Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

OKTOBER 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KARSINOMA SINONASAL

Disusun Oleh :
FITRIA DWI KHAERUNNISA (10542 0019 08)
RINA MUKTAMARIA (10542 0115 09)
ADYATMAN (10542 0060 09)
MUH. GATRA P (10542 0099 09)
SYAMSU FUAD S (10542 0128 09)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Ruangan

: Ny. A
: 38 Tahun
: Perempuan
: Jl. Barabaraya
: UGD Puskesmas Barabaraya

B. ANAMNESIS
Tipe Anamnesis
: autoanamnesis
Keluhan utama
: Terapat benjolan pada pipi kanan
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang ibu umur 38 tahun ke UGD Puskesmas Barabaraya dengan keluhan
terdapat benjolan pada pipi kanan yang dialami sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien
mengalami sakit gigi kanan bagian atas, setelah itu tanpa sengaja anak pasien menendang
pipi yang sakit tersebut dan berangsur-angsur terjadi pembengkakan pada pipi tersebut.
Nyeri (+), Hidung tersumbat dan berair yang berbau (+). Riwayat penyakit sebelumnya :
sinusitis (+) berobat di Puskesmas.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi
: 96 x/mnt
Pernafasan
: 22 x/mnt
Suhu
: 36.5 C

Kepala

Kesan Normosephal
Deformitas (-)
Rambut : hitam, tidak mudah rontok.
Sklera ikterus (-)
Massa tumor (+) pada pipi kanan
Nyeri tekan (+)
Sianosis (-)
Lidah kotor (-)
Bercak merah muda pada pinggiran
mulut (-)

Leher

Deviasi trachea : (-)


Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar thyroid (-)

Thorax
Inspeksi :
Simetris kiri kanan
Deformitas thoraks (-)
Palpasi :
Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
Sonor kiri kanan
Batas paru hepar kanan setinggi sela
iga VI
Batas paru belakang kanan paru
setinggi vertebra thorakal XI
Auskultasi :
Bunyi pernapasan vesikuler
Bunyi tambahan : rh -/-, wh -/Abdomen
Inspeksi :
Kulit : bercak (-)
Perut kembung, mengikuti gerakan napas
Acites (-)
Massa tumor (+) perut kiri bawah,
konsistensi keras, terfiksasi
Palpasi :
Hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan (+)
Perkusi :
Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+), kesan normal

Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung kiri, line midclavicularis
kiri
Batas jantung kanan, linea parasternalis
kanan
Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II murni reguler
Bising (-)

Diagnosis sementara

Diagnosis banding

Karsinoma Sinonasal Dextra


Penatalaksanaan

Rencana Kemoterapi

Ekstremitas
Edema : Tungkai kanan (-) dan kiri (-),
Tampak bercak (-)
Sianosis (-)

Tumor Sinonasal
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan lab.:
Biopsi Jaringan
X-Ray
CT- Scan
MRI
Darah rutin

D. HASIL PEMERIKSAAN :
3

Hasil Biopsi Jaringan


Karsinoma Sinonasal

Pencegahan
Pencegahan kanker didefinisikan sebagai usaha aktif untuk mengurangi resiko terjadinya
kanker. Mayoritas dari kasus kanker dikarenakan faktor-faktor resiko lingkungan, dan
banyak, tetapi tidak semuanya, faktor-faktor resiko lingkungan tersebut adalah pilihan gaya
hidup yang dapat dikendalikan. Jadi, kanker dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah.
Lebih dari 30% kematian akibat kanker dapat dicegah dengan menghindari: merokok,
kelebihan berat badan / kegemukan, asupan yang kurang, aktivitas fisik yang minimal,
alkohol, penyakit menular seksual, dan polusi udara. Tidak semua faktor lingkungan dapat
dikendalikan, misalnya radiasi matahari, dan kasus-kasus kanker karena faktor keturunan,
oleh karenanya tidak semua kasus kanker dapat dicegah.

