Anda di halaman 1dari 26

Pendahuluan

Luka gigit adalah trauma yang terjadi akibat gigitan berbagai jenis binatang, cakaran,
atau sengatan serangga, binatang laut, maupun manusia. Gigitan

binatang liar lebih

berbahaya hal ini disebabkan oleh kemunginan terinfeksi oleh virus atau kuman, seperti virus
rabies dan tetanus. Selain dapat terjadi infeksi seperti yang disebutkan sebelumnya, luka
gigitan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya peradangan.
Peradangan adalah suatu reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,
zat-zat yang terlarut,dan sel-sel darah yang bersikulasi

ke dalam jaringan- jaringan

interstisial pada daerah cedera atau nekrosis. Ada banyak penyebab peradangan, tetapi perlu
diketahui salah satu penyebab peradangan adalah infeksi. Peradangan adalah respon segera
dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Gambaran kasar tersebut kita semua
mengenalnya, seperti yang tampak pada saat terjadi goresan, irisan, luka gigitan binatang dan
infeksi-infeksi.
Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam
tubuh manusia atau binatang. Lingkungan hidup kita mengandung berbagai bahan organik
dan anorganik, baik yang hidup seperti bakteri. Virus, jamur, parasit, maupun yang mati,
seperti berbagai debu dalam polusi, yang setiap saat dapat masuk ke dalam sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan atau penyakit.
Sumber infeksi yaitu orang, binatang, barang/bahan dari mana bibit penyakit
ditularkan pada orang lain. Respons imun diperlukan untuk tiga hal, yaitu : pertahanan,
homeostatis, dan pengawasan. Yang pertama di tunjukkan terhadap infeksi mikroorganisme,
yang kedua terhadap eliminasi komponen-komponen yang sudah tua, dan yang ketiga
terhadap penghancuran sel-sel yang bermutasi. Dengan perkataan lain, respons imun dapat
diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat mempertahankan keseimbangan antara
lingkungan diluar dan didalam badan. 1

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,yaitu:
1. Informasi apa yang harus diperoleh pada proses anamnesis terhadap luka terbuka disertai
nanah?
2. Apa saja penyakit yang mungkin ditetapkan dalam working diagnosis dan diferential
diagnosis?
3. Apa saja pemeriksaan yang harus dilakukan?
4. Bagaimana etiologi terjadinya luka bernanah?
5. Bagaimana patogenesis terjadinya luka bernanah?
6. Bagaimana epidemiologi infeksi yang menyebabkan luka bernanah?
7. Bagaimana penatalaksanaan terhadap luka terbuka disertai nanah?
8. Bagaimana dengan komplikasinya luka gigit disertai nanah?
9. Bagaimana pencegahan terhadap luka gigit?
10. Apa prognosis yang dapat ditegakan?

Tujuan
Adapun tujuan yang akan dibahas dalam makalah ini,yaitu:
1. Menjelaskan informasi apa yang harus diperoleh pada proses anamnesis terhadap luka
terbuka disertai nanah.
2. Menjelaskan penyakit yang mungkin ditetapkan dalam working diagnosis dan diferential
diagnosis.
3. Menjelaskan mengenai pemeriksaan yang harus dilakukan.
4. Menjelaskan etiologi terjadinya luka bernanah.
5. Menjelaskan patogenesis terjadinya luka bernanah.
2

6. Menjelaskan epidemiologi infeksi yang menyebabkan luka bernanah.


7. Menjelaskan penatalaksanaan terhadap luka terbuka disertai nanah.
8. Menjelaskan komplikasi luka gigit bernanah.
9. Menjelaskan pencegahan terhadap luka gigit.
10. Memberikan prognosis yang dapat ditegakan.

Anamnesis
Pada penanganan terhadap luka bernanah akibat gigitan anjing liar, perlu dicari
beberapa informasi dalam proses anamnesis, yaitu:
1. Waktu terjadinya gigitan
2. Waktu mulai keluar nanah
3. Terjadinya demam ataupun tidak
4. Adanya nyeri yang bertambah atau tidak
5. Kejadian di daerah tertular / terancam / bebas
6. Didahului tindakan provokatif atau tidak
7. Anjing yang menggigit menunjukkan gejala rabies atau tidak.
8. Penderita luka gigitan pernah di vaksin (Vaksin Anti Rabies dan Vaksin Anti Tetanus) atau
tidak.
9. Anjing yang menggigit pernah di VAR atau tidak.
10. Penderita setelah digigit menunjukkan gejala klinis rabies/tetanus atau tidak.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan untuk luka mencakup melihat tingkat keparahan, adanya
nyeri yang bertambah, bengkak, kemerahan, ataupun demam. Pemeriksaan fisik untuk
mengetahui kemungkinan adanya infeksi rabies ataupun tetanus belum dapat dilakukan. Hal
ini disebabkan oleh masa inkubasi yang lama dari rabies (95% kasus mencapai 3-4 bulan) dan
tetanus (rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari).2
Pemeriksaan Penunjang
a. Infeksi
1.

Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih eosinofil dan
peningkatan laju sedimentasi eritrosit.
3

2.

Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan diaspirasi diperlukan menunjukkan adanya
organisme campuran.3

b. Rabies
Pemeriksaan laboratorium pada penyakit rabies tidak spesifik. Pada awal dari
penyakit, hemoglobin normal dan sedikit menurun pada perjalanan penyakit, leukosit antara
8000- 13.000/mm3 dengan 6-8% monosit yang atipik, namun leukositosis 20.000-30.000/mm3
sering dijumpai, trombosit biasanya normal. Pada urinalisis dijumpai albuminuria dengan
peningkatan sel leukosit pada sedimen. Pada cairan serebro spinal (CSS) dapat dijumpai
gambaran ensefalitis, peningkatan leukosit 70/mm3, tekanan CSS dapat normal atau
meningkat, protein dan glukosa normal. Selama minggu pertama perjalanan penyakit cairan
serebro spinal normal pada 40% penderita. Limfositik pleiositosis ringan biasanya terjadi dan
protein total meningkat lebih dari 200mg/dL. Pada EEG secara umumdidapatkan gelombang
lambat dengan penekanan aktivitas dan paroksisimal spike. Computed tomography scanning
(CT) dan MRI (magnetic resonance imaging) pada otak normal.
Isolasi virus sangat baik dilakukan pada minggu pertama dari bahan yang berasal dari
saliva, hapusan tenggorokan, trakea, kornea, sampai biopsi kulit/ otak, cairan serebro spinal,
dan kadan-kadang urin. Isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari bahanbahan tersebut setelah 10-14 hari sakit, hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing
antibodies.
Deteksi neutralizing antibody dalam serum penderita yang tidak divaksinasi dapat
dipakai sebagai alat diagnostik. Terdapatnya antibodi dalam cairan serebrospinal juga
menegaskan diagnosis tetapi muncul 2-3 hari lebih lambat dibandingkan dengan antibodi
serum dan kurang bermanfaat pada awal penyakit, namun dipakai untuk mengevaluasi
respons antibodi pada serum dan CSS sesudah vaksinasi yang memberikan kadar tinggi (pada
CSS kadarnya 2-25% dari serum).
Pada kasus tertentu antibodi dapat tidak terbentuk sampai hari ke-24. Fluorescent
antibodies test (FAT) dengan cepat mengidentifikasi antigen virus rabies di jaringan otak,
sedimen cairan serebro spinal, urin bahkan setelah tekhnik isolasi virus tidak berhasil.
Sensitivitas test ini 60-100%. FAT pada hapusan kornea sangat tidak sensitif untuk digunakan
karena sering terjadi positif palsu. Pada awal penyakit (minggu I) FAT dari kulit di leher
4

merupakan tes yang paling sensitif walaupun dapat terjadi negatif palsu. Di Amerika Serikat
tes standar adalah rapid fluorencent focus inhibition test (RFFIT) untuk mendeteksi antibodi
spesifik, dimana hasil diperoleh dalam waktu 48 jam.
Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk penyakit
tersebut, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat dan pada yang klasik terdapat butir-butir
basofilik di dalamnya. Negri bodies dapat dilihat melalui pemeriksaan histologis biopsi
jaringan otak penderita post-mortem dan jaringan otak hewan terinfeksi atau hewan yang
diinokulasi dengan virus rabies. Deteksi RNA virus rabie seperti juga pada infeksi virus
lainnya, dapat dilakukan melalui pemeriksaan Reverse Transciptase Polymerase Reaction
(RT-PCR).
Antibodi terhadap rabies juga dapat dideteksi melalui tes imunofluoresensi, CF, atau
Nt. Antibodi seperti ini dapat timbul pada orang atau hewan terinfeksi selama berlangsungnya
penyakit.4

c. Tetanus
Pada tetanus pada umumnya diperiksa berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan
penunjang penyakit tetanus meliputi :
1. Lab darah : tidak spesifik, mungkin leukositosis ringan. Glukosa Darah :
Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
2. Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani.

