NRP
: G24120055
Tema
Pembahasan
Kondisi suatu daerah terhadap pertumbuhan penduduk dapat
diklasifikasikan kepada daerah rural dan urban. Daerah rural atau daerah bukan
perkotaan biasanya memiliki kepadatan penduduk yang rendah. Daerah ini masih
banyak terdapat kawasan hijau dengan perubahan tata guna lahan yang minim
serta penggunaan air tanah yang relatif rendah. Sehingga masih didominasi lahan
perkebunan dan hutan. Sedangkan daerah urban memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi dengan tingkat pembangunan yang terus berkembang sehingga
memicu peningkatan penggunaan air tanah yang dianggap memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan air sungai yang sudah banyak terkontaminasi polutan
(Putranto dan Kusuma 2009). Penyalahgunaan air tanah di daerah urban akan
memberikan dampak seperti penurunan muka air tanah, intrusi air asin yang
terjadi di daerah pesisir dan lain-lain. Dampak lain yang ditimbulkan oleh faktor
antropologi adalah penurunan kualitas air serta pendangkalan sungai karena
sedimentasi dan erosi, peningkatan debit dan puncak limpasan sehingga
meningkatkan peluang banjir.
Peningkatan wilayah urban di daerah resapan air dapat mengurangi jumlah
air yang dapat diserap tanah dan langsung menjadi limpasan sehingga
meningkatkan total debit dan mempersingkat peak discharge aliran yang dapat
menimbulkan bencana hidrologi. Seperti di DAS Kapuas Hulu berdasarkan hasil
survei Pengetahuan Ekologi Pembuat Kebijakan dan Pengetahuan Ekologi Lokal
terdapat beberapa isu hidrologi yang disebabkan adanya pengurangan areal
tutupan hutan di daerah sempadan sungai sehingga menyebabkan penurunan
tinggi muka air selama musim kemarau karena ketidakmampuan tanah
menyimpan cadangan air serta penurunan kualitas air seperti kekeruhan dan
pencemaran (Lusiana B, dkk. 2008). Sehingga untuk meningkatkan ketersediaan
air serta mencegah penurunan kualitas air akibat erosi, keberadaan pohon di
sepanjang tebing sungai perlu ditingkatkan. Menurut Hairiah, et al. (2006) perlu
adanya kombinasi pohon yang memiliki akar yang dalam untuk mencengkram dan
akar dangkal untuk mengikat dalam menjaga stabilitas tebing sungai.
Upaya dalam mempertahankan sumberdaya air, perlu dilakukan secara
berkelanjutan oleh berbagai pihak terkait. Pembangunan berkelanjutan dalam
mempertahankan sumberdaya air perlu mempertimbangkan siklus alami di alam
seperti air, energi dan nutrien untuk saling terintegrasi membentuk suatu sistem di
ekosistem sehingga mampu meningkatkan restorasi lingkungan untuk mengurangi
laju degradasi ekosistem. Peningkatan bukti degradasi ekosistem seiring
perkembangan teknologi, memacu dikembangkannya ilmu lingkungan terintegrasi
dalam menjaga harmonisasi sumberdaya air dan potensi ekosistem dengan
kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan Zalewski (2011) tindakan yang sudah dilakukan oleh
beberapa negara dalam menjaga harmonisasi potensi ekosistem dengan kebutuhan
masyarakat diantaranya dilakukan pembentukan zona penyangga untuk mengatasi
eutrofikasi akibat aliran fosfat dari sungai Pilica ke reservoir Sulejowski Polandia.
Hal tersebut mampu memacu pemulihan diri sungai serta meningkatkan kualitas
air. Selain itu masyarakat banyak memanfaatkan polutan yang sudah menjadi
biomassa untuk digunakan sebagai bioenergi.
Contoh lain dilakukan dalam pengelolaan debit banjir di perkotaan.
Konsepnya dengan mengkombinasikan proses-proses alam yang terjadi di sungai
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya. Setelah dilakukan
purifikasi air debit banjir dan ditampung dalam area rekreasi, peningkatan jumlah
air di perkotaan akan meningkatkan evapotranspirasi tanaman, memperbaiki iklim
mikro dan mengurangi polusi udara. Selain itu dapat mengisi kembali air tanah
dan mengurangi jumlah air yang harus diolah dalam sistem biofiltrasi air debit
banjir (Storm Water Biofiltration System).
Pendekatan sistem ekohidrologi dan bioteknologi dapat mengubah
permasalahan dalam lingkungan menjadi kesempatan dalam pembangunan. Di
Ethiopia, air danau tidak dapat digunakan karena adanya wabah penyakit. Selain
itu terjadi pendangkalan karena sedimentasi dan terdapat dioksin serta terjadi
eutrofikasi dengan marak alga toksik dengan intensitas rendah. Sehingga untuk
menanggulangi hal tersebut dibangun bendungan kecil di daratan bekas
sedimentasi sekaligus mencegah masuknya dioksin yang terikat pada senyawa
organik ke danau. Lahan basah di bawah bendungan ditanami rumput vetiver
untuk bahan atap dan produk kerajinan tangan. Eutrofikasi yang ditimbulkan oleh
nutrien dari lahan pertanian dapat dihindari dengan membuat kanal pembatas serta
pengolahan kotoran sapi sebagai pupuk untuk lahan pertanian.
Kesimpulan
Ekohidrologi menyelaraskan hidrologi dengan potensi ekologi dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam mempertahankan sumberdaya air
di ekosistem. Faktor yang paling berpengaruh dalam ketersediaan air adalah faktor
antropologi dengan jumlah manusia yang semakin meningkat. Upaya yang
dilakukan dengan berpegang kepada konsep ekohidrologi, dapat memberikan
keuntungan lain bagi, perekonomian, ekosistem maupun kesejahteraan
masyarakat.
Daftar Pustaka
Hairiah K, Widianto, Suprayogo D, et al. 2006. Root effects on slope stability in
Sumberjaya, Lampung (Indonesia). Paper presented in International
Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosystems in
Mountanious Regions Chiang Mai, 7-9 March 2006.
Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA dan Noordwijk M. 2008.
Kajian Kondisi Hidrologis DAS Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. Working Paper No. 60. Bogor, Indonesia. World
Agroforesty Centre. 68 p.
Putranto TT, Kusuma KI. 2009. Permasalahan air tanah pada daerah urban.
Teknik. 30(1): 48-57.
Zalewski M. 2011. Ekohidrologi- Regulasi air dan ekosistem yang saling
mempengaruhi untuk harmonisasi potensi ekosistem dan kebutuhan