E. DISKUSI

Seorang ibu umur 38 tahun ke UGD Puskesmas Barabaraya dengan keluhan


terdapat benjolan pada pipi kanan yang dialami sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien
mengalami sakit gigi kanan bagian atas, setelah itu tanpa sengaja anak pasien menendang
pipi yang sakit tersebut dan berangsur-angsur terjadi pembengkakan pada pipi tersebut.
Nyeri (+), Hidung tersumbat dan berair yang berbau (+), Demam (+). Riwayat penyakit
sebelumnya : sinusitis (+) berobat di Puskesmas. Berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik diatas ditemukan gejala gejala yang menunjang diagnostic kearah
Karsinoma Sinonasal.
Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka pada anamnesis kita dapatkan gejala
adanya benjolan yang berdiameter sekitar 20 cm pada pipi kanan yang nyeri, terdapat
cairan yang berbau busuk dar hidung yang kemungkinan adalah jaringan nerotik. Dan
pada pemeriksaan fisis didapatkan pendorongan hidung dan ujung bibir sebelah kanan
yang memungkinkan tumor berada di sinus maksila.

F. PEMBAHASAN
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Hidung terdiri atas nasus externus dan cavum nasi. Nasus externus mempunyai ujung
yang bebas yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi. Lubang luar hidung disebut nares.
Kedua nares dibatasi oleh ala nasi dibagian lateral dan oleh septum nasi dibagian medial.
Rangka nasus externus dibagian atas dibatasi oleh os nasale, processus frontalis ossis
maxillaris pars nasalis ossis frontalis. Dibagian bawah dibentuk oleh lempeng tulang rawan
yaitu cartilago nasi superior dan inferior, dan cartilago septi nasi.4,5

Gambar 1. Anatomi Nasal Externus6


Cavum nasi terletak dari nares sampai choana. Dasar dari cavum nasi dibentuk oleh
processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini yaitu permukaan atas
palatum durum. Bagian atap dibentuk oleh corpus os sphenoidalis, lamina cribrosa, os
ethmoidalis, os frontale, os nasale dan cartilago nasi. Dinding lateral dari cavum nasi
terdapat tiga tonjolan yaitu concha nasalis superior, media dan inferior. Area dibawah stiap
concha disebut meatus. Recessus sphenoethmoidalis adalah daerah kecil yang terletak
diatas concha nasalis superior dan di depan corpus os sphenoidalis. Daerah ini terdapat
muara dari sinus sphenoidalis.4
Meatus nasi superior terletak dibawah dan lateral dari concha nasalis superior dan
terdapat muara dari sinus ethmoidalis posterior. Metaus nasi media terletak di bawah dan
lateral concha media. Pada dinding lateralnya terdapat bulla ethmoidalis. Sebuah celah
yang melengkung disebut hiatus semilunaris yang terletak tepat di bawah bulla. Ujung
anterior hiatus masuk ke dalam saluran yang berbentuk corong disebut infundibulum.
Sinus maxillaris bermuara pada meatus nasi media melalui hiatus semilunaris. Sinus
frontalis dan sinus ethmoidales anterior bermuara pada infundibulum.4
Meatus nasi inferior terletak di bawah dan lateral concha inferior dan terdapat muara dari
ductus nasolacrimalis. Dinding medial atau septum nasi merupakan osteocartilago yang
ditutupi membrana mukosa. Membrana mukosa melapisi cavum nasi kecuali vestibulum.
Terdapat dua jenis membrana mukosa yaitu mukosa olfactorius dan respiratorius.
6

Membrana mukosa olfactorius melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan
recessus sphenoethmoidalis; juga melapisi daerah septum nasi septum nasi yang
berdekatan dengan atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk
fungsi ini mukosa memiliki sel-sel penghidu khusus.permukaan membrana mukosa tetap
basah oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlah banyak.4

