Anda di halaman 1dari 10

7 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1.

Serum Transferrin receptor (sTfR) Transferrin


receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua monomer
yang identik, berat molekul sekitar 90 kDa, dimana tiap monomer dihubungkan oleh
ikatan 2 sulfida pada Cys89 dan Cys98. Reseptor ini memiliki region sitoplasmik
NH2-terminal (residu 1- 67), single transmembrant pass (residu 68-88) dan bagian
ektraseluler yang besar (ektodomain, residu 89-760).19,20,21 Ektodomain larut dan
mengandung satu site yang sensitif trypsin, dan mengandung site untuk berikatan
dengan transferin. sTfR disintesa di retikulum endoplasma.19 Domain ekstraseluler
memiliki tiga posisi N-linked glycosilation pada Asn251, Asn317 dan Asn727 dan
posisi O-linked glycosilation pada Thr104. Posisi ini sangat penting untuk fungsi
sTfR.19 Ektodomain merupakan homodimer yang berbentuk seperti kupukupu. Tiap
monomer terdiri dari tiga domain globular yang berbeda, yaitu protease-like, apical
dan helical domain, membentuk cleft lateral sehingga dapat berikatan dengan
molekul transferin.19,20,22 Ektodomain dipisahkan dari membran oleh sebuah
tangkai. Transferrin receptor berikatan dengan dua molekul transferin dengan
affinitas yang bervariasi. Protein dalam bentuk diferik memiliki affinitas yang lebih
tinggi dibandingkan bentuk monoferik dan bentuk apo.19 Universitas Sumatera
Utara 8 Transferin receptor diekspresikan pada semua sel yang berinti seperti sel
erytroid, hepatosit, sel intestinal, monosit (makrofag), otak , blood brain barrier,
tetapi dalam jumlah yang berbeda. Pada sel yang membelah dengan cepat dapat
dijumpai 10.000 sampai 100.000 molekul per sel, sebaliknya ekspresi TfR pada sel
yang tidak berproliferasi sagat rendah bahkan sering tidak dapat dideteksi.19
Jumlah TfR berbeda selama maturasi seri erytroid, mencapai puncaknya pada
normoblast polikromatofilik. Jumlah paling sedikit dijumpai pada burst-forming uniterythroid cells, dan sedikit meningkat pada colony- forming unit-erythroid cells.
Pada setiap sel normoblast basofilik dijumpai 300.000 reseptor dam meningkat
mencapai 800.000 pada tiap sel normoblast polikromatofilik. Tingkat uptake besi
secara langsung berhubungan dengan jumlah reseptor. Jumlah TfR berkurang pada
retikulosit, dimana sel erythroid melepaskan sisa TfR melalui eksosotosis dan
proteolisis. Jumlah reseptor yang lepas dapat dijumpai pada plasma dalam
konsentrasi tertentu yang berhubungan dengan laju erythropoesis. Peningkatan
sTfR merupakan indikator yang sensitif untuk massa erytroid dan defisiensi besi
jaringan.6 Kadar sTfR berubah selama ontogenesis, meningkat pada umur 20-42
minggu kehidupan fetal. Pada saat lahir kadar sTfR dua kali lebih tinggi dari pada
usia dewasa.23 Anak usia satu tahun memiliki nilai sTfR sedikit lebih tinggi
dibandingkan usia dewasa.23,24 Nilai sTfR tidak ada Universitas Sumatera Utara 9
korelasi dengan usia (19-79 tahun) dan tidak ada perbedaan antara lakilaki dan
perempuan atau perempuan pre dan post menopause.23,24 Pada anemia defisiensi
besi nilai sTfR meningkat 3-5 kali lipat dibandingkan orang normal. Kandungan besi
tubuh pada orang yang dilakukan phlebotomy secara kuantitatif menjadi
berkurangnya, tetapi sTfR masih relatif stabil dalam batas normal sampai cadangan
menjadi kosong. Pada saat kompartemen besi semakin deplesi, nilai sTfR meningkat
secara progresif berbanding terbalik dengan tingkat defisit besi. Keadan ini
mencerminkan peningkatan besar reseptor yang diekspresikan tiap sel pada

