Funny Couple PDF
Funny Couple PDF
dari seribu orang. Gedung itu berjarak enam meter dari gereja.
Letaknya persis di sebelah kanan gereja. Karena itu, tamu
tamu yang datang, cukup berjalan kaki s aja untuk bisa sampai
ke gedung serba guna. Gedung itu dilengkapi pendingin,
supaya setiap orang yang mengikuti acara yang diadakan di
situ tidak kegerahan. Rencananya, resepsi akan dimulai begitu
upacara pemberkatan pernikahan selesai.
Sementara itu, jarum panjang dan pendek pada jam
dinding yang tergantung di atas pintu masuk gereja
menunjukkan angka sepuluh lewat tigapuluh menit. Acara
akan dimulai jam sebelas tetapi para tamu yang hadir hampir
memenuhi kursi kursi yang tersedia. Setiap kursi dihiasi
bunga mawar putih yang diikat dengan pita yang terbuat dari
kertas berwarna sama. Altar yang berada di dalam gereja juga
dihiasi dengan karangan bunga mawar putih yang merupakan
bunga kesukaan pengantin perempuan.
Seiring berjalannya waktu, tamu yang datang semakin
banyak. Udara panas mulai menyeruak ke dalam gereja
mengalahkan angin yang keluar dari dalam AC yang terletak di
dinding dan langit langit gereja. Sebagian besar dari tamu
yang datang mulai menggunakan kipas atau kertas acara
pernikahan untuk mengusir hawa panas.
Di bagian belakang gereja, terdapat ruangan yang
masih menyatu dengan bangunan gereja. Di ruangan
berukuran enam kali enam meter itulah, biasanya para pelayan
Tuhan mempersiapkan diri sebelum memulai kebaktian.
Ruangan itu biasanya disebut konsistori.
Kebaya ini membuatku sulit bergerak. Sesak sekali
rasanya keluh Mia di depan Eva sahabat baiknya.
Eva sudah menjadi sahabatnya sejak mereka duduk di
sekolah dasar. Saking akrabnya, mereka sampai kuliah di
tempat yang sama, yakni Universitas Sumatra Utara. Mereka
juga memilih jurusan yang sama,
manajemen. Berbeda
dengan Mia yang cenderung tomboy, Eva justru sangat
feminim. Dia juga memiliki wajah yang sangat cantik. Mata
bulat dan hidungnya mancung. Wajahnya selalu ramah pada
setiap orang yang ditemui. Rambutnya yang panjang selalu
dibiarkan tergerai. Mia pernah menyarankan agar Eva
memotong rambutnya karena dia merasa gerah melihatnya.
Tetapi yang bersangkutan menolaknya dengan alasan dia
Pendapat itu mungkin ada benarnya tapi saat ini hal itu
tidak mungkin terjadi padaku karena aku mencintai orang
lain, suara Arman tidak lebih dari sebuah bisikan tetapi cukup
untuk membuat dunia Mia runtuh seketika.
Mia sempat terpaku sesaat sambil menggenggam
ponselnya. Begitu kesadarannya kembali dia langsung
bertanya dengan membabi buta, Apa? Kau bilang kau
mencintai orang lain? Sejak kapan?
Sejak aku kenal denganmu, kata Arman lirih.
Kalau saja Mia tidak menggenggam ponselnya dengan
erat, mungkin benda mungil warna perak berbentuk segi
empat itu sudah jatuh dari tangannya karena begitu
mendengar ucapan Arman barusan, tubuhnya lemas seketika.
Dia seperti kehilangan tenaga untuk sesaat. Namun, tidak
berapa lama, amarahnya kembali mencuat. Jadi selama ini
kau menduakan aku! Brengsek kau Arman! Seharusnya kau
bilang padaku. Dengan begitu aku tidak perlu berada dalam
situasi memalukan ini! sembur Mia penuh emosi.
Aku tahu. Maafkan aku Mia, kata Arman dengan nada
memelas.
Mia meremas ponselnya karena gemas dan marah.
Ingin rasanya dia melempar ponselnya itu namun dia berhasil
menahan diri mengingat dia tidak sendirian di ruangan itu. Dia
tahu betul kalau sekarang dia sedang menjadi pusat perhatian
orang orang yang ada di sekelilingnya. Karena itu dia tidak
mau terlihat lemah. Dia juga tidak mau orang orang itu
melihat dia
memohon pada Arman agar mau menikah
dengannya. Maaf saja yah, aku tidak mau kehilangan harga
diriku gara gara pria brengsek itu, tekadnya. Kalau dia tidak
mau menikah ya sudah. Duniaku tidak akan kiamat gara gara
batal menikah dengannya. Memangnya pria di dunia ini dia
saja.
10
Kau adalah salah satu orang yang paling tidak ingin kusakiti.
Tetapi, apa yang menimpamu benar benar di luar kendaliku.
aku jadi menikah, aku akan berjalan melalui pintu ini. Tidak
kusangka, aku akan melewati pintu ini justru untuk
mengumumkan pembatalan pernikahanku.
Mia menarik napas dalam dalam. Dia mengumpulkan
seluruh keberaniannya. Setelah merasa siap dia mulai berjalan
memasuki gereja melewati pintu itu. Seluruh orang yang
berada di dalamnya terdiam melihat Mia. Suasana gereja yang
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
***
Hendra dan Robert sedang duduk berdua di restoran
Sunda yang terletak di lantai paling atas Medan Mall. Mereka
sedang menikmati es campur. Keduanya duduk saling
berhadapan dengan raut wajah yang berbeda. Wajah Robert
terlihat masih tegang dan penuh emosi. Sebaliknya, Hendra
duduk dengan wajah tanpa ekspresi.
Menyebalkan, celutuk Robert. Bisa bisanya kita
bersantai di sini setelah kejadian hari ini.
Hendra tidak menyahut. Mulutnya terkunci rapat.
Dasar
Arman
brengsek.
Berani
sekali
dia
memperlakukan adik kita seperti itu. Lihat saja kalau aku
ketemu dengannya. Akan kuhajar dia, tekad Robert.
Lagi lagi Hendra bersikap diam. Dia tidak menjawab.
Dia asyik mengaduk ngaduk mangkuk yang berisi es campur.
Robert sampai gemas melihatnya. Dia dengar nggak sih apa
yang baru kubilang? Dia menepuk dahi Hendra. Kau dengar
tidak sih apa yang kubilang barusan?
Hendra mengangkat wajahnya. Tangan kanannya
mengusap ngusap dahinya yang habis ditepuk Robert. Iya,
aku dengar. Lalu kau mau aku bilang apa? Arman pengecut,
brengsek, bajingan sampai seratus kali? akhirnya ia buka
suara.
Robert cemberut. Kau ini! Bisa bisanya bercanda
setelah apa yang terjadi. Apa kau sudah lupa kalau wanita
yang ditinggalkan Arman adalah adik kita?
Aku tidak lupa. Hanya saja aku malas menanggapinya
saat ini.
Apa yang akan kau lakukan kalau bertemu
dengannya?
Mungkin sama sepertimu. Memberinya pelajaran agar
lain kali dia tidak bersikap pengecut. Yah, mungkin
memukulnya atau memberinya tamparan yang sangat keras di
wajahnya. Saking kerasnya, sampai membekas dan baru hilang
beberapa hari kemudian.
Robert memandang saudaranya itu dengan tidak
berkedip. Itu saja? tanyanya dengan nada datar. Kau hanya
menamparnya?
24
25
dari peristiwa tadi. Aku juga berharap, suatu saat nanti dia
akan menemukan kebahagiaan yang bisa membuatnya
melupakan kejadian hari ini Mia, adikku sayang, semoga saja
apa yang kau alami hari ini, hanyalah suatu proses untuk
mendapatkan kebahagiaan sejati.
***
Taksi berwarna putih yang ditumpangi Mia berhenti
persis di depan rumahnya. Setelah membayar, dia langsung
berlari masuk ke dalam rumahnya.
Pembantunya yang
terbengong bengong melihat kedatangannya. Non,
bukankah Anda seharusnya menikah?
Pernikahannya batal. Kalau ada yang mencariku, bilang
saja sudah pergi, jawab Mia sekenanya.
Pergi ke mana, Non?
Bilang saja aku ke Hongkong, Afrika atau ke ujung
dunia. Terserah kau saja. Pokoknya aku tidak mau diganggu!
Mia masuk ke kamar. Dia mengunci pintu. Dia bersandar pada
pintu kamarnya. Di dalam kamarnya, Mia tidak kuasa menahan
tangis. Airmata yang ditahannya dari tadi akhirnya tumpah
bagaikan air terjun Niagara. Wajahnya jadi coreng moreng
karena airmatanya merusak riasannya. Namun, Mia tidak ambil
pusing dengan wajahnya sekarang. Tubuhnya merosot sampai
dia terduduk di lantai. Dia menangis sambil memeluk kedua
kakinya. Mia meratapi nasibnya. Dia terus menangis sampai
akhirnya ketiduran di lantai yang dingin karena kelelahan.
