Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua


monomer yang identik, berat molekul sekitar 90 kDa, dimana tiap monomer dihubungkan
oleh ikatan 2 sulfida pada Cys89 dan Cys98. Reseptor ini memiliki region sitoplasmik NH2terminal (residu 1-67), single transmembrant pass (residu 68-88) dan bagian ektraseluler
yang besar (ektodomain, residu 89-760).
Ektodomain larut dan mengandung satu site yang sensitif trypsin, dan mengandung
site untuk berikatan dengan transferin. sTfR disintesa di retikulum endoplasma.Domain
ekstraseluler memiliki tiga posisi N-linked glycosilation pada Asn251, Asn317 dan Asn727
dan posisi O-linked glycosilation pada Thr104. Posisi ini sangat penting untuk fungsi sTfR.
Ektodomain merupakan homodimer yang berbentuk seperti kupu-kupu. Tiap
monomer terdiri dari tiga domain globular yang berbeda, yaitu protease-like, apical dan
helical domain, membentuk cleft lateral sehingga dapat berikatan dengan molekul
transferin.Ektodomain dipisahkan dari membran oleh sebuah tangkai. Transferrin receptor
berikatan dengan dua molekul transferin dengan affinitas yang bervariasi. Protein dalam
bentuk diferik memiliki affinitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk monoferik dan
bentuk apo.
Transferin receptor diekspresikan pada semua sel yang berinti seperti sel erytroid,
hepatosit, sel intestinal, monosit (makrofag), otak , blood brain barrier, tetapi dalam jumlah
yang berbeda. Pada sel yang membelah dengan cepat dapat dijumpai 10.000 sampai 100.000
molekul per sel, sebaliknya ekspresi TfR pada sel yang tidak berproliferasi sagat rendah
bahkan sering tidak dapat dideteksi.
Jumlah TfR berbeda selama maturasi seri erytroid, mencapai puncaknya pada
normoblast polikromatofilik. Jumlah paling sedikit dijumpai pada burst-forming uniterythroid cells, dan sedikit meningkat pada colony- forming unit-erythroid cells. Pada setiap
sel normoblast basofilik dijumpai 300.000 reseptor dam meningkat mencapai 800.000 pada
tiap sel normoblast polikromatofilik. Tingkat uptake besi secara langsung berhubungan
dengan jumlah reseptor. Jumlah TfR berkurang pada retikulosit, dimana sel erythroid
melepaskan sisa TfR melalui eksosotosis dan proteolisis. Jumlah reseptor yang lepas dapat
dijumpai pada plasma dalam konsentrasi tertentu yang berhubungan dengan laju
erythropoesis. Peningkatan sTfR merupakan indikator yang sensitif untuk massa erytroid dan
defisiensi besi jaringan.
Kadar sTfR berubah selama ontogenesis, meningkat pada umur 20-42 minggu
kehidupan fetal. Pada saat lahir kadar sTfR dua kali lebih tinggi dari pada usia dewasa.

Anak
usia satu tahun memiliki nilai sTfR sedikit lebih tinggi dibandingkan usia dewasa.
Nilai sTfR tidak ada
korelasi dengan usia (19-79 tahun) dan tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan atau perempuan pre dan post menopause.Pada anemia
defisiensi besi nilai sTfR meningkat 3-5 kali lipat dibandingkan orang normal. Kandungan
besi tubuh pada orang yang dilakukan phlebotomy secara kuantitatif menjadi berkurangnya,
tetapi sTfR masih relatif stabil dalam batas normal sampai cadangan menjadi kosong. Pada
saat kompartemen besi semakin deplesi, nilai sTfR meningkat secara progresif berbanding