defisiensi besi.25 Feritin serum mempunyai keterbatasan dalam menilai status besi
pada anak-anak, masa pertumbuhan, kehamilan dan atlet, karena cadangan besi
biasanya berkurang pada masa ini. Karena faktor-faktor lain yang mempengaruhi
dapat terjadi peningkatan palsu kadar feritin, sehingga konsentrasi sTfR merupakan
penilaian yg baik. Kerusakan lever akut dan inflamasi tidak mempunyai efek
terhadap pengukuran kadar sTfR. Maka sTfR dapat membedakan anemia karena
penyakit kronis dan inflamasi. Sebelum pemeriksaan sTfR dikembangkan hanya
evaluasi sumsum tulang untuk pewarnaan besi merupakan pemeriksaan yang
reliabel untuk membedakannya ADB dan APK. Pada keadaan dijumpai kombinasi
ADB dan APK, dengan pemeriksaan sTfR diketahui defisit besi fungsional.19
Universitas Sumatera Utara 10 Serum transferrin receptor meningkat pada keadaan
aktivitas erytripoesis sumsum tulang yang meningkat meskipun tidak dijumpai
deplesi besi fungsional yaitu anemia hemolitik atau inefektif eritropoesis seperti
pada anemia megaloblastik, myelodisplasia, dan talasemia mayor. Pada keadaan
yang disebut di atas nilai feritin serum normal atau meningkat. Pada anemia
hemolitik dijumpai retikulositosis dan nilai MCV normal atau meningkat. Anemia
megaloblastik dan myelodisplasia pada umumnya terjadi peningkatan MCV.19
Konsentrasi sTfR tetap normal pada APK. Ratio sTfR terhadap feritin merupakan
perkiraan kuantitatif jumlah besi di tubuh, dan indeks sTfR-F secara langsung
berbanding dengan jumlah cadangan besi. Dengan menggunakan indeks sTfR-F,
pemeriksaan pewarnaan sumsum tulang dengan prussian blue besidapat berkurang
pada pasien inflamasi kronik untuk mengetahui apakah terdapat defisiensi.20
Dengan pemeriksaan feritin dan sTfR dapat dihasilkan nilai indeks sTfR-F yaitu rasio
sTfR/log feritin. Rasio ini sangat baik untuk mengestimasi cadangan besi. Cut-off
untuk indeks sTfRF adalah 1,5. Pada ADB indeks sTfRF lebih besar dari 1,5, dan
pada APK lebih kecil dari 1,5.6 2.2. Anemia defisiensi besi Anemia adalah keadaan
dimana massa eritrosit dan/atau massa Hb yang beredar di sirkulasi tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.26
Universitas Sumatera Utara 11 Menurut WHO, dikatakan anemia bila:27 Laki-laki
dewasa Hb < 13 g/dl Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 g/dl Perempuan hamil
Hb < 11 g/dl Anak umur 6-12 tahun Hb < 12 g/dl Anak umur 6 bulan-6 tahun Hb <
11 g/dl Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong yang akhirnya
mengakibatkan pembentukan Hb berkurang.13 Penilaian status besi merupakan
tambahan pemeriksaan Hb dan hematokrit (Ht), dan dapat dinilai dengan beberapa
test yang telah ditetapkan. Hanya saja tidak ada pemeriksaan tunggal yang
standart untuk menilai defisiensi besi tanpa anemia. Penggunaan test yang
beragam hanya sebagian mengatasi keterbatasan test tunggal dan tidak menjadi
pilihan pada keadaan sumber daya yang terbatas. Indikator yang terbaik untuk
deteksi defisiensi besi adalah feritin serum pada saat tidak dijumpai infeksi.27,28
Feritin serum merupakan indikator yang terbaik untuk menilai interfensi besi dan
deplesi besi. WHO merekomendasikan konsentrasi konsentrasi feritin < 12 ug/l
mengindikasikan deplesi cadangan besi pada anak-anak < 5 tahun, dan nilai < 15
ug/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada umur > 5 tahun. Tetapi feritin