***
Mia terbangun tiba tiba. Kebayanya basah kuyup
karena keringat. Napasnya tersengal sengal. Dia menyeka
wajahnya dengan tangan kanannya. Dia baru saja mengalami
mimpi buruk. Di dalam mimpinya, seluruh tamu yang diundang
mentertawakan dia karena gagal menikah. Mia tertegun
26
27
28
29
31
BAB 2
Dua bulan berlalu sejak peristiwa yang meninggalkan
luka di hati Mia. Perlahan lahan dia mulai bisa
menyembuhkan rasa lukanya dan bersikap lebih tegar. Mia
seperti terlahir kembali. Dia mulai berani menentukan
keputusan sendiri tanpa campur tangan kedua orangtuanya.
Dia memutuskan untuk melanjutkan hidup dengan mulai
mencari pekerjaan yang sesuai dengan cita citanya yakni
menjadi seorang guru. Sebenarnya mamanya tidak setuju.
Tetapi belajar dari peristiwa yang telah terjadi, kedua
orangtuanya memberi kebebasan kepada Mia untuk melakukan
apapun yang dia inginkan.
Siang itu udara sangat panas. Karena belum mendapat
pekerjaan, Mia lebih senang berada di rumah. Pepatah yang
mengatakan, rumahku adalah istanaku benar benar dia
terapkan. Mia sedang malas malasan di atas tempat tidurnya
ketika ponselnya berdering. Dia tersentak kaget saat melihat
nama Arman tertera di layar ponselnya. Perasaan Mia, heran
bercampur kesal. Kepalanya dipenuhi berbagai pertanyaan.
dia mau kembali lagi padaku, Mia mulai berpikir yang tidak
32
***
Mia sampai di Medan Mall jam 5 sore. Suasana mall sore
hari itu sangat ramai. Maklum hari Sabtu, waktu bagi sepasang
kekasih untuk menikmati hidup. Sesampainya di lobby dia
melongok ke dalam Dunkin Donuts. Matanya sibuk mencari
cari sosok Arman. Jangan jangan dia sudah pulang lagi
34
35
36
mendengarnya dari
mulut orang lain. Aku ingin kau
mendengarnya dari mulutku sendiri. Selain itu, aku sudah
bersikap pengecut di hari di mana seharusnya kita menikah.
Aku juga sudah membohongimu. Karena itu, untuk
menebusnya, aku ingin bersikap jujur padamu. Aku tahu ini
mungkin menyakitkan, tetapi aku melakukannya supaya
semuanya jelas dan tidak ada lagi rahasia.
Mia tercenung. Sekarang laki laki brengsek ini malah
37
38
padahal dia sudah tahu sebelumnya. Hari ini juga, aku harus
mendapatkan penjelasan dari mulut Eva.
***
39
40
41
42
Air mata Eva mulai meleleh. Mau tidak mau Mia merasa
kasihan juga. Tetapi Mia tidak melakukan apa apa untuk
membuat perasaan temannya itu lebih baik karena dalam
perjalanan menuju rumah Eva, Mia sudah membulatkan tekad
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.
Mia menarik napas supaya dia merasa lebih rileks karena dia
mulai merasa lelah dengan pembicaraan yang panjang.
Yang membuatku tidak habis pikir adalah sikap
diammu Eva. Kau memberikanku semangat ketika aku
mengetahui Arman membatalkan pernikahan. Kau tahu kalau
penyebabnya adalah hubunganmu dengan Arman tetapi kau
diam seribu bahasa. Kenapa Eva? bisik Mia lirih.
Eva tidak tahan juga melihat kegundahan hati Mia.
Selain itu perasaan bersalah yang sudah menggunung terasa
membuat dadanya sesak. Dia duduk di tepi tempat tidur sambil
menatap lantai. Perlahan lahan sederet kalimat pengakuan
meluncur dari mulutnya.
Aku merahasiakan semua ini darimu karena aku tidak
mempunyai keberanian. Aku sama pengecutnya dengan
Arman. Aku ingin memberitahumu tetapi aku takut pada
reaksimu. Aku takut kau akan memutuskan persahabatan di
antara kita, apalagi aku bisa merasakan kalau kau mulai
menyukai Arman.
Selain itu aku juga takut kehilangan Arman karena aku
sangat mencintainya. Aku akui aku sangat egois karena tidak
memberitahumu yang sebenarnya. Itu karena aku tidak mau
kehilangan kalian berdua, lanjutnya lagi.
Itulah letak kesalahanmu. Seharusnya kau bilang
padaku. Kita pasti bisa menemukan solusinya.
Kalau aku mengatakan yang sebenarnya tentang
hubunganku dengan Arman, apa yang akan kau lakukan Mia?
Apa kau akan melepaskannya demi aku? tantang Eva.
Mia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak siap
diserang dengan pertanyaan seperti ini. Dia berpikir keras
untuk menemukan jawaban yang tepat.
Mungkin aku akan melepaskannya, cetus Mia.
Reaksi Eva datar saja. Dia melipat kedua tangannya
sambil menggeleng gelengkan kepala. Menurutku kau tidak
akan melepaskannya. Kau menyukainya.
43
44
45
bisiknya pelan.
***
Mia kembali berada di dalam taksi untuk yang
kesekiankalinya dalam hari itu. Sejenak Mia bisa melupakan
masalah yang menghimpitnya saat melihat suasana jalan raya
kota Medan. Jalan raya di Medan setiap Sabtu malam selalu
padat karena banyak penduduk Medan yang keluar rumah
sekedar untuk mencari hiburan.
Taksi yang ditumpangi Mia sempat melintas daerah
Kesawan Square, salah satu tempat makan yang paling banyak
dikunjungi di Medan. Pada siang hari Kesawan Square tidak
lebih dari kawasan perkantoran biasa. Namun, pada malam
hari, jalan itu telah disulap menjadi tempat makan yang ramai.
Jalanan dipenuhi deretan kedai yang menawarkan berbagai
menu masakan. Untuk bisa makan di situ, pengunjung harus
membeli kupon terlebih dahulu. Kupon itu seperti voucher.
Pengunjung membayar makanan yang dipesan, dengan
voucher itu.
Mia sering ke sini bersama dengan teman temannya
tidak terkecuali Arman dan Eva. Sempat terbersit di benaknya
untuk mampir. Tetapi mengingat apa yang baru menimpanya
hari itu, dia membatalkannya. Dia sudah tidak sabar untuk
sampai di rumah.
Sesampainya di rumah, Mia melihat mamanya sudah
menunggu di teras. Mamanya kelihatan lega melihat
kedatangan Mia. Mia dari mana saja kau Nak? Kau membuat
Mama cemas.
Aku baru bertemu dengan Arman, jawab Mia pendek.
Nyonya Hendrawan terpana. Dia mengerutkan
keningnya. Matanya menyipit. Apa? Mau apa dia? tanyanya
dengan nada curiga.
Rahasia. Sudah yah, aku mau mandi terus tidur.
Malam, Mama kusayang.
46
47
BAB 3
Mia sedang menonton telenovela Rubi ketika mamanya
datang menghampiri. Mia sebenarnya tidak terlalu menyukai
telenovela karena inti ceritanya selalu sama. Tentang
percintaan gadis miskin dengan pria kaya. Namun, Rubi adalah
pengecualian. Ceritanya lain daripada yang lain. Mia tertarik
pada tokoh utamanya yang selalu dipenuhi ambisi, Rubi.
Mungkin ada pelajaran yang bisa kudapat dari sini. Bukan sifat
materialistisnya tetapi kecerdasannya dan ketegarannya.
Kau sedang nonton apa, Mia? Nyonya Hendrawan
duduk di sebelahnya.
Memangnya Mama tidak bisa lihat? Tidak perlu basa
basi deh. Katakan saja apa mau Mama.
Mamanya cemberut. Mia, jangan bersikap ketus begitu
dong pada Mama.
Mia menghela napas dan memandang mamanya. Maaf,
Ma. Sekarang Mama mau bicara apa?
Begini, apa kau ingat dengan keluarga Santoso. Teman
papamu di Jakarta?
Dia menggelengkan kepalanya.
Tidak. Aku tidak
ingat.
Masa kau tidak ingat? Kau kan sering bermain dengan
anaknya, Doni?
Di dalam kepala Mia seolah olah terdengar suara
alarm saat mendengar ucapan mamanya barusan. Dia
menatap mamanya dengan curiga. Mama, aku benar benar
tidak ingat.
Mia, dia pernah datang ke sini. Orangnya tampan,
putih, hidungnya mancung dan dia memakai kacamata. Kalau
tidak salah dia datang, pada saat ulangtahun Robert,
mamanya terus berusaha untuk mengingatkan Mia.
Ooooh, mulut Mia membentuk huruf O. Ternyata
Doni yang itu. Aku ingat sekarang. Ada apa dengannya? Apa
dia masuk dalam infotainment, acara kesukaan Mama? Mia
bicara asal asalan.
Mama baru tahu kalau dia masih single.