terbalik dengan tingkat defisit besi. Keadan ini mencerminkan peningkatan besar reseptor
yang diekspresikan tiap sel pada defisiensi besi.
Feritin serum mempunyai keterbatasan dalam menilai status besi pada anak-anak,
masa pertumbuhan, kehamilan dan atlet, karena cadangan besi biasanya berkurang pada masa
ini. Karena faktor-faktor lain yang mempengaruhi dapat terjadi peningkatan palsu kadar
feritin, sehingga konsentrasi sTfR merupakan penilaian yg baik. Kerusakan lever akut dan
inflamasi tidak mempunyai efek terhadap pengukuran kadar sTfR. Maka sTfR dapat
membedakan anemia karena penyakit kronis dan inflamasi. Sebelum pemeriksaan sTfR
dikembangkan hanya evaluasi sumsum tulang untuk pewarnaan besi merupakan pemeriksaan
yang reliabel untuk membedakannya ADB dan APK. Pada keadaan dijumpai kombinasi ADB
dan APK, dengan pemeriksaan sTfR diketahui defisit besi fungsional. Serum transferrin
receptor meningkat pada keadaan aktivitas erytripoesis sumsum tulang yang meningkat
meskipun tidak dijumpai deplesi besi fungsional yaitu anemia hemolitik atau inefektif
eritropoesis seperti pada anemia megaloblastik, myelodisplasia, dan talasemia mayor. Pada
keadaan yang disebut di atas nilai feritin serum normal atau meningkat. Pada anemia
hemolitik dijumpai retikulositosis dan nilai MCV normal atau meningkat. Anemia
megaloblastik dan myelodisplasia pada umumnya terjadi peningkatan MCV.
Konsentrasi sTfR tetap normal pada APK. Ratio sTfR terhadap feritin merupakan
perkiraan kuantitatif jumlah besi di tubuh, dan indeks sTfR-F secara langsung berbanding
dengan jumlah cadangan besi. Dengan menggunakan indeks sTfR-F, pemeriksaan pewarnaan
sumsum tulang dengan prussian blue besidapat berkurang pada pasien inflamasi kronik untuk
mengetahui apakah terdapat defisiensi.Dengan pemeriksaan feritin dan sTfR dapat dihasilkan
nilai indeks sTfR-F yaitu rasio sTfR/log feritin. Rasio ini sangat baik untuk mengestimasi
cadangan besi. Cut-off untuk indeks sTfRF adalah 1,5. Pada ADB indeks sTfRF lebih
besar dari 1,5, dan pada APK lebih kecil dari 1,5.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Metabolisme Besi


2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh
Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia.Kemampuan besi
untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil, yaitu Fe2+ dan Fe3+, dalam kondisi fisiologis
membuatnya ideal untuk reaksi katalisis biokimia dan sejumlah besar enzim tergantung pada
besi untuk fungsi biologis mereka.Dampak negatifnya adalah logam ini mampu mengkatalisis
reaksi yang mengarah ke produksi radikal bebas, terutama ketika berada dalam jumlah yang
berlebihan. Sangatlah penting untuk memasok zat besi yang cukup untuk memenuhi
persyaratan metabolisme sel, tetapi juga penting untuk mencegah kelebihan zat besi karena
hal ini dapat menempatkan sel di bawah tekanan stress oksidatif.18 Pada orang dewasa,
jumlah besi yang hilang dari tubuh relatif kecil. Laki-laki kehilangan kira-kira 0.6 mg/hari,
sedangkan pada perempuan kehilangannya lebih besar dengan rata-rata dua kali angka
tersebut karena penambahan kehilangan besi dalam darah selama mensturasi.19 Kadar besi
dalam tubuh seorang dewasa normal berkisar antara 35-45 mg/kgBB, dimana laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan.
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh, berupa senyawa besi fungsional,
yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh, besi cadangan, yaitu
senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang, besi transport, yaitu besi yang
berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu
kompartemen ke kompartemen lainnya. Besi terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non
heme. Sekitar 70% zat besi dalam tubuh ditemukan dalam bentuk heme, khususnya
hemoglobin dan mioglobin, walaupun dapat juga ditemukan pada enzim hidroperoksidase
dan sitokrom.Zat besi nonheme paling banyak disimpan sebagai feritin (sekitar 1 g pada pria
dewasa) atau hemosiderin dalam makrofag dan hepatosit.Hanya sebagian kecil (sekitar 0,1%)
berada transit dalam plasma, terikat dengan protein pembawanya transferin. Jumlah yang
sangat kecil terdapat dalam enzim peroksidase dan katalase.