merupakan protein fase akut sehingga nilainya meningkat pada keadaan


inflamasi.10,11 Universitas Sumatera Utara 12 Pengukuran protein fase akut yang
berbeda dapat membantu menginterpretasi nilai serum feritin, jika konsentrasi
protein fase akut ini meningkat menandakan dijumpai inflamasi. Pemeriksaan
protein fase akut yang sering digunakan adalah CRP, karena meningkat dengan
cepat terhadap inflamasi dan juga turun dengan cepat. 28 2.3. Mekanisme transport
besi Besi merupakan ion yang bermuatan dan tidak dapat berdifusi bebas melewati
membrane sel, sehingga dibutuhkan protein karier spesifik untuk transfer
transmembran. Secara umum ada dua jalan transport besi. Beberapa sel seperti sel
epitel intestinal, hepatosit dan makrofag dilengkapi keduanya yaitu mekanisme
import besi ke dalam sel dan pelepasan (eksport) besi dari luar sel. Sel-sel ini
terlibat dalam penerimaan, penyimpanan dan mobilisasi besi. Pada sel lain seperti
prekursor eritroid hanya terjadi import besi tetapi tidak melepaskannya kecuali sel
tersebut hancur. 29 Sekitar 25 mg besi dibutuhkan setiap hari untuk mendukung
produksi Hb pada eritrosit yang matur. Jumlah ini sangat besar dibandingkan
dengan 1-2 mg besi yang masuk ke dalam tubuh setiap hari. Besi untuk
eritropoiesis diperoleh dari makrofag retikuloendotelial yang menjalankan fungsi
siklus besi dari eritrosit tua. 29 Besi diabsorbsi dalam lingkungan asam pada
mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Makanan dalam bentuk non heme
adalah bentuk Universitas Sumatera Utara 13 ferri (Fe3+) harus direduksi menjadi
ferro (Fe2+) oleh ferrireductase, yang diidentifikasi merupakan duodenal
cytochrome b (DCYTB). Ion Fe 2+ melalui divalent metal transporter 1 (DMT1,
disebut juga Nramp 2) memasuki sitoplasma. Besi yang masuk dalam sitoplasma
sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral
transporter (ferroportin disebut juga IREG 1) ke dalam kapiler usus. Pada proses ini
terjadi perubahan dari feri menjadi fero oleh enzim ferooksidase, antara lain
hephaestin. 29,30.31 Di dalam plasma, besi berikatan dengan transferin. Transferin
mempunyai tiga fungsi penting. Pertama, menjaga besi dalam bentuk terlarut.
Kedua transferin membuat besi tidak reaktif sehingga menjadi tidak toksik dalam
sirkulasi. Ketiga, transferin memfasilitasi pengiriman besi menuju sel yang memiliki
transferin reseptor di permukaannya.29 Transferin mengirim besi ke normoblast dan
sel-sel lain melalui ikatan dengan transferin reseptor. Setelah interaksi reseptor
dengan ligan, transferin yang mengandung besi mengalami endositosis yang
diawali dengan invaginasi clathrin-coated pits, membentuk endosom. Endosom
mengalami asidifikasi (pH 5-6) melalui influks proton sehingga memudahkan
pelepasan besi dari transferin dan memperkuat interaksi apotransferin-reseptor.
Besi dirubah dari bentuk ferro menjadi ferri dan keluar dari endosome melalui
divalent metal ion transporter 1 (DMT1) menuju tempat penyimpanan (feritin) dan
digunakan dalam sel (mitokondria). Kompleks transferin-TfR kemudian mengalami
Universitas Sumatera Utara 14 eksternalisasi kembali ke permukaan sel dan
apotransferin dilepaskan kembali. 6,31 2.4. Stadium klinis defisiensi besi dan
diagnosis laboratorium. Karakteristik penting dari defisiensi besi adalah pelepasan
besi dari makrofag dan cadangan hepatosit bersama-sama dengan masukan dari
makanan tidak mencukupi kebutuhan besi untuk eritropoiesis. Pada fase awal yang

