dalam sebuah artikelnya, mengutip pendapat Sigfreid Kracauer menyatakan bahwa: media film merupakan pencerminan paling nyata masalah mentalitas, budaya dan perkembangan suatu masyarakat, melebihi media seni yang lain.
Setidaknya ada dua hal yang
menguatkan alasan tersebut; Pertama film merupakan kerja koleklif yang melibatkan banyak unsur sampai sebuah film ditonton khalayaknya. Yang kedua, film diproduksi untuk ditonton oleh khalayak sebanyak mungkin. Oleh karena itu film diproduksi tidak bisa lepas dari konteks masyarakat yang melingkupinya.
Film Nasional
Monday, May 26, 14
Sebagai produk budaya sebuah
masyarakat bangsa dan negara, dalam satu kurun waktu yang panjang dan akan terus berlangsung sampai masa depan. pendokumentasian film merupakan hal penting.
Meski film nasional baru mulai sejak
tahun 1927, dan tentu peristiwa tersebut merupakan lonjakan teknologi mekanis di bidang kesenian Indonesia, tetapi upaya pelestariannya merupakan sesuatu yang tidak menjadi prioritas. Adanya Sinematek di Indonesia masih belum mampu menyimpan khasanah budaya film nasional. Upaya pelestarian film Indonesia sudah saatnya menjadi perhatian semua pihak pemangku kepentingan industri film.
Monday, May 26, 14
Mengapa perfilman nasional perlu
dilestarikan?
Apakah film-film nasional yang
didominasi seksploitasi, kekerasan, mistis dan miskin logika perlu dilestarikan?
Menurut kesejarahan, apapun produk
budaya masyarakat merupakan pencerminan dari budaya suatu masyarakat pada masanya.
Sejauhmana budaya masyarakat dapat
tercermin dari produk film perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Penelitian yang dilakukan oleh Sigfried Kracauer tentang film-film Jerman sebelum kemunculan Hitler menunjukkan betapa siapnya masyarakat Jerman saat itu akan datangnya sistem totaliter yang dikemudian hari berujuwd system diktatorial Adolf Hitler melalui Nazi.
Film Nasional
Monday, May 26, 14
Selama 1900-1950 ada sekitar 230 bioskop
di kota-kota besar Indonesia yang memainkan 2 sampai 3 film setiap minggu.
Pada tahun 1925, Bioskop Concordia di
Bandung memainkan The Four Horsemen of the Appocalypse, sementara Bioskop Taman Deca tahun 1932 memainkan King of Jazz; All Quiet on He Westn Front; Liebe auf Befel; Free Love; dan banyak film-film baru lainnya, lebih awal bahkan dari penayangan di Belanda sendiri (Biran, 2009).
Momentum dari kehadiran bioskop pertama
kali di Hindia Belanda diprakarsai oleh Scharwz dengan bioskop yang dirikannya bernama De Nederlandsche Bioscope Maatchappij yang mulai beroperasi pada akhir tahun, 5 Desember 1900. Scharwz adalah pelopor yang mengusung konsep bioskop menetap. Scharwz juga digunakan sistem promosi melalui surat kabar untuk mempromosikan jadwal penayangan film di bioskopnya, melalui surat kabar Bintang Betawi (Nugraha, 2008: 4).
Film Produksi Pertama
Monday, May 26, 14
Pada tahun 1926, film Hindia Belanda
pertama Loetoeng Kasaroeng, diproduksi oleh L. Heuveldorp (NV Java Film Co). Produksi film ini menandai era baru pertumbuhan industri film Indonesia.
Bangsa asli Indonesia selama
kepemimpinan mereka mengambil bagian dalam industri film sebagai aktor atau asisten sutradara. Hanya kemudian, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, kaum intelektual Indonesia mulai mengambil peran penting dalam pengembangan industri film Indonesia.
Melalui kesadaran bahwa film dapat
digunakan sebagai media untuk mengkritisi kondisi sosial dan menanamkan nilai-nilai nasional, pembuat film di era 1950-an mulai memproduksi film-film idealis dan mengikutsertakan hasil karyanya pada
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Ira Maya dan Kakek Ateng
Monday, May 26, 14
Ira Maya Putri Cinderella
Monday, May 26, 14
Warkop DKI
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Petualangan Sherina
Monday, May 26, 14
AADC
Monday, May 26, 14
Film dan Pita Seluloid
Monday, May 26, 14
Film diawali oleh teknologi
pita film seluloid. Seluloid adalah sejenis plastik yang berbahan nitroselulosa.