Protein

Fungsi

Jumlah (mg)

Persentasi (%)

Hemoglobin
Mioglobin
Transferin
Feritin
Hemosiderin
Katalase,
peroksidase
Sitokrom
Duodenal
cytochrome b-like
protein
Lain-lain

Transport oksigen
Simpanan otot
Transport besi
Cadangan besi
Cadangan besi
Degradasi H2O2

2600
130
3
520
480
-

65.0
6.0
0.1
13.0
12.0
-

Transport elektron
Reduksi besi di
intestinal

Enzim oksidase
lainnya

140

3.6

Besi lebih mudah diserap dalam bentuk Ferro (Fe2+) tetapi kebanyakan besi yang
dimakan berada dalam bentuk Ferri (Fe3+). Hanya sedikit sekali besi yang diserap dalam
lambung, tetapi di dalam lambung besi dalam bentuk Ferri (Fe+3) akan diubah menjadi Ferro
(Fe+2) oleh ferric reductase dengan bantuan kofaktor duodenal cytochrom b-like (DCYTB).
Perubahan ini sangat penting, karena duedonal metal transporter 1 (DMT1)
memungkinkan hanya divalen logam (terutama besi, tetapi juga Cu, Pb, dan Mn) yang dapat
melalui membran apikal enterosit duedonal. Namun, DMT1 bukan molekul satu-satunya
yang memfasilitasi transportasi besi melalui membran enterosit.Heme carrier protein
merupakan molekul penting yang mengangkut besi heme dari permukaan apikal ke enterosit.
Besi heme akan terikat oleh reseptor heme di membranbrush border dan didalam sel akan
dilepaskan oleh heme oxygenase sebelum memasuki penampungan besi labil dan kemudian
akan mengikuti jalur yang sama dengan besi non-heme.
Di dalam enterosit sebagian besi disimpan sebagai feritin, dan sebagian lagi menuju
ke membrane basolateral ke sirkulasi melalui basolateral transporter dalam bentuk Fe2+
yang disebut ferroportin.
Ferroportin juga dapat ditemukan pada permukaan membran makrofag. Jika total
besi dalam tubuh tinggi, sintesis hati terhadap hepsidin akan meningkat. Pengikatan hepsidin
ke segmen eksterior ferroportinakan menyebabkan internalisasi, ubiquitinasi dan degradasi
dari ferroportin. Akibatnya, besi yang ditransfer ke sirkulasi akan menurun. Ferroportin,
seperti DMT1 bersifat permeabel hanya untuk besi dalam bentuk Ferro (Fe+2). Di sisi lain,
besi harus berada dalam bentuk Ferri (Fe+3) agar dapat terikat dengan transferin. Oleh karena
itu, oksidasi besi dari bentuk Ferro (Fe+2 ) menjadi Ferri (Fe+3 ) oleh ferrooxidase atau
hephaestin sangat diperlukan.
Seruloplasmin adalah homolog hephaestin menetap di membran makrofag dekat
dengan ferroportin, melakukan kerja yang sama denganhephaestin. Singkatnya, besi ferro
yang berasal dari enterosit dioksidasi oleh hephaestin, dan besi ferro yang berasal dari
makrofag akan dioksidasi oleh seruloplasmin dengan cara yang sama.