disebut juga defisiensi besi laten, semua cadangan besi akan dimobilisasi. Pada
keadaan ini semua parameter laboratorium masih dalam batas normal, meskipun
konsentrasi feritin dan cadangan besi di sumsum tulang (feritin dan hemosiderin)
berkurang secara bertahap.16 Reseptor transferin masih stabil.32 Fase kedua yang
disebut eritropoesis defisiensi besi, cadangan besi kosong sehingga jumlah besi
tidak cukup untuk produksi Hb dan protein lain yang mengandung besi. Konsentrasi
Hb masih normal, tetapi feritin serum menurun, SI rendah, transferin serum tinggi
(akibatnya saturasi transferin berkurang) dan terjadi peningkatan sTfR di
plasma.16,32 Pada fase ketiga yaitu anemia defisiensi besi, kadar Hb sudah
berkurang. Pada keadaan kronik, dengan berkurangnya Hb lebih lanjut, MCV dan
MCH dapat menjadi rendah, bersamaan dengan munculnya eritroblast patologis
pada sumsum tulang dan morfologi eritrosit yang patologis pada darah tepi.16
Penurunan feritin lebih berat dan peningkatan sTfR jauh lebih tinggi.32 Universitas
Sumatera Utara 15 Petunjuk pertama pada defisiensi besi adalah anemia, akan
tetapi penilaian Hb dan Ht memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang rendah dan
dibutuhkan pemeriksaan laboratorium tambahan. Selain gambaran laboratorium
untuk erytropoesis defisiensi besi, pemeriksaan lain seperti saturasi transferin,
mean corpuscular hemoglobin consentration (MCHC), erythrocyte zinc
protoporphyrin, konsentrasi hemoglobin eritrosit dan retikulosit dapat meningkatkan
diagnosa. Akan tetapi perubahan dari parameter ini pada defisiensi besi tidak dapat
dibedakan dari APK. Hal ini karena inflamasi menyebabkan peningkatan hepcidin
sehingga menghalangi pelepasan besi dari enterosit dan sistem retikuloendotelial
dan menghasilkan defisiensi besi eritropoeisis.16 Saturasi transferin memiliki
kelebihan yaitu biaya yang murah dan banyak tersedia, tetapi mengalami variasi
diurnal dan dipengaruhi beberapa kelainan klinis. Pemeriksaan darah tepi dapat
dipercaya bila diperiksa yang berpengalaman. MCV merupakan indikator yang
dapat dipercaya, tetapi parameter ini berubah tergantung onset defisiensi
eritropoeisis. Persentase eritrosit yang hipokrom dapat diukur dengan hematology
analyzer tertentu , tetapi merupakan indikator yang lambat untuk mendeteksi
eritropoeisis defisensi besi.16 Pendekatan diagnostik yang optimal untuk ADB
dengan menilai serum feritin dan sTfR. Pemeriksaan feritin serum tersedia luas dan
telah dibakukan dengan baik dan merupakan indeks status besi yang lebih
dipercaya. Nilai feritin yang rendah merupakan diagnosa untuk ADB. Universitas
Sumatera Utara 16 WHO merekomendasikan konsentrasi feritin < 12 ug/l
mengindikasikan deplesi cadangan besi pada anak-anak < 5 tahun, dan nilai < 15
ug/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada umur > 5 tahun.10,11 Penelitian
Pasricha dkk mendapatkan dengan pemakaian cut-off feritin < 30% memberikan
sensitivitas 72% dan spesifisitas 52%.12 Penelitian di Bali dengan memakai feritin
serum < 12 ug/l dan 20 ug/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masingmasing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. 13 Penelitian Mast AE dkk mendapatkan
sensitivitas 25% dan spesivisitas 98% dengan memakai feritin < 12 ug/l. Akan
tetapi dengan memakai feritin < 30 ug/l diperoleh sensitivitas 92% dan spesifisitas
98%.14 Tetapi feritin merupakan protein fase akut dan pada keadaan inflamasi akut
atau kronis feritin meningkat tidak tergantung pada status besi. Perbedaan antara