Gambar 2.Anatomi Cavum Nasi6


Membrana mukosa respiratorius melapisi bagian bawah cavum nasi. Fungsinya adalah
menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara inspirasi. Proses menghangatkan
terjadi oleh adanya plexus venosus di dalam jaringan submukosa. Proses melembabkan
berasal dari banyaknya mukus

yang

diproduksi

oleh

kelenjar-kelenjar

dan

sel

goblet.Partikel debu yang terinspirasi akan menempel pada permukaan mukosa yang basah
dan lengket. Persarafan cavum nasi berasal dari N. Olfactorius yang mempersarafi
membrana mukosa olfactorius. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan mencapai
bulbus olfactorius.4,6
Saraf-saraf sensasi umum berasal dari nervus trigeminus cabang ophtalmica dan
maxillaris. Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n. Ethmoidalis anterior.
Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus nasopalatinus,
dan ramus palatina ganglion pterygopalatinum. Suplai arteri untuk cavum nasi berasal dari
cabang-cabang a. maxillaris. Cabang yang terpenting yaitu a. sphenopalatina yang
beranastomosis dengan cabang septalis a.labialis superior yang merupakan cabang dari
arteri facialis di daerah vestibulum. Vena-vena membentuk plexus yang luas di dalam
7

mukosa. Plexus ini dialirkan oleh vena-vena yang menyertai arteri. Pembuluh limfe
mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian lain dari cavum nasi
mengalirkan limfenya ke nodi cervicales profundi superior.4,5
A. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontal, os
ethmoidalis, dan os sphenoidalis. Sinus dilapisi oleh mucoperiosterum dan berisi udara,
berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil. Sinus maxillaris dan
sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usianya
delapan tahun menjadi cukup besar dan pada masa remaja sudah terbentuk sempurna.
Sinus berfungsi sebagai resonator suara dan mengurangi berat tengkorak. Bila muara sinus
tersumbat atau sinus terisi cairan kualitas suara jelas berubah.4,6
Sinus maxillaris terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk piramid dengan
basis membentuk dinding lateral hidung dan apex di dalam processus zygomaticus
maxillae. Atap dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar dibentuk oleh processus
alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar ketiga dan kadang-kadang akar
dari caninus menonjol ke dalam sinus sehingga jika dilakukan ekstraksi gigi tersebut dapat
menyebabkan terbentuk fistula bahkan terjadi sinusitis. Sinus maxillaris bermuara ke
dalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior
dan sinus frontalis bermuara ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris,
kemungkinan penyebaran infeksi dari sinus-sinus tersebut ke sinus maxillaris sangat besar.
Membrana mukosa sinus maxillaris dipersarafi oleh n.alveolaris dan n.infraorbitalis.4,6
Sinus frontalis ada dua buah dan terdapat dalam os frontale dan dipisahkan oleh septum
tulang yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus berbentuk segitiga,
meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke belakang ke bagian medial atap
orbita. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.supraorbitalis. Sinus sphenoidalis ada dua
buah dan terletak di dalam corpus os sphenoidalis. Setiap sinus akan bermuara ke dalam
recessus sphenoethmoidalis di atas concha nasalis superior. Membrana mukosa dipersarafi
oleh n.ethmoidalis superior.4,6
Sinus ethmoidalis terdapat dalam os ethmoidale di antara hidung dan orbita. Sinus ini
terpisah dari orbita oleh selapis tipis tulang, sehinggga infeksi dengan mudah menjalar dari
8

sinus ke dalam orbita. Sinus ini terbagi menjadi tiga yaitu anterior, media dan posterior.
Kelompok anterior bermuara ke dalam infundibulum, kelompok media bermuara ke dalam
meatus nasi medius, dan kelompok posterior bermuara ke dalam meatus nasi superior.
Membrana mukosa dipersarafi oleh n.ethmoidalis anterior dan posterior.Sinus paranasal
hampir tidak mempunyai aliran limfe, sehingga metastasis ke kelenjar limfe sangat jarang
terjadi dan bila ada, hal itu mungkin terjadi pada waktu tumornya sudah meluas keluar dari
sinus paranasal seperti nasofaring, mukosa pipi atau kulit.4

Paranasal6

Gambar 3.Sinus
Ohngren pada tahun

1933

membuat

teori

tentang

adanya suatu bidang imaginer yang melalui kantus medius dan angulus mandibula. Bidang
itu membagi rahang atas menjadi struktur superoposterior (suprastruktur) dan struktur
inferoanterior (infrastruktur). Yang dimaksud suprastruktur adalah dinding tulang sinus
maxilla bagian posterior dan separuh bagian posterior dinding atas. Sisanya termasuk
infrastruktur. Tumor di daerah infrastruktur mempunyai prognosis yang jauh lebih baik
daripada tumor di daerah suprastruktur.4,6,7

