Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT:Koja
Nama

: Marintan Butar Butar

Nim

:11.2014. 260

Tanda Tangan:

Dr Pembimbing : dr.Lies Luthariana Sp. PD

..................................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 23 tahun
Status Perkawinan :Belum Menikah
Pekerjaan : ---Alamat :Jl. Sunter jaya I No. 15 RT/RW 01/02

Jenis Kelamin : laki-laki


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Tanggal masuk : 30 November 2015

14350 Tanjung Priok, Jakarta Utara


ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis

Tanggal : 01 Desember 2015

Jam : 10.00 WIB

Keluhan utama :
Sesak sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
1 tahun SMRS, Os mengeluh bengkak pada kedua tungkai dan juga pada wajah. Bengkak
sudah terjadi 3 hari sebelum os masuk Puskemas. Selain itu, Os juga merasa sesak. Sesak yang
dirasakan oleh OS terus menerus dalam seharian dan biasa terjadi ketika Os melakukan kegiatan
yang berat. Sesak akan berkurang Jika Os beristirahat. BAK dalam volume yang normal namun
terlihat sedikit berbusa dan memerah. Setelah di periksa Lab Akhirnya, Os dirujuk ke IGD koja
dan langsung disarankan untuk HD namun keluarga pasien menolak.

11 bulan SMRS, Os juga merasa mual dan muntah. Muntah berisi setiap, makanan yang
masuk sehingga membuat os jadi tidak mau makan. mual dan muntah disertai dengan nyeri
seluruh perut dan kram pada seluruh kaki dan membuat Os susah untuk berjalan. Os juga
mengeluh masih adanya bengkak yang minimal di tangan dan kaki serta wajahnya . BAB lancar
dengan konsistensi padat dan tidak terdapat perubahan warna feces, namun BAK berwarna
coklat keruh dengan volume yang sedikit kurang lebih setengah gelas aqua dalam sehari.
Beberapa jam sebelum masuk IGD, Ibu pasien mengatakan bahwa OS mengalami kejang
sebanyak 5x, diantara periode kejang, Os masih sadar namun pada kejang terakhir Os langsung
tidak sadarkan diri. Riwayat Demam (-), trauma kepala (-), mual(-), muntah (-). Os langsung
dilarikan ke IGD dan dianjurkan untuk HD dan akhirnya keluarga pasien langsung
menyetujuinya. Dari kejadian ini, sampai saat ini pasien rutin melakukan HD 2x dalam
seminggu.
6 bulan SMRS, Os mengaku mual dan muntah sehingga merasa seluruh badannya lemas.
Os juga mengaku bahwa os merasa sesak namun sesak ini tidak bisa diatasi sehingga Os dibawa
ke IGD RS Koja. Sesak ini dirasakan terutama jika Os sedang melakukan kegiatan yang berat
dan berkurang jika Os beristirahat. Os juga mengaku bahwa merasa bahwa penglihatannya
semakin tidak jelas dan buram. Hal ini sudah terjadi 3 hari SMRS. meskipun Os sudah rutin
menjalani HD, namun keluhan seperti kejang, mual, muntah dan sesak masih sering diarasakan
oleh OS.
3 bulan SMRS, os kembali di bawa ke IGD koja dengan keluhan kejang. Meskipun sudah
di HD, pasien masih sering mengalami kejang. Kejang terjadi sebanyak 3 kali , os sadar di antara
periode kejang dan berakhir dengan penurunan kesadaran. Pada saat itu, pasien merasa lemas
dan tidak ada nafsu makan karena setiap makanan akan dimuntahkannya kembali.
Sehari SMRS, os mengaku batuk dan sesak. Sesak semakin memberat dan tidak
tertangani. Sesak ketika melakukan hal-hal yang berat. Sesak disertai dengan mual dan muntah
sehingga Os jadi tidak nafsu makan. sesak tidak berkurang jika OS istirahat sehingga membuat
OS dilarikan ke IGD RS Koja. Riwayat alergi obat disangkal, riwayat minum alkohol dan
merokok juga disangkal.

Penyakit Dahulu
(+) Cacar

(-) Malaria

(-) Batu ginjal/Sal.kemih


2

(-) Cacar Air

(-) Disentri

(-) Burut (Hemia)

(-) Difteri

(-) Hepatitis

(-) Penyakit prostate

(-) Batuk Rejan

(-) Tifus Abdominalis(-) Wasir

(+) Campak

(-) Skirofula

(-) Diabetes

(+) Influenza

(-) Sifilis

(-) Alergi

(-) Tonsilitis

(-) Gonore

(-) Tumor

(-) Khorea

(+) Hipertensi

(-) Penyakit Pembuluh

(-) Demam Rematik Akut

(-) Ulkus Ventrikuli

(-) Pendarahan Otak

(-) Pneumonia

(-) Ulkus Duodeni

(-) Gastritis

(-) Psikosis

(-) Rhematoid Arthritis

Lain-lain :

(-) Operasi
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Hubungan

Umur
(Tahun)

Kakek (ayah)
Nenek (ayah)
Kakek (ibu)
Nenek (ibu)
Ayah
Ibu

60
56

Keadaan

Jenis Kelamin

Kesehatan

Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan

Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat

Penyebab Meninggal
Diabetes
-

Adakah Kerabat yang Menderita ?


Penyakit

Ya

Tidak

Hubungan

Alergi

Asma

Tuberkulosis

Artritis

Rematisme

Hipertensi

Jantung

Ginjal

Lambung

Nenek

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
3

(-) Bisul

(-) Rambut

(-) Keringat Malam

(-) Kuku

(-) Kuning/Ikterus

(-) Sianosis

(-) Lain-lain

Kepala
(-) Trauma

(+) Sakit Kepala

(-) Sinkop

(-) Nyeri pada Sinus

(-) Nyeri

(-) Radang

(-) Sekret

(+) Gangguan Penglihatan

(-) Kuning/Ikterus

(-) Ketajaman Penglihatan menurun

Mata
(-) Berkunang-kunang

Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret

(-) Gangguan Pendengaran

(-) Tinitus

(-) Kehilangan Pendengaran

Hidung
(-) Trauma

(-) Gejala Penyumbatan

(-) Nyeri

(-) Gangguan Penciuman

(-) Sekret

(-) Pilek

(-) Epistaksis

Mulut
(+) Bibir kering

(-) Lidah kotor

(-) Gusi berdarah

(-) Gangguan pengecapan

(-) Selaput

(-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan

(-) Perubahan Suara

(-) Nyeri Leher

(-) Benjolan

Leher
Dada ( Jantung / Paru paru )
(-) Nyeri dada

(+) Sesak Napas

(-) Berdebar-debar

(-) Batuk Darah

(-) Ortopnoe

(+) Batuk

Abdomen ( Lambung Usus )