APK dan ADB sangat sulit karena konsentrasi feritin serum yang meningkat tidak
mengeksklusi ADB yang bersamaan dengan inflamasi. Sebaiknya pada negara
berkembang dengan frekwensi infeksi yang tinggi dilakukan pemeriksaan marker
inflamasi seperti CRP.16 Dalam waktu relatif singkat (6-8) jam setelah terjadi reaksi
radang akut / kerusakan jaringan, sintesa dan sekresi CRP meningkat dengan tajam,
dan hanya dalam waktu 24-48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan
menurun dengan tajam bila proses radan / kerusakan jaringan Universitas Sumatera
Utara 17 telah mereda. Dalam waktu sekitar 24-48 jam telah dicapai nilai
normalnya kembali.33 2.5. Perubahan metabolisme besi pada anemia penyakit
kronis Anemia penyakit kronis didefinisikan sebagai anemia yang terjadi pada
infeksi kronis, inflamasi atau neoplasma dan bukan oleh karena adanya tumor pada
sumsum tulang, perdarahan atau hemolisis, yang ditandai dengan hypoferemia dan
dijumpai cadangan besi.34 Disregulasi besi pada APK terjadi karena peningkatan
hepcidin sebagai respon terhadap sitokin yang meningkat karena inflamasi dan dan
TNF- yangjuga karena efek langsung sitokin seperti IFN - merangsang makrofag
untuk mengakusisi besi melalui DMT1 dan menginhibisi feroportin 1 untuk
melepaskan besi. Kedua mekanisme ini menyebabkan sekuestrasi besi dalam
fagosit mononuklear, sehingga ketersediaan besi untuk eritropoesis
berkurang.34,35 Gambaran ini tampak melalui parameter hematologi yaitu, SI
berkurang, saturasi transferin berkurang < 16 %, dan nilai feritin serum normal
hingga meningkat. Pengukuran nilai sTfR dan indeks sTfR-F dapat membedakan
ADB dengan APK.16 2.6. Metode pemeriksaan sTfR Metode yang umum dipakai
untuk mengukur sTfR adalah enzyme linked immunosorbent assay ( ELISA) dan
immunoturbidimetry.36 Universitas Sumatera Utara 18 1. Prinsip ELISA berdasarkan
microplate sandwich enzyme immunoassay menggunakan dua antibodi monoklonal
spesifik untuk sTfR. sTfR sebagai antigen berikatan dengan antibodi monoklonal
yang berada pada microplate. Setelah dicuci kemudian ditambahkan antibodi
monoklonal berkonjugasi dengan enzyme, sehingga terjadi kompleks antibodi-sTfRantibodi. Jumlah kompleks ini sebanding dengan konsentrasi sTfR pada sampel. 37
Pemeriksaan dengan metode ELISA dilakukan secara manual, sehingga cukup
merepotkan , memerlukan banyak waktu dan memerlukan peralatan khusus. Selain
itu belum ada kalibrator yang sama untuk penetapan nilai sTfR.38 2. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode particle enhanced immunoturbidimetric
assay. sTfR dalam serum sebagai antigen berikatan dengan antibodi soluble
transferrin receptor yang dilapisi dengan partikel lateks. Komplek antigen antibodi
yang terjadi diukur secara fotometer pada panjang gelombang 583 nm.39 Jumlah
analit berbanding terbalik dengan jumlah sinar yang diteruskan40. Partikel lateks
berguna untuk memperbesar kompleks imun sehingga terjadi amplifikasi reaksi dan
sensitivitas reaksi meningkat secara bermakna.41 Pemeriksaan dengan metode
immunoturbidimetry dilakukan secara automatis dan memerlukan waktu yang lebih
singkat dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan metode ELISA. Koefisien
variasi intra dan interassay dua sampai tiga kali lebih rendah dibandingkan dengan
metode ELISA. Akan tetapi metode ini memerlukan analyzer yang tidak dijumpai

