Anda di halaman 1dari 24

BAB III

PROSES PEMBUATAN PUPUK KOMPOS


DI UNIT FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH TEMESI
Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi sampah, serasah
tanaman ataupun kotoran hewan. Ciri-ciri kompos yang baik adalah berwarna
coklat, berstruktur remah, berkonsentrasi gembur dan berbau daun lapuk.
Tumpukan bahan mentah (serasah, sisa tanaman, sampah dapur, dan lain
sebagainya) bisa menjadi kompos akibat proses pelapukan dan penguraian
(Yuliarti, 2009).
Sebelum mengalami proses perubahan, kotoran hewan dan tumbuhan ini
tidak berguna bagi tanaman. Karena unsur hara terikat dalam bentuk yang tidak
dapat diserap oleh tanaman. Oleh sebab itu perlu dikomposkan. Selama proses
perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara makanan akan bebas menjadi
bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman (Murbandono, 1997).

3.1 Bahan Baku


Pembuatan pupuk kompos di UFPST menggunakan bahan baku utama
yaitu sampah organik yang dibuang di TPA Sampah Temesi. Sampah yang masuk
ke TPA dipilah antara sampah organik dengan sampah anorganik oleh tenaga kerja
tidak tetap. Dalam pembuatan pupuk kompos, selain sampah organik digunakan
juga bahan tambahan yang ditambahkan dalam pembuatan pupuk organik yaitu
EM4 (Effective Microorganisms), serbuk gergaji dan kotoran hewan.
Sampah organik merupakan bahan baku yang cocok digunakan sebagai
kompos. Sampah organik umumnya terdiri dari bahan organik seperti daun, buah,
batang kayu, sampah kebun, sisa makanan, ataupun kotoran hewan. Sampah

21

organik seperti ini yang nantinya akan digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan kompos. Fraksi sampah yang masuk ke TPA Sampah Temesi disajikan
pada gambar 1.

Gambar 3. Diagram Fraksi Sampah Yang Masuk di UFPST


(Sumber: hasil analisis fraksi sampah UFPST)
Untuk bahan tambahan yang digunakan dalam proses pengomposan adalah
EM4.

EM4

mengaktifkan

merupakan
bakteri

mikroorganisme

pelarut,

meningkatkan

yang

digunakan

kandungan

untuk

humus

tanah

lactobonillus sehingga mampu memfermentasikan bahan organik menjadi asam


amino (Anonim, 2011).
Selain EM4, pada proses pembuatan pupuk kompos di UFPST juga
ditambahkan serbuk gergaji dan kotoran hewan. Serbuk gergaji mengandung
selulosa, lignin, pentosan, air dan abu yang sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Sedangkan penambahan kotoran hewan pada proses pembuatan pupuk
kompos bertujuan untuk memaksimalkan kualitas dari pupuk yang dihasilkan
karena kotoran hewan banyak mengandung air dan unsur C/N rasio rendah dan
memudahkan mikroba memecah unsur yang terdapat dalam pupuk kompos.
Penambahan serbuk gergaji dan kotoran hewan pada kompos di UFPST dilakukan
22

jika mendapat pesanan kusus dari konsumen. Biasanya konsumen yang


menginginkan kompos dicampur dengan serbuk gergaji dan kotoran hewan akan
menghubungi pihak UFPST terlebih dahulu.

3.2 Alat Dalam Proses Pembuatan Kompos


Selain bahan utama yaitu sampah organik yang harus dipersiapkan, alatalat pendukung yang digunakan dalam pembuatan kompos juga tidak kalah
penting harus dipersiapkan. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kompos
di UFPST dibagi menjadi dua jenis yaitu alat utama dan alat tambahan
diantaranya:
1. Alat utama pengomposan
a. Blower
b. Wheel loader
c. Siever
d. Excavator
e. Pompa air
2. Alat tambahan
a. Alat ukur kadar oksigen
b. Alat ukur suhu

3.2.1

Alat Utama Pengomposan


Pada unit pengomposan digunakan berbagai alat yang berkaitan dengan

proses pengomposan, diantaranya:


a. Blower
Fungsi dari blower adalah untuk menyediakan udara yang cukup agar
proses aerasi kompos berjalan sempurna.
Spesifikasi blower antara lain:
Model
: LC1000/250M/12AL
Capacity
: 17670 CFM
Static Pressure
: 500 Pa (50mmWG)
Operating temp
: 30oC
Fan Speed
: 1440 rpm
Material of casing/propeller/shaft
: Steel/aluminium/steel
Operating power
: 9.41 kW

23

Motor
: 11kW/380V/3Ph/50Hz/4pole-Direct Drive
Scope of supply
: Fan c/w motor
Jumlah
: 2 buah
Cara kerja:
Blower dijalankan dengan menggunakan control otomatis. Setiap blower
memiliki waktu operasi tertentu. Blower pertama dihidupkan 10 menit kemudian
dimatikan selama 30 menit. Blower kedua dihidupkankan selama 10 menit saat
blower pertama mati, kemudian blower kedua dimatikan selama 30 menit. Proses
aerasi berlangsung secara terus menerus dan usai pada jam kerja di UFPST
berakhir.

b. Wheel Loader
Wheel Loader adalah alat seperti truk besar yang digunakan untuk
membalik kompos mentah. Spesifikasi wheel loader antara lain:
Spesifikasi wheel loader:
Model
: Diesel Engine
Type
: 4 cycle, water cooled, direct injection with turbocharger
Horse power
: Gross 99 HP/2.1 rpm, Net 95 HP
Jumlah silinder
:4
Cooling type
: Pusher Type Fan, Pressurized Radiator
Kapasitas Maksimum : 7800 kg
System Drive
: 4 wheel drive
Generator
: AC 24V 1.2 kW (50 A)
Starting Motor
: DC 24V 37 kW (5 HP)
Cara kerja wheel loader:
Wheel loader dioperasikan oleh teknisi. Teknisi bertugas untuk mengatur
jalannya wheel loader saat pembalikan kompos. Pembalikan kompos dimulai
dengan membalik tumpukan kompos dari bulan yang paling baru hingga kompos
dari bulan yang paling tua. Proses pembalikan dilakukan dimulai dari tumpukan di
dalam ke luar dan dari tumpukan luar ke dalam.

c. Siever

24

Siever merupakan alat penyaring kompos mentah yang akan dimatangkan.


Siever terbuat dari material besi berbentuk bulan memanjang dan memiliki
diameter lubang masuk kompos yang berbeda di setiap sisi. Alat ini memiliki
ukuran lubang penyaring sebesar 9mm. Alat ini bekerja dengan bantuan energi
listrik. Kompos yang masih mengandung residu dimasukan dalam compost shieve
dari ujung yang berdiameter lebih kecil kemudian compost sieve akan berputar
dan menggerakkan kompos menuju ke ujung compost shieve yang berdiameter
lebih besar. Kompos yang telah terbentuk kemudian akan keluar melalui
sepanjang selimut dari compost sieve.
d. Excavator
Excavator merupakan mesin yang digunakan untuk proses pembalikan
kompos mentah. Kompos mentah dibalik setiap 1 minggu sekali dengan
menggunakan excavator. Spesifikasi excavator antara lain:
Technical specifications

: Solar 220LC-V

Engine

: Daewoo

Cil/Turbo/intercooler

: 6T

Engine model

: DB58TI

Rated output (Kw/Hp/Rpm)

: 108/147/2000

Maximum torque (Nm/Rpm)

: 549/1600

Displacement (cm)

: 5785

Fuel

: Diesel

Capacity hydraulic tank (Ltr)

: 135

Capacity hydraulic system (Ltr)

: 220

Pump hydraulic flow capacity (Ltr/min)

:2 x 212

Maximum working pressure (bar)

: 324

25

Excavator dijalankan oleh operator. Operator bertugas untuk mengatur


jalannya excavator saat pembalikan kompos. Pembalikan kompos dimulai dengan
membalik tumpukan kompos dari bulan yang paling baru hingga kompos dari
bulan yang paling tua. Proses pembalikan kompos di UFPST menggunakan
excavator berkapasitas besar. Proses ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan
suhu kompos agar selalu berada pada batas yang diinginkan. Proses pembalikan
dilakukan dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam menggunakan excavator.
Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh bahan organik pernah
berada pada temperatur terendah yaitu 65oC selama satu minggu atau paling tidak
55oC selama tiga minggu untuk menciptakan kondisi sanitasi. Selama proses
dekomposisi berlangsung, bahan organik beresiko terbakar dan bahan tersebut
dapat menangkap api sendiri. Semakin kering organik, semakin besar resiko
terjadinya pembakaran spontan. Proses pembalikan dilakukan dalam interval
waktu 1-2 minggu untuk menjaga ketersediaan O2 dalam tumpukan dan juga
mencegah terjadinya kebakaran sampah organik yang disebabkan oleh tingginya
temperatur dalam tumpukan.

e. Pompa Air
Pompa air digunakan untuk menaikkan air yang tertampung di dalam bak
yang tertanam di dekat jalur irigasi sawah. Air yang tertampung disedot oleh
pompa air untuk kemudian disalurkan ke pipa-pipa yang terdapat di sekeliling
tempat produksi pupuk kompos. Dari pipa, air kemudian disalurkan ke selang
untuk kemudian digunakan menyiram kompos yang masih mentah maupun
kompos dalam tahap pematangan. Berikut merupakan spesifikasi pompa air:
Shimizu PC-268 BIT

26

Spesifikasi:
Daya motor

: 250watt

Daya hisap

: max 30m

Daya pancar

: max 60m

Kapasitas

: max 75 ltr/mnt

Pompa air bekerja dengan menggunakan daya listrik. Setiap hari pompa
air dihidupkan selama 8 jam kerja untuk membantu proses pembasahan kompos
untuk menjaga kelembaban tumpukan kompos.
3.2.2 Alat Tambahan
a. Alat Ukur Kadar Oksigen
Spesifikasi alat O2 meter:
Jenis
: GOX 100
Rentang Pengukuran : 0-100% O2
RH
: 0-95% RH
Elemen Operasi
: tombol ON/OFF, tampilan min-/max-, kalibrasi
Frekuensi
: 1 pengukuran per detik
Power supply
: baterei jenis JEC 6F22, 9V
O2 meter bekerja dengan mengukur oksigen yang terserap oleh filter yang
akan diteruskan pada sensor. Sensor akan membaca kandungan oksigen dalam
tumpukan kompos. Udara diserap dengan cara meremas filter agar udara dapat
tersedot dari tumpukan kompos yang akan disalurkan ke dalam tabung yang
memiliki sensor.
b. Alat Ukur Suhu
Spesifikasi alat termometer:
Rentang pengukuran :-65 hingga 1150oC
Frekuensi
: 3 kali pengukuran per detik
Elemen operasi
: tombol ON/OFF, tampilan min-/max-, hold
Layar tampilan
: tinggi 13mm, LCD 3.5 digit
Power supply
: baterei jenis JEC 6F22, 9V
Termometer bekerja dengan cara alat ukut yang berupa tembaga
ditancapkan pada tumpukan kompos dengan kedalaman 50cm sampai 100cm.
panas yang terserap oleh tembaga akan disalurkan ke sensor untuk kemudian suhu
akan dibaca secara digital. Pengukuran suhu kompos sangat penting dilakukan.

27

Pengukuran suhu kompos diukur pada 4 tumpukan kompos dari kompos mentah,
setengah jadi, dan kompos matang. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur
tiga titik ukur pada setiap tumpukan kompos dengan jarak antar titik adalah 4
meter. Setiap titik diukur sejajar satu dengan yang lain.
Kadar oksigen dan suhu kompos ditinjau setiap dua kali dalam 1 minggu.
Kadar oksigen ditinjau dengan O2 meter. Suhu kompos ditinjau dengan
termometer digital yang dihubungkan dengan sensor. Pengukuran kadar oksigen
dan suhu dilakukan pada tiga titik yaitu:
a. Tumpukan kompos yang dekat dengan blower
b. Tumpukan kompos bagian tengah
c. Tumpukan kompos yang jauh dari blower
3.3 Proses Pengomposan
Sampah organik yang sudah terkumpul akan diproses menjadi kompos.
Untuk menghasilkan pupuk kompos yang berkualitas, proses pengomposan harus
benar-benar diperhatikan dengan baik. Proses pengolahan sampah menjadi
kompos dilakukan dengan metode aerob yaitu dengan mengalirkan udara ke
bawah tumpukan kompos yang dialirkan melalui pipa-pipa besar yang tertanam di
bawah tumpukan kompos. Blower-blower besar memasukkan udara ke dalam
tumpukan sampah organik, dicampur dan digemburkan secara teratur untuk
menjaga kondisi optimal. Kebutuhan udara sangat tinggi selama fase
pengomposan awal yang sangat aktif yang berlangsung selama 30 hari saat bahan
organik diuraikan dengan cepat, tapi selanjutnya menurun saat proses pematangan
kompos. Kapasitas blower dan sistem perpipaan dikalkulasi berdasarkan
kebutuhan udara yang dibutuhkan oleh kompos.

28

Kandungan oksigen dijaga pada kisaran 12%, sementara kelembaban


dijaga pada kisaran 40% sampai 60%. Mikroorganisme aerob aktif menghasilkan
panas selama proses penguraian. Suhu dapat mencapai di atas 70C, yang akan
mensterilkan kompos, seperti membuatnya bebas dari bibit rumput liar, telur dan
larva serangga atau patogen seperti E.Coli. Dalam 1 minggu dilakukan
pengukuran suhu, kandungan oksigen, dan kelembaban dari kompos sebanyak
dua kali.
Selama keseluruhan siklus pengolahan berjalan, bahan organik menyusut
dan kehilangan beratnya. Penyusutan dan kehilangan berat tergantung pada
komposisi bahan baku dan kondisi selama proses dekomposisi. Volume
selanjutnya berkurang sampai sekitar 23% selama proses pengomposan. Karena
itu, volume kompos matang hanya mencapai 12% dari volume sampah organik
awalnya. Beratnya juga menyusut sampai sekitar 35%. Karena itu, 42.5 ton atau
183 m3 sampah organik diproses menjadi 15 ton atau 25 m3 kompos.
Secara umum, proses pembuatan pupuk kompos di UFPST dibagi menjadi
beberapa tahap seperti dijelaskan sebagai berikut.

3.3.1

Tahap Persiapan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kompos adalah sampah

yang berasal dari daerah sekitar tempat pembuangan sampah akhir yaitu dari
Kabupaten Gianyar. Setiap hari sampah yang dikumpulkan dari setiap daerah di
Kabupaten Gianyar akan dikirim ke TPA Sampah Temesi dengan menggunakan
truk sampah milik pemerintah. Berat total sampah yang masuk ke TPA Sampah

29

Temesi setiap harinya adalah 120 ton. Sampah yang masuk merupakan sampah
campuran yang terdiri dari berbagai jenis sampah baik organik maumpun
anorganik.
Sampah yang masuk ke TPA Sampah Temesi masih berupa sampah
campur, sedangkan sampah yang akan digunakan untuk pembuatan kompos
adalah sampah organik. Oleh karena itu sampah campur tersebut harus dipilah
terlebih dahulu untuk memisahkan antara sampah organik dengan sampah
anorganik sesuai dengan fraksinya. Pada tahap pemilahan sampah dilakukan
pemisahan sampah antara sampah organik, anorganik, dan residu. Proses
pemilahan sampah di UFPST dilakukan oleh tenaga manusia yang berjumlah
sekitar kurang lebih 60 orang. Sampah organik yang diperoleh dari hasil
pemilahan memiliki fraksi 84% yang kemudian diproses menjadi pupuk kompos.
Bahan yang dapat didaur ulang memiliki fraksi 6%, bahan yang dapat didaur
ulang ini menjadi hak milik dari tenaga kerja tidak tetap yang bertugas untuk
memilah sampah, umumnya mereka menjual bahan yang dapat didaur ulang ke
Unit Bank Sampah. Sisa dari sampah yang sudah dipilah merupakan residu yang
memiliki fraksi 10% akan dibuan ke TPA lama yang berlokasi di sebelah selatan
UFPST.

3.3.1.1 Sampah Organik


Sampah organik merupakan bahan baku yang cocok diolah menjadi
kompos. Sampah organik biasanya terdiri dari bahan-bahan organik seperti kayu,
sisa makanan, dan sampah kebun. Sampah jenis ini selanjutnya akan diolah
menjadi kompos.

30

3.3.1.2 Sampah Daur Ulang (Recycleable)


Sampah daur ulang merupakan sampah yang dapat diolah kembali menjadi
barang yang memiliki manfaat yang baru. Sampah jenis ini dapat berupa plastik,
kertas, logam, maupun kaca. Kertas dapat diolah menjadi kertas daur ulang.

3.3.1.3 Residu
Residu merupakan sampah yang sama sekali tidak dapat didaur ulang dan
tidak memiliki nilai. Sampah jenis ini akan langsung dibuang ke dalam TPA di
areal UFPST. Fraksi sampah yang masuk ke dalam residu adalah plastik,
aluminium, dan lain sebagainya.
Setelah melewati proses pemilahan dan fraksi sampah telah terpisah sesuai
dengan jenisnya, sampah tersebut akan dikirim ke tempat masing-masing sesuai
dengan jenisnya. Dalam hal ini sampah organik setelah melalui proses pemilahan
dan penimbangan yang dilakukan oleh pihak UFPST akan segera masuk ke dalam
tahap penumpukan. Sampah organik akan ditumpuk sampai tinggi tumpukan
mencapai tinggi kurang lebih 4 meter. Setiap hari sampah organik yang ditumpuk
mencapai berat 30 ton. Sampah dalam tumpukan mengandung berbagai jenis
bahan organik diantaranya sampah kebun, sisa makanan, kayu, buah dan sayuran.
Namun sampah dalam tumpukan tidak jarang juga masih mengandung bahan
plastik, ini disebabkan karena pada saat pemilahan sampah, plastik terselip pada
sampah organik, oleh sebab itu pada saat petugas menumpuk sampah jika terlihat
sampah plastik yang masih ada, plastik tersebut akan langsung diambil dan
dipisahkan dari tumpukan sampah organik.

31

3.3.2

Tahap Pengomposan
Pengomposan aerob merupakan proses dekomposisi dengan menggunakan

oksigen. Proses dekomposisi sampah organik berlangsung pada kondisi


kandungan oksigen lebih dari 6% dan kadar air 40-60%. Pada dekomposisi aerob
sampah organik yang telah ditumpuk dan memiliki ketinggian sampai 4 meter
akan dialiri udara melalui pipa karet yang tertanam di bawah tumpukan sampah.
Pengomposan secara aerob menghasilkan kompos mentah setelah proses
pengomposan fase aktif berakhir. Proses pengomposan berakhir selama 3-4 bulan
proses dekomposisi. Dalam tahap dekomposisi aerob ini dibutuhkan pembalikan,
pengairan, dan aerasi yang baik sehingga dihasilkan kompos yang berkualitas.
Proses pembalikan kompos di UFPST menggunakan excavator dan wheel
loader berkapasitas besar. Proses ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan
suhu kompos agar selalu berada pada batas yang diinginkan. Pengontrolan
kelembaban dan temperatur dalam tumpukan dilakukan setiap 2 kali dalam 1
minggu dengan menggunakan termometer dan O2 meter. Proses pembalikan
dilakukan dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam menggunakan excavator dan
wheel loader. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh bahan
organik pernah berada pada temperatur terendah yaitu 65oC selama satu minggu
atau paling tidak 55oC selama tiga minggu untuk menciptakan kondisi sanitasi.
Selama proses dekomposisi berlangsung, bahan organik beresiko terbakar dan
bahan tersebut dapat menangkap api sendiri. Semakin kering bahan organik,
semakin besar resiko terjadinya pembakaran spontan. Proses pembalikan
dilakukan dalam interval waktu 1-2 minggu untuk menjaga ketersediaan oksigen

32

dalam tumpukan dan juga mencegah terjadinya kebakaran sampah organik yang
disebabkan oleh tingginya suhu dalam tumpukan.
Pembasahan pada kompos dilakukan setiap hari dengan bantuan selang
dan menggunakan air dari saluran irigasi yang berada di sekitar areal UFPST, air
kemudian akan dinaikkan dengan menggunakan pompa air. Proses pembasahan
ini bertujuan untuk menjaga kandungan air dalam tumpukan kompos berada di
antara

40-60%

dan

diharapkan

berada

pada

kandungan

air

50-60%.

Mikroorganisme aerob hanya aktif pada kandungan air 40-60%. Pada kondisi
kandungan air berada di bawah 40% proses dekomposisi akan terhenti, sedangkan
pada kondisi di atas 60% proses pengomposan perlahan akan berubah menjadi
proses pengomposan anaerob (tanpa oksigen).
Proses aerasi bertujuan untuk menjaga kandungan oksigen dalam
tumpukan kompos. Di UFPST kandungan oksigen dijaga sebesar minimal 6%
dengan tujuan mempercepat proses dekomposisi dengan cara memberikan udara
pada setiap tumpukan kompos menggunakan blower yang dihubungkan dengan
pipa karet sebagai penyalur udara yang ditanaman dibawah tumpukan kompos.
Proses aerasi ada dua yaitu proses aerasi alami dan proses aerasi paksa. Proses
pengomposan berskala besar membutuhkan oksigen dalam jumlah besar, hal ini
hanya dapat dilakukan dengan proses aerasi secara paksa dengan menggunakan
blower untuk mengalirkan oksigen ke bawah tumpukan kompos dengan
menyalurkan oksigen melalui pipa-pipa karet berukuran besar dengan lubang
udara disetiap sisinya yang tertanam di bawah tumpukan kompos. Proses aerasi
ini akan mempercepat proses dekomposisi kompos.

33

Setelah melalui proses pembalikan, pembasahan, dan proses aerasi,


kompos pada umur 60 hari selanjutnya akan disaring. Proses penyaringan kompos
bertujuan untuk memisahkan kompos yang telah terbentuk dari sampah yang tidak
bisa terurai (residu). Penyaringan kompos ini dilakukan menggunakan compost
shieve, dimana kompos yang masih mengandung residu dimasukkan dalam
compost shieve dari ujung yang berdiameter lebih kecil kemudian compost shieve
akan berputar dan menggerakkan kompos menuju ke ujung compost shieve yang
berdiameter lebih besar. Kompos yang telah terbentuk kemudian akan keluar
melalui sepanjang selimut dari compost shieve.
Kompos yang telah melalui penyaringan tahap awal kemudian akan
ditumpuk kembali. Kompos yang telah disaring memiliki berat 7 ton. Setelah
kompos ditumpuk, kompos kemudian akan ditambahkan EM4. Cara penambahan
EM4 yang diterapkan di UFPST adalah dengan cara EM4 disiramkan secara
merata ke seluruh bagian pada tumpukan kompos. Komposisi EM4 yang
ditambahkan pada 7 ton kompos adalah 3.5 liter EM4 dicampur dengan air
sebanyak 200 liter dan kemudian diaduk rata hingga EM4 dan air dapat tercampur
rata. Setelah tercampur rata, larutan EM4 akan disiramkan secara merata ke
seluruh bagian pada tumpukan kompos. Kompos yang telah diberikan larutan
EM4 akan didiamkan selama 2-3 hari. Pada hari ke 4, kompos kembali dibalik
dan dibasahi seperti biasa sampai kompos dinyatakan matang.

3.3.2.1 Indikator Kematangan Kompos


Hal yang paling penting diperhatikan dalam pengomposan adalah fase
kematangan kompos. Kematangan kompos menjadi penting karena akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akan dipupuk pada saat penanaman.

34

Mikroorganisme yang terdapat dalam kompos yang belum matang masih aktif
mengurai bahan kompos sehingga ketika diaplikasikan pada tanaman,
mikroorganisme akan mengambil nitrogen dari tanah. Hal ini akan menyebabkan
tanaman bersaing dengan mikroorganisme pengurai dalam memperoleh nitrogen
dalam tanah. Indikator yang dapat digunakan sebagai indikator kematangan
kompos adalah sebagai berikut:
1. Suhu
Setelah beberapa lama dalam keadaan termofilik (panas), suhu kompos
akan menurun mendekati suhu ruangan. Jika proses pembalikan tidak
menyebabkan suhu tumpukan kembali meningkat, maka kompos dianggap telah
mencapai kematangan. Pengukuran suhu kompos diukur pada 4 tumpukan
kompos dari kompos mentah, setengah jadi, dan kompos matang. Pengukuran
dilakukan dengan cara mengukur tiga titik ukur pada setiap tumpukan kompos
dengan jarak antar titik adalah 4 meter. Setiap titik diukur sejajar satu dengan
yang lain dengan kedalaman alat ukur mencapai 50cm sampai 100cm. Berikut
merupakan gambar dari hasil pengukuran rata-rata suhu kompos pada masingmasing tumpukan kompos dengan umur kompos dan tingkat kematangan kompos
yang berbeda.
85

85

75

75

Suhu (C) 65
55

Suhu (C) 65
55

45

45

12

Umur Kompos (hari)

21

24

27

30

Umur Kompos (hari)

b
35

85

85

75

75

Suhu (C) 65
55

Suhu (C) 65
55

45

45

48

51

45

54

Umur Kompos (hari)

72

75

78

81

Umur Kompos (hari)

Gambar 4. Data Suhu Pada Proses Pengomposan


Keterangan gambar:
a. Kompos mentah (berumur 1-20 hari)
b. Kompos setengah jadi (berumur 21-35 hari)
c. Kompos setengah jadi (berumur 36-60 hari)
d. Kompos matang (berumur 61-90 hari)
Dari gambar hasil pengukuran suhu kompos diatas diperoleh suhu kompos
rata-rata yang berbeda pada setiap tumpukan dan umur kompos. Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat kematangan kompos yang berbeda. Kompos mentah
yang berumur 1-20 hari bentuk fisiknya masih mendekati bentuk fisik sampah
organik saat pertama kali melalui proses penumpukan. Suhu pada kompos mentah
sedikit lebih tinggi dari suhu ruangan. Bentuk fisik yang masih menyerupai
sampah organik menyebabkan banyak rongga udara yang terbuka, sehingga udara
bebas masuk ke dalam tumpukan dan akan mempengaruhi suhu pada tumpukan
kompos yang sedikit lebih tinggi dari suhu ruangan.
Pada kompos setengah jadi yang berumur 21-60 hari, suhu meningkat
sangat tinggi dan jauh dari suhu ruangan. Ini disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yang aktif mengurai sampah. Bentuk fisik dari kompos setengah
jadi tidak sama lagi seperti bentuk fisik kompos mentah. Umumnya kompos
setengah jadi memiliki bentuk fisik seperti serat-serat daun yang lapuk. Kerapatan

36

pada tumpukan kompos setengah jadi sangat tinggi. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan suhu karena berkurangnya rongga udara sehingga udara sulit untuk
masuk ke dalam tumpukan kompos.
Suhu pada kompos matang yang berumur 61-90 hari akan berangsurangsur menurun mendekati suhu ruangan. Hal ini disebabkan karena aktivitas
mikroorganisme pengurai berkurang sehingga suhu perlahan-lahan akan turun
mendekati suhu ruangan. Tekstur kompos matang yang remah menyebabkan udara
dapat masuk ke dalam tumpukan kompos dan akan mempengaruhi suhu di dalam
tumpukan kompos mendekati suhu ruangan.
Kompos di UFPST memiliki suhu yang berbeda pada setiap tumpukan.
Pada fase pengomposan aktif, suhu kompos berkisar antara 50.8oC sampai 81.2oC.
Suhu kompos akan sedikit menurun pada saat kompos telah mencapai
kematangan. Suhu kompos pada kompos matang yang terukur berkisar antara
48.3oC sampai 65.7oC.

2. Kadar Oksigen
Kadar oksigen minimal yang harus dicapai dalam proses pematangan
kompos adalah 6%. Jika kadar oksigen dalam setiap tumpukan kurang dari 6%,
maka proses pembuatan kompos tersebut termasuk ke dalam proses anaerob.
Kadar oksigen diharapkan mampu melebihi angka minimal yaitu 6% karena
mikroorganisme pengurai hanya dapat aktif pada keadaan kadar oksigen lebih dari
6%. Sama seperti pengukuran suhu kompos, pengukuran kadar oksigen pada
kompos diukur pada 4 tumpukan kompos dari kompos mentah, setengah jadi, dan
kompos matang. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur tiga titik ukur pada

37

setiap tumpukan kompos dengan jarak antar titik adalah 4 meter. Setiap titik
diukur sejajar satu dengan yang lain dengan kedalaman alat ukur mencapai 50cm
sampai 100cm. Berikut merupakan gambar dari hasil pengukuran rata-rata kadar
oksigen pada masing-masing tumpukan kompos dengan umur kompos dan tingkat
kematangan kompos yang berbeda.

20

20

15

15

Kadar Oksigen (%) 10


5

Kadar Oksigen (%) 10


5

3 6 9 12

Umur Kompos (hari)

21242730

Umur Kompos (hari)

38

20

20

15

15

Kadar Oksigen (%) 10


5

Kadar Oksigen (%) 10


5

45485154

Umur Kompos (hari)

72757881

Umur Kompos (hari)

Gambar 5. Data Kadar Oksigen Pada Proses Pengomposan


Keterangan gambar:
a. Kompos mentah (berumur 1-20 hari)
b. Kompos setengah jadi (berumur 21-35 hari)
c. Kompos setengah jadi (berumur 36-60 hari)
d. Kompos matang (berumur 61-90 hari)
Dari gambar hasil pengukuran kadar oksigen kompos di atas diperoleh
kadar oksigen rata-rata yang berbeda pada setiap tumpukan kompos. Seperti
halnya pada pengukuran suhu kompos, kadar oksigen pada masing-masing
tumpukan dipengaruhi oleh bentuk fisik kompos yang berbeda. Kompos yang
berumur 1-20 hari dengan bentuk fisik yang masih menyerupai sampah organik
memiliki rongga udara yang banyak, hal ini menyebabkan udara mudah masuk ke
dalam tumpukan kompos sehingga kadar oksigen pada tumpukan kompos mentah
masih mendekati kadar oksigen dalam ruangan.
39

Pada tumpukan kompos setengah jadi, kadar oksigen menurun. Ini


disebabkan karena berkurangnya rongga udara pada tumpukan kompos yang
menyebabkan udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam tumpukan kompos.
Bentuk fisik kompos setengah jadi yang menyerupai daun yang lapuk
meningkatkan kerapatan kompos sehingga rongga udara akan berkurang. Namun
pada bagian kompos yang dekat dengan selang udara yang tertanam di bawah
tumpukan kompos, kadar oksigen yang terukur mendekati kadar oksigen ruangan.
Kadar oksigen akan menurun pada kompos matang karena proses aerasi
dihentikan. Pada kompos matang, mikroorganisme tidak lagi bekerja untuk
menguraikan kompos sehingga udara dari luar tidak lagi disalukan ke dalam
tumpukan kompos. Kadar oksigen yang terkandung dalam tumpukan kompos
matang akan menurun dan berada di bawah kadar oksigen normal yang menjadi
syarat mikroorganisme dapat hidup yaitu 6%.
Kadar oksigen yang diperoleh setelah melakukan pengukuran pada setiap
tumpukan kompos berbeda-beda. Kompos di UFPST yang masih mengalami fase
pengomposan aktif memiliki kadar oksigen yang berkisar antara 3.2% sampai
19.4%. Pada kompos yang telah matang, kadar oksigen menurun dan lebih rendah
dari standar kadar oksigen minimal yaitu 6%. Kadar oksigen pada kompos matang
di UFPST berkisar antara 1.5% sampai 2.8%.

3. Rasio C/N

40

Selama proses pengomposan berlangsung, rasio C/N akan mengalami


penurunan. Kompos dapat dianggap mencapai kematangan jika telah mencapai
standar pengukuran rasio C/N yaitu berkisar antara 10-20 dalam SNI, sedangkan
KepMenTan mengeluarkan standar rasio C/N pada kompos yang diijinkan adalah
berkisar antara 20. Setelah pupuk kompos matang, sampel diambil dan dianalisis
untuk mengetahui rasio C/N yang terkandung di dalam pupuk kompos. Rasio C/N
pupuk kompos di UFPST setelah dianalisa adalah 10.7. Dari hasil analisa yang
diperoleh, rasio C/N pupuk kompos UFPST telah memenuhi standar yang
ditetapkan dalam SNI yaitu berkisar antara 10-20. Rasio C/N pupuk kompos dan
beberapa kandungan penting lainnya dari pupuk kompos yang dihasilkan di
UFPST disajikan pada table 1.

Tabel 1. Kriteria Kematangan Kompos UFPST


Parameter

Metode

Unit

41

Kompos Matang

(BK=Berat
kering)

Analisa
rata-rata

Gravimetric
ekstraksi 1:2 dgn air
ekstraksi 1:2 dgn air
gravitmetri 105C
gravimetri 500C
(5) / 2.2
(5) / [(8) x 0.1725]

kg/liter

0.82
7.7
< 7.5
1)
5.3
< 2.5
59.0
> 55
27.0
< 40
12.3
10.7
10-20(SNI)

Kjeldahl
Photometric

kg/ton BK
kg/ton BK

14.6
0.015

Nitrat-N
Rasion Nitrat-N /
Ammonium-N

Photometric

kg/ton BK

1.80

(10) / (9)

kg/ton BK

120.0

)
(13

Nitrit Nitrogen

Photometric

kg/ton BK

)
(14

Phosphor (P)

Photometric

kg/ton BK

3.7

)
(15

Phosphor (P2O5)

(13) x 2.29

kg/ton BK

8.5

)
(16

Kalium (K)

FAAS

kg/ton BK

19.3

)
(17

Kalium (K2O)

(15) x 1.20

kg/ton BK

23.1

1. Parameter Umum
(1) Berat jenis
(2) Nilai pH
(3) Konduktivitas(garam)
(4) Berat Kering (BK)
(5) Bahan Organik
(6) Karbon Organik
(7) Rasio C / N
2. Nutrisi
(8) Nitrogen Total
(9) Ammonium-N
(10
)
(11)

mS/cm
%
% BK
% BK

Nilai
Ideal

> 12.0
< 0.5
> 0.08
> 20.0

(12

)
Magnesium (Mg)
FAAS
Sumber: Analisis Kompos FPST 2015

1)

< 0.004

kg/ton BK
6.7
sangat fluktuatif, maksimum 10 mS/cm

4. Bentuk Fisik
Kematangan kompos secara sederhana dapat diketahui dari bentuk
fisiknya. Kompos yang telah matang akan memiliki bentuk fisik menyerupai
tanah, dan bertekstur remah. Pada kompos matang di UFPST, bentuk fisik kompos
menyerupai tanah yang gembur dan bertekstur remah.

5. Bau
42

Kematangan kompos dapat diamati dengan indikator bau yang dilakukan


dengan mengambil sampel dari tumpukan kompos sebanyak dua genggaman
tangan dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Sampel tersebut didiamkan
selama 2 hari (2x24 jam). Jika setelah 2 hari didiamkan kantong plastik
pembungkus kompos menggelembung, panas, dan menimbulkan bau menyengat
maka kompos dinyatakan belum mencapai kematangan. Di UFPST, kompos yang
telah matang memiliki bau seperti daun yang sudah lapuk.

6. Warna
Kompos yang telah matang umumnya memiliki warna coklat kehitaman
menyerupai warna tanah. Bila kompos belum mencapai warna yang dijadikan
standar pengukuran kematangan kompos, maka kompos tersebut dinyatakan
belum matang. Kompos yang telah matang di UFPST memiliki warna coklat
kehitaman.
Kompos yang telah memenuhi seluruh indikator kematangan kompos
kemudian akan melewati proses penyaringan tahap akhir guna memastikan agar
kompos benar-benar bersih dari residu yang masih terlewat pada penyaringan
tahap awal.

3.3.3

Tahap Pengemasan
Setelah melalui penyaringan tahap akhir, kompos segera dikemas untuk

didistribusikan. Proses pengemasan kompos dilakukan setelah adanya pemesanan


dari konsumen untuk menjaga kualitas dari kompos. Jika kompos terbungkus
terlalu lama maka kandungan oksigen dalam kompos akan semakin menipis.

43

Kondisi tersebut membuat bakteri dan kompos menjadi CH 4 yang dapat


menimbulkan bau tidak sedap dan mengurangi kualitas kompos. Berat bersih
kompos per kemasan yang akan dijual oleh UFPST memiliki berat 20kg per
kemasan. Contoh/gambar kemasan dapat dilihat pada lampiran.

44

Anda mungkin juga menyukai