Mia keheranan. Apa hubungannya denganku kalau dia
masih single? Aku tidak peduli, sekalipun dia pria single paling
tampan di Indonesia. Aku saja sudah lupa padanya. Mia melirik
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
BAB 4
Walaupun belum memastikan kapan berangkat ke
Jakarta, Mia mulai memasukkan sebagian baju bajunya ke
dalam koper sambil bersenandung ceria. Tekadnya sudah bulat
untuk meninggalkan Medan menuju Jakarta. Tidak ada yang
bisa menghalanginya.
Sepanjang Sabtu, Mia menghabiskan waktu mencatat
barang apa saja yang akan dibawanya ke Jakarta.
Mia memandangi koleksi bacaannya yang tersusun rapi
di rak. Bagaimana ini? Aku tidak bisa meninggalkan bukuku di
sini. Nanti aku baca apa? Tetapi aku juga tidak mungkin
membawa semuanya karena berat barang bawaan di pesawat
dibatasi. Kalau lebih aku jadi dikenai biaya tambahan, pikir
Mia. Ah, sudahlah. Aku bisa meminta Bang Hendra untuk
mengirimkannya sedikit demi sedikit.
Mia mengalihkan perhatian pada baju yang tersusun
rapi di dalam lemarinya. Dia mulai mengeluarkan satu persatu
dan memasukkannya ke dalam koper. Saat sedang asyik
menyusun baju, terdengar suara mamanya yang memanggil
namanya. Mia menghentikan kegiatannya dan berjalan keluar
kamar.
Mama memanggilku?
Iya. Waktunya makan malam.
Mia menuruti mamanya tanpa banyak bicara.
Makan malam hari Sabtu itu terasa membosankan buat
Mia karena Hendra dan Robert sedang tidak ada di rumah.
Mereka berdua lebih memilih menghabiskan malam Minggu
bersama dengan teman teman mereka.
Mia jadi merasa tidak nyaman, makan malam bertiga
saja bersama dengan orangtuanya. Papanya sih bukan
masalah tetapi mamanya. Sesekali Mia mencuri pandang ke
mamanya. Dia bisa melihat dengan jelas ekspresi mamanya
sangat sedih.
Selesai makan malam mereka berada di ruang keluarga
dan menonton televisi. Mia sayang. Apa kau tidak bisa
merubah keputusanmu? mamanya bertanya dengan hati
hati. Mama berjanji tidak akan memaksamu untuk
berhubungan dengan pria yang tidak kau inginkan asal kau
61
62
63
Mandala saja.
Kenapa Mandala? tanya papanya heran.
Nggak kenapa kenapa. Yang penting bisa sampai di
Jakarta dengan selamat.
Nyonya Hendrawan tidak tertarik lagi terlibat
percakapan dengan suami dan putrinya itu. Dia enggan
berdebat karena tahu tidak akan ada gunanya. Sejak
ditinggalkan Arman di gereja, Mia berubah total. Tidak ada
yang bisa merubah pendiriannya. Mia yang sekarang adalah
Mia yang sangat keras kepala. Diam diam, dia pergi dari
tempat itu dan meninggalkan suaminya berdua saja dengan
putrinya.
***
Senin pagi, setelah suami dan putranya berangkat ke
kantor masing masing, Nyonya Hendrawan menyendiri di
dalam kamarnya. Dia sedang duduk di atas tempat tidur dan
menangis ketika Mia memasuki kamarnya.
Mia keheranan melihatnya dan memutuskan untuk
mencari tahu penyebabnya. Mama, kenapa kau menangis?
tanyanya penuh selidik.
Nyonya Hendrawan menyeka airmatanya dengan
saputangan yang dipegangnya dari tadi. Mia, apa kau
bersikeras pergi ke Jakarta karena membenci Mama? Karena
itu kau menghindari Mama?
Mia terdiam. Dia duduk di samping mamanya. Jangan
bicara begitu dong, Ma. Sudah, jangan menangis lagi, kata
Mia dengan lembut. Dia mengusap pipi mamanya dengan
penuh kasih sayang. Lalu Mia berlutut dan menggenggam
tangan mamanya.
Mama, aku tidak pernah membencimu atas apa yang
menimpaku. Aku sangat menyayangimu. Aku selalu
menganggap apa yang kau lakukan adalah demi kebaikanku.
Aku sangat berterima kasih untuk itu. Tetapi Mama tidak bisa
terus terusan mengatur kehidupanku. Aku sudah dewasa,
Ma. Sudah waktunya aku menentukan sendiri langkah yang
akan kuambil dalam kehidupan ini.
Mamanya menatap Mia dengan mata berkaca kaca.
Dia mengusap kepala Mia dengan sikap keibuan. Mama juga
sangat menyayangimu, Nak. Mama hanya tidak bisa
64
65
66
67
68
***
Akhirnya tibalah hari keberangkatan Mia. Seluruh
barang barang yang hendak dibawanya sudah siap semua.
Taksi yang akan membawanya ke bandara sudah menanti di
depan teras rumah. Dari jauh jauh hari Mia memang sudah
meminta untuk tidak diantar. Untungnya kali ini orangtuanya
tidak memprotes keinginannya.
Sekarang tiba saatnya buat Mia untuk mengucapkan
salam perpisahan dengan keluarganya. Mia memeluk papanya
dengan erat.
Apa kau yakin, kami tidak perlu mengantarmu ke
bandara?
Tidak perlu, Pa. Aku bisa sendiri kok, jawab Mia
dengan suara mantap.
Sementara itu mamanya mulai terisak. Ja..ga
dirimu baik baik, Nak, kata mamanya terbata bata.
Pasti, Ma, kata Mia dengan lembut. Dia memeluk
mamanya lebih erat. Doakan aku ya, Ma, agar segala
sesuatunya berjalan lancar, pinta Mia.
Tentu saja, Nak. Kami akan selalu mendoakanmu.
Sekarang Mia menoleh ke arah Hendra dan Robert yang
berdiri di samping papanya.
Aku pergi dulu, Mia mengulurkan tangannya kepada
Hendra. Di luar dugaan Mia, Hendra memeluknya dengan erat
sampai sampai ia sulit bernapas.
Jaga dirimu baik baik, Mia. Maafkan kami karena
telah bersikap jahat padamu. Jujur saja, kami bersikap begitu
karena tidak bisa membayangkan kau akan pergi secepat itu
dari sisi kami.
Setelah Hendra giliran Robert yang memeluknya.
Adikku sayang,adikku manis, bisiknya lembut. Mia sampai
mau menangis mendengarnya tetapi dia menahan mati
matian agar airmatanya tidak menetes.
Aku akan merindukanmu. Kau harus bahagia di sana,
kata Robert. Dia melepaskan pelukannya.
Biarkan aku memandangimu sampai puas karena kita
akan berpisah untuk waktu yang lama.
Mia tersenyum kecil. Kalian kan bisa mengunjungiku.
69
***
Sesampainya di terminal keberangkatan bandara
Polonia, Mia langsung check in. Setelah itu ia membayar
airport tax. Dia baru mau berjalan menuju ruang tunggu ketika
terdengar suara memanggilnya. Dia menoleh dan melihat Eva
berlari lari kecil ke arahnya.
Eva, kenapa kau datang kemari? Siapa yang
memberitahumu?
Mamamu. Aku menelepon ke rumahmu untuk
menanyakan keadaanmu. Aku benar benar khawatir padamu
setelah pembicaraan kita yang terakhir. Mamamu bilang hari
ini kau berangkat ke Jakarta. Mia, katakan padaku yang
sejujurnya. Apa kau pergi karena aku dan Arman?
Tidak. Aku pergi karena aku ingin mencari suasana
baru, jawab Mia.
Dia meremas tangan Mia dan mulai sesenggukan.
Awalnya suara tangis Eva pelan namun lama kelamaan
tangisannya bertambah keras dan menarik perhatian orang
yang lalu lalang.
Mia merasa tidak enak karena orang mulai
memandanginya dengan tatapan aneh. Dia melihat sekitarnya
dengan perasaan cemas. Jangan menangis Eva. Orang lain
akan berpikir aku menyakitimu.
Kau memang menyakitiku, teriak Eva tiba tiba.
70
71
72
kota yang kucintai. Aku pasti akan kembali lagi, bisiknya pelan.
73
74
BAB 5
Mia terbangun pada saat mendengar suara pilot yang
memberitahu kalau pesawat akan segera mendarat. Dia
menoleh ke kanan. Para pramugari sibuk memberitahu para
penumpang agar mengenakan sabuk pengaman. Mia pun
segera memeriksa sabuk pengamannya.
Roda pesawat Mandala yang membawa Mia, menyentuh
landasan jam setengah tiga kurang sepuluh menit. Mia
mengucap syukur karena ia sampai di Jakarta dalam keadaan
selamat. Dia menyandarkan kepalanya ke kursi dan
memandangi langit yang agak mendung melalui jendela.
Mia baru berdiri setelah pesawat benar benar
berhenti. Tetapi dia tidak langsung keluar. Dia memilih
menunggu dan membiarkan penumpang lain berebutan keluar
dari pesawat.
