bermuncullah bank-bank yang berdasarkan syariah dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya. Dinataranya Bank Syariah mandiri,
Bank Mega Syariah, dan lainya sebagainya.

PEMBAHASAN
A. FUNGSI BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DAN PERBANKAN
SYARIAH.
Bank Perkreditan Rakyat memiliki beberapa fungsi di antaranya :
a. Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR adalah salah
satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil
dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat
masyarakat yang membutuhkan.
b. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
(Gunadarma)
Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para
pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari
masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan
prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses
kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat mengerti
akan kebutuhan Nasabah.
Bank Syariah memiliki beberapa fungsi di antaranya :
a. Fungsi bank syariah sebagai Manajemen investasi. Bank-bank syariah
dapat melaksanakan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau
7

kontrak perwakilan. Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam


kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang melaksanakan investasi
dana dari peihak lain) menerima presentase keuntungan hanya dalam
kasus untung. Dalam ha terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko dana
(shahibu mal), sedangkan bank tidak ikut menanggungnya.
b. Fungsi bank syariah sebagai Investasi. Bank-bank

syariah

menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia usaha (baik dana


modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan aat-alat
investasi yang konsisten denagan syariah. Di antara contohnya adalah
kontrak murabahah, musyarakah, bai as-salam, bai al-istisna, ijarah, dan
lain-lain. Rekening investasi menjadi dua yakni rekening investasi tidak
terbatas dan terbatas.
1. Rekening investasi tidak terbatas (general investment)
Pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank
syariah unutk menginvestasika dananya dengan cara yang
dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapakan pembatasan
2.

jenis, waktu, dan bidang usaha investasi.


Rekening investasi terbatas
Pemegang rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu
dalam hal jenis, bidang usaha, dan waktu bank menginvestasikan
dananya.

c. Fungsi bank syariah sebagai Jasa keuangan. Bank syariah dapat juga
menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya berdasakan wupah (fee
based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya,
garansi, transfer kawat, L/C, dan sebagainya.
d. Fungsi bank syariah sebagai Jasa sosial. Konsep perbankan islam/syariah
mengharuskan bank islam melaksanakan jasa sosial, bisa melalui dana
qardh (pinjaman kebaikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan
ajaran Islam. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank syariah
memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani dan
8

menyumbang dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan


hidup.
B. PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) dan PERBANKAN
SYARIAH.
Landasan hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara
tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yangkegiatan usahanya
terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di
daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat
menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.
Sejak diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992, yang memosisikan bank
Syariah sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, memberikan angin
segar kepada sebagian umat muslim yang anti-riba, yang ditandai dengan
mulai beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 Mei
1992 dengan modal awal Rp.106.126.382.000,00.
Namun bukan hanya itu, Tercatat bahwa bank-bank (pedesaan) Islam
pertama di Indonesia adalah BPR Mardatillah (BPRMD) dan BPR Berkah
Amal Sejahtera. Keduanya beroperasi atas dasar hukum Islam (syariah) dan
terletak di Bandung. Keduanya mulai mengoprasikan usahanya pada tanggal
19 Agustus 1991.
Meskipun UU No.7 Tahun 1992 tersebut tidak secara eksplisit
menyebutkan pendirian bank syariah atau bank bagi hasil dalam pasalpasalnya, kebebasan yang diberikan oleh pemerintah melalui deregulasi
tersebut telah memberikan pilihan bebas kepada masyarakat untuk
merefleksikan pemahaman mereka atas maksud dan kandungan peraturan
tersebut.
Arah kebijakan regulasi ini dimaksudkan agar ada peningkatan
peranan bank nasional sesuai fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat dengan prioritas koperasi, pengusaha kecil, dan menengah
serta seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Karena itu, UU No.10

Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 Tahun 1992 hadir
untuk memberikan kesempatan meningkatkan peranan bank syariah untuk
menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat
Dalam pasal 6 UU No.10 Tahun 1998 ini mempertegas bahwa:
Pertama, Bank Umum adalah bank yang menyelesaikan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kedua, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dalam UU No.10 Tahun 1998 ini pun memberi kesempatan bagi
masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah, termasuk pemberian kesempatan kepada BUK
untuk membuka kantor cabangnya yang khusus menyelenggarakan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah.
Selain itu, pemerintah juga menjabarkan apakah yang dimaksud
dengan Prinsip Syariah dalam pasal ini, yaitu terdapat dalam pasal 1 ayat 13
UU No.10 Tahun 1998: Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah),

pembiayaan

berdasarkan

prinsip

penyertaan

modal

(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan


(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

C. TUJUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DAN PERBANKAN


SYARIAH.

10

Pada dasarnya tujuan dari BPR dan Perbankan Syariah adalah


Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
D. PRODUK YANG DITAWARKAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
(BPR) DAN PERBANKAN SYARIAH.
1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, bank juga
melakukan berbagai kegiatan, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai
lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang
keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang
dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang
yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat
melalui pemberian pinjaman atau kredit.
Dari kegiatan jual beli uang inilah bank akan memperoleh keuntungan
yaitu dari selisih harga beli (bunga simpanan) dengan harga jual (bunga
pinjaman). Disamping itu kegiatan bank lainnya dalam rangka mendukung
kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah memberikan jasa-jasa
lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar kegiatan menghimpun
dan menyalurkan dana.
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum,
hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR
jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak
dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga
dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan
BPR adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
- Simpanan Tabungan
- Simpanan Deposito
b. Menyalurkan dana dalam bentuk :
- Kredit Investasi
- Kredit Modal Kerja
11

Kredit Perdagangan

2. Perbankan Syariah
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip
dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah. Bank
tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada
nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun
waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang
dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi
hasil tertentu.
Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model
partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam
rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio
ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan
mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu
yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah
yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari
hasil panen.
Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di
mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan,
dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli.
Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian
menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai
12

margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat


mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan
besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:
harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang
dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di
kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli
harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli
berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh:
Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena
barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai
inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua
(misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada
produk

garmen,

yaitu

antara

penjual,

bank,

dan

rekanan

yang

direkomendasikan penjual.
Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga
barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di
kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual
secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara
bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang
mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan
pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
Sewa[sunting | sunting sumber]
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa,
namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.

13

Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang


merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di
terapkan dalam syariat islam.
Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung.
Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya
memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi
tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga
pengambilalihan hutang).
Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang
merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan
syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang
ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak
langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.

Daftar Pustaka
http://nofrianus.wordpress.com/2011/02/28/sejarah-singkat-bank-perkreditanrakyat-bpr/
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/05/24/fakta-menarik-seputarperkembangan-bpr-konvensional-di-indonesia-562899.html
http://kliping.mediabpr.com/p/apa-itu-bank-perkreditan-rakyat-bpr.html
http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/07/peeran-bpr-dalam-sistimkeuangan-di.html
http://bprkita.blogspot.com/2010/11/asas-fungsi-tujuan-bpr.html
http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc
http://46372ishere.blogspot.com/2011/02/bank-perkreditan-rakyat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah
http://www.banksyariah.net/2012/12/fungsi-bank-syariah.html
http://ekonomiplanner.blogspot.com/2014/06/dasar-hukum-perbankansyariah-di.html

14

http://wahyu-juniyanto.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-banksyariah.html

15

Anda mungkin juga menyukai