Gambar 4. Garis Ohngren7

PATOFISIOLOGI
9

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti yang
sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor sinonasal
semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi dan
lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang mengatur
pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada
dua kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi
(proto-onkogen) dan yang menghambat diferensiasi (anti-onkogen). Untuk terjadinya
transformasi dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui
beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. 8,9
Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi
ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang telah mengalami
inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak
melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel
kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau diperlukan
karsinogen yang berbeda.Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel
kanker memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase
induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti displasia.
Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun
pertumbuhannya masih terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus
membran basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun. 8,9
Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan masuk ke
jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan fase invasif yang
berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker menyebar
ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ jauh dalam kurun
waktu 1-5 tahun.Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan
kelainan dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal
sekitarnya, mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini
dan di berikan terapi.8,9

10

KLASIFIKASI
Berikut ini merupakan klasifikasi dari karsinoma traktus sinonasal :3

Epitel

Non epitel

Karsinoma sel squamous


Differensiasi
Squamous basaloid
Adenosquamous
Karsinoma sel nonsquamous
Adenoid cystic carcinoma
Mucoepidermoid carsinoma
Adenocarcinoma
Neuroendocrine carcinoma
Hyalinizing clear cell carcinoma
Melanoma maligna
Olfactory neuroblastoma
Sinonasal undifferentiated carcinoma

Chondrosarcoma
Osteogenic sarkoma
Soft tissue sarcoma
Fibrosarcoma
Malignant fibrous histiocytoma
Hemangiopericytoma
Angiosarcoma
Kaposis sarcoma
Rhabdomyosarcoma
Lymphoploroferative
Lymphoma
Polymorphic reticulosis
Plasmacytoma
Metastatic

Karsinoma Sel Skuamosa


Karsinoma selskuamosaadalahkeganasan epitel yang berasal dari epitel mukosa dari cavum
nasi atau sinus paranasal yang meliputi keratinisasi dan non keratinisasi. Jenis yang paling
umum dan sering ditemukan pada karsinomasinonasalsekitar70% dari semuakasus, jarang
terjadi pada anak-anak dan lebih sering pada pria dibandingkan wanita, terjadi pada rentang
umur 55-65 tahun.Penyebab definif dari SCC sinonasa tidak bisa ditentukan secara pasti.
Faktor resiko meliputi terexpose nikel, chloropenol, debu textil dan memiliki riwayat
menderita papiloma sinonasal(Schneiderian). Human papiloma virus menjadi penyebab dari
beberapa kasus yang ditemukan.1,3,8
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang timbul dalam sinus maxilla(6070%),diikuti oleh cavum nasi (12-25%), sinus ethmoidalis (10-15%) dan sinus frontalis dan
sphenoidalis (1%). tapi ketikapertama kali dilihattumor biasanyasudahmelibatkanhidung, sel
ethmoidal danantrum/maksila.Gejala berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis,
rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak
kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi
proptosis, diplopia atau lakrimasi.1,3,7,8
Varian dari karsinoma sel squamosa yaitu karsinoma verukosa, papillary cell squamous
carcinoma, basaloid squamous cell carcinoma, spindle cell carcinoma, adenosqamous
carcinoma. Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi
tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata,
11

pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa


kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama
berupa nekrotik, atau indurated, demarcatedatau infiltratif.8,9,10
b

Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma


Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa

lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin
ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau
intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok
kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi
stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai dengan diferensiansi baik, sedang atau buruk.9,10,11

Gambar 5. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma11


c

Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma (Cylindrical Cell, transitional)


Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang dikarakteristikkan

dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan
dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun
buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory
neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin.8,11