Melihat jumlah penumpang yang berebutan keluar mulai
berkurang, Mia mengambil ranselnya dan berjalan menuju
pintu keluar pesawat. Mia memanggul ransel Exportnya dan
menenteng kardus kecil berisikan kue khas Medan, bika
Ambon.
Saat menginjakkan kakinya di tangga pesawat, Mia
berkata dalam hati, akhirnya aku sampai di Jakarta. Ini adalah
pertama kalinya Mia mengunjungi Jakarta. Mama dan Papanya
beserta Hendra dan Robert sudah berkali kali ke sini. Tetapi
dia belum pernah sekalipun. Karena setiap kali dia mau ikut
selalu saja ada halangan mulai dari sakit, sekolah ataupun
ujian akhir.
Mia berjalan bersama penumpang lainnya menuju
tempat pengambilan bagasi yang letaknya lumayan jauh.
Sambil berjalan, Mia mengaktifkan ponselnya. Setelah berjalan
beberapa lama, akhirnya Mia sampai di tempat yang dituju.
Mia memandang ke sekelilingnya. Kepalanya bergerak ke kiri
dan kanan seolah olah sedang mencari sesuatu. Astaga tidak
ada troli. Untung saja aku tidak banyak membawa barang. Mia
menarik kopernya dan mulai berjalan menuju pintu keluar.
Dia berjalan di antara kerumunan orang yang berdesak
desakkan. Ramai sekali, pikirnya. Sambil menarik kopernya,
Mia membaca sms yang masuk ke ponselnya. Banyak sekali
pesan dari orangtuanya, Hendra dan Robert yang masuk.
75
76
77
79
80
Aku nggak bohong Mia. Aku yakin adik laki lakiku pun
akan terpesona jika bertemu denganmu, celoteh Helen tanpa
menyembunyikan kekagumannya pada Mia.
Kau juga lebih cantik, balas Mia.
Oh itu sudah pasti, Helen tergelak. Sebaiknya kita
berhenti memuji. Kalau tidak, bisa sampai pagi kita di sini. Oh
ya, apa ini barang barangmu?
Mia mengangguk. Aku juga membawa bika Ambon
untukmu dan keluargamu.
Helen menjerit kesenangan. Mia sampai kaget
dibuatnya. Aku memang sedang ingin makan Bika Ambon,
serunya.
Karena itu aku membawa tiga kotak.
Banyak sekali, cetus Helen. Sepertinya malam ini aku
bakalan pesta Bika Ambon nih, Helen tergelak.
Mia hanya tersenyum tipis.
Astaga, mau berapa lama lagi kita di sini. Helen seperti
disadarkan sesuatu.
Ayo kita pulang, ajak Helen. Dia
mengambil kotak bika Ambon dari tangan Mia. Soalnya sudah
sore nih.
Mereka berjalan menuju tempat parkir sambil
mengobrol. Helen membantu Mia dengan menarik kopernya
yang berukuran besar.
Mereka sampai di depan mobil Daihatsu Taruna. Setelah
memasukkan semua barang bawaan Mia, Helen menyalakan
mesin mobil. Perlahan lahan mobil itu mulai bergerak
meninggalkan tempat parkir.
***
Mobil itu berhenti tepat di depan rumah mungil bercat
putih. Rumah itu tidak memiliki pagar dan letaknya pun agak
tinggi dari permukaan tanah. Tepat di sebelah kanan rumah
terdapat garasi.
Kita sudah sampai, ucap Helen. Mereka pun
mengambil barang barang yang ada di mobil dan berjalan
menuju rumah. Mereka melewati jalan menuju ke garasi.
Kemudian menaiki empat anak tangga yang terbuat dari batu
untuk sampai ke teras rumah. Tangga itu terletak di sisi kanan
teras rumah.
Kau tinggal di sini sendirian? tanya Mia.
81
82
83
84
85
86
87
bohong. Dia benar benar adiknya. Tetapi, bisa saja kan dia
88
Ternyata dia lebih bodoh dari yang aku duga, pikir Alan.
Dia ingat nama saudara saudaraku. Hanya namaku saya
yang dia tidak ingat. Bisa bisanya Kakak bersahabat dengan
cewek seperti ini. Sudah bodoh, gampang naik darah pula.
89
pernah bilang kalau dia punya adik laki laki bernama Alan.
Bagaimana ini?
Alan menghela napas. Sekarang kau percaya kan?
Di luar dugaan Alan Mia menjawab, Aku baru percaya
kalau Helen sendiri yang mengatakannya, tegas Mia.
Alan terbengong bengong. Ya Tuhan, ternyata dia
lebih bodoh dan keras kepala dari dugaanku. Apapun yang aku
bilang pasti tidak ada gunanya. Lebih baik aku diam saja dan
menunggu Kakak datang. Biar dia saja yang menjelaskan. Alan
melirik Mia. Lihat saja nanti kalau Kak Helen datang. Kita lihat
siapa yang tertawa paling akhir.
90
melihat sifat Mia yang keras kepala. Hebat sekali kalau ada
91
Benar benar deh cewek yang satu ini. Dari tadi aku
tidak bosan memandangi wajahnya. Aku penasaran sekali ingin
tahu namanya. Apa namanya sama menariknya dengan
wajahnya yah, Alan bertanya tanya dalam hati. Hei Non,
panggil Alan.
Mia yang mulai asyik menonton televisi menoleh. Apa?
Duduk sini, Alan menepuk nepuk sofa. Ada yang
mau kutanyakan.
92
93
94
mengamati Mia dari atas sampai bawah. Aha, jadi kau bisa
yah? cetus Alan kagum.
Iya, dan aku sama sekali tidak akan ragu
menggunakannya terhadap laki laki kurang ajar.
Alan bertepuk tangan. Kau ini benar benar
mengagumkan. Sudah cantik, galak bisa beladiri juga. Kapan
kapan, kalau aku ada waktu, kita bisa bertanding, kata Alan.
Mia terbengong bengong.
Ngomong ngomong, apa kau sudah bekerja? Kalau
belum, kusarankan untuk melamar jadi satpam atau polisi. Kau
benar benar berbakat untuk pekerjaan seperti itu, tegas
Alan sungguh sungguh.
Mia terpana. Apa apaan sigenit ini? Masa dia
menyuruhku jadi satpam atau polisi. Hei daripada
menghinaku terus lebih baik kau pergi. Kalau memang benar
kau akan bertemu dengan Helen, jangan biarkan dia
menunggu.
Baik Bu! Alan bersikap memberi hormat seolah olah
di hadapannya ada polisi. Mia sampai cemberut dibuatnya.
Alan tertawa ngakak dan masuk ke dalam mobil. Dia
menyalakan mesin mobil dan menurunkan kacanya. Kau tahu,
Nona?
Apa lagi? Kenapa belum pergi pergi juga sih?
Belum pernah aku sesenang ini berbicara dengan
seorang wanita.
Apa kau sedang merayuku?
Alan tidak menjawab. Dia hanya melemparkan
senyumnya yang paling menawan dan langsung melesat bak
meteor dengan Mitsubishi Estradanya meninggalkan Mia yang
berdiri di depan rumah. Dasar genit, Mia mencibir.
***
Alan menyetir seperti pembalap profesional. Sebentar
sebentar dia melihat jam casio G shocknya. Sudah jam
setengah tujuh dan aku masih di jalan tol. Kalau sampai Kakak
sampai duluan bisa diceramahi aku, pikir Alan.
Begitu keluar tol, Alan mengarahkan mobilnya ke Mal
Kelapa Gading. Mal di Jakarta bagian utara itu biasanya selalu
dipenuhi pengunjung pada hari Sabtu. Alan merasa khawatir
dia bakalan susah mendapatkan tempat parkir. Setelah
95
96
Jakarta?
Aku yang mengajaknya. Dia baru saja mengalami
peristiwa yang tidak mengenakkan.
Alan jadi semakin tertarik dengan kehidupan Mia. Apa
itu? tanya Alan ingin tahu.
Itu rahasia adikku sayang, kata Helen.
Namun, Alan tidak menyerah mendengar penolakan
Helen. Ayolah, Kak. Kasih tahu. Peristiwa tidak mengenakkan
apa yang baru dialami Mia? Alan mengeluarkan rayuan
mautnya.
Sia sia saja Alan membujuk Helen. Kakaknya itu
bersikukuh tidak mau memberitahu rahasia Mia. Maafkan aku,
Lan. Aku sudah berjanji pada Mia untuk merahasiakannya.
Kalau kau mau tahu, tanya saja langsung pada orangnya.
Siapa tahu dia dengan senang hati akan memberitahumu,
goda Helen.
Alan cemberut. Bagaimana mau tanya tentang
rahasianya? Namanya saja sampai setengah mati aku ingin
tahu, tetap saja dia tidak memberitahu, gerutu Alan.
97
98
99
100
101
Oh ya, Kak. Tadi kau bilang Mia dari luar kota. Dari
kota apa? tanya Alan ingin tahu.
Medan, jawab Helen pendek.
Sekarang aku tahu darimana logatnya berasal, Alan
nyengir.
