Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
teori-teori mengenai
perencanaan tata guna lahan wilayah untuk dapat menyusun rencana tata guna lahan bagi
rencana pengembangan kota ke depannya. Dengan demikian diharapkan produk rencana
terkait guna lahan dapat dirumuskan dengan memperhatikan keberlanjutan dan
produktivitas lahan yang akan direncanakan.
BAB II
PEMBAHASAN
c. Wilayah, merupakan kesatuan ruang dengan unsur-unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintahan ataupun
fungsional
d. Kawasan, merupakan wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan
fungsional tertentu
e. Perumahan, adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana dan prasarana lingkungan
f. Permukiman, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasn lindung ,baik yang
berupa perkotaan maupu pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yangmendukung kehidupan
Perencanaan tata guna lahan adalah inti praktek perencanaan perkotaan. Sesuai
dengan kedudukannya dalam prencanaan fungsional, perencanaan tata guna lahan
merupakan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota. Hal itu ada hubungannya dengan
anggapan lama bahwa seorang perencana perkotaan adalah seorang yang berpengetahuan
secara umum tetapi memiliki suatu pengetahuan khusus. Pengetahuan khusus kebanyakan
perencana perkotaan ialah perencana tata guna lahan. Pengembangan tata guna lahan yang
disesuaiakan dengan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah.
Catanesse (1988: 281), mengatakan bahwa secara umum ada 4 kategori alat-alat
perencanaan tata guna lahan untuk melaksanakan rencana, yaitu:
a. Penyediaan Fasilitas Umum
Fasilitas umum diselenggarakan terutama melalui program perbaikan modal dengan cara
melestarikan sejak dini menguasai lahan umum dan daerah milik jalan (damija).
b. Peraturan-peraturan Pembangunan
Ordonansi yang mengatur pendaerahan (zoning), peraturan tentang pengaplingan, dan
ketentuan-ketentuan hukum lain mengenai pembangunan, merupakan jaminan agar
kegiatan pembangunan oleh sektor swasta mematuhi standar dan tidak menyimpang dari
rencana tata guna lahan.
c. Himbauan, Kepemimpinan, dan Koordinasi
Sekalipun sedikit lebih informal daripada program perbaikan modal atau peraturanperaturan pembangunan, hal ini dapat menjadi lebih efektif untuk menjamin agar
gagasan-gagasan,
data-data,
informasi
dan
risat
mengenai
pertumbuhan
dan
d. Konservasi
Upaya untuk mempertahankan, memelihara, memperbaiki atau merehabilitasi, dan
meningkatkan jumlah daya tanah, agar berdayaguna optimum sesuai dengan
pemanfaatan atau fungsinya. Konservasi meliputi masalah-masalah sebagai berikut:
- Benefisiasi, yaitu mempertahankan serta mempertinggi fungsi, manfaat, atau faedah
sumberdaya tertentu.
- Preservasi, yaitu pemeliharaan untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas
sumberdaya tertentu sepanjang waktu.
- Restorasi, yaitu pemeliharaan dan perbaikan untuk meningkatkan manfaat serta
perkembangan sumber-sumber biotik.
- Reklamasi, yaitu mengubah sumber-sumber yang tidak produktif atau tidak berguna
menjadi produktif dan bermanfaat kembali.
- Efisiensi, yaitu pemanfaatan atau pengeluaran sesuatu sumber yang tidak berlebihan
tetapi sesuai dengan keperluan atau kebutuhan.
Keterangan:
1. Daerah pusat kegiatan
2. Zona peralihan
3. Zona perumahan pekerja
4. Zona permukiman yang lebih baik
5. Zona para penglaju
Model Burgess merupakan suatu model yang diperuntukkan bagi kota yang
mengalami migrasi besar-besaran dan pasar perumahan didominasi oleh sektor
privat. Dengan demikian bagi kota yang tingkat migrasinya rendah dan peranan
sektor public sangat besar, maka teori ini menjadi kurang relevan. Teori Konsentris
Burgess memiliki beberapa kelemahan antara lain:
a. Pada kenyataannya gradasi antar zoona tidak terlihat dengan jelas
b. Bentuk CBD kebanyakan memiliki bentuk yang tidak teratur
c. Perkembangan kota cenderung mengikuti rute strategis
d. Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
e. Slum area tidak selalu berada di area pusat kota
Keterangan:
1. Daerah pusat kegiatan (CBD)
2. Wholesale light manufacturing
3. Permukiman kelas rendah
4. Permukiman kelas menengah
5. Permukiman kelas tinggi
10
Keterangan:
1. Pusat Kegiatan (CBD)
2. Transistion Zone: Major Roads
3. Low Income Housing: Railways
4. Middle Income Housing
11
Keterangan:
1. Central business district
2. Wholesale light manufacturing
3. Low class residential
4. Medium class residential
5. High class residential
6. Heavy manufacturing
7. Outlying business district
8. Residential suburb
Gambar (7) Model Multiple Nuclei
9. Industrial suburb
sequent
occupancy,
population
growth,
serta
available
land.