2.1.2. Mekanisme transport besi

Besi merupakan ion yang bermuatan dan tidak dapat berdifusi bebas melewati
membrane sel, sehingga dibutuhkan protein karier spesifik untuk transfer transmembran.
Secara umum ada dua jalan transport besi. Beberapa sel seperti sel epitel intestinal, hepatosit
dan makrofag dilengkapi keduanya yaitu mekanisme import besi ke dalam sel dan pelepasan
(eksport) besi dari luar sel. Sel-sel ini terlibat dalam penerimaan, penyimpanan dan
mobilisasi besi. Pada sel lain seperti prekursor eritroid hanya terjadi import besi tetapi tidak
melepaskannya kecuali sel tersebut hancur.
Sekitar 25 mg besi dibutuhkan setiap hari untuk mendukung produksi Hb pada
eritrosit yang matur. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan 1-2 mg besi yang masuk
ke dalam tubuh setiap hari. Besi untuk eritropoiesis diperoleh dari makrofag
retikuloendotelial yang menjalankan fungsi siklus besi dari eritrosit tua.
Besi diabsorbsi dalam lingkungan asam pada mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
3+
Makanan dalam bentuk non heme adalah bentuk ferri (Fe ) harus direduksi menjadi ferro
2+
(Fe ) oleh ferrireductase, yang diidentifikasi merupakan duodenal cytochrome b (DCYTB).
2+
Ion Fe
melalui divalent metal transporter 1 (DMT1, disebut juga Nramp 2) memasuki
sitoplasma. Besi yang masuk dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin,
sebagian diloloskan melalui basolateral transporter (ferroportin disebut juga IREG 1) ke
dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi perubahan dari feri menjadi fero oleh enzim
ferooksidase, antara lain hephaestin.
Di dalam plasma, besi berikatan dengan transferin. Transferin mempunyai tiga fungsi
penting. Pertama, menjaga besi dalam bentuk terlarut. Kedua transferin membuat besi tidak
reaktif sehingga menjadi tidak toksik dalam sirkulasi. Ketiga, transferin memfasilitasi
29
pengiriman besi menuju sel yang memiliki transferin reseptor di permukaannya.
Transferin mengirim besi ke normoblast dan sel-sel lain melalui ikatan dengan transferin
reseptor. Setelah interaksi reseptor dengan ligan, transferin yang mengandung besi
mengalami endositosis yang diawali dengan invaginasi clathrin-coated pits, membentuk
endosom. Endosom mengalami asidifikasi (pH 5-6) melalui influks proton sehingga
memudahkan pelepasan besi dari transferin dan memperkuat interaksi apotransferin-reseptor.
Besi dirubah dari bentuk ferro menjadi ferri dan keluar dari endosome melalui divalent metal
ion transporter 1 (DMT1) menuju tempat penyimpanan (feritin) dan digunakan dalam sel
(mitokondria). Kompleks transferin-TfR kemudian mengalami eksternalisasi kembali ke
permukaan sel dan apotransferin dilepaskan kembali.

Gambar 2.2. Siklus transferin


2.1.3. Besi di dalam Sel Eritroid
2.1.3.1. Pengambilan Besi oleh Sel Eritroid
Nasib besi yang terikat dengan plasma transferin telah dipelajari dengan
menyuntikkan sejumlah radioaktif Fe yang diikat dengan transferin. Sekitar 85% dari Fe
memasuki sel prekursor eritroid untuk digunakan dalam pembentukan hemoglobin.
Dua sampai tiga juta sel darah merah diproduksi setiap detik dan memerlukan 30-40
mg besi untuk membuat 30 pg hemoglobin per sel. Jumlah zat besi yang dikirim ke masingmasing precursor eritroid tergantung pada jumlah monoferric dan diferric transferrin yang
ditemukan dalam sirkulasi serta kepadatan TfR1 pada permukaan sel. Biasanya, setiap
prekursor eritroid memiliki lebih dari satu juta TfR1 pada membran karena kebutuhan yang
tinggi untuk sintesis hemoglobin. Bentuk terlarut dari reseptor ini dapat terdeteksi dalam
serum. Konsentrasi sTfR1 pada serum biasanya ditemukan sebanding dengan jumlah yang
ditemukan pada permukaan sel. Pada anemia defisiensi besi, kepadatan TfR1 pada
permukaan sel meningkat sehingga meningkatkan konsentrasi soluble TfR1 (sTfR1).
Dalam keadaan normal, afinitas TfR1 dengan diferric transferrin lebih besar
daripada monoferric transferrin. Namun, afinitas ini akan berkurang apabila pasokan zat besi
berkurang. Monoferric transferrin adalah bentuk dominan transferin yang beredar saat
saturasi transferin menurun.Molekul monoferric transferrin menghantarkan zat besi yang
lebih sedikit ke prekursor eritroid dibandingkan diferric transferrin.Hal ini memungkinkan
sejumlah besar prekursor eritroid untuk menerima sebagian kecil dari besi. Penemuan ini
konsisten dengan fakta bahwa MCV akan menurun sebelum hemoglobin menurun dalam
tahapan defisiensi besi. Transfer besi langsung dari makrofag ke eritroblas (rhopheocytosis)
kini dianggap tidak begitu signifikan.