Helen berhenti melangkah dan mempelototi Alan.
Adiknya itu jadi salah tingkah. Jangan bicara seperti itu
tentang dia, Lan. Aku tidak suka! tegas Helen.
Iya, aku minta maaf, sesal Alan.
Mereka pun kembali berjalan.
Kau sudah dua kali bertemu dengannya. Bagaimana
menurutmu? tanya Helen tiba tiba.
Dia tidak terlalu cantik, tetapi kuakui ada yang menarik
dari wajahnya. Penuh dengan misteri. Kadang kadang
terlihat sedih. Tetapi dia sangat angkuh, kurang ramah dan
curigaan.
Kalau diajak berkenalan pria bertampang genit
sepertimu, aku mungkin akan bersikap sama, kata Helen
kalem.
Alan cemberut, Tega teganya kau bilang aku genit.
Memang itu kenyataannya kok. Nah, kita sudah sampai
di tempat parkir. Kita berpisah di sini. Sampai ketemu di
rumah.
Sepasang kakak beradik itu berpisah untuk sementara.
Keduanya berjalan menuju mobil masing masing.
Saat menyetir mobilnya, Alan bertingkah seperti orang
yang kurang waras. Dia tersenyum senyum sendiri setiap
membayangkan bagaimana reaksi Mia saat melihat dia pulang
bersama dengan Helen.
***
Sementara itu, Mia mondar mandir di teras rumahnya.
102
103
104
Alan terpaksa
menyetujui kakaknya. Kalau dia
menentangnya bisa bisa dia ditendang keluar dari rumah.
Mia sebenarnya sama seperti Alan. Dia paling lambat
tidur jam duabelas malam. Tetapi dia tidak berani membantah
Helen. Dia ingat statusnya di rumah itu adalah sebagai tamu.
Helen menepuk keningnya. Hampir saja lupa. Kau
sudah makan, Mia?
Mia mengangguk. Tadi aku memanaskan makanan
yang ada di kulkas. Kuharap kau tidak marah, Mia tersipu
malu.
Oh tidak. Kenapa harus marah. Aku justru senang kau
menganggap rumahku ini seperti rumahmu sendiri, kata
Helen sungguh sungguh.
Mia tersenyum simpul. Sebaiknya aku tidur. Selamat
malam semuanya.
Selamat malam Mia. Mimpi yang indah, balas Helen.
Alan, kau tidak membalas ucapan Mia?
Selamat malam, Mia, sahut Alan dengan malas
malasan.
Mia hanya tersenyum tipis melihat tingkah Alan. Dia
menghilang di balik pintu kamarnya.
Sementara itu Helen sibuk mengambil perlengkapan
tidur untuk Alan.
Ini bantal dan selimut. Buat dirimu merasa nyaman.
Makasih Kak.
Aku tidur dulu. Selamat malam, Lan.
Kak, panggil Alan.
Helen menoleh.
Aku harap Kakak tidak bilang pada Mama dan Papa di
mana aku tidur.
Kenapa? tanya Helen tidak mengerti.
Aku malas menghadapi mereka. Saat ini hubunganku
dengan Mama dan Papa benar benar buruk. Aku sudah tidak
tahan lagi tinggal di rumah. Mereka selalu menyuruhku
melakukan apa yang tidak aku sukai. Aku kan bukan anak kecil
lagi. Coba bayangkan, aku pernah dibiarkan terkunci di luar
hanya karena terlambat pulang. Aku tahu kalau aku ini anak
laki - laki yang paling kecil , tetapi bukan berarti mereka bisa
menekanku begitu saja.
105
106
BAB 6
Siang itu cuaca cukup panas. Karena itu Helen, Alan dan
Mia memilih menghabiskan waktu dengan bersantai di rumah.
Hawa di dalam rumah cukup sejuk karena AC.
Helen membolak balik koran. Dia menoleh ke Mia
yang asyik membaca novelnya. Mia, kalau kau ingin melihat
lowongan kerja, aku sarankan untuk beli koran Kompas edisi
Sabtu dan Minggu. Lowongan kerja banyak pas hari itu saja,
beritahu Helen.
Ya, aku tahu itu. Soalnya koran terbitan Medan dan
Jakarta kan sama isinya.
Oh iya, aku lupa, Helen tersenyum malu. Kau kan
lulusan fakultas ekonomi, aku rasa lowongan yang
berhubungan dengan latar belakang pendidikanmu banyak.
Aku ingin jadi guru, sahut Mia lugas.
Alan yang sedang berkutat di depan laptopnya tertegun
mendengar keinginan Mia barusan. Dia menegakkan
badannya. Jadi guru? Apa yang ada di benaknya, sampai dia
memilih profesi guru. Alan melirik Mia. Dia juga memasang
telinganya supaya dia bisa mendengar percakapan Helen dan
Mia.
Kenapa kau ingin jadi guru? tanya Helen penasaran.
Sederhana saja. Itu sudah menjadi cita citaku sejak
kecil.
Mulia sekali cita citamu itu, celutuk Alan.
Tapibagaimana kau mengajar dengan sifat seperti itu?
Mia terlihat bingung. Maksudmu?
Alan menutup laptopnya lalu berdiri. Sejak pertama kali
aku bertemu denganmu, aku bisa melihat kau ini orang yang
gampang marah, Mia. Dan menurutku orang pemarah tidak
pantas jadi seorang guru, kata Alan terus terang. Wajah Mia
sampai memerah mendengarnya. Menghadapi anak sekolah
itu tidak mudah loh. Dibutuhkan kesabaran yang sangat
tinggi, lanjut Alan lagi. Dia memasang wajah polos dan seolah
tidak tahu apa apa. Jelas sekali, dia sama sekali tidak ambil
pusing dengan raut wajah Mia yang memerah.
Helen bisa merasakan suasana mulai memanas. Saat itu
juga Helen bisa melihat dengan jelas kalau Alan masih sulit
memaafkan sikap Mia terhadap dirinya. Makanya dia berani
107
108
tidak apa apa. Toh aku tidak bisa melarang semua orang
mengkritikku bukan?
Wow, Helen takjub dengan kesabaran Mia. Kau hebat
sekali Mia. Kalau aku mendengar ada yang ngomong seperti
itu tentangku pasti kuberi pelajaran. Apalagi kalau dia adikku,
Helen melirik Alan yang salah tingkah.
Ah, sudahlah, Alan mengibaskan tangannya. Kita
sudahi saja perbincangan ini, cetus Alan lugas. Kalau
109
dibuatnya.
110
111
112
113
114
115
116
kita melapor ke Pak RT, tidak akan ada masalah. Tetapi, kalau
kau merasa khawatir tinggal berdua saja dengan Alan di sini,
dia tidak usah menginap. Sebenarnya sih kau tidak perlu
mencemaskan kelakuan Alan. Dia anak yang baik. Dia memang
agak genit tetapi dia tidak pernah berbuat melebihi batas. Aku
berani menjamin Lagipula, kau kan bisa ilmu bela diri. Kalau
dia berulah, hajar saja. Aku tidak keberatan.
Kakak ini bagaimana sih? Bisa bisanya memberi ijin
pada si galak ini untuk menghajarku. Aku kan adikmu.
Seharusnya kau membelaku. Dia menoleh ke Mia. Apa sih yang
kau takutkan kalau aku menginap? Kau takut dengan
anggapan tetangga? Helen kan sudah bilang, kalau dia akan
melapor ke Pak RT. Kalau yang jadi masalah, aku, kau tidak
perlu cemas. Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Kau
bukan tipeku. Aku tahu bagaimana cara menghormati wanita.
Apalagi kalau dia teman kakakku, jelas Alan panjang lebar.
Bilang iya saja, kok susah betul, gerutunya.
Wajah Mia menjadi seperti orang linglung. Dia benar
benar kebingungan sekarang. Tidak ada sepatah katapun yang
keluar dari mulutnya.
Alan menggeleng gelengkan kepalanya karena
keheranan. Aku sudah bicara sepanjang itu, dia masih tidak
kutemani.
Mia, kumohon biarkan Alan menjagamu, Helen
setengah memohon.
Mia menggelengkan kepalanya kuat kuat. Aku bisa
jaga diri kok, Len, Mia bersikeras.
Mia, ini demi kebaikanmu. Biarkan Alan menjagamu,
bujuk Helen.
Mia tidak menyahuti Helen. Dia berpikir keras tentang
keputusan yang akan diambilnya. Bagaimana kalau Mama dan
Papa, tahu kalau aku pernah tinggal berdua saja dengan pria
yang bukan suamiku. Mereka bisa terkena serangan jantung.
Tetapi, dia kan adik Helen. Jadi tidak ada yang perlu
dicemaskan. Kalau dia bersikap kurang ajar, aku tinggal
menghajarnya saja. Lalu, aku menyeretnya keluar dari rumah
ini dan menyuruhnya pergi dan jangan pernah menampakkan
117
118
119
120
melalui kaca spion. Dia mendengus sebal. Aku tahu apa yang
ada di pikiranmu. Kau pikir kalau kau duduk di depan, aku
akan melakukan perbuatan yang tidak senonoh padamu?