12
13
2.6.2 Model Tata Guna Lahan Menurut PP No. 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah
a. Model Zoning
Menurut model ini, tanah di suatu wilayah atau daerah tertentu dibagi
dalam beberapa zona penggunaan atau kepentingan-kepentingan, kegiatankegiatan, dan atau usaha-usaha yang dilakukan. Sebagai contoh, model zoning
yang dikembangkan oleh Ernest W Borgess untuk kota Chicago antara lain:
14
- Wilayah the loop yang merupakan wilayah perdagangan yang sering disebut
downtown.
- The zona in transitions merupakan wilayah yang disiapkan bagi
perkembangan industri dan perdagangan.
- The zona of working mens homes merupakan wilayah pemukiman bagi
pekerja-pekerja kelas bawah.
- The residential zona merupakan wilayah pemukiman bagi orang-orang kaya
- The commuters zona merupakan wilayah diluar batas kota.
Model zoning yang dikemukakan oleh Burgess ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan model zoning ini antara lain:
- Tugas perencana penggunaan tanah cukup sederhana. Perencana memiliki
tugas yang lebih mudah, melakukan zoning berdasarkan pengelompokan
kegiatan serta bagaimana caranya perencana meletakkan suatu kegiatan di atas
lahan tertentu sehingga mendapat keuntungan ekomis maksimal tetapi juga tetap
meperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan yang
berlangsung diatasnya (analisis lokasi)
- Adanya jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah warga
masyarakat. Model zoning juga diatur dalam UUTR Nomor 26 Tahun 2007.
Didalmnya tlah di atur hak dan kewajiban masyarakat yang menepati suatu zona
tertentu serta telah diatur bagaimana teknis penggunaan lahan untuk suatu
aktivitas
Sedangkan kekurangan dari perencanaan guna lahan dengan model zoning
antara lain adalah:
- Tidak adanya ruang atas tanah yang dapat menampung kegiatan-kegiatan yang
dipandang merugikan atau mengganggu apabila diletekkan pada zona-zona
tertentu.
- Akan terjadi perkembangan wilayah yang tidak merata. Pada suatu saat, suatu
zona akan mengalami tingkat kepadatan yang tinggi. Contoh umunya adalah
zona ekonomi biasanya terletak di pusat-pusat kota dengan infrastruktur
memadai. Hal ini akan berbeda dengan missal zona pertanian dimana
infrastrukturnya masih belum baik dan akses yang sulit.
b. Model Terbuka
Istilah terbuka mempunyai arti bahwa suatu ruang atas tanah dalam satu
wilayah tertentu tidak terbagi-bagi dalam zona-zona penggunaan sebagaimana
dalam model zoning. Model terbuka menitikberatkan pada usaha-usaha untuk
Land Use Planning
15
mencari lokasi yang sesuai bagi suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah atau swasta. Dalam menentukan lokasi penggunaan lahan dalam model
ini ada beberapa factor yang menentukan, antara lain:
- Data kemampuan fisik tanah
Data kemampuan fisik tanah dibuatlah pola penggunaan tanah. Pola penggunaan
tanah perkotaan dibuatlah jaringan jalan dengan tetap memperhatikan asas
ATLAS. Sedangkan pola penggunaan tanah untuk pedesaan dibuat atas dasar
tinggi dan tingkat kemiringan tanah. Atas dasar ini maka suatu wilayah pedesaan
dibedakan menjadi beberapa wilayah penggunaan utama yang disebut wilayah
tanah usaha. Wilayah tanah usaha dibedakan menjadi wilayah tanah usaha
terbatas dan tanah dengan ketinggian lebih dari 1.000 m. Perbedaan ketinggian
tanah ini akan membedakan pula perbedaan pola penggunaan tanah.
- Keadaan sosial ekonomi masyarakat
Keadaan social ekonomi meliputi: kepadatan penduduk, kegiatan yang dilakukan
penduduk & mata pencaharian, rata-rata pendapatan perkapita, adat istiadat dll.