pada semua laboratorium klinik. 38 Gambar 2.1. Skema reaksi imunoturbidimetri


(dikutip dari kepustakaan 42) 19 Universitas Sumatera Utara

Transferin
Transferin adalah protein (beta globulin) yang terdapat di dalam plasma yang
berfungsi sebagai transpor besi dari jaringan dan darah ke sumsum tulang, yang
diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Transferin merupakan protein dengan berat molekul 80 90 kDa dan terdiri dari
2 high-affinity Fe(III) binding sites yang mampu mengikat besi secara kuat, tapi bersifat
revesible. Besi diserap dari makanan dan diangkut seluruh tubuh olehtransferin, yang
diproduksi oleh hati.
Struktur
.
Pada manusia, transferin terdiri dari rantai polipeptida yang mengandung 679 asam
amino. Ini adalah kompleks terdiri dari heliks alfa dan dan beta sheet untuk membentuk
dua domain protein (Yang pertama terletak di ujung N-dan yang kedua di terminal C-).
N-dan C-terminal urutan yang diwakili oleh lobus bundar dan antara dua lobus
adalah pengikat ion besi untuk transferin yang identik untuk kedua lobus, dua tyrosines,
satu histidin dan satu asam aspartat.

Mekanisma transport
Transferin yang jenuh dengan zat besi melekat pada dinding retikulosit. Setelah
transferin melekat pada membrran retikulosit tersebut, zat besi akan ditinggalkan pada
permukaan, sedangkan transferin akan bebas kembali. Proses pelepasan Fe iini
berlangsung dengan bantuan ATP dan asam askorbik sebagai katalisator. Selanjutnya
zat besi yang ada pada membran tersebut akan menuju ke mitrokondria dan seterusnya
bereaksi dgn protoforfirin untuk membentuk heme.

Bila kejenuhan besi dalam transferin kurang dari 20% maka Fe akan sukar
dilepaskan. Fisiologis kejenuhan Fe antara 30-35%. Bilamana kejenuhn zat besi
melebihi dari 35% maka Fe akan dilepaskan dalam tempat-tempat penyimpanan besi
(hati, limpa, dan sumsum tulang) serta dijaringan-jaringan tubuh lainnya
Distribusi
Hepar merupakan sumber utama produksi transferin yang paling utama, sumber
lain dari produksi transferin adalah otak. Peran utama dari transferin adalah
mengangkut besi dari pusat absorbsi besi yaitu di duodenum dan makrofag ke seluruh
jaringan. Sekitar 70% dari besi diangkut ke sumsum tulang dandimasukkan ke
dalam hemoglobin dalam
sel darah
merah. Sisanya disimpan
dalam jaringan
sebagai ferritin atau hemosiderin. Jumlah transferin dalam darahtergantung pada fungsi
hati dan status gizi seseorang. Dalam kondisi normal, situsmengikat biasanya sekitar 1 /
3 jenuh dengan besi. Ini berarti bahwa sekitar 2 / 3 dari kapasitas disimpan
sebagai cadangan.

