Anda di halaman 1dari 6

Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Caecilia Yunita Putry Pawe


10-2011-116
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
caecilia_putry@yahoo.com
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi akibat
defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat dan kronis.1 Zat besi
adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagian besar sel darah
merah. Defisiensi besi adalah masalah yang sering terjadi pada anak-anak yang
membutuhkan peningkatan kebutuhan gizi untuk pertumbuhan. Wanita hamil juga
sering mengalami defisiensi zat besi karna kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan
janin. Wanita yang sedang haid juga cenderung mengalami defisiensi besi karna
hilangnya besi setiap bulan dan diet mungkin kekurangan zat besi. Defisiensi juga
dapat terjadi pada pengidap ulkus atau penyakit hepar yang ditandai dengan
pendarahan. Penurunan jumlah sel darah merah memacu sumsum tulang untuk
meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang berukuran kecil dan
kekurangan hemoglobin.
MASALAH
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan
keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Selain itu anak sering merasa cepat lelah.
Riwayat pendarahan dan demam disangkal ibu pasien. Tidak ada anggota keluarga
yang menderita batuk-batuk lama. Pada PF ditemukan BB 13 kg, suhu 36,8 C, napas
22x/menit, denyut nadi 110x/menit , TD 90/60 mmHg, konjungtiva anemis (+), sclera
dan kulit tidak ikterik, hepato-splenomegali tidak ada.
HIPOTESIS
Diduga pasien menderita anemia defisiensi zat besi.

PEMBAHASAN
ISI
Anamnesis
- Gejala apa yang sering dirasakan pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada,
atau tanpa gejala?
- Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
- Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
- Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per
rektal, muntah?
- Adakah sumber kehilangan darah dari tempat lain?
- Bagaimana kecukupan gizi sehari-hari?
Pemeriksaan Fisik
pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- Anemis, tidak disertai icterus, organomegali, dan limphadenopati
- Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
- Ditemukan takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
Pemeriksaan Penunjang2
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam menegakkan diagnosis penyakit, dan
juga menyingkirkan diagnosis banding, berikut beberapa pemeriksaan yang
dilakukan:
Pemeriksaan hematologi
pemeriksaan kadar Hb, hitung leukosit, hitung trombosit, hitung eritrosit, LED,
hitung retikulosit, sediaan hapus darah tepi untuk menilai morfologi, nilai eritrosit
rata-rata, dan pemeriksaan sum-sum tulang
Pemeriksaan urin
Meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, dan kimia
Pemeriksaan tinja
Meliputi kadar bilirubin indirek serum.
Pemeriksaan kimia darah
Menilai cadangan besi tubuh, besi serum (BS/ serum iron SI), daya ikat besi total
(DIBT) / total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferrin, kadar ferritin
serum.
Pemeriksaan lain
pemeriksaan faal ginjal, faal hati, dan faal kelenjar tiroid
Pada anemia defisiensi besi hasil pemeriksaan laboratorium yang akan menunjukkan
kelainan yaitu, peningkatan LED, penurunan kadar Hb, dan nilai hematocrit. Hitung
leukosit dapat normal atau menurun, hitung trombosit dapat normal atau meningkat,

dan hitung retikulosit normal.


Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi memperlihatkan eritrosit mikrositik hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel pensil. Gambaran mikrositik hipokrom jelas bila nilai
hematocrit kurang dari 27%, kadar Hb kurang dari 9 gr/dL.
pemeriksaan sumsum tulang pada anemia defisiensi besi memperlihatkan sumsum
yang hiperseluler, eritropoesis hiperaktif, banyak metarubrisit dengan sitoplasma
sedikit dan warna lebih biru, hemosiderin menurun.
Pemeriksaan kimia darah memperlihatkan penurunan BS, peningkatan DIBT, dan
saturasi transferrin kurang dari 5%. Hasil pemeriksaan ferritin serum, saturasi
transferrin dan kadar Hb pada defisiensi besi tergantung dari tingkat atau tahap
defisiensi besi. Pada tahap awal hanya terjadi penurunan kadar ferritin serum
sedangkan kadar Hb masih normal. Pada tahap akhir barulah terjadi penurunan kadar
ferritin serum, saturasi transferrin, dan kadar Hb.
Differential Diagnosis
Anemia
Defisiensi Besi
Derajat
Anemia
MCV
MCH
Besi
Serum
TIBC
Saturasi
transferin
Besi
sumsum
tulang
Feritin
Serum