Data ini penting untuk mencegah keresahan-keresahan masyarakat sebagai akibat
adanya kegiatan pembangunan.
- Keadaan lingkungan hidup
Untuk mengetahui pengaruh pembangunan terhadap lingkungan hidup dilakukan
dengan ANDAL (analisa dampak lingkungan).
- Data mengenai penguasaan tanah yang ada di wilayah tersebut.
Perlunya mengetahui kepemilikan lahan di wilayah yang diencanakan
memudahkan perencana jika suatu ketika dalam rencana yang dibuat diperlukan
pembelin lahan.
Perencananaan model ini memiliki prinsip yang harus ditaati oleh
perencana. Dimana prinsip ini berperan sebagai penjaga hak hak masyarakat
yang lahannya menjadi objek perencanaan tata guna lahan. Pinsip prinsip tersebut
antara lain:
- Bahwa perencanaan penggunaan tanah tidak menggariskan kegiatan yang harus
diletakkan, tetapi meletakkan kegiatan yang telah digariskan. Kebalikan daari
model zoning dimana meletakkan kegiatan sesuai dengan tema apa yang telah di
zona tertentu. Model ini berusaha mencarikan lahan sebagai wadah kegiatan yang
sebelumnya telah ditentukan.
- Tersedianya peta penggunaan tanah bukan merupakan tujuan tetapi berfungsi
sebagai alat atau sarana untuk mecapai tujuan pembangunan. Berbeda dengan
Land Use Planning
16
model zoning yang produk perencanaannya berupa peta tata guna lahan, model
ini menjadikan peta tata guna lahan untuk memilih lahan yang tepat bagi aktiitas /
kegiatan yang telah ditentukan.
- Bahwa tanah itu sendiri tidak dapat memberikan suatu bagi manusia, tetapi
kegiatan yang ada di atasnyalah yang memberikan manfaat dan kemakmuran.
Prinsip terakhir melihat bahwa tanah menjadi tidak bernilai jika tidak ada
aktivitas di atasnya.
Seperti halnya model perencanaan guna lahan dengan model zoning,
model perencanaan terbuka memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari model terbuka ini antara lain adalah:
- Semua kegiatan pembangunan baik pemerintah maupun swasta dilaksanakan dan
tertampung, tanpa ada kekawatiran akan terjadi konflik dalam penggunaan tanah.
Karena model ini tidak mengelompokkan aktiitas sesuai zoningnya maka
aktivitas yang bertentangan, missal stasiun dengan seklah tidak akan terjadi
konflik.
- Tanah dapat digunakan sesuai dengan asas-asas penggunaan tanah.
Sedangkan kekurangan dari perencanaan guna lahan model terbuka antara
lain adalah sebagai berikut:
- Kurangnya jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah warga masyarakat.
Hak atas tanah warga masyarakat kurang mendapatkan jaminan hukum. Karena
model ini tidak mepermasalahkan jika ada dua aktiitas yang lahannya berdekatan,
padahal jika dua aktivitas tersebut diletakkan berdekatan berotensi saling
menghancurkan atau salah satu hancur dan yang lain menang. Hal ini sulit
diterapkan di Indonesia mengingat kompleksitas kegiatan yang ada/ oleh karena
itu Pemerintah Indonesia tidak mebuat legalitas huum untuk model perencanaan
huna lahan jenis ini.