Saturasi transferin.
Saturasi transferin tidak diukur sacara langsung, tetapi diperoleh sebagai suatu rasio:
Persentase saturasi = Besi serum x 100
TIBC
Saturasi transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuanmengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Pada
simpanan besi dan metabolism protein yang normal, transferin biasanya mengalami
saturasi 30 %. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosi. Persentase saturasi
rendah ditemukan pada defesiensi besi dan penyakit kronis, dan tinggi pada hemolisis
intravaskuler dan hemokromatosis.
Jenuh transferin umunya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator
status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.
Kapasitas Mengikat Besi Total (Total Iron Binding Capacity)
Kapasitas transferin serum mengikat besi diukur dengan uji ini. Uji ini dilakukan dengan
cara yang sama seperti pemeriksaan besi serum, kecuali bahwa ditambahkan
kelebihan besi ke dalam sampel untuk menjenuhkan semua tempat pengikatan
transferin, dan besi yang tidak terikat disingkirkan sebelum pemeriksaan. Dengan
demikian kemampuan total transferin mengikat besi dinilai dengan mengukur besi total
yang terikat. Pemeriksaan ini tidak mengukur kadar transferin (protein) serum seacar
langsung, tetapi mengukur jumlah Fe yang terikat ke protein ini. Rentang normal untuk
TIBC pada orang dewasa adalah 240 sampai 360 g/dL, dan cenderung menurun
seiring dengan usia sampai sekitar 250 g/dL. Kapasitas mengikat besi total meningkat

pada defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin normal atau rendah pada penyakit
kronis dan malnutrisi.
Penyebab

Besi

TIBC

Defisiensi Besi
Hemokromatosi
s
Penyakit Kronik

Rendah
Tinggi

Tinggi
Rendah

Meningkat

Anemia
Hemolitik
Anemia
Sideroblastik
Iron Poisoning

Menigkat

Rendah/Norma
l
Normal/Renda
h
Normal/rendah

Normal/meningka
t
Meningkat

Normal

%Saturas
i
Transferin
Rendah
Meningka
t
Rendah
Meningka
t
Meningka
t
Meningka
t

Ferritin

Rendah
Meningkat
Normal/Meningka
t
Meningkat
Meningkat
Normal

Serum Ferritin
Serum Feritin adalah suatu parameter yang terpecaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi,yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin
menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya
kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsirran yang benar dari
serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk
usia dan jenis kelamin, konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita
dari pria, yang menunjukkan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin
pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai
usia 65 tahun, pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai
meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun.
Reseptor serum Transferin
Reseptor serum transferin adalah pengukuran status besi terbaru untuk
mendeteksi kekurangan besi pada tingkat seluler. Reseptor transferin ditemukan pada
membran-mebran sel memungkinkan transferin yang terikat besi untuk memasuki
sel. Apabila suplai besi tidak memadai maka terjadi up-regulasi reseptor transferin
untuk menjamin sel dapat bersaing lebih efektif demi zat besi. Jumlah reseptor pada
membran sel sebanding dengan reseptor yang ditemukan pada plasma. Peningkatan
reseptor serum terjadi pada penderita kekurangan besi eritropoisis ataupun kekurangan
besi anemia. Reseptor transferin dapat diukur dengan memakai tehnik Elisa
monoclonal sensitif. Nilai normal adalah 3-9mg/l. Pria dan wanita sehat rata-rata