(-) Rasa Kembung

(-) Wasir

(-) Perut Membesar

(+) Mual

(-) Mencret

(+) Muntah

(-) Tinja Darah

(-) Muntah Darah

(-) Tinja Berwarna Dempul


4

(-) Sukar Menelan

(-) Tinja Berwarna Ter

(+) Nyeri Perut

(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria

(-) Kencing Nanah

(-) Stranguria

(-) Kolik

(-) Poliuria

(+) Oliguria

(-) Polakisuria

(-) Anuria

(+) Hematuria

(-) Retensi Urin

(-) Kencing Batu

(-) Kencing Menetes

(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit Prostat


Saraf dan Otot
(-) Anestesi

(-) Sukar Mengingat

(-) Parestesi

(-) Ataksia

(+) Otot Lemah

(-) Hipo / Hiper-esthesi

(+) Kejang

(+) Pingsan

(-) Afasia

(-) Kedutan (tick)

(-) Amnesia

(-) Pusing (Vertigo)


(-) Gangguan bicara (Disartri)

Ekstremitas
(+) Bengkak

(-) Deformitas

(-) Nyeri sendi

(-) Sianosis

Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg)

: 50 kg

Berat tertinggi kapan (kg)

: 57 kg

Berat badan sekarang

: 49 kg
RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (-) Di rumah (+) Rumah Bersalin (-) RS Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter

(+) Bidan

(-) Dukun

(-) lain lain

Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG

(+) Campak (+) DPT


5

(+) Polio

(+) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari: 3x sehari

Jumlah / kali : 2 porsi kecil

Variasi / hari: Nasi, sayur, tahu, tempe

Nafsu makan : menurun

Pendidikan
(-) SD

(-) SLTP

(+) SLTA

(-) Sekolah Kejuruan

(-) Akademi

(-) Universitas

(-) Kursus

(-) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan

:-

Pekerjaan

:-

Keluarga

:-

Lain-lain

:-

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan

: 163 cm

Berat Badan

: 49 kg

IMT

: 18,8 kg/m2 (normal)

Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan Darah

: 170/90mmHg

Suhu

: 36,3C

Nadi

: 93 x/menit

Pernafasaan

: 24x/menit

Keadaan gizi

: baik

Sianosis

: tidak ada

Edema umum

: extremitas +/+ (minimal)

Habitus

: piknikus

Cara berjalan

: normal

Mobilitas ( aktif / pasif )

: pasif

Umur menurut taksiran pemeriksa

: sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku

: wajar

Alam Perasaan

: biasa

Proses Pikir

: wajar
6

Kulit
Warna

: sawo matang

Effloresensi

: tidak ada

Jaringan Parut

: tidak ada

Pigmentasi

: tidak ada

Pertumbuhan rambut : rata, hitam beruban

Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran

Suhu Raba

: sama dengan pemeriksa

Lembab/Kering : kering

Keringat

: umum (+)

Turgor

Ikterus

: tidak ada

Lapisan Lemak

: merata

: baik

Edema

:+

Lain-lain

: adanya benjolan benjolan pada lengan atas bekas cimino

Kelenjar Getah Bening


Submandibula

: tidak teraba membesar

Leher : tidak teraba membesar

Supraklavikula

: tidak teraba membesar

Ketiak : tidak teraba membesar

Lipat paha

: tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah

: tampak lemah

Simetri muka

: simetris

Rambut

: hitam , tidak rapuh, distribusi merata

Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi


Mata
Exophthalamus

: tidak ada

Enopthalamus

: tidak ada

Kelopak

: oedem (-)

Lensa

: jernih

Konjungtiva

: anemis (+)

Visus

: normal

Sklera

: ikterik (-)

Gerakan Mata

: aktif

Lapangan penglihatan

: normal

Tekanan bola mata

: normal

Nistagmus

: tidak ada

Telinga
Tuli

: tidak ada

Selaput pendengaran : utuh, intak

Lubang

: lapang

Penyumbatan
7

: tidak ada

Serumen

: tidak ada

Cairan

: tidak ada

Pendarahan

: tidak ada

Mulut
Bibir

: kering, tampak pucat

Tonsil

: T1 T1 tenang

Langit-langit

: tidak ada kelainan

Bau pernapasan : tidak ada

Trismus

: tidak ada

Lidah

Faring

: tidak hiperemis

Selaput lendir : tidak ada bercak putih

Gigi geligi

:, karies dentis (+)

: normal

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5-2cmH2O

Kelenjar Tiroid

: tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe

: tidak teraba membesar

Dada
Bentuk

: simetris, sela iga normal

Pembuluh darah : kolateral (-), spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Paru Paru
Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada benjolan

Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada benjolan

Fremitus taktil simetris

Fremitus taktil simetris

Nyeri tekan (-)


Tidak ada benjolan

Nyeri tekan (-)


Tidak ada benjolan

Fremitus taktil simetris

Fremitus taktil simetris

Kiri
Kanan
Auskultasi Kiri

Nyeri tekan (-)


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Suara vesikuler

Nyeri tekan (-)


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Suara vesikuler

Kanan

Wheezing (-) Rhonki (+)


Suara vesikuler

Wheezing (-) Rhonki (-)


Suara vesikuler

Wheezing (-) Rhonki (+)

Wheezing (-) Rhonki (-)

Inspeksi
Palpasi

Kiri
Kanan
Kiri

Kanan

Perkusi

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis terlihat di ICS V, garis midklavikula kiri

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V, garis midklavikula kiri


8

Perkusi

: Batas atas

: ICS II linea parasternal kiri

Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan


Batas kiri : ICS V 1 cm lateral linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ1-BJ2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis

: Teraba pulsasi

Arteri Karotis

: Teraba pulsasi

Arteri Brakhialis

: Teraba pulsasi

Arteri Radialis

: Teraba pulsasi

Arteri Femoralis

: Teraba pulsasi

Arteri Poplitea

: Teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior

: Teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis

: Teraba pulsasi

Perut
Inspeksi

: datar , pembuluh darah (-), caput medusa (-), spider nevi (-), dilatasi vena (-)