12

Gambar 6. Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma11


Secara umum, lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah maupun radioterapi,
sedangkan pada tahap lanjut (T3-T4) dilakukan multimodal terapi seperti terapi bedah diikuti
dengan radioterapi atau kemoterapi post operatif. Pasien dengan karsinoma sel squamosa nasal
umumnya terlihat lebih awal dibandingkan pasien dengan kanker maxilla. Karsinoma sel
squamosa nasal jarang bermetastasis ke nodus limfe dan rekuren. Ketika jenis ini terjadi,
perkembangannya berlangsung sangat cepat. Adanya gangguan lokal yang terjadi selain
kanker, akan memperburuk prognosis. Angka survival 5 tahun sebesar 60% sedangkan untuk
karsinoma sel squamosa maxilla 42%.8,9
d

Undifferentiated Carcinoma
Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangatagresif dan histogenesisnya tidak

pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan
beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran
sinonasal. Lokasi yang sering terjadi yaitu cavum nasi, antrum maxilla, dan sinus
ethmoidalis.Karsinoma jenis ini banyak terjadi pada dekade 3-9 dan pertengahan pada dekade
6 dan juga laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Beberapa kasus terjadi setelah terapi
radiasi karsinoma nasofaring.8,9
Gambaran klinis untuk tipe ini yaitu gejala berlangsung singkat, obstruksi nasal,
epistaksis, proptosis, bengkak periorbital, diplopia, nyeri wajah, dan termasuk gejala kelainan
nervus kranial. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola
pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan
organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan
memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik,anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik,

13

rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis
atipikal.8,9

Gambar 7. Mikroskopis Undifferentiated carcinoma


Prognosis dariUndifferentiated Carcinomaburuk dengan median angka bertahan hidup 18
bulan dan survival 5 tahun kurang dari 20%. Pengobatan dapat dilakukan kombinasi
kemoradiasi dan radikal reseksi.8,9,10
e

Adenokarsinoma Sinonasal
Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak menunjukkan

gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor ganas
nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan
pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar
salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris
dan etmoid. Gejala utama berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi
dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya.8,9,10
Gambaran histologi yang dapat ditemukan adalah tipe cribriform, tubular, dan solid. Tipe
cribriform paling sering ditemukan dengan gambaran khas penampakan swiss cheese.
Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di
sekitarnya dan jarang bermetastasis. Terapi pembedahan dan adjuvant radioterapi adalah
pengobatan pilihan yang umum digunakan untuk terapi pada adenokarsinoma. Prognosisnya
jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya
metastasis.8,9
14

Gambar 8. Mikroskopis Adenocasinoma Sinonasal 11

ETIOLOGI
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktor)
dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain : 4,5,6,7
1. Penggunaan tembakau
Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu,

rokok pipa,

mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar penyebab kanker
pada kepala dan leher.
2. Alkohol
Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin
3. Inhalan spesifik
Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk diantaranya adalah :
a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan
tepung.
b. Debu logam berat : kromium, asbes
c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium
d. Uap pelarut (gas mustard dan isopropanolol) yang digunakan dalam
memproduksi furniture dan sepatu.
4. Sinar ionisasi
: Sinar radiasi; Sinar UV
5. Virus
: Virus HPV, Virus Epstein-barr
6. Usia
Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun hingga 85 tahun.
15

7. Jenis Kelamin
Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering pada
pria dibandingkan pada wanita.
8. Paparan terhadap thorotrast yang merupakan zat kontras untuk pemeriksaan radiologi sinus
maxilla karena mengandung thorium radioaktif.

DIAGNOSIS
1

Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan diagnosis

keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung dan sinus
paranasalstadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-bahan kimia karsinogen
yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari
kemungkinan faktor resiko.1,2,3
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan
perluasannya. Tumor di dalam sinus maxilla biasanya tanpa gejala. Gejala yang timbul setelah
tumor besar mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga
mulut, pipi atau orbita. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut:1,3
a. Gejala nasal.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret, sering
sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat
mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas
ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
b. Gejala orbital.
Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan
bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
c. Gejala oral.
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau
di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah.
Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun
gigi yang sakit telah dicabut.
d. Gejala fasial
16

Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau
parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.
e. Gejala intrakranial
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia
dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung ini
terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus basis cranii. Jika perluasan sampai
ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang,
terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia
daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis.
2