Working Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa pasien pada kasus
mengalami inflamasi pada luka yang disebabkan oleh infeksi akibat tekontaminasi dari
lingkungan kotor (kubangan). Perlu juga dikaji mengenai rabies dan tetanus karena ada
kemungkinan pasien bisa terinfeksi kedua penyakit tersebut karena digigit oleh hewan
reservoir anjing liar. Akan tetapi, terlalu cepat bila mendiagnosis pasien terinfeksi rabies
ataupun tetanus mengingat masa inkubasi kedua penyakit tersebut yang cukup lama dan
5

pasien belum menunjukkan gejala klinis kedua penyakit tersebut. Oleh karena itu, kedua
penyakit tersebut juga ikut dibahas mengingat adanya kemungkinan terinfeksi kedua penyakit
tersebut.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding berupa rabies dan tetanus. Rabies harus dipikirkan pada semua penderita
dengan gejala neurologik, psikiatrik atau laringofariengal yang tak bisa dijelaskan, khususnya
bila terjadi di daerah endemis arau orang yang mengalami gigitan binatang pada daerah
endemis rabies. Pada penderita rabies juga ditemukan adanya hidrofobia, aerofobia, serta
fotofobia.
Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya yang pendek,
adanya trismus, kekakuan otot yang persisten di antara spasme, status mental normal, cairan,
serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat hidrofobia.

Etiologi
Sedikit mikroorganisme yang mampu menembus kulit intak, tetapi banyak yang dapat
masuk kelenjar keringat atau sebasea dan folikel rambut serta menatap di sana. Sekresi
keringat dan sebasea karena pH asam dan zat kimia tertentu (terutama asam lemak) yang
dimilikinya mempunyai sifat antimikroba yang cenderung mengeliminasi organismeorganisme patogenik. Lisozim, suatu enzim yang melarutkan dinding sel beberapa bakteri,
terdapat

di

kulit

dan

membantu

memberikan

perlindungan

terhadap

beberapa

mikroorganisme. Oleh karena itu, jika tejadi luka pada kulit, organisme-organisme patogen
dapat masuk ke tubuh melalui luka tersebut.5
Luka terbuka yang mengeluarkan pus biasa disebabkan oleh masuknya bakteri ke
dalam luka tersebut. Bakteri yang biasanya masuk adalah Staphylococcus aureus dan bakteri
Streptococcus pyogenes. Bakteri ini menghasilkan enzim-enzim yang bekerja pada
plasminogen, suatu prekursor protein-plasma inaktif, dan mengubahnya menjadi plasmin,
suatu enzim proteolitik yang melarutkan pembekuan fibrin, sehingga merusak pembatasan
yang meradang.
6

Staphylococcus aureus

Infeksi oleh jenis kuman ini yang terutama menimbulkan penyakit pada manusia.
Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan
timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan

pembentukan abses.
Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur
mungkin sisinya agak rata karena tertekan.
Diameter kuman antara 0,8-1,0 mikron
Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan positif gram.4

Streptococcus pyogenes

Manusia termasuk salah satu makhluk yang paling rentan terhadap infeksi
streptokokus dan tidak ada alat tubuh atau jaringan dalam tubuhnya yang betul-betul

kebal. Pasteur dan Koch menemukannya dalam nanah pada luka yang terkena infeksi.
Berdiameter 0,5-1 m
Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai.
Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif Gram, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang

negatif gram.
Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang strain hidupnya saprofitik.4

a. Rabies
Virus rabies merupakan prototipe dari genus Lyssa-virus dari famili Rhabdoviridae.
Dari genus Lyssa-virus ada 11 jenis virus yang secara antigenik mirip virus rabies dan yang
menginfeksi manusia adalah virus rabies, Mokola, Duvenhage, dan European bat lyssa-virus.
Virus rabies termasuk golongan virus RNA. Virus berbentuk peluru dengan ukuran 180 x 75
nm, single stranded RNA, terdiri dari kombinasi nukleo-protein yang berbentuk koil heliks
yang tersususn dari fosfoprotein dan polimerase
RNA. Selubung virus terdiri lipid, protein matriks,
dan glikoprotein. Virus rabies inaktif pada

pemanasan; pada tenperatur 560C waktu aruh kurang dari satu menit, dan pada suhu lembab
dapat bertambah beberapa jam.

b. Tetanus
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada
tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan
toksin yang bernama tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri
masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama
tetanus neonatorum.