Palpasi

: Dinding perut: tidak ada rigit, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), defans
muskular (-) , massa (-)

Perkusi

Hati

: tidak teraba

Limpa

: tidak teraba

Ginjal

: ballotemen (-), bimanual (-)

Lain-lain

: tidak ada

: timpani, nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi : BU(+) 12x/menit


Refleks dinding perut : baik
Colok Dubur (atas indikasi)
Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi
Anggota Gerak
Lengan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

Normotonus

Normotonus

Massa

Eutrofi

Eutrofi

Sendi

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

+4

+4

Lain-lain

ptekie (-), oedem (-)

ptekie (-), oedem (-)

Kanan

Kiri

Tungkai dan Kaki


Luka

tidak ada

tidak ada

Varises

tidak ada

tidak ada

Otot (tonus)

normotonus

normotonus

Massa

eutrofi

eutrofi

Sendi

normal

normal

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

+4

+4

Oedem

ada

ada

Lain-lain

tidak ada

tidak ada

Reflex
Kanan
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif

Refleks Tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis

Kiri
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 04 April 2014, pukul 10:45 di IGD

Darah rutin:
Hb

: 6,6 g/dL

12.5-16.0

Leukosit

: 11,8 /L

4.000-10.500

Ht

: 21

37.0-47.0

Trombosit

: 279.000/L

163.000-337.000

Eritrosit

: 2,26

4,6 6,2

LED

: 75

<10

Diff Count
-

Eosinofil
Basofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

:0
:0
:0
: 7.3
: 16
: 11

MCHC

: 32-37 %

MCV

: 95 %

MCH

: 31 %

1-4 %
0-1%
2-6 %
35-70 %
20-40 %
2-10 %

Ureum

: 270 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 15,2 mg/dL

0.51-0.95

Glukosa sewaktu

: 99 mg/dL

Urine protein

:+3

Laboratorium 05 Mei 2014, pukul 10:45 di IGD

Darah rutin:
Hb

: 6,9 g/dL

12.5-16.0

Leukosit

: 11,5 /L

4.000-10.500

Ht

: 19

37.0-47.0

Trombosit

: 201.000/L

163.000-337.000

Na

: 142 mEq/L

135-147

: 3,53 mEq/L

3.5-5.0

Cl

: 104 mEq/L

96-108

Ureum

: 321 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 21,9 mg/dL

0.51-0.95

Laboratorium 27 Januari 2015, pukul 12:45 di IGD

Darah rutin:
Hb

: 9,5 g/dL

12.5-16.0

Leukosit

: 27,59 /L

4.000-10.500

Ht

: 28,0 %

37.0-47.0

Trombosit

: 187.000/L

163.000-337.000

Elektrolit:
Na

: 140 mEq/L

135-147

: 3,68 mEq/L

3.5-5.0

Cl

: 102 mEq/L

96-108

Ureum

: 67,0 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 9,28 mg/dL

0.51-0.95

Glukosa sewaktu

: 80 mg/dL

Analisa Gas Darah


pH
pCO2
pO2
HCO3
Base Excess

:
:
:
:
:

7,490
23,7 mmHg
94,8 mmHg
18,2mEq/L
-5,3 mmol/L

(7,350 7,450)
(32,0 45,0)
(95,0 100,0)
(21,0 28,8)
(-2,5 - +2,5)

Laboratorium 01 desember 2015, pukul 12:45 di IGD

Darah rutin:
Hb

: 8,0 g/dL

12.5-16.0

Leukosit

: 15,04 /L

4.000-10.500

Ht

: 23,5 %

37.0-47.0

Trombosit

: 169.000/L

163.000-337.000

Elektrolit:
Na

: 140 mEq/L

135-147

: 3,35 mEq/L

3.5-5.0

Cl

: 101 mEq/L

96-108

Ureum

: 85 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 11,43 mg/dL

0.51-0.95

Glukosa sewaktu

: 80 mg/dL
Neonatus 1 hari

: 40-60

Neonatus >1 hari

: 50-80

Anak-anak

: 60-100

Dewasa
70-99

: bukan Diabetes Melitus

100-199

: belum pasti Diabetes Melitus

>=200

: Diabetes Melitus

Laboratorium 03 Desember 2015, pukul 07:18

Albumin

: 3,96 g/dl

3,50-5,20

Laboratorium 04 Desember 2015, pukul 07:18

Darah rutin:
Hb

: 10,4 g/dL

12.5-16.0

Leukosit

: 8,42 /L

4.000-10.500

Ht

: 31,0 %

37.0-47.0

Trombosit

: 169.000/L

163.000-337.000

Ureum

: 68,1 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 6,26 mg/dL

0.51-0.95

Laboratorium 04 Desember 2015, pukul 07:18


Analisa Gas Darah

pH
pCO2
pO2
HCO3
Base Excess
O2 Saturation
Elektrolit:

:
:
:
:
:
:

7,509
(7,350 7,450)
26,0 mmHg
(32,0 45,0)
85,7 mmHg
(95,0 100,0)
20,8 mEq/L
(21,0 28,8)
-2,4 mmol/L (-2,5 - +2,5)
94,6 %
( 94,0 100,0)

Na

: 130 mEq/L

135-147

: 4,30 mEq/L

3.5-5.0

Cl

: 96 mEq/L

96-108

Hasil pemeriksaan ultrasonografi


Tanggal : 25 Agustus 2014
Nama : tn.Dian
Usia : 22 tahun
Hasil :
Hepar : membesar, bentuk normal, permukaan tidak rata, tepi tumpul, vena hepatika
melebar ringan, vena porta normal, saluran empedu intra dan ekstrahepatik normal, tidak
terlihat SOL.
Kandung empedu : besar, bentuk normal, dinding tidak menebal, tidak terlihat batu
Lien : besar, bentuk normal, ekostruktur normal tidak terlihat SOL
Ginjal kiri : ukuran masih normal permukaan tidak rata, batas korteks dan medula tidak
jelas, ekostruktur hiperekoik, system pelviokalises tidak melebar, tidak terlihat batu/SOL