- Untuk mengatasi ini maka hendaknya proses pembebasan tanah dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
c. Konsolidasi Lahan
Teknik penataan kembali lokasi dan batas-batas tanah serta sarana dan
prasarana
(pelurusan
jalan,
sungai,
saluran
pembagian/pembuangan
air)
17
18
a. Pemilihan lokasi;
b. Penyuluhan;
c. Penjajakan kesepakatan;
d. Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep. Bupati/walikotamadya;
e. Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah;
f. Identifikasi subjek dan objek;
g. Pemetaan dan pengukuran keliling;
h. Pengukuran dan pemetaan rincian;
i. Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah;
j. Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
k. Pembuatan desain tata ruang;
l. Musyawarah tentang rencana penetapan kapling baru;\
m. Pelepasan hak atas tanah oleh para peserta;
n. Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
o. Staking out/relokasi;
p. Konstruksi/pembentukan badab jalan dll;
q. Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
r. Sertifikat;
Menurut SE KBPN No. 410-4245/1991, kegiatan konsolidasi tanah
pedesaan harus melalui serangkaian kegiatan berikut, yaitu:
a. Pemilihan lokasi;
b. Penyuluhan;
c. Penjajakan kesepakatan;
d. Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep. Bupati/walikotamadya;
e. Identifikasi subjek dan objek;
f. Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah;
g. Seleksi calon penerima hak
h. Pemetaan dan pengukuran kapling;
i. Pengukuran dan pemetaan rincian;
j. Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah;
k. Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang;
l. Pembuatan desain tata ruang;
m. Musyawarah tentang rencana penetapan kapling baru;
n. Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah;
o. Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;
Land Use Planning
19
p. Staking out/relokasi;
q. Konstruksi/pembentukan prasarana umum dll;
r. Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak;
s. Sertifikat;
20
21
a. Negara Indonesia
Indonesia memiliki ciri khas antara wilayah bagian pusat serta pinggiran wilayah
terjadi kesenjangan pembangunan. Di kabupaten-kabupaten sendiri, untuk pusat
wilayahnya mengalami perkembangan pesat yang ditunjang dengan sarana-prasarana
yang lengkap dan mumpuni sehingga guna lahannya beragam tidak hanya terfokus pada
satu jenis guna lahan. Sedangkan untuk daerah pinggiran yang jauh dari pusat wilayah,
untuk jenis guna lahannya mayoritas ke arah pertanian di mana selaras dengan ciri khas
Negara Indonesia yaitu Negara Agraris.
Kondisi alam yang berpotensi menjadi daerah wisata dan hasil alamnya dapat
memberikan income yang menjanjikan bagi wilayah tersebut, yang dapat menumbuhkan
daerah pinggiran untuk selaras dengan pusat wilayahnya. Kurangnya kualitas dan
kuantitas jaringan jalan yang menjadi penghubung antara pusat dengan pinggiran untuk
keperluan kegiatan-kegiatan pertumbuhan, minimnya sumber dana yang dimana
wilayah-wilayah Indonesia masih belum bisa mandiri, serta belum cukupnya sumber
daya manusia yang mumpuni untuk mampu mengelola keselarasan konteks wilayah
menjadi titik lemah pengembangan wilayah-wilayah di Indonesia sehingga terkesan
antara wilayah dan kota terjadi perbedaan padahal berdasar saluran interaksinya
terhubung satu sama lain dan hasilnya adalah adanya daerah terpencil dan paradoks.
b. Negara Thailand
Berbeda dengan Indonesia, wilayah-wilayah di Thailand sendiri terhubung
dengan kota-kota di sekitarnya. Di Thailand sendiri yang menjadi tonggak pertumbuhan
wilayahnya adalah adanya dana yang mencukupi, jaringan jalan yang terhubung dengan
kota besar dengan baik serta pintu masuk dari berbagai jenis moda. Thailand sendiri
adalah negara berbasis dengan pertanian sama dengan Indonesia, namun untuk
wilayahnya sendiri selain sektor pertanian untuk menopang kegiatan kota namun wilayah
di Thailand sendiri berkembang menjadi daerah wisata yang mumpuni selaras dengan
hasil alam dan kearifan lokalnya yang didukung dengan adanya pintu masuk moda
transportasi via udara yang memudahkan untuk pergerakan.
Dengan adanya dukungan yang cukup bahkan lebih menjadikan wilayah-wilayah
di Thailand sendiri berkembang secara optimal dan menjadi perkotaan yang mampu
mandiri. Namun, untuk Thailand sendiri tidak lepas dari adanya paradoks dimana adanya
kesenjangan antara gedung-gedung tinggi dengan permukiman kumuh di sekitarnya.
22
Dari gambar di atas dapat dilihat perbandingan pola penggunaan lahan dari
Kabupaten Boyolali, Indonesia dan Kota Chiang Mai, Thailand. Walaupun sama-sama
berada pada wilayah lereng gunung, namun pola penggunaan lahan di Thailand memiliki
jaringan transportasi yang lebih terjangkau dibandingkan dengan Kabupaten Boyolali.
Kepadatannya pun dapat dilihat bahwa daerah lereng gunung di Kota Chiang Mai lebih
tinggi dibandingkan dengan Boyolali.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Modul Kuliah Tata Guna dan Pengembangan Lahan, PWK FT UNS, Ir. Rizon Pamardhi
Utomo, MURP
Modul Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Keruangan, PWK FT UNS, Ratri Werdiningtyas,
S.T., M.T.
Modul Kuliah Perencanaan Kota PWK FT UNS, Ir. Kusumastuti, MURP
PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Pasal 14 dan Pasal 15 UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria)
Surat Edaran Kepala BPN No. 410-4245/1991
Perencanaan Kota, Anthony J. Catanesse, 1988
25