Pada keadaan normal, sekitar 80 sampai 90% dari besi yang masuk ke prekursor
eritroid akan diambil oleh mitokondria dan dimasukkan ke dalam heme, sisanya akan
disimpan dalam bentuk feritin.
Granul feritin dalam eritrosit dapat kadang-kadang dapat dideteksi dengan cara
reaksi Prusisian blue. Semua sel darah merah yang imatur sampai retikulosit memiliki
kemampuan untuk mengambil besi, sedangkan eritrosit matur tidak. Pronormoblast dan
basofilik normoblast memiliki kapasitas terbesar untuk menyerap zat besi. Secara in vitro,
transfer besi dari transferin ke eritrosit imatur akan menurun apabila saturasi transferin
menurun sampai di bawah 30%.
2.1.3.2. Penggunaan Besi dalam Pembentukan Heme
Hampir 80-90% besi yang dibawa ke eritroblast akan dikonversi menjadi heme
dalam waktu 1 jam. Setiap besi yang melebihi kebutuhan untuk sintesis heme akan disimpan
dalam bentuk feritin. Oleh karena itu feritin akan meningkat ketika sintesis hemoglobin
terganggu, seperti dalam thalassemia atau anemia sideroblastik.
Heme terdiri dari sebuah cincin protoporfirin dengan atom besi di pusatnya. Heme
disintesis dari prekursor suksinil CoA dan glisin yang berkondensasi membentuk asam aminolevulinic (ALA). Enzim yang mengkatalisis reaksi ini, ALA-synthase (ALAS)
tampaknya merupakan enzim penentu kecepatan jalur metabolic ini.Piridoksal fosfat (vitamin
B6) adalah koenzim untuk reaksi ini.Reaksi ini dirangsang oleh adanya hormon eritropoetin
dan dihambat oleh pembentukan heme.Jalur ini dimulai di mitokondria. Dua molekul ALA
menyatu untuk membentuk porphobilinogen.
Empat molekul porphobilinogen akan terkondensasi di bawah pengaruh deaminase
porphobilinogen (PBGD) danuroporphyrinogen cosynthase untuk membentuk cincin
tetrapyrroleyang disebut uroporphyrinogen III.Senyawa ini akan diubah
menjadicoproporphyrinogen dan akan diubah menjadi protoporphyrin IX. Akhirnya zat besi
dalam bentuk ferro dengan bantuan enzim ferrochelatase akan berikatan dengan
protoporphyrin IX membentuk heme. Mitokondria memegang peranan utama dalam sintesis
heme karena mengandung enzim synthase, coproporphyrinogenoksidase dan ferrochelatase.
Urutan-urutan enzim dari ALA menjadi coproporphyrinogen terletak di sitoplasma. Sel darah
merah yang matang tidak memiliki mitokondria, oleh karena itu tidak dapat mensintesis
heme.
2.2. Pemeriksaan Status Besi
2.2.1. Retikulosit Hemoglobin (RET-HE)
Penilaian besi yang terkait eritropoiesis dapat dilakukan dengan penilaian pada sumsum tulang tetapi tindakan ini terlalu invasif . Sel-sel darah merah yang secara aktif
menggunakan besi untuk sintesa hemoglobin berada di dalam sumsum tulang, tidak di dalam
sirkulasi perifer. Retikulosit adalah sel-sel darah merah yang belum matang tetapi yang paling
dekat yang dapat dengan mudah dinilai dan diidentifikasi di darah perifer.
Ketika produksi sel darah merah dalam keadaan normal, retikulosit akan berada
dalam sirkulasi hanya 1 sampai 2 hari tapi mencerminkan status besi yang ada 3 sampai 4
hari sebelum penggabungan besi ke hemoglobin berada pada saat maksimum.