Epidemiologi dan Transmisi


a.Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies
terutama anjing, kucing dan kera. Infeksi terjadi biasanya melalui kontak dengan binatang
seperti anjing, kucing, kera, serigala, kelelawar dan ditularkan pada manusia melalui gigitan
binatang atau kontak virus (saliva binatang) dengan luka pada host ataupun melalui membran
mukosa. Kulit yang utuh merupakan barrier pertahanan terhadap infeksi. Transmisi dari
manusia ke manusia belum pernah dilaporkan. Infeksi rabies pada manusia terjadi dengan
masuknya virus lewat luka pada kulit. Paling sering infeksi terjadi melalui gigitan anjing,
tetapi bisa juga melalui gigitan kucing, kera atau binatang lainnya yang terinfeksi. Cara
infeksi yang lain adalah melalui inahalasi dimana dilaporkan terjadinya infeksi rabies pada
orang yang mengunjungi gua kelelawar tanpa ada gigitan. Dapat pula kontak virus rabies
pada kecelakaan kerja di laboratorium, atau akibat vaksinasi dari virus rabies yang masih
hidup. Terjangkitnya infeksi rabies juga dilaporkan pada tindakan transplantasi kornea dari
donor yang mungkin terinfeksi rabies.2
8

Sampai kini hanya 5 Propinsi di Indonesia bebas historis rabies, yaitu Kalimantan
Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Irian Jaya. Sejak tahun 1994 propinsi yang
tadinya endemis rabies, telah dibebaskan dari rabies pada manusia pada hewan yaitu di Jawa
Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta sampai saat ini ada 18 propinsi yang belum bebas
kasus rabies. Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT. Jumlah ratarata pertahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies tiga tahun terakhir
(1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %) divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662
(1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun (19951997). Ditemukan rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia, seangkan 22,44 spesimen
dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan positif rabies.2
b. Tetanus
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah sangat jarang
dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik di samping sanitasi
lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia
penyakit ini masih banyak dijumpai, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih
sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.6
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada tahun 1915
dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1:5 tahun, sesuai dengan yang
dilaporkan di Manado (1987) dan surabaya (1987) ternyata insiden tertinggi pada anak di atas
umur 5 tahun.2
Perkiraan angka kejadian umur ratarata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok
umur, peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 519 tahun dan 2029 tahun, sedangkan
peningkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 3039 tahun dan umur lebih 60 tahun.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka kejadian lebih banyak dijumpa pada anak laki
laki; dengan perbandingan 3:1.6

Patogenesis
I. Inflamasi Luka
9

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),
kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).7
Pada awal peradangan akut arteriol berdilatasi dan dan aliran darah ke arah darang
bertambah. Namun, sifat aliran darah segera berubah. Karena cairan bocor keluar dari
mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah, sejumlah besar unsur-unsur padat (sel-sel
darah merah, trombosir, dan sel darah putih) ditinggalkan, dan viskositas darah naik.
Sirkulasi di daerah yang terkena kemudian menjadi lambat, mengakibatkan beberapa akibat
penting. Pada keadaan normal, aliran darah kurang lebih adalah streamline, dan unsur-unsur
padat tidak cukup banyak melanggar pinggiran-pinggiran pembuluh.
Karena viskositas darah naik dan alirannya lambat, maka leukosir-leukosit mulai
mengalami marginasi, yaitu, mereka bergerak ke bagian arus perifer, sepanjang lapisan
pembuluh. Dengan berkembangnya fenomena, leukosit yang mengalami marginasi mulai
menempel pada endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, akibatnya
peristiwa oni diseb ut pengaspalan. Sebenarnya marginasi dan pengaspalan itu hanya
permulaan emigrasi leukosit-leukosit dari pembuluh-pembuluh darah ke jaringan sekitarnya.7
Pergerakan aktif leukosit dalam interstisial jaringan yang terkena radang, waktu
mereka sudah beremigrasi, kelihatannya tidak sembarangan saja. Gerakan yang disebut
kemotaksis ini dilakukan karena adanya sinyal kimia. Berbagai benda dapat memberikan
sinyal kemotaktik unruk menarik leukosit, yang berkisar dari agen-agen yang menular,
jaringan yang rusak, sampai zat-zat yang diaktifkan dari fraksi protein plasma yang
dibocorkan dari aliran darah. Dengan demikian, gabungan peningkatan pengiriman leukosit
ke daerah itu (hiperemia), perunbahan perubahan dalam aliran darah yang mengakibatkan
marginasi dan pengaspalan, dan orientasi kemotaktik dari gerakan leukosit mengakibatkan
akumulasi yang cepat dari komponen leukosit yang bermakna dalam eksudat.7
Jenis-jenis leukosit dan fungsinya masing-masing, yaitu:
a)