Ginjal kanan : ukuran masih normal permukaan tidak rata, batas korteks dan medula
tidak jelas, ekostruktur hiperekoik, system pelvikalises tidak melebar, tidak terlihat batu/
SOL
Buli kosong terlihat asites
Kesan : - Chronic Kidney Disease
- Congestive hepatopathy

Tanggal : 03 Desember 2015


Nama : tn.Dian
Usia : 22 tahun
Hasil :
Hepar : membesar, permukaan rata, tepi tumpul, ekostruktur meninggi, vena hepatika
melebar ringan, tidak terlihat SOL dan terlihat asites
Kandung empedu : besar, bentuk normal, dinding menebal, tidak terlihat batu
Pankreas : besar, bentuk normal, duktus pankreatikus normal, tidak terlihat SOL
Lien : besar, bentuk normal, ekostruktur normal tidak terlihat SOL
Ginjal kiri : ukuran mengecil , permukaan tidak rata, korteks menipis, batas korteks dan
dan medula tidak jelas, ekostruktur hiperekoik, system pelviokalises tidak melebar, tidak
terlihat batu/SOL, tidak kista ukuran 1,5 cm
Ginjal kanan : ukuran masih normal permukaan tidak rata,korteks, batas korteks dan
medula tidak jelas, ekostruktur hiperekoik, system pelvikalises tidak melebar, tidak
terlihat batu/ SOL
Buli : terpasang kateter

Kesan : - Chronic Kidney Disease


- Congestive hepatopathy
- Kista renal sinistra
Hasil pemeriksaan rongten thoraks AP/L
Tanggal : 27 Juli 2014
Cor : CTR > 50%, tampak jantung melebar kekiri
Pulmo : Corakan bronkovaskular tidak meningkat
Tak tampak infiltrat. Hilus tidak melebar
Diafragma dan sinus kanan kabur
Difragma dan sinus kiri normal
Kesan : Kardiomegali
Susp. Efusi pleura Dextra

RINGKASAN
Pasien pria berusia 23 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak yang terjadi terutama jika pasien melakukan kegiatan yang berat dan sesak tidak
berkurang jika pasien beristirahat, pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah serta lemes.
Hasil Lab :
Hb

8,0 g/dL, Leukosit 15,04 /L, Ht 23,5 %, K 3,35 mEq/L, Ureum 85 mg/dL
Kreatinin 11,43 mg/dL

Setahun yang lalu, pasien pernah dirujuk dari puskesmas dimana keluhan pasien adalah
bengkak kedua tungkai disertai dengan sesak terutama jika pasien melakukan kegiatan yang
berat. Pasien juga mengaku bahwa air kencingnya berwarna merah dan sedikit berbusa. Pasien
dianjurkan untuk HD namun menolak. Hasil lab yang didapat Hb 6,6 g/dL, Leukosit 11,8 /L,
Ht

21%, Ureum 270 mg/dL, Kreatinin15,2 mg/dL , Urine protein + 3.


Beberapa minggu setelahnya, pasien datang dengan keluhan mual, muntah, lemas dan
kejang. Kejang yang terjadi sebanyak 5x dan kejang yang terakhir dengan penurunan
kesadaran sehingga pasien langsung di bawa ke IGD dan keluarganya langsung menyetujui
dilakukan HD pada pasien ini. Hb
Ureum

6,9 g/dL, Leukosit

11,5 /L, Ht

19

%,

321 mg/dL, Kreatinin 21,9 mg/dL.Pasien sekarang rutin menjalain HD 2 x

dalam seminggu. Os juga mengaku memiliki riwayat HT.


Pemeriksaan fisik didapatkan: KU TSS, TD 160/90 mmHg, kulit kering, konjungtiva
anemis +, bibir pucat, nyeri tekan epigastrium +, pitting oedem (+)

MASALAH
1.

Chronic Kidney Disease

2.

Encephalopati metabolik ec Uremikum

3.

Anemia

4.

Hipertensi Heart desease

PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA


1. CKD grade V
Dipikirkan adanya CKD grade V end stage renal berdasarkan keluhan lemas,
mual,muntah, sesak, BAK sekali sehari dengan volume urin yang sedikit, anemia, sesak,
ureum 321mg/dL, kreatinin 21,9 mg/dL, dan LFG 3,7 ml/menit/1,73 m2 ( hasil lab tahun

2014). CKD pada kasus ini dipikirkan akibat adanya penyakit ginjal yang mendahului yaitu
kemungkinan adanya sindrom nefrotik karena adaya gejala klinis berupa udeme pada kedua
tungkai serta wajah, kencing yanag berbusa dan berwarna merah dan dari hasil lab
didapatkan adanya proteinuria +3 dan hipertensi. Dari hasil lab di dapatkan CCT dengan
kreatinin serum 21,9 adalah 3,7 menunjukan adanya kerusakan irreseversible pada ginjal
yang mesti dilakukan HD cito dan disarankan rutin untuk melakukan HD dan hasil lab
sekarang dengan kreatinin 11,43 dan ureum 85 didapat CCT 7,3.
Rencana diagnostik:
-

Urin lengkap, untuk melihat proteinuria, sedimen eritrosit dan leukosit

Pemeriksaan albumin untuk mendukung diagnosis kerusakan ginjal, dan untuk


petunjuk terapi penatalaksanaan CKD karena umumnya terjadi hipoalbumin

Analisa gas darah

Pemeriksaan Ureum Kreatinin dan elektrolit ulang

Anjuran di lakukan USG

Rencana pengobatan:
-

Diet tinggi kalori-rendah protein (Protein 0,8 g/KgBB/hari (1,2 x 50 = 60g/hari), yang
diantaranya protein dengan nilai biologis tinggi 0,35 g/kgBB/hari

Aminefron 3 x 500 PO

CaCO3 2 x 500
Granisentron 1 x 3 mg IV

Restriksi cairan 500 800 cc per hari

Restriksi asupan garam 5-6 gr / hari

Restriksi fosfat 10 g/kgBB/hari

Rencana edukasi:
-

Kurangi asupan cairan

Pasien harus rutin menjalani HD karena CCT yang pernah sampai mencapai 3,7 yang
menunjukan adanya kerusakan ginjal yang irreversible sehingga dibutuhkan terapi
HD rutin