Mia tidak menjawab. Dia malah membuang muka dan
memandangi rawa rawa yang terletak di pinggir jalan tol itu.
Asal kau tahu saja yah, aku ini bukan pria seperti itu.
Kau boleh bilang aku pria genit, playboy atau apalah. Terserah
kau. Tetapi satu hal aku ingin kau camkan dalam kepalamu itu,
aku bukan tipe pria yang suka menyentuh wanita tanpa ijin.
Mia masih tidak bereaksi.
Alan menarik napas dalam dalam. Dia selalu begitu
kalau sedang gusar. Mia, selama Helen berada di Jepang kita
akan sering bertemu. Jadi, alangkah baiknya kalau kita mulai
saling memahami. Berhentilah mencurigaiku, karena aku tidak
seburuk yang kau kira, pinta Alan.
Baiklah, cetus Mia pelan. Aku minta maaf karena
telah mencurigaimu. Apa kau sudah puas?
Alan tersenyum. Walaupun nada bicara Mia terdengar
tidak ramah tetapi Alan tahu betul kalau permintaan maaf itu
benar benar tulus. Bukan awal yang jelek, pikirnya.
Kata Kak Helen ini pertama kalinya kau ke Jakarta.
Iya.
Berarti kau tidak tahu apa apa tentang jalanan di
Jakarta dong?
Mia menggeleng. Yang kutahu, jalanan di Jakarta itu
selalu macet.
Semua orang juga tahu kalau jalanan di Jakarta itu
selalu macet. Makanya aku tua di jalan, gerutu Alan. Dia
memang selalu gampang kesal jika mengingat kemacetan di
Jakarta yang semakin hari bertambah parah. Oh ya, kalau
misalnya, kau dapat panggilan dari tempat kau melamar
pekerjaan, beritahu aku. Aku akan mengantarmu, katanya
tiba tiba.
Mia terpana. Dia mencondongkan badannya ke depan
sehingga lebih dekat dengan Alan. Dia menyentuh kening Alan.
Spontan Alan yang sedang menyetir terkaget kaget. Hei,
apa apaan ini? Kenapa kau tiba tiba menyentuhku? Apa
kau tidak melihat aku sedang menyetir? Berbahaya tahu!
Aku hanya ingin tahu keningmu panas atau tidak,
cetus Mia enteng. Kenapa kau mendadak begitu baik
121
122
***
Pagi itu, ponsel Mia berdering. Itu adalah panggilannya
yang pertama. Dia diminta datang untuk interview keesokan
harinya di bilangan Pulo Mas. Seharian Mia berpikir bagaimana
cara untuk meminta bantuan Alan. Mia hampir putus asa,
sebelum akhirnya dia memberanikan diri menekan nomor Alan.
Halo, terdengar suara Alan yang ringan.
Alan, ini aku, Mia, katanya hati hati.
Ada apa, Mi?
Aku dapat panggilan interview di Pulo Mas. Kalau kau
tidak keberatan
Jam berapa? Alan memotong ucapan Mia.
Jam delapan pagi.
Besok pagi kau tunggu saja sampai aku datang. Aku
datang sebelum jam tujuh. Aku mau begitu sampai kau sudah
rapi, jadi kita tinggal berangkat saja. Sudah ya, Alan menutup
teleponnya.
Sementara Mia, masih berdiri termangu sambil
memegangi ponselnya. Wajahnya diliputi rasa tidak percaya.
123
124
125
BAB 7
Alan memandang gedung gedung bertingkat dari
jendela kantornya. Dia menaruh kedua tangannya ke dalam
saku celananya. Sesekali dia menghela napas panjang. Dia
menggigit bibirnya. Wajahnya terlihat muram dan tidak
bersemangat. Keningnya berkerut kerut. Tatapannya kosong.
Alan membuka kacamatanya dan menggosok gosok
matanya. Dia mengangkat wajahnya dan kembali menatap ke
depan. Pikirannya benar benar kalut saat ini. Dia tidak bisa
berpikir dengan jernih setiap
mengingat kejadian yang
dialaminya.
Dia baru saja selesai rapat dengan seluruh manajer
dari setiap bagian di kantornya. Suasana hatinya benar
benar buruk saat ini. Alan merasa kesal. Bagaimana tidak,
papanya menyalahkan dia habis habisan atas kesalahan
laporan penjualan produk yang baru diedarkan. Tuan Harsono
memarahinya di depan orang banyak yang ada di ruang rapat
itu. Alan gondok sekali diperlakukan seperti itu. Dia malu
sekali. Saking kesalnya dia langsung ngeloyor pergi dari ruang
rapat. Papanya berteriak teriak kesetanan memanggilnya
tetapi dia tidak peduli.
Kau taruh di mana otakmu? Laporan ini benar benar
kacau balau, sembur papanya.
Emosi Alan jadi naik setiap mengingat ucapan papanya
itu. Dia malu sekali dimaki di depan pegawai yang lain. Sudah
126
127
Kok kata kata itu yang keluar dari mulutku yah? Yah, mau
gimana lagi? Itu yang pertama muncul di kepalaku.
128
129
130
sungut Mia.
itu?
131
132
saja, usul Alan. Tetapi, kita bersihkan dapur dulu, baru kita
cari makanan. Bagaimana? Alan menoleh ke Mia.
Memangnya kita mau makan apa?
Kita makan seafood saja.
Aku tidak bisa makan seafood. Aku alergi. Aku pernah
mencobanya,dan setelah itu, kulitku gatal gatal dan
memerah, tukasnya.
Apa? Kau ini payah sekali. Padahal seafood itu
makanan enak loh.
Aku tidak peduli rasanya. Pokoknya aku tidak mau
makan seafood. Kita makan mie instan saja. Pakai sayur, telur
dan baso.
Hmm. Kedengarannya enak. Tapi memangnya kau
bisa?
Dengar ya baik baik. Aku ini sebenarnya bisa masak.
Tadi aku hanya mengerjai kau saja.
Alan melotot. Dasar tukang bohong, umpatnya.
Mia tidak menggubris pelototan Alan. Daripada marah
marah lebih baik kau ambil mienya dan aku menyiapkan
bahan bahannya.
Alan menuruti perintah Mia sambil ngedumel. Berapa
bungkus?
Empat.
Banyak sekali.
Sudah. Jangan banyak cingcong. Ambil saja empat
bungkus. Aku lagi pingin makan sepuasnya.
Wah, wah, baru kali ini aku melihat perempuan dengan
selera makan luar biasa sepertimu, Mia. TetapiAlan melihat
Mia dari atas sampai bawah, kok kau tidak terlihat gemuk?
Jangan mulai deh.
Aku tidak bermaksud mengejekmu jika itu yang ada di
pikiranmu. Kebanyakan teman wanitaku makannya sedikit
sekali. Alasan mereka karena takut gemuk. Mana mungkin
makan satu piring saja, beratnya langsung tambah sepuluh
kilogram. Iya nggak Mia? tanyanya dengan senyum
menggoda. Kau tahu tidak? Aku paling suka dengan
perempuan yang selera makannya besar., Alan mengedipkan
sebelah matanya.
Mia tidak menjawab. Dia mendengus sebal.
133
134
135
136
137
Setelah
menghabiskan
indomienya,
Mia
mulai
membereskan rumah. Dia melihat ke arah kamar Helen yang
ditempati Alan.
Dia membuka pintunya dan mulai membersihkan. Dia
tertegun melihat ransel dan travel bag milik Alan yang
teronggok dengan manisnya di atas tempat tidur. Tangan Mia
sempat gatal ingin membuka tas tas itu tapi dia
mengurungkan niatnya. Dia merasa lancang kalau sampai
membuka tas milik Alan.
Selesai beres beres, Mia duduk di teras sambil
mengipas - ngipas. Dia merasa lelah sekaligus kegerahan.
Tiba tiba telepon berdering. Mia berlari ke dalam
rumah dan mengangkatnya.
Halo Mia, ini aku Alan. Bagaimana, kau sudah
sarapan?
Sudah.
Baguslah kalau begitu, kata Alan. Oh ya, Mia es krim
yang di kulkas jangan dimakan. Itu aku beli bukan untukmu.
Itu stok buatku kalau kalau aku datang ke situ.
Siapa yang tertarik dengan es krimmu? Kalau aku mau,
aku bisa beli sendiri. Dasar pelit kata, Mia dalam hati.
138
***
Sesampainya di kantor, Alan langsung disambut
sekretarisnya yang genit, Sarah. Ada apa?
Papa dan Mama anda sekarang sedang menunggu di
kantor. Mereka pesan agar anda begitu datang langsung
menemui mereka.
Ada apa lagi ini? gumam Alan.
Mungkin karena kemarin anda langsung pulang dan
tidak menemui Papa anda.
Jangan sok tahu kau, Alan menjawil pipi Sarah yang
menjerit kesenangan.
Setelah menaruh tas kantornya, Alan langsung keluar
ruangan. Dia bergegas masuk lift dan menekan angka
limabelas. Itu adalah lantai di mana ruangan papanya berada.