Jenis pita seluloid:
1. 8 mm
2. Super 8 mm
3. 16 mm
4. 35 mm
5. 65 mm dan 70 mm
Monday, May 26, 14
Pita 8mm: pita ini dibuat untuk
kamera khusus yang dikembangkan oleh Eastman Kodak pada tahun 1932 dengan tujuan bagi para pengguna rumahan. Maka dari itu produksi film dengan pita 8mm dihitung lebih murah daripada ukuran yang lain. Ukuran 8mm itu mengacu pada jarak diagonal tiap frame pita. Ratarata pita film seluloid jenis ini mampu merekam antara 3-5 menit, dan bergerak pada kecepatan 12, 15, 16, dan 18 frame per detik.
Monday, May 26, 14
Super 8 camera adalah pengembangan dari
kamera 8mm dan dirilis pada tahun 1965. Pada masanya, ini adalah pilihan para filmmaker amatir. Gambar yang dihasilkan sedikit lebih bagus daripada kamera 8mm. Tidak terlalu banyak perbedaan antara kamera 8mm dengan Super 8.
Perbedaan yang mendasar hanya terletak
pada ukuran materi yang digunakan. Untuk Super 8, ukuran materi seluloid yang digunakan sedikit lebih besar untuk setiap framenya. Selain itu, ukuran lubang di samping frame pada pita seluloid super 8 jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pita 8mm.
Karena bentuknya yang kecil dan ringan ,
serta pengoperasiannya mudah, kamera 8mm dan kamera super 8 lebih banyak digunakan untuk keperluan shooting rumahan. Pada jamannya, kamera 8mm dan super 8 meyerupai consumer camcorder di jaman sekarang.
Monday, May 26, 14
Kamera ini menggunakan pita
seluloid yang diagonalnya 16mm. Jenis film 16mm ini dikembangkan oleh Eastman Kodak pada tahun 1923. Tujuannya pada saat itu adalah sebagai alternatif membuat film yang lebih murah dibandingkan dengan film 35mm. Biarpun pada awalnya ditujukan bagi filmmaker amatir, namun ke depannya kamera 16mm menjadi cukup populer di kalangan filmmaker, terutama yang budgetnya cukup ketat.
Di Indonesia sendiri, rata-rata iklan
dan film yang menggunakan seluloid memakai kamera film 16mm. Variasi lain dari kamera 16mm adalah super 16mm, namun tidak terlalu banyak berbeda. Hanya ukuran diagonal framenya yang sedikit lebih besar.
Kamera 35 mm sampai saat ini masih menjadi favorit
banyak filmmaker (walaupun banyak juga yang sudah beralih ke High Definition). Lagi-lagi, 35 mm diambil dari ukuran diagonal pita seluloidnya. Ukuran pita ini sama dengan pita seluloid yang digunakan pada fotografi. Bedanya, pada kamera foto posisi pita horizontal, sedangkan pada pita kamera film posisi pita vertikal.
Dasar dari kamera ini ditemukan oleh Lumiere
bersaudara, sedangkan pita 35mm sendiri ditemukan oleh William Dickson dan Thomas Edison,berdasarkan film stock yang disuplai oleh George Eastman. 35 mm sudah mengalami beberapa modifikasi, dari yang tadinya hitam putih, menjadi bisa menerima warna, dan dari yang tadinya tidak bisa menangkap suara, menjadi bisa menerima sinyal suara.
35mm adalah ukuran standar di dunia film dan
beberapa festival besar hanya menerima format akhir berupa 35mm. 35mm juga merupakan standart yang digunakan di bioskop-bioskop, sehingga film dengan hasil akhir 35mm bisa diputar di seluruh dunia. Namun dewasa ini, sudah ada bioskop-bioskop yang bisa memutar format digital.
Film-film berbudget besar masih cenderung memilih
kamera 35mm untuk shooting, karena kualitas gambarnya masih belum ada yang mengalahkan. Selain itu juga ada perasaan gengsi tersendiri ketika shooting menggunakan kamera 35mm.
Monday, May 26, 14
Monday, May 26, 14
Selain itu ada juga kamera
dengan format 65mm dan 70mm. Namun kedua jenis ini tidak begitu populer karena biaya yang harus dikeluarkan untuk kedua jenis kamera ini sangatlah mahal. Film yang menggunakan jenis kamera ini biasanya adalah film-film IMAX.