2. Encephalopati metabolik ec uremikum

Ensephalopati metabolik dipikirkan adanya gejala kejang-kejang yang berawal karena


pasien menolakan untuk HD. Kejang terjadi sebanyak lebih dari 5x dan berakhir dengan

penurunan kesadaran. Ensepalopati disebabkan karena uremikum karena dari hasil lab
didapatkan bahwa ureum 321 dan LGF 3,8 yang merupakan indikasi dilakukan HD cito.
140 mEq/L, K : 3,68 mEq/L Rencana diagnostik:
-

Pemeriksaan ureum secara berkala setelah dilakukan HD

Pemeriksaan AGD untuk memantau elektrolit imbalace

3. Hipertensi Heart Desease


Diagnosis HHD dipikirkan karena adanya hipertensi yang menyebabkan perubahan dari
struktur jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang terlihat dari hasil rongtendan EKG
serta terdapat adanya gejala yang mengarah kepada CHF berupa sesak pada saat
melakukan aktivitas berat, batuk malam hari, efusi pleura. Namun sesak dalam kasus,
bukan Cuma disebabkan dari CHF namun juga karena asidosis metabolik. Hipertensi ini
sudah turut mempengaruhi organ berupa mata. Dari hasil funduskopi yang sudah
dilakukan didapatkan adanya flame shape dan

hemorage yang menandakan adanya

hipertensi retinopati.
Rencana pengobatan :
-

Furesemide 1x 20 mg
Losartan 1 x 50 mg
Amlodipin 1 X 10 mg
Rencana edukasi :
-diet rendah garam 2 g ( setengah sendok teh)
-jumlah cairan 1,5 L/ hari
-berhenti merokok dan alkohol

4. Anemia
Dicurigai suatu anemia karena penyakit kronik, karena didapatkan hasil lab Hb yang
selalu di bawah 12 dan Ht yang selalu kurang dari 30%. Hal ini sudah berlangsung lama
sehingga lebih dipikirkan mengarah ke arah komplikasi dari penyakit ginjal tersebut yang
dise3babkan karena adanya defisiensi eritropoetin. Secara klinis Os juga mengeluh lemas
disertai pandangan berkunang-kunang, berkeringat dingin, dan gemetar. Namun pada
anamnesis, tidak didapatkan tandatanda perdarahan seperti muntah darah, hematuria,
hemoptoe, menoragia,

BAB berdarah atau BAB hitam. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan konjungtiva anemis + pada kedua mata, bibir pucat dan kering. Namun ini
tidak menutup kemungkinan adanya anemia yang disebabkan dari defisiensi besi dan
defisiensi asam folat. Namun perlu dibedakan, pada anemia defisiensi besi terdapat
penurunan kadar besi serum <50 mg/dL dan kadar Feritin serum <20mg/L, serta gejala

khas koilonikia (kuku sendok), atrofi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, maupun
pica. Sedangkan pada anemia defisiensi asam folat terdapat pembesaran sel sel darah
merah (makrositik) dan penurunan kadar asam folat serum <4ng/mL.
Rencana diagnostik:
-

Periksa kadar SI, TIBC, dan ferritin untuk menyingkirkan anemia defisiensi besi

Periksa indeks erit rosit (MDT) dan kadar asam folat serum untuk menyingkirkan
anemia defisiensi asam folat

Pemasangan kateter untuk memantau balance cairan

Rencana pengobatan:
-

pemberian terapi eritropoetin berupa EPO karena saat ini HB < 10, dan HT< 30%. Target

HB 10 . Eritropoetin 100 IU/Kg Selasa-Jumat S.K bila kadar besi dalam batas normal.
Iron sucrose 100 mg drip iv dengan 100 ml 0,9 %
Rencana edukasi:
-

HB, HT, feritin dipantau

Dijelaskan bahwa pasien mengalami kurang darah dan apa efeknya.


Kemungkinan obat Eritropoetin akan diberikan secara kronik.
Dijelaskan mengapa butuh pembatasan aktivitas.

Kesimpulan dan prognosis


Pria berusia 22 tahun menderita Chronic Kidney Disease yang biasa berakhir dengan metabolik
encephalopati disertai dengan Hipertensi Heart Desease dan anemia . Tujuan tatalaksana yang
diberikan antara lain untuk menghambat penurunan LFG, dan mengatasi komplikasi yang
ditimbulkan dari CKD.
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

FOLLOW UP
1 Desember 2015
CKD grade V
S : Os mengeluh merasa mual dan muntah. Muntah sebanyak 2x berisi makanan. BAB cair lebih
dari 5 kali dalam sehari, pasien merasa lemas. BAK setengah kurang lebih setengah gelas aqua
dalam sehari.
O : KU tampak sakit sedang, TD : 170/90, suhu 36,5 C, nadi 90x/ menit, pernapasan 20 X.

abdomen datar, supel, bising usus + normal, nyeri tekan +. Dari hasil lab Terdapat adanya
penurunan dari kallium.
Hasil lab
Ureum

: 85 mg/dL

16.6-48.5

Kreatinin

: 11,43 mg/dL

0.51-0.95

: 3,35 mEq/L

3.5-5.0

A : Gangguan Ginjal kronik grade V.


P : terapi lanjut.
HD 2x seminggu
Loperamide HCL 1 x 2mg
KCL 3 x 600 mg
Hipertensi Heart Desease
S : Os mengatakan sesak sudah berkurang, os merasa pusing, penglihatan baik dan tidak buram.
Bengkak pada kedua tungkai masih terlihat.
O : TD 170/90, RR 20X
A : Hipertensi Heart Deasese. Sesak yang terjadi bisa merupakan kombinasi antara jantung dan
ginjal yang bermasalah karena dari hasil lab sebelumnya didapatkan analisa gas darah
menunjukan adanya asidosis metabolik yang terkompensasi. Sedang menunggu hasil
lab yang baru.
P : terapi lanjut
Furosemide 2 x 10 mg inj,
Amlodipin 1 x 10 mg
Santesar 1 x 50
Anemia
S : Os merasa lemas dan pusing.
O : konjungtiva Anemis (+/+), hasil lab HB : 8,0
A : Anemia ec CKD grade V,
P : th lanjut
Eritropoetin 100 IU/Kg Selasa-Jumat S.K bila kadar besi dalam batas normal
2 Des 2015
CKD Grade V

Eritropoetin 100 IU/Kg Selasa-Jumat S.K bila kadar besi dalam batas normal.
Iron sucrose 100 mg drip iv dengan 100 ml 0,9 %

