Anda di halaman 1dari 56

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS

& SARAF KRANIALIS PADA ANAK

Moderator: dr. Huiny Tj, Sp.A, MH Kes


Disusun oleh:
1. Melisa Hardiyani
2. Marhaeni Adelaide Puspita
3. Lelly Sembodo

GCS

REFLEKS FISIOLOGI

Refleks Fisiologis
Refleks superfisial
Refleks dinding
abdomen
Refleks kremaster

Refleks tendon dalam


Refleks biceps
Refleks triceps
Refleks brachioradialis
Refleks patella
Refleks achilles

REFLEKS SUPERFISIAL:
Refleks dinding abdomen
Cara
pemeriksaan
:
menggores kulit abdomen
dengan
goresan yang
membentuk segi empat
dengan titik-titik sudut di
bawah xifoid, di atas
simfisis dan di kanan kiri
umbilikus.
Positif apabila : umbilikus
akan bergerak pada setiap
goresan
Fisiologis Positif.
Negatif pada bayi < 1
tahun.

REFLEKS SUPERFISIAL:
Refleks kremaster
Cara
pemeriksaan
:
Menggores
kulit
paha
bagian dalam.
Positif apabila : testis akan
naik.
Fisiologis Positif.
Negatif pada bayi < 6
bulan dan anak > 12
tahun.
Patologis Negatif.
Biasanya pada anak
dengan lesi medula
spinalis (poliomielitis).

REFLEKS TENDON DALAM:


Refleks biceps
Cara pemeriksaan : posisi
lengan
pasien
setengah
ditekuk pada sendi siku dan
dalam
keadaan
relak,
kemudian ketuk ibu jari
pemeriksa yg di letakkan
pada
tendon
m.biceps
brachii.
Positif apabila : fleksi lengan
pada sendi siku (pusat C5C8).
Fisiologis Positif.
Patologis Negatif.

REFLEKS TENDON DALAM:


Refleks triceps
Cara pemeriksaan : posisi
lengan pasien di topang oleh
pemeriksa
kemudian
difleksikan lalu ketukan palu
reflek
pada
tendon
m.
triceps.
Positif apabila : ekstensi
lengan bawah pada
sendi
siku (pusat C6 - C8).
Fisiologis Positif.
Patologis Negatif.

REFLEKS TENDON DALAM:


Refleks brachioradialis
Cara pemeriksaan : posisi
lengan
dalam
keadaan
relaks & pronasi kemudian
ketukan palu reflek pada
prosesus stiloideus radius.
Positif apabila : fleksi &
supinasi lengan bawah pada
sendi siku (pusat C5-C6)
Fisiologis Positif.
Patologis Negatif.

REFLEKS TENDON DALAM:


Refleks patella
Cara pemeriksaan : posisi
pasien duduk dgn kedua kaki
dalam keadaan relaks &
menggantung
kemudian
ketuk pada tendon patella.
Positif apabila : plantar fleksi
kaki
karena
kontraksi
m.quadrisep femoris.
Fisiologis Positif.
Patologis Negatif.

Jendrassik Mannuver
Adalah suatu cara untuk mengalihkan perhatian
pasien, sehingga pasien dapat rileks.
Cara : pasien diminta untuk saling tarik menarik
antar kedua tangannya sendiri.

12

REFLEKS TENDON DALAM:


Refleks achilles
Cara
pemeriksaan
:
tungkai
bawah
dalam
keadaan fleksi & relaks
kemudian ketuk pada tendon
achilles.
Positif apabila : plantar fleksi
kaki karena kontraksi m.
gastrocnemius (pusat S1,
S2).
Fisiologis Positif.
Patologis Negatif.