5,6mg/l dan kekurangan besi adalah 18mg/l. Serum reseptor transferin memberikan
suatu penguukuran yang lebih stabil daripada jenuh transferin\, dimana pada awalnya
dipengaruhi oleh perkembangan kekurangan besi fungsional dari indek hematologis
tradisional seperti eritrosit protophopirin ataupun MCV. Perbedaan dengan serum
feritin, reseptor transferin tetap saja normal pada penderita peradangan akut, kronis
dan penyakit kronis. Reseptor transferin karena merupakan indikator yang lebih baik
terhadap status besi daripada serum feritin, eritrioprotophorpirin ataupun volume sel
merah rata-rata.
Soluble transferin reseptor (sTIR)
sTfR adalah reseptor transferin terlarut yang ditemukan disirkulasi dan juga
merupakan marker untuk defisiensi besi. sTfR merupakan indikator yang baik untuk
mendetektesi Fe dengan inflamasi. Perubahan ferritin lebih bervariasi akibat pengaruh
inflamasi dan bukti menunjukkan reseptor transferin berbeda pada keadaan defisiensi
besi dibandingkan dengan defiensi besi pada penyakit kronis, pada penyakit kronis,
reseptor transferin meningkat tetapi tidak setinggi yang terdapat pada anemia defisiensi
besi murni. Bila kedua nilai ini digabungkan menjadi sebuah rasio diatur secara timbal
balik akan didapatkan nilai indeks sTfR (reseptor transferin/log ferritin). Nilai rujukan
yang digunakan untuk indeks sTfR-F adalah 0,5-1,2 untuuk laki-laki dan 0,5-1,8 untuk
perempuan.
Variabel

Anemia of
Choronic disease

Iron-deficiency
Anaemia

Both condition**

Iron
Transferrin
Transferrin saturation
Ferritin
Soluble transferrin
Receptor
Ratio
of
soluble
transferrin receptor to
log ferritin
cylokines

Reduced
Reduced to Normal
Reduced
Normal to increased
Normal

Reduced
Increased
Reduced
Reduced
Increased

Reduced
Reduced
Reduced
Reduced to normal
Normal to increased

Low (<1)

High (>2)

High (.>2)

Increased

Normal

Increased

DAFTAR PUSTAKA 1. Jayaraness S and Sthaneshwar P. Serum soluble transferrin


receptor in hypochromic microcytic anaemia. Singapore Med J, 2006;49(2):38-42. 2.
Worwood M, Hoffbrand A.V. Iron metabolisme, Iron deficiency and disorders of haem
synthesis in Postgraduate haematology. 5th ed. Blackell Publishing, 2005: 26-43. 3.
Brugnara C. Iron Deficiency and Erythropoiesis: New diagnostic approaches. Clin
Chem, 2003;49(10):1573-78. 4. Provan D. Iron deficiency anemia in ABC of Clinical
haematology. 2nd ed, BMJ Books, 2003:1-4. 5. Beutler E. Disorders of Iron
metabolisme in Williams Hematology, 7th ed, McGraw-Hill, 2006:511-53. 6. Andrew

NC. Iron deficiency and related disorder in Wintrobe Clinical Hematology, 11th ed,
Lippincott Williams & Wilkins, 2004:979-1009. 7. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H.
Screening for iron deficiency. Pediatric in review 2002;23:171-78. 8. Hilman RS, Ault
KA, Rinder HM: Iron Deficiency Anemia in Hematology in Clinical Practice, 4th
edition, McGraw-Hill, 2005:1-20 Universitas Sumatera Utara 46 9. Killip S, Bennett
JM and Chambers MD. Iron deficiency anemia. AAFP, 2007;75(5):671-8. 10. Word
health organization. Worldwide prevalence of anemia 1993- 2005 in WHO Global
Database on Anemia, World Health Organization, 2008. 11. World Health
Organization. Methode of assessing iron status in iron deficiency anemia
assessment, prevention and control a guide for programme managers, WHO,
2001,33-43. 12. Pasricha SR, Casey GJ, Phuc TQ et all. Baseline iron indices as
predictor of hemoglobin improvement in anemic Vietnamese womwn receiving
weekly iron-folic acid supplementation and deworming. Am.J. Trop. Med. Hyg,
81(6),2009,1114-9. 13. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi
dalam buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FK-UI. Jakarta, 2006:634-40.

Anda mungkin juga menyukai