Neutrofil,
Merupakan sel pertama yang muncul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jam-jam
pertama peradangan. Nuklei sel ini berlobus tidak teratur, karena itu disebut
polimorfonuklear. Neutrofil mampu bergerak seperti amoeba dan mampu melakukan
proses fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang dapat melapisi
10

antigen yang disebut opsonin, yang mencakupimunoglobulin dan komponen-komponen


yang disebut sebagai sistem komplemen.
Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola
fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu
jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen
yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah
fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis
itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom.
Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam
fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.7
b)

Eosinofil,
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan,
walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan
respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan
allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek
mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu.7

c)

Basofil,
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari
jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan
memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi
immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil
dalam eksudat. Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya
pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non
spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi
peradangan.7

d)

Monosit,
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi,
tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam
pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama
akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran
darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel

11

yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun
tanpa peradangan yang jelas.
Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak
hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan
bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif
dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara
makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan
berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan
neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari
sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul
seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah
mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan
pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencerna.
Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu
memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel.
Kemampuan untuk menjalani "on the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang
vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag
dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu, mereka
menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu
bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell. Walaupun makrofag
merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas dalam
tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES
(Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam
hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer.
Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan
tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel
darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb
menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya
dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum
tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal sebagai bilirubin, di bawa ke dalam
aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan
mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.7
12

e)

Limfosit,
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal,
inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru
terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik,
mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky
mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat
dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel
tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat
antigen spesifik pada membrannya.
Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar
disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit
sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak
dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan
anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus,
surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

Pus yang timbul pada luka terbuka seperti pada kasus adalah leukosit mati, sel jaringan mati,
dan berbagai jenis cairan tubuh membentuk pus yang terus terbentuk sampai infeksi teratasi.8
Seeara umum, proses peradangan yang merupakan respom rubuh terhadap cedera dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati
dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase
ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode
ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat
stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya
13

substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga


menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar
dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema
jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. 9
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema
dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.9

Sumber : hmkuliah.wordpress.com/2010/06.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini
adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan
ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas
sangat

besar

pada

proses

perbaikan

yaitu

bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan
digunakan selama proses reonstruksi jaringan. 9
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi
(kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan
dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik
adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan
dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag,
pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki
14

kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan
baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi. 9
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,
terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang
dibentuk oleh makrofag dan platelet. 9

Sumber :hmkuliahwprdpress.com/2010/06.

3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah
perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12
bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ;
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang
kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna
kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat
fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan
dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. 9
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen
yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang
akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. 9
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan
parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun
proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang
dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta

15

luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat
dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus). 9

Sumber : hmkuliah.wordpress.com/2010/06

Faktor-faktor
Luka

Yang

Mempengaruhi

Penyembuhan

:
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka,

namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.10


a)

Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi
jaringan,

status

imunologi,

dan

penyakit

penyerta

(hipertensi,

DM,

Arthereosclerosis).10
b)

Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres
psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan.10

2.Rabies
Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama 2 minggu virus menetap pada
tempat masuk dan di jaringan otot di dekatnya virus berkembang biak atau langsung
mencapai ujung-ujung serabut saraf perifer tanpa menujukkan perubahan fungsinya
16

Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi antara 7
hari-7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadangkadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Terdapat beberapa stadium
penyakit rabies, yaitu stadium prodromal, stadium neurologik akut, dan stadium koma.
-

Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung 1-4 hari dan biasanya tidak ditemukan gejala spesifik.