Deep Tendon
Reflexes:
A) Biceps,
B) Brachioradial,
C) Triceps,
D) Patellar,
E) Achilles,
F) Evaluation of
ankle clonus

DEEP TENDON REFLEX

UJI KEKUATAN DAN TONUS OTOT


Syarat
pemeriksaan:
Pasien sudah
dapat
mengerjakan
instruksi
Pasien
kooperatif
16

Penilaian meliputi:
Kekuatan kinetik
(gerakan pasien)
Kekuatan statis
(tahanan pasien)

UJI KEKUATAN DAN TONUS OTOT


Kode huruf

17

N
G
F
P
T
O

:
:
:
:
:
:

normal
good
fair
poor
trace
zero

Kode angka
1. Paralisis, tidak ada
kontraksi
2. Ada kontraksi, tidak ada
gerakan
3. Dapat bergerak, tidak bisa
melawan tahanan
4. Melawan tahanan ringan
5. Normal

UJI KEKUATAN DAN TONUS


OTOT

UJI SENSIBILITAS
Uji sentuhan
Menggunakan
sepotong kain atau
kapas
Pasin menutup
mata
Terasa ada
sentuhan atau
tidak

19

Uji rasa nyeri


Jarum yang tajam
& tumpul (jarum
pentul)
Pasien menutup
mata
Bedakan ujung
jarum tajam atau
tumpul pada kulit
tangan, kaki,
pipi, rahang

UJI SENSIBILITAS
Uji perasaan
vibrasi
Garpu tala
Pasien menutup
mata
Tempelkan garpu
tala pada sendi
jari, ibu jari kaki,
maleolus lateral &
medial

20

Uji posisi
Pasien menutup
mata
Jari tangan & kaki
digerakan oleh
pemeriksa
Ps menebak
kemana arah
gerakan tersebut

UJI SENSIBILITAS
Uji koordinasi
Terlihat pada gerakan
sehari-hari anak
Meraih mainan
Ikat tali sepatu, dll

Ps harus anak yang


sudah mengerti &
kooperatif
Jari ke hidung
Tumit kaki kanan ke
tulang kering kaki kiri
(atau sebaliknya)
diselusuri
21

1. Berikan contoh
2. Perintahkan pasien
melakukan sendiri
dengan mata
terbuka
3. Ulangi dengan mata
tertutup
Gangguan koordinasi
. Ringan : gagal tahap 3
. Berat : gagal tahap 2
Koordinasi halus
berkembang baik 4-6 th

UJI SENSIBILITAS

REFLEKS PATOLOGIS

REFLEKS BABINSKI
Cara
Menggores
plantar
kaki bagian lateral,
mulai dari tumit
pangkal jari

Interpretasi

(+): dorsofleksi ibu


jari
disertai
pengembangan jarijari lainnya
Normal: bayi s/d usia
18 bulan
1.
2.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

REFLEKS OPPENHEIM
Cara
Mengurut (ke arah
distal)
dg
kuat
tibia & otot tibialis
anterior

Interpretasi

(+): dorsofleksi ibu


jari
disertai
pengembangan
jari-jari lainnya
1.
2.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

REFLEKS GORDON
Cara
Memencet/mencub
it otot betis

Interpretasi
(+): dorsofleksi ibu
jari
disertai
pengembangan
jari-jari lainnya
1.
2.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

REFLEKS SCHAEFER
Cara
Memencet/mencu
bit tendon achilles

Interpretasi
(+): dorsofleksi ibu
jari disertai
pengembangan
jari-jari lainnya
1.
2.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

REFLEKS CHADDOCK
Cara
Menggoreskan
bagian
lateral
maleolus (posterior
anterior)

Interpretasi

(+): dorsofleksi ibu


jari
disertai
pengembangan
jari-jari lainnya
1.
2.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

Cara

REFLEKS HOFFMANTROMMER

Pegang
pergelangan
tangan pasien & jarijarinya
di
fleksientengkan jepit jari
tengah
pasien
dg
telunjuk & jari tengah
pemeriksa gores
kuat (snap) ujung jari
Interpretasi
tengah
pasien
menggunakan ibu jari.
(+): fleksi jari telunjuk,
serta fleksi & adduksi
ibu jari.
Kadang juga disertai
fleksi jari lainnya.

KLONUS PERGELANGAN
KAKI
Cara
Tangan
pemeriksa
di
telapak kaki pasien
sementara
sendi
lutut
diluruskan dg tangan lain
pemeriksa yg diletakkan
pada fossa poplitea
dorsofleksi kaki dg cepat &
kuat terjadi dorsofleksi
sambil seterusnya diberi
tahanan
enteng

teregangnya otot betis


Interpretasi

1.
2.