S : BAB mencret sudah berkurang, Semanalam OS merasa demam, susah tidur. Mual dan
muntah sudah berkurang. 2 x dalam sehari. BAK kurang lebih 1 gelas aqua sehari.
Rencana HD hari ini jam 12 siang.
O : KU tampak sakit sedang, TD : 170/90, suhu 36,9 C, nadi 90x/ menit, pernapasan 20 X.
abdomen datar, bising usus + normal, nyeri tekan +.
A : Gangguan Ginjal Kronik Grade V terdapat adanya perbaikan dari gejala klinis. Belum ada
hasil ureum dan kreatinin ulang dari laboratorium.
P : Th lanjut
Asetaminofen 3 x 500 mg
Hipertensi Heart deasease
S : sesak sudah berkurang, pasien sudah mencoba untuk tidak menggunakan nasal canul
O : TD : 160/90, RR 20 X/ menit
A : Hipertensi Heart desease, sudah ada perbaikan dari gejala klinis. Bengkak minimal pada
kedua tungkai.
P : th/ Lanjut.
Anemia ec CKD gr V
S : os merasa sudah lebih enakan, pusing sudah berkurang.
O : Konjungtiva anemis -/- belum ada hasil lab untuk HB.
A : Anemia ec CKD gr V
P : th/ lanjut. Target HB 10
3 des 2015
CKD gr V
S : mual dan muntah (-), demam (-). Mencret 3x dalam sehari. BAK lancar.
O : KU tampak sakit sedang, TD : 150/90, suhu 36,9 C, nadi 88x/ menit, pernapasan 20 X.
abdomen datar, bising usus + normal, nyeri tekan -.
Hasil USG :
Ginjal kiri : ukuran mengecil , permukaan tidak rata, korteks menipis, batas korteks dan dan
medula tidak jelas, ekostruktur hiperekoik, system pelviokalises tidak melebar, tidak
-kesan : - Chronic Kidney Disease
A : gangguan Ginjal Kronik grade V.
Hasil USG terbaru :

P : th/ Lanjut
Hipertensi Heart Desease
S : sesak sudah berkurang. Os sudah tidak mengeluh Pusing
O : TD 150/90.
Hasil USG :
Hepar : membesar, permukaan rata, tepi tumpul, ekostruktur meninggi, vena hepatika melebar
ringan, tidak terlihat SOL dan terlihat asites minimal.
Kesan : Congestive hepatopathy
A : Klinis membaik karena TD darah lebih baik dari kemarin.
P: terapi dilanjutkan, dan observasi TTV
4 des 2015
CKD Gr. V
S : mual(+), muntah (-), BAB mencret (-),
O : 150/80 mmHg, pitting oedem -/-, Hb 7,8 g/dL
hasil Lab tanggal 04 desember
-

Ureum
Kreatinin
Albumin
Kalium

: 68,1 mg/dL
: 6,26 mg/dL
: 3, 96
: 4,3

16.6-48.5
0.51-0.95

A : CKD gr. V. Klinis membaik dari gejala klinis maupun dilihat dari hasil Lab.
P : th/ lanjut. Rencana pulang
Hipertensi Heart desease
S : keluhan (-)
O : 150/ 80, oedem extremitas (-/-)
A : Gejala klinis membaik.
P : th/ lanjut.
Furosemide dihentikan. Th/ lanjut santesar dan amlodipin
Anemia CKD
S : Klinis membaik. Keluhan (-)
O : konjuntiva anemis (-/-), hasil lab HB : 10,4
A : klinis dan lab membaik.

P : th/ dihentikan.
5 Desember 2015 pukul 10.00
1. CKD grade IV
S

: Os sudah tidak ada keluhan, nyeri ulu hati (-) mual (-) muntah (-) BAB (+) sudah 1x,
konsistensi lunak, darah (-) lendir (-). BAK (+) >3x, lancar
: Keadaan umum tampak sakit ringan, tekanan darah 130/90 mmHg, suhu 36,1 oC, nadi

82 x/menit, pernafasan 20 x/menit.


A

: - Gangguan ginjal kronik grade IV dengan gejala klinis ada perbaikan.

: th/ lanjut pasien minta pulang

2. Anemia
S

: Os sudah tidak ada keluhan, mual (-), muntah (-)

: Keadaan umum tampak sakit ringan, mata conjungtiva anemis -/-, abdomen datar, supel,
bising usus + normal, nyeri tekan -

: Anemia dengan perbaikan klinis. Masalah teratasi. HB terakhir 10,4 mg/dl

: Pasien minta pulang

3. Hipertensi Heart desease


S

: Os sudah tidak ada keluhan. Nyeri kepala (-), sesak (-)

: Keadaan umum tampak sakit ringan, tekanan darah 140/90 mmHg, suhu 36,1 oC, nadi
82 x/menit, pernafasan 20 x/menit.

: Hipertensi esensial/primer dengan perbaikan klinis. Pantau tekanan darah os.

: Furosemide stop. Terapi lanjut, pasien minta pulang


.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Ginjal Kronik
Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ penting bagi tubuh yang bertugas menyaring dan membuat
zat-zat sisa metabolisme tubuh. Dan ginjal juga dapat berfungsi menjaga keseimbangan cairan
serta elektrolit yang ada di dalam darah. Dan kurangnya cairan atau darah karena suatu hal yang
terjadi pada tubuh akan menyebabkan seseorang mengalami gagal ginjal kronik. Hilangnya
fungsi ginjal normal pada kedua gagal ginjal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan tubuh
mempertahankan homeostatis cairan, elektrolit, dan asam basa.1 Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik terbanyak setelah
Diabetes Melitus. Hipertensi yang lama dapat berujung, salah satunya pada gagal ginjal kronik.
Anemia merupakan satu dari manifestasi gagal ginjal kronik dan biasanya juga terdapat
sindrome uremikum yang ditandai dengan mual dan muntah pada klinis gagal ginjal kronik.1,2
Definisi Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease) : Adanya kelainan struktural atau
fungsional pada ginjal yang berlangsung minimal 3 bulan, dapat berupa :2

Kelainan struktural yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (albuminuria,


sedimen urin, kelainan elektrolit akibat ginjal), pemeriksaan histologi, pencitraan, atau
riwayat transplantasi ginjal, atau