Umumnya disertai gejala respirasi atau abdominal yang ditandai oleh demam, mengigil,
batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit kepala, malaise, mialgia, mual, muntah, diare dan
nafsu makan menurun. Geajala yang lebih spesifik yaitu adanya gatatal dan parastesia pada
luka bekas gigitan yang sudah sembuh (50%). Stadium prodromal dapat berlangsung sampai
10 hari, kemudian penyakit akan berlanjut sebagai gejala neurologik akut yang dapat berupa
furious atau paralitik. Mioedema dijumpai pada stadium prodromal dan menetap selama
perjalanan penyakit.2
-

Stadium neurologi akut


Dapat berupa gejala furious atau paralitik. Pada gejala furious penderita menjadi

hiperaktif, disorientasi, mengalami halusinasi, atau bertingkah laku aneh. Setelah beberapa
jam-hari, gejala hiperaktif menjadi intermiten setiap 1-5 menit berupa periode agitasi, ingin
lari, menggigit disela periode tenang.
Keadaan hiperaktif terjadi karena adanya rangsangan dari luar seperti suara, sinar,
tiupan udara dan rangsangan lainnya yang menimbulkan kejang sehingga menimbulkan fobia
terhadap rangsangan tersebut.
Tanda-tanda klinis yang dapat dijumpai berupa hiperaktifitas, halusinasi, gangguan
kepribadian, mengismus, lesi saraf kranialis, fasikulasi otot dan gerakan-gerakan involunter,
fluktuasi suhu badan, dilatasi pupil. Lesi pada nukleus amigdaloid memberikan gejala libido
yang meningkat , priapimus dan orgasme spontan. Gejala otonomik pada stadium ini
diantaranya adalah dilatasi pupil yang ireguler, peningkatan lakrimasi, hipertermia,
takikardia, hipotensi postural, hipersalivasi.
Gejala lain dalam fase neurologik akut ialah demam, fasikulasi otot, hiperventilasi
dan konvulsi. Gejala stadium eksitasi dapat berlangsung sampai penderita meninggal.

17

Kematian poaling sering terjadi pada stadium ini. Bila stadium ini dapat terlewati, penderita
masuk stadium paralitik.
Apabila penderita tidak meninggal, 20% penderita akan masuk stadium paralitik yang
ditandai oleh demam dan sakit kepala, paralisis, pada ekstremitas yang digigit, mungkin difus
atau simetri, atau dapat menyebar secara ascenden seperti pada sindroma Guillain-Barre,
kaku duduk dapat dijumpai.
Pada stadium paralitik dapat tidak ditemui gejala hidrofobia, aerofobia, hiperaktifitas
dan kejang. Pada keadaan ini kesadaran dapat utuh, akan tetapi memburuk secara gradual
menjadi bingung, disorientasi, paraplegia, gangguan menelan, kelumpuhan pernafasan dan
akhirnya meninggal. Seluruh manifestasi neurologik akut terjadi selama 2-7 hari dengan fase
paralitik lebih panjang.2
-

Stadium Koma
Apabila tak terjadi kematian pada stadium neurologik, penderita dapat mengalami

koma. Koma dapat terjadi dalam 10 hari setelah gejala rabies tampak dan dapat berlangsung
hanya beberapa jam smapai berbulan-bulan tergantung dari penanganan intensif.
Pada penderita yang tak ditangani, penderita dapat meninggal setelah terjadi koma.
Beberapa komplikasi dapat terjadi dan menyebabkan kematian. Sampai saat ini hampir
keseluruhan penderita rabies meninggal, hanya ada 4 laporan penderita ensefalitis rabies
hidup.2

Table 1. perjalan penderita rabies


Stadium
Lamanya (%kasus)
Inkubasi
<30 hari (25%)
30-90hari (50%)
90 hari-1 tahun(20%)
>1 tahun(5%)
Prodromal
2-10 hari

Manifestasi klinik
Tidak ada

Paraesthesia, nyeri pada luka


gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual & mutah, nyeri
kepala, letargi, agitasi, ansietas,
depresi.

Neurologic akut

18

Furious (80%)

Paralitik
Koma

2-7 hari

Halusinasi, bingung,tingkah
laku aneh, takut, menggigit,
hydrophobia, hipersalivasi,
hiperaktif, spasme faring,
hipoksia, kejang,disfungsi saraf
otonom.
2-7 hari
Paralisis flaksid
0-14 hari
Autonomic instability,
hipoventilasi, apnea, henti
nafas, hipotermia/hipertemia,
disfungsi pituitary,
rhabdomiolisis, aritmia, dan
henti jantung.
Sumber : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 3. Ed.5 hal.2926

3.Tetanus
Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka

yang

terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui
luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet,
otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadangkadang luka
tersebut hampir tak terlihat.2
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai
anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, bendabenda asing maka
spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila
dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospasmin sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua
cara,yaitu:

Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujungujung saraf perifer atau
motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf
perifer.

Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya
susunan saraf pusat.
Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan menghambat pelepasan

asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot
meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospamin juga mempengaruhi
sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa
19

hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi
katekolamin dalam urine. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat
dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.6

Penatalaksanaan
a.Non Medikamentosa
Penanganan luka
1. Pembersihan luka
Setiap luka harus segera dibersihkan dengan air yang mengalir sehingga akan
mempercepat penyembuhan. Guyur dengan air bersih sebanyak-banyaknya untuk
membersihkan pasir, tanah atau benda asing lainnya, bila masih menempel tekan-tekan
dengan kasa basah. Jangan menggunakan kapas karena tidak menyerap air.11
2. Penghentian perdarahan
Kebanyakan luka robek disertai dengan perdarahan. Perdarahan dapat berasal dari
pembuluh darah arteri yang ditandai dengan adanya semprotan darah atau pembuluh darah
vena yang ditandai dengan adanya darah yang mengalir atau terus merembes. Bila
perdarahannya banyak kemungkinan bisa menimbulkan syok, oleh karena itu perdarahan
harus segera dihentikan. Caranya dapat dilakukan dengan penekanan pada bagian yang luka
dan diposisikan bagian yang luka tersebut lebih tinggi dari jantung lalu dipertahankan sampai
perdarahan berhenti. Bila perdarahan tidak berhenti bisa dilakukan penekanan pada pembuluh
darah yang memberi pasokan pada darerah luka. Tekanan dilakukan pada pembuluh darah
yang terletak lebih dekat ke jantung (lebih proksimal).11
3. Penutupan luka
Prinsip penutupan luka adalah menciptakan suatu lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Luka diolesi antiseptik atau antibiotik
topical lalu ditutup dengan kasa (sebaiknya jangan dengan kapas). Penggantian balutan kasa
tergantung luas luka dan banyak sedikitnya cairan yang terbentuk dari luka. 11

20

4. Pencegahan infeksi
Prinsipnya, pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka yang
terkontaminasi atau luka kotor maka perlu diberikan antibiotik. Luka tusuk, luka gigitan dan
luka yang terkontaminasi kuman anaerob seperti karat, kotoran kuda memerlukan suntikan
anti tetanus.11
Pengobatan lokal luka gigitan adalah faktor penting dalam pencegahan rabies. Luka
gigitan harus segera dicuci dengan sabun, dilakukan debridemen dan diberikan desinfektan
seperti alkohol 40-70%, tinktura yodii atau larutan ephiran 0,1%. Luka akibat gigitan
binatang penular rabies tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali bila keadaan memaksa dapat
dilakukan jahitan situasi. Profilaksis tetanus dapat diberikan dan infeksi bakterial yang
berhubungan dengan luka gigitan perlu diberikan antibiotik.11

Medika Mentosa
Untuk penanganan luka bernanah dapat diberikan antibiotik,yaitu:

Eritromisin
Eritromisin memilik efek terbesar terhadap kokus gram positif seperti Staphylococcus
pyogenes dan S. Pneumoniae. Oleh karena itu, antibiotik ini tepat untuk infeksi kulit.11

Klindamisin

Walaupun beberapa infeksi gram positif dapat diobati dangan klindamisin, penggunaan obat
ini harus dipertimbangkan dengan baik karena dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa.12
Untuk luka gigitan dengan dugaan terinfeksi tetanus, perlu mempertimbangkan akan perlunya
imunisasi pasif dengan TIG (Tetanus Immunoglobin). 1 Sedangkan untuk rabies dapat
dilakukan Vaksinasi Post-exposure. Dasar vaksinasi ini adalah neutralyzing antibody terhadap
virus rabies dapat segera terbentuk dalam serum setelah masuknya virus ke dalam tubuh dan
sebaikny aterdapat dalam titer yang cukup tinggi selama setahun sehubungan dengan
panjangnya inkubasi penyakit. Neutralyzing antibody tersebut dapat berasal dari imunisasi
21

pasif dengan serum anti rabies atau secara aktif diproduksi oleh tubuh oleh karena imunisasi
aktif. 2

Komplikasi
Dapat terjadi infeksi lain dengan masuknya organisme-organisme patogen melalui luka.
Demam juga dapat terjadi akibat mekanisme sistem pertahanan tubuh yang ampuh terhadap
infeksi dan peningkatan suhu tubuh memberikan peluang kerja yang optimal untuk sistem
pertahanan tubuh.2