Dengan demikian, ketersediaan besi fungsional untuk dimasukkan ke dalam sel darah
merah pada sumsum tulang selama proses pembentukan sel darah merah beberapa hari
sebelumnya tercermin dari jumlah hemoglobin dalam retikulosit.30,31 Hal ini lebih berguna
daripada pewarnaan besi yang merupakan perkiraan deposit di sistem retikuloendotelial.
Dengan demikian, jumlah hemoglobin dalam retikulosit adalah refleksi yang cukup
baik dari seberapa banyak zat besi yang tersedia. Daripada memeriksa kadar hemoglobin di
keseluruhan eritrosit yang mungkin berada di mana saja antara 1 sampai 120 hari,
hemoglobin retikulosit akan memberikan gambaran berapa banyak besi tersedia untuk
produksi sel darah merah dalam jangka waktu yang relevan secara klinis. Oleh karena itu,
secara teoritis retikulosit hemoglobin merupakan penanda yang cukup baik.31 Karena ukuran
rata-rata sel digunakan untuk perhitungan retikulosit hemoglobin maka pengukuran ini
memiliki keterbatasan diagnostik.Retikulosit hemoglobin sering rendah pada pasien
thalasemia yang sedang diberi terapi besi dan hemoglobinopati yang dapat menyebabkan
anemia mikrositer.
Retikulosit hemoglobin dapat pula meningkat pada pasien defisiensi besi yang
bersamaan dengan anemia megalobastik karena MCV tinggi yang terkait dengan
megaloblastik.
2.2.2. Feritin
Besi seluler yang tidak langsung digunakan akan disimpan dalam bentuk feritin.
Feritin adalah protein yang memiliki berat 480 kDa yang terdiri dari 24 monomer
apoferitin.Feritin dapat mengikat hingga 4500 atom besi yang tersimpan dalam bentuk Fe3+.
Feritin ditemukan hampir di seluruh sel walaupun umumnya akan ditemukan di dalam sel
hepatosit hati, makrofag pada sum-sum tulang dan limfa yang berfungsi untuk menyediakan
besi untuk sintesa hemoglobin..32,33
Feritin dalam jumlah kecil juga akan terdapat di dalam darah. Pada orang sehat dan
penderita defisiensi besi tahap awal, konsentrasi feritin di dalam serum akan seimbang
dengan yang tersimpan. Pada orang dewasa
2.2.3. Serum Iron
Serum iron adalah banyaknya besi yang diangkut oleh apotransferin. Secara
fisiologis, konsentrasi besi serum memiliki irama diurnal, dimana besi serum akan berkurang
di sore dan malam hari, mencapai titik nadir dekat pukul 9 malam dan meningkat menjadi
maksimum antara pukul 7 dan 10 pagi. Meskipun berbagai penelitian menunjukkan bahwa
variasi diurnal terjadi, sangat diragukan apakah hal ini cukup penting secara klinis untuk
mewajibkan semua nilai besi serum diambil pada pagi hari. Konsentrasi besi serum
berkurang dengan adanya proses inflamasi baik akut maupun kronis, infeksi, dan keganasan.
2.2.4. Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Besi akan ditransportasikan di dalam plasma dan cairan ekstraseluler oleh transferin.
Metaloprotein ini memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap besi. Hampir seluruh besi
dalam plasma akan diikat oleh transferin. Oleh karena itu, sangat tepat untuk mengukur
konsentrasi plasma transferin secara indirek dengan mengukur jumlah total iron binding
capacity (TIBC) yang merupakan jumlah total ikatan besi dengan tranferin.24 Hanya
sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia

cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan
besi.20TIBC akan meningkat apabila terjadi pengurangan simpanan besi. TIBC akan
berkurang apabila terjadi infeksi, inflamasi ataupun keganasan.
2.2.5. Saturasi Transferin (TfSat)
Konsentrasi besi dalam serum dan saturasi transferin akan turun seiring dengan
pasokan besi yang menurun. Level saturasi dibawah 16% mengindikasikan ketidakcukupan
besi untuk mempertahankan sintesa hemoglobin dalam kadar yang normal. 29 Persen saturasi
transferin dengan besi ditentukan dengan membagi serum besi dengan TIBC dikali 100.
% Saturasi ( Tf Sat )