Pemeriksaan Fisis
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat

asimetri atau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika mata
terdorong ke atas, berarti tumor berasal dari sinus maxilla, jika ke bawah dan lateral berarti
tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum
nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin
merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan
mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas.1,3,8
Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus
maksila. Untuk memeriksa rongga oral, disamping inspeksi lakukan juga palpasi gusi rahang
atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi goyang. Pemeriksaan
nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor padastadium dini. Kita
juga harus memeriksa telinga adakah tuli konduktif unilateral tanpa kelainan telinga dan
kelainan saraf cranial. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor
ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.1,3,9
3 Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan Biopsi
Biopsiadalah pengangkatansejumlah keciljaringan untuk pemeriksaandibawah
mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasisel, jaringan, dan organuntuk
mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu carauntuk mengkonfirmasidiagnosis
apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat
seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk
contoh pemeriksaan tumor yang sudah diangkat.1,3,9
17

Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan
gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah
pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan
selanjutnya

apakah

berupa

operasi

kembali

atau

diberikan

kemoterapi

atau

radioterapi.1,3,9,12
b

Pemeriksaan X-ray
Pada pemeriksaan X-ray sinus paranasal ada 4 macam posisi yang perlu untuk

mendapat hasil yang baik. Pertama, posisi waters paling baik untuk melihat sinus maxilla.
Kedua, posisi Caldwell untuk melihat sinus etmoid dan orbita. Ketiga, posisi lateral untuk
melihat sinus sphenoid dan dinding anterior dan posterior sinus frontal dan maxilla.
Keempat,

posisi

submentovertex

untuk

melihat

sinus

sphenoid

dan

etmoid

posterior.Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti
udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi dengan
pemeriksaan CT scan.1,12

Gambar 9.Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris12


c

CT - Scan
CT-Scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus

paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten
yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan
gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras. CT scan merupakan
pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang

18

tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan


hubungannya dengan arteri karotis.1,12

Gambar 10. CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang berbentuk
lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang
dapat meluas ke sinus etmoid, sinus sphenoid dan nasofaring.
Lesimenonjolke dalam orbitkiri dankeduasinus maksilaris12

Pemeriksaan MRI
MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan daerah

sekitar tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat
yang menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan
temuan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi
ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian
canal, foramen ovale dan kanalis optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan
replacement signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal
berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang
mirip dengan otak.1,12

19

Gambar 12. a.CT-Scan terlihat karsinoma sinonasal ekstensif dengan


destruksi tulang anterior dan sekitar tulang orbita; b Coronal
MRI;c Sagittal MRI;d Axial MRI12

Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)


PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh.

Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh
organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung
menggunakan energi secara aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif.
Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam
tubuh.Sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk staging dan
4

surveillance.12
Staging
Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM

didasarkan atas 3 kategori. Masingmasing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk
melukiskan keadaan masing masing pada T(tumor, sampai dimana perluasannya), N
(nodul, kelenjar limfe regional yang terkena), dan M (metastasis). Pembuatan sistem
klasifikasi berguna untuk mrencanakan terapi, meramalkan prognosis, mengevaluasi hasil
pengobatan, keseragaman informasi antar sentra di dunia dan membantu penelitian
mengenai tumor ganas.9,11,12

20

KOMPLIKASI
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi yaitu : 1,2,7,12
1

Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri

sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.


Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii.Tanda dan gejala
yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo. Perawatan
konservatif dengan tirah baring dandrainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama
antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan.

21

Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran
traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu

dilakukan.
Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi
ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling
sederhana.

PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan
pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus
paranasal meliputi:1,3,8,12
1

Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah.

Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara
umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan
dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan
struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidakjelas. Radiasi post
operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus
eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat, ataupun
untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus
paranasalis yang mengalami obstruksi. 1,7,12
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti
reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau
kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Dalam memilih terapi
bedah yang optimal, seorang ahli harus mempertimbangkan dengan seksama dalam memilih
pendekatan endonasal daripada prosedur klasik yaitu melalui pendekatan rhinostomi lateral,
rhinostomi medial, transfasial, transoral, dan midfacial degloving. Jenis reseksi pada tumor
rongga hidung dan sinus paranasal ditentukan oleh lokasi lesi dan perluasannya. Tumor yang
berasal dari dalam sinus maxilaris diangkat dengan cara maxilektomi.7,9

22

Menurut MSKCC, maksilektomi dibagi menjadi IV yaitu defek tipe 1 ( maksilektomi


terbatas) terdiri dari reseksi pada satu atau dua dinding maksila kecuali palatal. Pada
kebanyakan pasien, dinding anterior sebagian dibuang beserta dengan salah satu dinding
tengah atau dasar orbita. Defek tipe II (maksilektomi subtotal) meliputi reseksi pada lengkung
maksila, palatal, dinding anterior dan lateral (lima dinding dasar), dengan tetap menjaga dasar
orbita. Defek tipe III (maksilektomi total) meliputi reseksi keenam dinding maksila. Defek
tipe ini dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe IIIa, dimana isi orbita tetap dijaga dan tipe IIIb,
dimana isi orbita diikutsertakan. Defek tipe IV (orbitomaksilektomi) meliputi reseksi pada isi
orbita dan kelima dinding atas maksila dengan tetap menjaga bagian palatal.1,7,12

Gambar 13. Jenis Maksilektomi

23

Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi,
adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan
keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi
bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah
endoskopik adalah mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya
perawatan di rumah sakit lebih singkat.1,7,12
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat

menyebabkan

kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulitan menelan. Tujuan utama
dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan
rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi
kemampuan berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,7,12
2

Radioterapi
Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I

dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant
radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti
pembedahan).Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai
terapilokal alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi,
penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi
jugadigunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkatlanjut. Jenis terapi
radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi
internal).Pemberian radioterapi didasarkan pada jenis histopatologi karena ada yang bersifat
radiosensitif dan sebaliknya.7,9,12
3

Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi

lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan
menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk
suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus
(setiap obat atau kombinasi obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu).
Tujuan kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai
adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai
terapi paliatif. 7,9,12
24

Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun
untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi
diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil
PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural, ataupun
penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.7,12

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis
histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status
batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak
lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang
tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Pengobatan multimodalitas akan
memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.1,9,12

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, editor. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 178-81.
2. Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor Ganas Kepala Leher. dalam : BOEIS
Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6. Effendi H, Santoso RAK, editor. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC. hal : 235-7, 429-44.
3. Rosen, ST. Head and Neck Cancer. 2004. USA : Kluwer Academic Publishers. hal : 161-169.
4. Snell, R. S. Kepala dan Leher. dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6.2006. Jakarta : EGC. hal 252-256
5. Faller, A, Schuenke,M. The Respiratory System. dalam : The Human Body. New York. Georg
Thieme Verlag; 2004;hal 335-338
25

6. Dhingra P. Anatomy of Nose. in : Disease of Ear, Nose, and Throat 4th edition. 2010. India :
Elsevier. hal 130-5,141,165.
7. Budiman, B., Yurni. Maksilektomi Total Dengan Eksenterasi Orbita Pada Karsinoma
Mukoepidermoid Sinonasal. 2012. Padang : Fakultas Departemen Telinga Hidung TenggorokBedah Kepala Leher Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang. hal 1-15.
8. Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses.[cited on 14 Maret 2015].
Available from : http://emedicine.medscape.com/article /846995-overview#showall
9. Surakardja, IDG. Tumor Hidung dan Sinus Paranasal. dalam : Onkologi Klinik. 2000. Fakultas
kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. hal : 85-103.
10. Salam KS, Choudhury AA, Hossain MD, et al. Clinicopathological Study of Sinonasal
Malignancy. Bangladesh J Otorhinolaryngology 2009; 15(2):55-9.
11. American Society of Clinical Oncology. Nasal Cavity and Paranasal Sinus Cancers. 2011.
USA.[cited on 14 Maret 2015]. Available from : http://www.cancer.net/cancer-types/nasalcavity-and-paranasal-sinus-cancer
12. Probst,R., Grever, G., Iro, H. Disease of the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. dalam : Basic
Otorhinolaryngology. 2006. New York : Thieme. hal 64-67.

26

Anda mungkin juga menyukai