Riangan
sampai berat
Menurun
Menurun
Menurun <30

Anemia Akibat Trait Thalassemia


Penyakit
Kronik
Ringan
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun <50

Meningkat>360 Menurun<300
Menurun <15% Menurun/N1020%
Negatif
Positif
Menurun
<20g/l

Normal
200g/l

Anemia Sideroblastik
Ringan sampai berat

Menurun
Menurun/N
Menurun
Menurun/N
Normal/meningkat Normal/meningkat
Normal/menurun
Meningkat >20%

Normal/menurun
Meningkat >20%

Normal

Normal

20- Meningkat
>50g/l

Meningkat >50g/l

Working Diagnosis
Anemia defisiensi zat besi
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,
dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik
dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang
sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.3
Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB dan terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di
Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein,
vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada
anak balita sekitar 30 40%, pada anak sekolah 25 35% sedangkan hasil SKRT
1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang
merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya
tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan
prestasi belajar di sekolah.4
Patofisiologi
Banyak substansi esensial untuk pembentukan sel darah merah (eritrosit) dan
hemoglobin. Diantaranya adalah asam amino, besi, tembaga, piridoksin, kobal,
vitamin B12, asam folat. Besi esensial untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari
besi tubuh ada dalam hemoglobin.5 Normalnya, sekitar 1 mg zat besi diabsorpsi dan
hilang per hari. ketidakseimbangan antara asupan, kebutuhan, dan kehilangan zat besi
mengakibatkan defisiensi zat besi.
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan
Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap
eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia
hipkromik mikrositik.4

Manifestasi Klinis
Pada individu dewasa, tanda anemia sistemik terlihat pada saat hemoglobin kurang
dari 12 g/100 mL. individu biasanya tidak mencari pengobatan untuk mengurangi
gejala sampai kadar hemoglobin turun mencapai 8 g/100 mL atau kurang.
Selain itu terdapat sindrom anemia yaitu : lemah, lesu, cepat lelah, berkunang-kunang,
kaki dingin, sesak napas, berdebar-debar, tinnitus, pucat
Perhitungan Gizi Seimbang
Untuk menghitung sendiri berat ideal bagi anak usia 0-12 bulan juga bisa
menggunakan rumus berikut :
Berat Badan Ideal = (Umur(bulan)/2)+4
Untuk balita atau anak yang berusia 1-10 tahun, perhitunga berat badan ideal dapat
dilakukan menggunakan rumus berikut ini :
Berat Badan Ideal = (umur(tahun)x2)+8
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :

Terapi kausal: tergantung penyebabnya. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.
Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
preparat yang tersedia, yaitu:
-

Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif).
Dosis: 3 x 200 mg.

Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga


lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.

Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal.
Indikasi, yaitu : intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulserativa,
perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).6

Non medikamentosa

Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacangkacangan).7

Komplikasi
Nilai hemoglobin kurang dari 5 g/100 mL dapat menyebabkan gagal jantung dan
kekematian.1
Prognosis
Pada umum nya prognosis nya baik jika dapat mengobati kausalnya. 8
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi akibat
defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat dan kronis. Zat besi
adalah komponen esensial hemoglobin. Defisiensi besi adalah masalah yang sering
terjadi pada anak-anak yang membutuhkan peningkatan kebutuhan gizi untuk
pertumbuhan. Penurunan jumlah sel darah merah memacu sumsum tulang untuk
meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang berukuran kecil dan
kekurangan hemoglobin hal tersebut menimbulkan sindrom anemia. Penanganan
kausal yang tepat sangat menentukan prognosis.

DAFTAR ISI
1. Corwin E J. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009. Hal 427-428
2. Sudiono H, Iskandar I, dkk. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta: FK
UKRIDA; 2009. hal 106
3. Bakta I M . Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC; 2007
4. Weiss G, Goodnoug LT. Anemia of Chronic Disease. America: Nejm; 2005. H
1011-23
5. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000. Hal 76
6. Dunn A, Carter J, Carter H. Anemia at the end of life: prevalence, significance,
and causes in patients receiving palliative care. America: Medlineplus; 2003. H
1132-39
7. Hoffbrand A V, Pettit J E, Moss P A H. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC;
2005
8. Brashers V L. Aplikasi klinis patofisiologis. Jakarta: EGC; 2008. Hal 172

Anda mungkin juga menyukai