(+): gerakan ritmik (bolakbalik)


plantar-fleksi
&
dorso-fleksi,
secara
bergantian
Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

KLONUS PATELLA
Cara
Tungkai
dalam
keadaan ekstensi &
lemas

patela
didorong dg cepat
ke
arah
distal
sambil
diberikan
Interpretasi
tahanan ringan

1.
2.

(+): kontraksi ritmik


otot kuadriseps
gerakan bolak-balik
dari patella.

Matondang Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai

TANDA RANGSANG
MENINGEAL

KAKU KUDUK (NUCHAL


RIGIDITY)
Cara

tangan pemeriksa ditempatkan dibawah


kepala pasien yg sedang berbaring kepala
di fleksikan dan usahakan dagu mencapai
dada

Interpreta
si

(+): terdapat tahanan & dagu tidak dapat


mencapai dada

Keadaan

Meningitis, tetanus, abses retrofaringeal,


abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan
timbal & artritis reumatoid

PERASAT BRUDZINSKI I
(BRUDZINSKIS NECK SIGN)

Cara

Pasien telentang letakkan satu tangan


pemeriksa di bawah kepala pasien fleksikan
kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai
dada

sebaiknya
tangan
satunya
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan.

Interpreta
si

(+): fleksi kedua tungkai bawah


pada sendi panggul dan sendi lutut

PERASAT BRUDZINSKI II (BRUDZINSKIS


CONTRALATERAL LEG SIGN)

Cara

pasien telentang, satu tungkai


difleksikan
pada
persendian
panggul, sedangkan satunya lagi
ekstensi (lurus).

Interpreta
si

(+): diikuti fleksi tungkai lainnya


pada sendi panggul & sendi lutut

PERASAT LASEGUE
Cara

Ekstensikan kedua tungkai pasien dalam


keadaan telentang satu tungkai
diangkat
lurus,
difleksikan
pada
persendian panggul. Tungkai satunya,
harus selalu ekstensi (lurus)

Interpreta
si

Normal: mencapai sudut 70


(+): tahanan & rasa sakit sebelum
mencapai sudut 70

PERASAT KERNIG
Cara

pasien telentang, pahanya difleksikan pada


persendian panggul sampai membuat sudut 90
tungkai bawah di ekstensikan pada sendi
lutut.

Interpreta
si

Normal: tungkai bawah dapat membentuk sudut


>135 terhadap tungkai atas
(+): hambatan & rasa sakit sebelum mencapai
sudut 135

NERVUS KRANIALIS

Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nervus Kranialis I (N. Olfaktorius)


Fungsi penciuman atau pembau

Test pemeriksaan, pasien


tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan teh
Bandingkan dengan hidung
bagian kiri dan kanan
Kelainan
Hiposmia penciuman berkurang
Anosmia hilang/tidak ada bau
Parosmia (tidak dapat mengenali
bau/salah-hidu
Kakosmia (persepsi bau busuk)
Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nervus Kranialis II (nervus optikus)


Uji ketajaman penglihatan
Dengan membandingkan ketajaman
pengelihatan pasien dengan
pemeriksa (pasien disuruh mengenali
benda yang letaknya jauh)
Atau dengan snellen chart

Uji perimetri : dilakukan oleh ahli mata


Pemeriksaan funduskopi :
memerlukan oftalmoskop
yang baik, ruang gelap
serta kesabaran
pemeriksaan
Uji persepsi
Uji lapang
warna : gambar
pandang
stilling isihara
Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nervus Kranialis III, IV, VI (Nn. Okulomotorius,


troklearis, dan Abdusens)

Uji gerakan kedua mata : dgn cara menggerakan mainan, baterai,


dll yg digoyang2kan kesamping, atas, bawah di garis tengah,
dan diagonal. Dilakukan pd msg2 mata dg menutup mata yg lain
Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC

Uji akomodasi : meminta pasien melihat benda


yg digerakkan mendekat dan menjauh.
Reflek pupil membesar/mengecil.
Uji diplopia : menanyakan kpd pasien apakah
melihat satu/dua mainan yg digerakkan keatas
kiri, atas kanan, bawah kiri, dan bawah kanan.

Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nervus Kranialis V (N. Trigeminus)


Sensori
k

Dengan cara menggusapkan


kapas, menggoreskan jarum,
atau benda2 hangat/dingin
didaerah wajah.
Uji refleks kornea dan rahang :
dg kain kasa/kapas yg bersih
disentuhkan pd kornea pasien
normal mata akan berkedip

Motorik
Pasien disuruh merapatkan
giginya sekuat mungkin
dan kemudian kita meraba
m. maseter dan m.
temporalis
Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nervus Kranialis VII (N. Fasialis)


Motorik
Menyuruh pasien tersenyum,
meringis, bersiul Paresis,
mulut mencong ke sisi sehat
Membuka dan menutup
mata Paresis, mata pada
sisi lesi tidak dapat menutup
rapat

Sensorik
Uji pengecapan
(meminta pasien
menyebut bahan uji
yang digunakkan
dengan mata tertutup)
Baehr M dan Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. Jakarta : EGC
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Lesi perifer
Kedipan mata sisi lumpuh lambat
(lagoftalmus), sudut mulut sisi lumpuh
letaknya
lebih
rendah,
lipatan
nasolabialis sisi lumpuh lebih datar,
tidak dapat mengerutkan dahi ke atas.
Bila tersenyum atau tertawa, sudut
mulut sehat yg terangkat.

Lesi sentral
Asimetri dapat dijumpai pada
bagian bawah wajah, yaitu sudut
mulut turun ke bawah dan lipatan
nasolabialis
mengurang
atau
menghilang,
fisura
palpebra
bertambah, sensori lidah di 2/3
terganggu.
Bila tertawa, asimetri tadi
tampak.

Nervus Kranialis VIII (N. Akustikus)


Uji ketajaman
pendengaran : dg menutup
satu telinga kemudian
mendengarkan suara detik
arloji/suara bisikan
dilakukan bergantian di
kedua telinga.
Tes Schwabach
membandingkan pendengaran
pemeriksa (dianggap normal)
dengan pendengaran pasien

Tes Rinne
membandingkan konduksi
tulang dan konduksi udara.
Normalnya konduksi udara
lebih baik
Tes Weber
membandingkan
hantaran tulang kanan
dan kiri. Normalnya
sama kanan dan kiri

pemeriksaan uji keseimbangan dg


meminta pasien berjalan lurus.

Nervus Kranialis IX (N. Glasofaringeus)


Px saraf untuk menilai kelainan yg timbul:
Hilangnya reflek muntah
Disfagia ringan
Hilangnya sensasi mengecap (1/3 belakang
lidah) uji pengecap
Hilangnya sensasi pd faring, tonsil, tenggorok
bgn atas dan lidah bagian belakang.
Hilangnya kontriksi dinding posterior faring
ketika mengeluarkan suara ah
Hipersalivasi.

Nervus Kranialis X (N. Vagus)


Gangguan motorik : afonia (suara
menghilang), disfonia (gang suara), disfagia,
spasme esofagus, dan paralisis palatum mole
(reflek muntah (-)).
Gangguan sensorik : nyeri dan parestesia pd
faring dan laring, batuk, dan sesak napas.
Gangguan vegetatif tdd bradikardia,
takikardia, dan dilatasi lambung.

Nervus Kranialis XI (N. Aksesorius)


Uji kemampuan utk mengangkat
bahu (m trapezius) dan memutar
kepala melawan tahanan ( m
sternokleidomastoides)

Nervus Kranialis XII (N. Hipoglosus)


Utk menilai kekuatan lidah dg menyuruh
pasien menyorongkan lidah ketepi pipi kanan
dan kiri melawan tahanan jari tgn pemeriksa.
Normal tidak ada deviasi
Patologis deviasi lidah ke sisi lesi, lidah
juga tampak atrofi disertai tremor

DAFTAR PUSTAKA
1. Matondang
Corry,
dkk.
2003.
Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2.
Jakarta: CV Sagung Seto.
2. Lumbantobing, S.M. 2005. Neurologi
Klinik,
Pemeriksaan
Fisik
dan
mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Baehr M dan Frotscher. 2010.
Diagnosis Topik Neurologis DUUS.
Jakarta : EGC

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai