Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah : KONSEP TEORI DAN KEPERAWATAN SEKRESI
HORMON ANTIDIURETIK (diabetes insipidus).
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui konsep dasar
keperawatan pada klien gangguan sekresi hormone antidiuretik dengan diabetes insipidus
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar,12 juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
BAB II. PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. MANIFESTASI KLINIS
D. PATOFISIOLOGI
E. PENATALAKSANAAN
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab yang mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-renal reflex, sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.( Aru W. Sudoyo 2006)
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang
menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari diabetes insipidus
2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes insipidus
Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan diabetes insipidus
Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diabetes insipidus
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diabetes insipidus
Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan diabetes insipidus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah
ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal,
asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering
terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama
tidur atau ngompol) Urin output. ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya
bukannya warna kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan konsentrasi
diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang
menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon
antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih
yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan
dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika
kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap
hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).
B. Etiologi
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini
bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria yang terserang penyakit ini.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya.
Diabetes insipidus secara umum dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik
2. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah
3. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
4. Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
5. Tumor
6. Sarkoidosis atau tuberkulosis
7. Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak
8. Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis
Berdasarkan etiologinya, Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua, antara lain:
1. Diabetes Insipidus Central
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis
hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi
penurunan dari produksi hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior
karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena
tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar
hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi
ureteral, gagal ginjal lanjut.
2. Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.

3. Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.


4. Penyakit sickle cell
5. Gangguan diet
C. Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah :
a. Poliuri 5-15 liter / hari
b. Polidipsi
c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005
d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
e. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin
maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya
tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan
peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus. Diabetes
insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satusatunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi
hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari).
Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang
menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
D. Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik,
paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II.
Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat pembuatannya), melalui akson
menuju ke ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan
disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat
pada reseptor volume dan osmotic. Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan
volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan
permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang
melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih
meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan
dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya
penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus
lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas

plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi
vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi
orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana
gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya
adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH
yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan
nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain
itu, DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktuwaktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif
tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir,
ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.
E. Penatalaksanaan
1. Terapi cairan parenteral
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup
ketika mereka merasa haus karena penyakit diabetes insipidus merupakan suatu kelainan dimana
terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer sehingga penderita bayi dan anak-anak
harus sering diberi minum.
2. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate untuk
merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
3. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan vasopressin atau
desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik). Pemberian beberapa kali sehari
berguna untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Terlalu banyak
mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan dan gangguan
lainnya.
4. Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid (misalnya hidrochlorothiazid/HCT)
dan obat-obat anti peradangan non-steroid (misalnya indometacin atau tolmetin).
5. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal
replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama.
Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti:
Diuretik Tiazid, Klorpropamid, Klofibrat, dan Karbamazepin.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Ada sebuah cara untuk mendiagnosa penyebab suatu poliuria adalah akibat Diabetes Insipidus,
bukan karena penyakit lain. Caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita

ketahui dengan anamnesa dan pemeriksaan.


Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam
hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah factor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada
penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria
ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing).
Ketiga, Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau
dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan
air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila
ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai
bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu Differential Diagnosis dari
Diabetes Insipidus.
Jika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes Insipidus, maka harus dilakukan pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang
dialami karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa
pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1. Hickey Hare atau Carter-Robbins
Hickey-Hare tes adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi.
Cairan NaCl hipertonis diberikan IV dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan
daya pembuatan ADH.
a. Infus dengan dexrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).
b. Infuse di ganti dengan NaCl 2,5% dengan jumlah 0,25 ml/menit/kg BB di pertahankan selama
45 menit
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok
Perhatian : pemeriksaaan ini cukup berbahaya
2. Fluid deprivation
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah
water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa
terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau
tempat praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan
diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung
meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan
diberikan suntikan hormon antidiuretik.
3. Uji nikotin
Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsung dirangsang oleh nikotin. Obat yang di pakai
adalah nikotin salisilat secara IV. Akibat sampingnya adalah mual, muntah.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya
4. Pemeriksaan laboratorium

Menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah dan air kemih yang sangat encer. Fungsi
ginjal lainnya tampak normal.
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin
sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes
Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan diabetes insipidus adalah :
Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam
hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada
penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria
ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing).
Ketiga, apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau
dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan
air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila
ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai
bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu Differential Diagnosis dari
Diabetes Insipidus.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon antidiuretik:
pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
tekanan darah naik
denyut jantung kembali normal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
A. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
B. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas
jika minum tidak banyak.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri

menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone
antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah,
kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis,
meningitis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.
C. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
RR = 20 x/mnt, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan
suara nafas normal.
2. Kardiovaskular B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu = 36,5 oC, suara jantung vesikuler. Perfusi perifer
baik, turgor kulit buruk, intake= 295 mosmol/L (n= <290 mosmol/L)
Urea N: <3 mg/dl.(normal= 3 7,5 mmol/L)
Kreatinin serum: 75 IU/L. (n= <70 IU/L)
Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (n= 0,1 0,3 mg/dl)
Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (n= 0,3 1 mg/dl)
SGOT: 38 U/L. (n= 0 25 IU/L)
SGPT: 18 U/L. (n= 0 25 IU/L)
2 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Data Subjektif : px mengatakan haus, badan terasa lesu.
Data Objektif : intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, turgor kulit buruk.
Diabetes Insipidus
Hiperosmolaritas serum
Merangsang haus
Pergantian air tidak adekuat
Volume cairan tubuh berkurang kurangnya volume cairan dalam tubuh

2. Data Subjektif : pasien mengatakan sering kencing terlebih pada malam hari.
Data Objektif : Poliuria sangat encer( 3000cc/hr +IWL 500cc/hr), dengan berat jenis 1.010,
osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.
Diabetes Insipidus
Penurunan osmolaritas urin
Hilangnya banyak cairan (urin)
poliuria
Perubahan eliminasi urin
3. Data Subjektif : pasien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya
Data Objektif : klien tidak mengikuti instruksi secara akurat
Riwayat Diabetes Insipidus keluarga
Minimnya informasi tentang pengobatan dan perawatan DI
Kurang pengetahuan
3 Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan
intake cairan yang tidak adekuat.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
4. intervensi Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan
Kriteria Hasil :
a. I = O
b. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik, mata tidak cowong)
c. TTV dalam batas normal (n =120/80mmHg).
Intervensi Rasional
1.Mandiri
a. Pantau BB (input dan output)
b. Pantau tanda-tanda dehidrasi
c. Pantau TTV
2. Kolaborasi

a. Berikan terapi cairan dengan mengganti vasopressin atau dengan penyuntikan intramuskuler
ADH.
3. HE
Anjurkan pasien untuk minum banyak (2000-2500 cc/hari)
1.Mandiri
a. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
b. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
c. Memantau keadaan pasien
2. Kolaburasi
a. Menghindari dehidrasi
3.Menghindari dehidrasi
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan produksi ADH
Tujuan : Eliminasi urine kembali normal
Kriteria Hasil : eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)
Intervensi Rasional
1. Mandiri
a. Pantau eliminasi urine yang meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan
tepat.
2. Kolaborasi
a. Berikan terapi vasopressin atau dengan penyuntikan intramuskuler ADH.
b. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8-12 jam
atau sampai terjadi penurunan BB.
1. Mandiri
a. Untuk mengetahui perubahan kondisi pasien
b. Untuk mengembalikan pola normal eliminasi urine.
2. Kolaburasi
a. Untuk mengetahui respon ginjal terhadap pemberian hormon ADH
b. Untuk menghindari gagal ginjal
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan mengikuti instrukasi yang

diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan dan perlunya
mendapatkan gelang waspada medis.
Intervensi Rasional
1. Mandiri:
a. Jelaskan konsep dasar proses penyakit.
b. Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur.
c. Jelaskan perlunya untuk menghindari obat yang dijual bebas. 1.Mandiri
a. Memberi pemahaman kepada pasien
b. Agar pasien tahu pentingnya pemantauan penyakit
c. Untuk menghindari semakin parahnya penyakit
DAFTAR PUSTAKA
1. Suparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi II: Jakarta. Penerbit Balai FKUI
2. Susan Martin Tucker (et-al). 1998. Standar Perawatan Pasien, volume 2: Jakarta. Penerbit
Buku Kedoteran EGC
3. Hudak and Gallo. 1996 .Perawatan Kritis, Edisi 2: Jakarta . Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Dr. Hasjim Effendi. 1981. Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dan Patofisiologinya:
Bandung. Penerbit Alumni anggota IKAPI Bandung
5. Barbara. C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah 3: Bandung. Penerbit Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung
6. Guyton. C. Arthur. 1992. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit : Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran EGC
7. A. Price Sylva and M. Wilsol Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC
8. Bruner dan Sudart. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. 2000

Anda mungkin juga menyukai