Gangguan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerolus (LFG) < 60 mL/menit/1.73m 2
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60
ml/menit/1,73m, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.2
Penyakit ginjal stadium akhir atau End Stage Renal Disease merupakan tahap CKD di mana
akumulasi racun, cairan,dan elektrolit yang biasanya diekskresikan oleh ginjal menghasilkan
suatu kumpulan gejala yaitu disebut sindroma ureum. Sindrom ini dapat menyebabkan kematian
kalau racunnya tidak di hilangkan dengan terapi pengganti ginjal atau renal replacement therapy,
yang menggunakan dialisis atau transplantasi ginjal.3

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease)


Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG, yaitu dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut.2
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 Umur) x Berat Badan
72 x Kreatinin Plasma (mg/dl)

*)

*) pada perempuan dikalikan 0,85


Selain itu dapat juga digunakan rumus MDRD ( Modification of Diet in Renal Disease )
LFG (ml/mnt/1,73m2) = 175 x SCr (-1,154) x Usia(-0,203) x (0,742 jika perempuan) x
(1,21 jika berkulit hitam)
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit2
Derajat
I
II
III
IV
V

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal

LFG (ml/mnt/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
< 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi2


Penyakit
Penyakit ginjal diabetes

Tipe Mayor
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,

Penyakit ginjal non diabetes

hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi kronik

Penyakit pada transplantasi

Keracunan obat (siklosporin/tacrolimus)


Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Etiologi
Penyakit ginjal kronik disebabkan oleh bermacam macam hal :4

Glomerulonefritis, akibat infeksi (endokarditis bakterial, hepatitis C, hepatitis B, HIV)


atau yang bersifat kronis.

Diabetes melitus menyebabkan nefropati diabetik.

Hipertensi, penyakit nefrosclerosis

Uropati obstruktif (batu saluran kemih, tumor, dan lain lain)

Lupus eritematosus sistemik, amiloidosis, penyakit ginjal polikistik

Penggunaan obat obatan (obat anti-inflamasi non steroid, antibiotik, siklosporin,


tacrolimus)

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi pada setiap negara. Tabel tabel berikut akan
menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal di Amerika Serikat dan di Indonesia
yang didapatkan dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pada tahun 2000.2
Tabel 3. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999)2
Penyebab
Diabetes Melitus

Insiden
44%

Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis
Nefritis interstitialis
Kista dan penyakit bawaan lain
Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis)
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain

27%
10%
4%
3%
2%
2%
4%
4%

Tabel 4. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 20002
Penyebab
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan infeksi
Hipertensi
Sebab lain
Faktor Resiko

Insiden
46,39%
18,65 %
12,85%
8,46%
13,65%

Penyakit ginjal kronik merupakan multihit process disease. Sekali mengalami gangguan fungsi
ginjal, banyak faktor yang akan memperberat perjalanan penyakit. Faktor tersebut dikenal
sebagai faktor progresivitas penyakit ginjal kronik.4
Tabel 5. Faktor faktor yang Berperan dalam Progresivitas Penyakit Ginjal Kronik4

Tidak dapat dimodifikasi


Usia (usia tua)
Jenis kelamin (laki laki lebih cepat)
Ras (ras Afrika Amerika lebih cepat)
Genetik
Hilangnya massa ginjal

Dapat dimodifikasi
Hipertensi
Proteinuria
Albuminuria
Glikemia
Obesitas
Disiplidemia
Merokok
Kadar asam urat

Epidemiologi
Penyakit ginjal kronis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada praktik klinik sehari
hari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-13% dari populasi. 5 Di Amerika Serikat, data
tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta
penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan
populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negaranegara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun.2 Sebuah studi yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebanyak
12.5% populasi di Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal.5
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya
kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal
ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap

terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,


dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial.2
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih
belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.2
Retensi Cairan dan Natrium
Ginjal juga tidak mampu untuk mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari hari, tidak terjadi pasien sering menahan 15 natrium dan cairan,meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron.pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium,yang semakin memperburuk status uremik.3
Asidosis
Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring ketidakmampuan ginjal
mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama, akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.3

Anemia
Anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal yang
diproduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada
gagal ginjal,produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan, agina dan
nafas sesak.3
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain
menurun. Dengan menurunnya filtrasi malalui glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratoid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D
(1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya ginjal.3
Penyakit Tulang Uremik
Sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan
secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.3
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik penyakit ginjal kronik tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir
penyakit. Pada stadium awal, stadium 1-3, tidak mengalami gejala apa apa atau tidak
mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik yang tampak
secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru terlihat pada
CKD stadium 4 dan 5. Tanda dan gejala penyakit ginjal kronik melibatkan berbagai sistem
organ. Gejala yang tersering dirasakan adalah gangguan pada gastrointestinal yaitu mual,
muntah, lemas, lelah, anoreksia, dan rasa pahit di lidah, yang termasuk dalam sindrom uremia.
Hipertensi juga sering dijumpai pada pasien CKD. Selain itu juga didapatkan keluhan oedem
perifer, efusi pleura, peningkatan JVP, asites, serta adanya gangguan elektrolit dan asam basa,

yaitu hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia. Pada pasien CKD, kulit terasa gatal,
bersisik, kering, dan mengalami pigmentasi. Otot mengalami kelemahan, fasikulasi, gangguan
memori, dan klinis menjadi berat karena adanya ensefalopati uremikum karena kadar ureum
yang tinggi. Pada pasien CKD, tidak jarang didapati anemia, gangguan hemostasis, gangguan
hormon seks, dan gangguan metabolisme glukosa.5,6
Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease)
Keberadaan CKD harus ditegakkan, berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi
ginjal (LFG), tanpa memperhatikan diagnosis. Pada pasien dengan CKD, stadium penyakitnya
harus ditentukan berdasarkan tingkat fungsi ginjal menurut klasifikasi CKD. Penghitungan LFG
merupakan pemeriksaan terbaik dalam menentukan fungsi ginjal. Pada banyak pasien LFG harus
turun sampai setengah dari nilai normal, sebelum kreatinin serum meningkat di atas nilai normal
sehingga sangat sulit untuk menilai tingkat fungsi ginjal dengan tepat atau untuk mendeteksi
CKD pada stadium awal.4 Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:2
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan
lain lain.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:2

Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar


asam

urat,

hiper

atau

hipokalemia,

hiponatremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

hiper

atau

hipokloremia,

Urinalisis dapat dilakukan untuk menapis pasien yang dicurigai mengalami gangguan pada
ginjalnya. Peningkatan ekskresi protein (proteinuria) persisten umumnya merupakan penanda
untuk kerusakan ginjal. Peningkatan ekskresi albumin (albuminuria) merupakan penanda sensitif
CKD yang disebabkan diabetes, penyakit glomerular, dan hipertensi. Pada banyak kasus,
penapisan dengan menggunakan metode dipstick dapat diterima untuk mendeteksi proteinuria.
Pemeriksaan sedimen urin mikroskopis, terutama bersamaan dengan pemeriksaan proteinuria,
berguna dalam mendeteksi CKD dan mengenali jenis penyakit ginjal.3
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya anemia sebagai salah
satu manifestasi klinis kronis CKD. Pemeriksaan kimiawi serum menilai kadar ureum dan
kreatinin sebagai yang terutama dalam diagnosis dan monitoring, sedangkan pemeriksaan kadar
natrium, kalium, kalsium, fosfat, bikarbonat, alkalin fosfatase, hormon paratiroid, kolesterol,
fraksi lipid yang berguna dalam terapi dan pencegahan komplikasi.3
Pemeriksaan radiologis penyakit CKD meliputi:2
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Pemeriksaan pencitraan ginjal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan CKD dan pada individuindividu yang beresiko mengalami CKD. Hasil abnormal pada pemeriksaan pencitraan dapat
menunjukkan penyakit ginjal vaskular, urologis atau intrinsik. Pemeriksaan ultrasonografi
merupakan pemeriksaan yang berguna pada beberapa kondisi, dan tidak dihubungkan dengan
risiko terpapar radiasi satu kontras.4
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontra indikasi biopsi ginjal dilakukan pada

keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan
obesitas.2
Diagnosis banding
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai kenaikan kreatinin serum (SCr) 0,3 mg/dL dalam 48
jam atau kenaikan kreatinin serum 1,5 kali nilai dasar dan diketahui/dianggap terjadi dalam 7
hari atau turunnya produksi urin < 0,5 cc/Kg/BB/jam selama lebih dari 6 jam. Cara membedakan
gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik salah satunya dengan anamnesis dapat ditemukan
riwayat gagal ginjal akut maupun kronik, setelah itu dapat dilihat dari nilai kreatinin serum
sebelumnya. Dalam keadaan akut pada CKD, terjadi peningkatan kreatinin yang mendadak
dibandingkan nilai dasar sebelumnya. Adanya anemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
hiperparatiroidisme (dalam hal ini bersifat sekunder), dan neuropati mengarahkan diagnosis
CKD. Pemeriksaan radiologi adanya osteodistrofi ginjal atau ginjal yang berukuran kecil
menunjukkan kemungkinan CKD.4
Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana antara lain untuk menghambat penurunan LFG dan mengatasi komplikasi CKD
stadium akhir (stadium 4 dan 5). Tatalaksana meliputi terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya,
pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan
dan terapi terhadap kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, terapi pengganti ginjal
berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasar adalah
sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang msih normal secara ultrasonografi, biopsi,dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan
indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari
normal, terapi terhadap penyakit dasat sudah tidak banyak bermanfaat. Penting sekali untuk mengikuti
dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui
kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor faktor komorbid antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit
dasarnya.2,4

Faktor utama penyebab pemburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua
cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah, pembatasan asupan protein.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai
tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8 kgbb/hari,
yang 0,35 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang

diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status
nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi
dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui
ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit ginjal kronik akan
mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan demikian pembatasan asupan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah
asupanprotein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan
aliran darah dan tekanan intraglomerulus, yang akan meningkatkan progresifitas perburukan
fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia.2
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi, disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat
pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai
peranyang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam memperkecil hipertensi
intraglomerulus dan hipertrogi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat
terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan
faktor resiko terjadi pemburukan fungsi ginjaldengan kata lain derajat proteinuria berkaitan
dengan proses pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat
antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting
Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.2
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.
Tabel 6. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya 2
Derajat
I

LFG (ml/mnt/1,73m2)
90

Terapi

penyakit

pemburukan
II
III
IV
V

60-89
30-59
15-29
< 15

Rencana tatalaksana
dasar, kondisi komorbid,

fungsi

ginjal,

memperkecil

kardiovaskular
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

evaluasi
resiko

Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik yaitu :4
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat dan berakhir dengan gagal jantung.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensinaldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium

Pencegahan untuk Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik


Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik, disebabkan oleh defisiensi
eritopoitin. Hal hal yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,
kehilangan darah (misal, pendarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek
akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh subtansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar
hemoglobin < 10 g % atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari
sumber pendarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila
ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian
EPO ini status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya. Pemberian tansfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara
hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang
dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan
pemburukan fungsi ginjal, sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.2
Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.
Penatalaksanaan Osteodistrofi Renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian hormone Kalsitriol (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi


pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan absorbsi fosfat disaluran
cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam
mengatasi hiperfosfatemia. Pembatasan asupan fosfat dengan pemberian diet rendah fosfat
sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah
protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk
hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat
yang terlalu ketat tidak dianjurkan,untuk menghindari terjadinya malnutrisi.2
Pemberian pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah, garam kalsium, alumunium hidroksida,
garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbsi fosfat
yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan kalsium. Pemberian bahan kalsium mimetik (calcium mimetic agent). Akhir-akhir
ini dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid,
dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent, dan
dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal.2
Pemberian Kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan. Tetapi
pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium
disaluran cerna sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan barang calcium carbonate
dijaringan, yang disebut kalsifikasi metastatik.Disampingitu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu pemakaiannya dibatasi
pada pasien dengan kadar fosfatdarah normal dan kadar hormone paratiroid (PTH)>2,5 kali
normal.2
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk
kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar baik melalui urine maupun insensible
water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible water antara 500-800
ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml
ditambah jumlah urine. Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritnia jantung yang
fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium seperti buah dan sayuran, harus dibatasi kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/L.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah derajat edema yang terjadi.2

Terapi pengganti ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15
ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
p.581-584.
5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill
Companies : 2005;586-92
7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44

Anda mungkin juga menyukai