BAB III
KESIMPULAN
Transferin
Transferin adalah protein (beta globulin) yang terdapat di dalam plasma yang
berfungsi sebagai transport besi jaringan dan darah ke sumsum tulang, yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobulin.
Transferin merupakan protein dengn berat molekul 80-90 kDa dan terdiri dari 2 highaffinity Fe(III) binding sites yang mampu mengikat besi secara kuat, tapi bersifat reversible.
Besi diserap dari makanan dan diangkut seluruh tubuh oleh transferin, yang diproduksi oleh
hati.
Struktur
Pada manusia, transferin terdiri dari rantai polipeptida yang mengandung 679 asam amino,
ini adalah kompleks terdiri dari heliks alfa dan beta sheet untuk membentuk dua domain
protein (yang pertama terletak di ujung N-dan yang kedua di terminal C-) N-danC- terminal
urutan yang diwakili oleh lobus bundar dan antara dua lobus adalah pengikat ion besi untuk
transferin yang identik untuk kedua lobus, dua tyrosines, satu histidin dan satu asam aspartat.
Mekanisme transport
Transferin yang jenuh dengan zat besi melekat pada dinding retikulosit. Setelah transferin
melekat pada membrane retikulosit tersebut, zat besi akan fitinggalkan pada permukaan,
sedangkan transferin akan bebas kembali. Peoses pelepasan Fe ini berlangsung dengan
bantuan ATP dan asam askorbik sebagai katalisator. Selanjutnya zat besi yang ada pada
membrane tersebut akan menuju mitrokondria dan seterusnya bereaksi dengan protoforfirin
untuk membentuk heme.
Bila kejenuhan besi dalan transferin kuarang dari 20% maka Fe akan sukar dilepaskan.
Fisiologis kejenuhan Fe antara 30-35%. Bilamana kejenuhan besi melebihi dari 35% maka Fe
akan dilepaskan dalam tempat-tempat penyimpanan besi (hati,limpa, dan sum-sum tulang)
seta dijaringan-jaringan tubuh lainnya.
Distribusi
Hepar merupakan sumber utama produksi transferin yang paling utama, sumber lain
dari produksi trasferin adalah otak. Peran utama dari transferin adalah mengagkut besi dari
pusat absorbs besi yaitu di duodenum dan makrofag ke seluruh jaringan. Sekitar 70% dari
besi diangkut ke sumsum tulang dan dimasukan ke dalam hemoglobin, jumlah transferin
dalam darah tergantung pada fungsi hati dan status gizi seseorang. Dalam kondisi normal
situs meningkat biasanya sekitar 1/3 dari kapasitas disimpan sebagai cadangan.
Saturasi transferin
Saturasi transferin tidak diukur secara langsung, tetapi diperoleh sebagai suatu rasio

DAFTAR PUSTAKA

Jayaraness S and Sthaneshwar P. Serum soluble transferrin receptor in


hypochromic microcytic anaemia. Singapore Med J, 2006;49(2):38-42.
Worwood M, Hoffbrand A.V. Iron metabolisme, Iron deficiency and disorders of
haem synthesis in Postgraduate haematology. 5 th ed. Blackell Publishing, 2005:
26-43.
Brugnara C. Iron Deficiency and Erythropoiesis: New diagnostic approaches. Clin
Chem, 2003;49(10):1573-78.
Provan D. Iron deficiency anemia in ABC of Clinical haematology. 2 nd ed, BMJ
Books, 2003:1-4.
Beutler E. Disorders of Iron metabolisme in Williams Hematology, 7 th ed,
McGraw-Hill, 2006:511-53.
Andrew NC. Iron deficiency and related disorder in Wintrobe Clinical Hematology,
11th ed, Lippincott Williams & Wilkins, 2004:979-1009.
Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron deficiency. Pediatric in
review 2002;23:171-78.
Hilman RS, Ault KA, Rinder HM: Iron Deficiency Anemia in Hematology in Clinical
Practice, 4th edition, McGraw-Hill, 2005:1-20
Elecsys 2010 users manual-sandwhich principle electrochemiluminescence
immunoassay. Roche diagnostics gmbH, D-68298 mannheim.

Anda mungkin juga menyukai