Pencegahan
a.Rabies
Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies
melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan
perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi
rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang berisiko tinggi tertular rabies. Untuk
menghindari infeksi virus rabies, disamping pemberian VAR setelah mendapat gigitan
binatang tersangk rabies, pencegahan lebih dini juga dapat dilakukan dengan memberikan
suntikan yang sama tetapi dengan waktu, cara dan dosis yang berbeda melalui profilaksis preeksposure (pra paparan). Individu yang berisiko tinggi untuk kontak dengan virus rabies
seperti dokter hewan, pekerja di kebun binatang, petugas karantina hewan, penangkap
binatang, petugas laboratorium yang bekerja dengan virus rabies, dokter dan perawat yang
berkunjung ke daerah endemis rabies seperti Meksiko, Thailand, Filipina, India, Sri Lanka
dianjurkan untuk mendapatkan pencegahan pre-exposure. VAR diberikan dengan dosis 1 ml
secara intramuskuler pada hari 0, 7 dan 28 lalu booster setelah 1 tahun dan tiap 5 tahun.2

b.Tetanus
Imunisasi dangan tetanus toksoid yang diabsorpsi merupakan tindakan pencegahan
yang paling efektif dalam praktek. Angka kegagalan dari tindakan ini sangat rendah. Semua

22

individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali hendaknya mendapat
vaksinasi.2

Prognosis

Jika luka gigit terbuka tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi komplikasi berupa
penyakit infeksi yang ringan sampai berat.. Jika ditangani dengan baik, luka ini akan sembuh
dalam beberapa hari. Hasil penyembuhan dari luka ini akan terbentuk parut. Pembentukan
parut melibatkan proliferasi jaringan penyambung dari daerah yang berbatasan dengan
jaringan nekrosis yang meluas ke dalam daerah yang dihancurkan reaksi peradangan. Akan
ada kemungkinan terbentuknya jaringan parut akibat kolagen berlebihan pada saat proses
penyembuhan. Belum dapat diprognosa kemungkinan terjadinya infeksi rabies ataupun
tetanus karena belum ada gejala klinis kedua penyakit tersebut pada diri pasien.

Kesimpulan

Luka disertai pus disebabkan oleh mekanisme sistem pertahanan tubuh terhadap
cedera jaringan dan infeksi. Pus yang timbul pada luka terbuka seperti pada kasus adalah
leukosit mati, sel jaringan mati, dan berbagai jenis cairan tubuh membentuk pus yang terus
terbentuk sampai infeksi teratasi. Perlu juga diwaspadai kemungkinan infeksi rabies dan
tetanus karena pasien digigit oleh hewan reservoir anjing liar. Akan tetapi, terlalu cepat bila
mendiagnosis pasien terinfeksi rabies ataupun tetanus mengingat masa inkubasi kedua
penyakit tersebut yang cukup lama dan pasien belum menunjukkan gejala klinis kedua
penyakit tersebut

23

Daftar Pustaka

1. Bickley S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5 th ed. Jakarta:
EGC, 2006; hal 1-15.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
1 Cetakan ke-7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
hal 1736 -39
4. Jewetz,Melnick,Adelberg.2010.Medical

Microbiology.27th

ed.Mc

Graw

Hill

Lange.Jakarta:EGC.
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran.Edisi 23. Jakarta:
EGC;2007.
6. Adams RD. Tetanus in: principles

of new'ology. New York: McGraw-

Hill;1997.p.1205-7.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC;2006.38-9.
8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2004.p.252-5.
9. Staf Pengajar FKUI. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta Binarupa Aksara. Jakarta;1994.
24

10. Luka (Wound). Diunduh dari : http://www.slideshare.net/david1980/luka-woundhealing-dr-yuda-umm?src=related_normal&rel=126812.28 November 2010.


11. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2 Jakarta: EGC; 2005.
12. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdy, editors. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007.

Luka Terbuka serta Nanah akibat Gigitan


Anjing Liar

Disusun oleh :
Febby Leliana Rachman (10. 2008.

Irene K. Talim (10. 2009. 125)


Cristy Ayu Ningtyas T. (10. 2009. 139)
Fadini Rizki Inawati (10. 2009.

John Junior (10. 2009. 166 )


Robert Christeven (10. 2009. 178)
25

I Komang A. S (10. 2007.

Titin Agustin Kapitan (10. 2009. 188)


Siti Hajar binti Zainal (10. 2009. 305)
Nurul Akma binti Mohd Nazri (10. 2009. 314)

Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Jl. Arjuna Utara nomor 6
Jakarta Barat

26

Anda mungkin juga menyukai