Begitu sampai, dia dipersilakan sekretaris papanya untuk
segera masuk.
Alan sempat mengintip dari balik pintu. Dia melihat
Mama dan papanya sedang asyik mengobrol. Alan mendehem
sehingga menarik perhatian orangtuanya. Mereka menoleh
berbarengan. Tanpa disuruh, Alan langsung masuk ke dalam
ruangan itu.
Dari mana saja kau? Kemarin disuruh datang ke kantor
kau malah main pergi begitu saja. Tidak pulang ke rumah lagi.
Tinggal di mana kau? Tuan Harsono memberondong putra
termudanya itu dengan sejumlah pertanyaan.
Alan menghempaskan pantatnya di atas kursi tamu
berwarna merah marun yang empuk. Di rumah teman, Alan
berbohong. Tangannya mengusap usap kursi yang
didudukinya.
Siapa namanya?
Arya, jawab Alan sekenanya.
139
Kau bohong!
Kalau sudah tahu kenapa masih tanya tanya, cetus
Alan.
140
141
Kenapa aku malah teringat pada sijudes itu. Dia lagi ngapain
yah? Apa aku ke rumahnya saja? Yah, lebih baik aku ke sana.
142
143
144
***
Selesai membersihkan kamar mandi, keduanya makan
malam bersama. Kali ini Mia yang memasak.
Apa kau tahu dari mana namaku diambil, Mia?
Mia menggeleng.
Nama Alain itu diambil dari nama aktor Perancis yang
sangat terkenal, Alain Delon. Kau pernah dengar kan? Dia itu
tampan sekali. Mungkin karena waktu lahir, wajahku sudah
terlihat tampan makanya orangtua memberiku nama itu.
Mia mendengus. Aku pernah dengar nama Alain Delon.
Tetapi ketampanan kalian berbeda sekali. Bagaikan langit dan
bumi. Jadi jangan coba coba membandingkan kau dengan
dia!
145
146
147
148
BAB 8
Alan dan Mia berangkat dari rumah jam setengah
sepuluh pagi. Keduanya kompakan mengenakan celana
pendek dan kemeja lengan pendek berwarna biru. Untuk alas
kaki mereka mengenakan sepatu sandal. Keduanya
mengenakan topi kupluk berwarna abu abu. Mia dan Alan
sama sama membawa tas ransel untuk menaruh barang
barang mereka. Mereka membawa makanan kecil, minuman
dan baju ganti sebagai persediaan kalau kalau baju mereka
basah.
Sesampainya di Dunia Fantasi, Mia dan Alan terkejut
melihat banyaknya pengunjung. Cuaca panas rupanya tidak
menghalangi orang untuk mendatangi Dufan, salah satu daya
tarik kota Jakarta. Kebanyakan yang datang adalah keluarga,
pasangan kekasih, teman teman.
Ramai sekali, kata Mia.
Wajar saja, inikan hari Sabtu. Hari yang cocok untuk
bersenang senang.
Wah, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di
sini.
Tunggu di sini, aku beli tiket dulu, kata Alan.
Begitu mendapatkan tiket, Alan dan Mia mengantri di
pintu masuk. Begitu pintu dibuka, para pengunjung
menunjukkan tiket supaya diijinkan masuk. Tangan mereka
dicap.
Mia melihat cap di tangannya. Seperti sapi saja, pakai
149
150
Ayo!
151
152
153
154
***
Mia berdebar debar sepanjang perjalanan menuju
sekolah tempat ia mengajar. Sebentar sebentar dia
mengambil cermin untuk melihat penampilannya. Alan yang
mengantarnya sampai geleng geleng kepala melihat teman
barunya itu.
Lama lama cerminnya pecah deh dilihatin terus,
gumam Alan.
Mia mendelik sebal.
Kau sudah cantik kok, Mi. Aku yakin murid muridmu
pasti terpesona melihat penampilanmu, kata Alan
menenangkan.
Mia tidak menanggapi ucapannya. Wajahnya masih
terlihat cemas. Ketika mereka sampai di sekolah, Mia makin
terlihat gugup. Alan tidak henti hentinya menenangkan dia.
Dia menggenggam tangan sahabatnya itu. Aku sudah
bisa pergi kan? tanya Alan.
Mia kelihatan berat melepas kepergian Alan. Dia takut
menghadapi ini sendirian. Pergilah. Nanti kau terlambat. Hati
hati di jalan yah.
Alan meremas tangan Mia. Kau pasti bisa, bisiknya
lembut. Aku pergi dulu.
Mia melambaikan tangan. Dia menunggu sampai Alan
menghilang dari pandangannya. Kemudian dia masuk ke
ruangan kepala sekolah. Ibu Farida, bertubuh gemuk tetapi dia
memiliki wajah yang ramah dan cerdas. Dia sedang membaca
koran pada saat Mia mengetuk pintunya.
Ah, Ibu Hendrawan, anda sudah datang. Ayo masuk,
ajaknya ramah. Apa kau sudah siap?
Mia mengangguk. Dia berusaha menampakkan wajah
tenang padahal jantungnya berdebar sangat kencang. Mia
sampai berpikir kalau jantungnya bisa meloncat keluar karena
saking kencangnya berdebar.
Ibu Farida mengajaknya ke ruangan guru. Begitu
sampai di sana, Mia memandang ruangan itu dengan takjub.
Ruangan itu sangat luas dan dilengkapi dengan pendingin,
155
156
Mia dengan ramah. Kalaupun ada yang bersikap kaku, itu lebih
dikarenakan mereka adalah guru guru senior.
Mia menarik napas lega. Setidaknya tes pertama
157
158
seorang wanita. Aku yakin, dia wanita yang membuat Pak Alan
tidak tertarik lagi padaku. Lihat saja nanti, akan kubuat
runyam hubungan kalian, tekad Sarah.
159
160
161
162
163
164
BAB 9
Alan memandang fotonya bersama Mia waktu
berkunjung ke Dufan yang dia simpan di dompetnya. Mereka
berdua sedang berada di depan istana boneka dan bergaya
gila gilaan. Alan tersenyum setiap mengingat kelakuannya
dengan Mia. Untuk pertama kalinya Alan merasa nyaman
berada bersama wanita yang bukan kekasihnya.
Buat Alan, sifat Mia yang pemarah justru membuat
gadis itu terlihat sangat menarik. Dia merasa senang jika
bertengkar dengan Mia. Gaya bicaranya yang ceplas ceplos
selalu membuat Alan tertawa.
165
166
167
***
Mereka berdua duduk di sofa sambil menonton film
Band of Brothers. Kali ini mereka menonton episode pada saat
Kapten Winters dan anak buahnya sedang berada di hutan
Bastogne.
Untuk mengungkapkan perasaannya, malam itu Alan
terpaksa menginap di rumah Mia. Supaya Mia mau
menerimanya tanpa banyak bicara, dia berdalih dengan
mengatakan sedang bertengkar dengan orangtuanya. Mia
berusaha
untuk
menasehatinya,
tetapi
Alan
tidak
menggubrisnya. Dia malah mengajak Mia, menonton film
perang, Band of Brothers.
168
169
170
tangannya.
171
***
Selamat pagi, bosku yang tampan, Sarah menyapa
Alan dengan senyum genitnya seperti biasa.
Alan tidak menyahut. Sejak pertengkarannya dengan
Mia yang disebabkan kelalaian Sarah, dia tidak pernah lagi
bergenit genit ria dengan sekretarisnya itu. Dia menjaga
jarak dengannya.
Sarah memasang wajah cemberut. Bos, saya kan
sudah minta maaf. Kok sikap anda masih dingin sama saya,
protesnya.
Alan menoleh dengan enggan. Aku bersikap begini
juga karena ulahmu sendiri. Gara gara kau, aku dan Mia jadi
bertengkar, kata Alan tanpa emosi. Dia menggaruk
keningnya.
Iya, saya tahu kalau saya salah. Tapi kan saya sudah
minta maaf, katanya setengah merajuk.
Namun, kali ini rajukannya sama sekali tidak mempan.
Alan terlanjur sebal padanya. Aku sudah memaafkanmu.
Tetapi sikapku padamu tidak akan pernah sama lagi. Kau
sendiri yang membuatnya, tegas Alan.
172
173
174
175
176
mana nenek sihir ini tahu? Alan bertanya tanya dalam hati.
Dia berusaha menenangkan debar jantungnya.
Apa itu benar, Lan? tanya Ari penasaran.
Itu benar, sahutnya pendek.
177
178
179
180
181
182
BAB 10
Alan berjalan dengan lesu. Dia sebenarnya malas masuk
kantor tapi apa daya, dia tidak punya pilihan. Dia sudah
memutuskan untuk mencoba saran Mia untuk merubah
sikapnya. Siapa tahu dia bisa merubah keputusan papanya.
Karena saking asyiknya melamun, Alan tidak mendengar
ucapan selamat pagi dari bawahannya. Ketika dia tersadar, dia
membalas dengan gaya yang kikuk.
Selamat pagi, Bos. Anda kedatangan tamu, Sarah
sekretarisnya menyambut dia dengan senyum genit seperti
biasa.
Siapa?
Sebaiknya anda lihat saja sendiri.
Ketika Alan membuka pintu, dia melihat Hana sudah
ada di ruangannya dan duduk di kursi tamu. Alan terbelalak.
Dia menggosok gosok matanya. Mimpi apa aku semalam,
183
***
Begitu jam kantor selesai, Alan langsung menuju tempat
parkir. Di sana ia bertemu dengan papanya. Ini untuk pertama
kalinya dia bertemu sejak pertengkaran hebat mereka. Alan
tidak menegur papanya. Dia langsung menuju mobilnya yang
diparkir paling pinggir. Tuan Harsono menghela napas melihat
tingkah anaknya itu. Dia menghampiri Alan. Mau sampai
kapan kau akan menghindari Papa?
Sampai Papa menarik ucapan Papa tentang perjodohan
konyol itu, cetus Alan terus terang.
Tuan Harsono menatap putranya yang sering
membuatnya pusing. Papa minta maaf jika perjodohan ini
membuatmu kesal. Tetapi, kau yang membuat ini semua
terjadi. Papa benar benar lelah melihat sepak terjangmu
selama ini. Papa selalu menunggu kau akan berubah, namun
itu tidak kunjung terjadi. Kau tetap saja asyik dengan
duniamu.
Alan berdiri termangu.
Hari Sabtu ini ajaklah Mia ke rumah. Sudah lama Papa
dan Mama tidak bertemu dengannya. Kau juga. Pulanglah ke
rumah, kata Tuan Harsono sebelum pergi.
Alan memandangi mobil papanya yang bergerak
perlahan meninggalkan tempat parkir. Dia bersandar pada
mobilnya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku
celananya. Papa benar. Aku memang selalu menyusahkan
***
Kau tegang sekali, cetus Alan. Tingkahmu seperti
orang yang mau ketemu mertua saja, ledeknya.
Apa? Ah nggak. Itu cuma perasaanmu saja. Aku nggak
tegang kok, bantah Mia.
Nanti, pada saat berada di rumah orangtuaku, aku
ingin kau menjaga sikapmu. Jangan tunjukkan sifat ceplas
ceplosmu.
Mia menolak dengan tegas, Aku nggak mau! Di mana
pun aku berada, aku akan bersikap apa adanya.
Ya sudah kalau tidak mau. Jangan salahkan aku, kalau
keluargaku ketakutan melihatmu.
Kenapa mereka harus takut? Tampangku tidak
menyeramkan kok, kata Mia polos.
Dengan sifatmu itu, siapa sih yang gak ketakutan.
Sudah tidak cantik pemarah pula. Sama galaknya dengan
doberman.
Mia menatap Alan dengan raut wajah cemberut. Dia
menarik telinga Alan sekuat tenaga.
Adauuw! Kau ini! Sakit tahu! Aku kan sedang
menyetir. Kalau terjadi kecelakaan bagaimana?
Mia tidak menyahut. Dia hanya meleletkan lidahnya.
Nah, lihat. Kita sudah sampai. Cepat kan?
Mia melihat rumah megah bercat serba putih. Rumah
itu memiliki pekarangan yang sangat luas. Pagarnya terbuka
otomatis. Alan mengemudikan mobilnya dengan pelan dan
memarkirnya tepat di depan garasi. Di pekarangan itu sudah
berjejer mobil dari berbagai merek.
Banyak sekali mobilnya, gumamnya kagum.
Alan seperti mengetahui apa yang ada di pikiran Mia.
Mobil itu bukan punya papaku. Mereka punya abang dan
adikku. Supaya kau tahu mobil kami cuma tiga. Papa, Mama
dan aku punya mobil sendiri sendiri.
185
186
187
188
189
190
191
dia akan berontak. Kalau sudah begitu, sia sia saja, apa
yang Om lakukan.
Tuan Harsono manggut manggut. Jadi menurutmu
bagaimana? Apa cara yang paling baik untuk menghentikan
kebiasaannya itu?
Jujur saja, saya tidak tahu. Tetapi, kalau boleh, saya
ingin memberi saran.
Apa itu?
Kenapa Om tidak mencoba memberikan kesempatan
buat Alan untuk mencari sendiri calon istrinya?
Om sih mau saja. Tapimelihat kelakuan Alan saat ini,
Om pesimis dia bisa menikahi salah satu gadis yang
disukainya. Alan itu tidak pernah tahan terhadap satu wanita
saja. Paling lama bertahan juga hanya sebulan atau dua bulan.
Setelah itu, dia mulai mencari lagi.
Jadimenurut Om
Satu satunya cara terbaik adalah dengan
menjodohkannya. Dengan demikian, dia bisa berhenti
bertualang.
Sorot mata Mia meredup saat mendengar perkataan
Tuan Harsono. Dia menghela napas dalam dalam. Untuk
sesaat, dia sempat merasa ragu dengan apa yang akan
dikatakannya. Tetapi dia tidak punya pilihan lain. Hanya ini
satu satunya cara untuk menyadarkannya bahwa dijodohkan
itu sangat tidak enak. Mia membulatkan tekad untuk
mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. Saya pernah
merasakan tidak enaknya dijodohkan, kata Mia dengan suara
lirih.
Tuan Harsono termangu keheranan. Matanya tidak
berkedip saat memandangi Mia.
Ada senyum getir di wajah Mia. Walaupun tidak sesuai
dengan kata hati, saya tidak punya pilihan. Saya menuruti
keinginan orang tua saya karena tidak mau disebut anak yang
tidak berbakti. Saya pikir cinta bisa tumbuh seiring dengan
waktu. Siapa sangka saya tidak jadi menikah.
Kenapa? Apa yang terjadi? tanya Tuan Harsono
penasaran.
Calon pengantin pria tidak datang. Dia meninggalkan
saya di gereja.
192
193
194
sebaliknya maka saya akan malu sendiri. Apa pun bisa terjadi
antara saya dengan Alan.
Tuan Harsono manggut manggut. Begitu yah. Apapun
Baiklah
Mia.
Aku
akan
mempertimbangkan
keputusanku.
Terima kasih banyak, Om. Sekali lagi saya minta maaf
atas sikap lancang saya ini.
Kau tidak perlu minta maaf. Aku senang bisa bicara
banyak denganmu. Hari ini, aku mendapat pelajaran berharga
darimu. Sudah selayaknya Helen dan Alan bersyukur karena
memiliki teman sepertimu.
***
Alan mondar mandir di kamarnya. Papa bilang ingin
195
196
BAB 11
Tidak terasa, dua tahun sudah Alan berusaha mencari
pendamping hidupnya. Namun, sia sia saja usahanya.
Untungnya, orangtuanya sudah tidak lagi mendesak.
Perubahan sifat Alan, menjadi penyebabnya. Dia sudah tidak
pernah lagi bertengkar dengan orangtuanya. Dia juga selalu
pergi dan pulang tepat waktu. Dia tidak pernah lagi keluyuran
dan pulang pagi. Bahkan, dia pergi ke rumah Mia kalau ada
yang penting.
Perubahan sifatnya itu disambut baik orang orang
terdekatnya.
Alan berbaring di atas tempat tidurnya dengan mata
terbuka. Semua sudah kulakukan tetapi tidak ada hasil. Apa
198
199
berteriak sepuasnya.
200
201
202
203
204
matang
permintaanmu itu, cetus Mia. Namun, matanya tidak lepas
dari pekerjaannya.
Apa keputusanmu? Alan bertanya dengan hati
berdebar debar.
Aku bersedia menikah denganmu.
Alan hampir meloncat kegirangan. Tetapi ada
syaratnya, kata Mia, membuat binar di mata Alan meredup.
Selama masih dalam batas kewajaran, aku akan
memenuhinya.
Pertama, kau dan aku tidur di kamar yang terpisah.
Kedua, tidak boleh ada kontak fisik. Kau mengerti kan
maksudnya? tanya Mia.
Alan mengangguk.
205
206
207
208
209
***
Alan menunggu Mia di depan gerbang sekolah. Dia
menunggu di dalam mobil sambil mendengarkan ipod.
Matanya lirik sana sini mencari sosok Mia di antara orang
orang yang keluar dari sekolah. Begitu jam kantor usai, Alan
langsung memacu mobilnya ke sekolah Mia.
Dia menyalakan mesin mobil setelah melihat sosok Mia.
Sudah lama nunggu yah?
Kau tidak lihat aku mulai brewokan? sahut Alan
seenaknya.
Mia hanya mencibir. Dia masuk ke dalam mobil.
Tumben menjemputku. Ada apa?
Papaku ingin bertemu denganmu.
Kau datang ke sini hanya untuk memberitahu itu.
Kenapa nggak lewat sms aja sih?
Apa aku tidak boleh menemui calon istriku.
Jangan panggil aku seperti itu ah. Kita kan belum
mendapat restu. Lagipula aku risih mendengarnya.
Alan tersenyum geli melihat Mia yang mendadak salah
tingkah.
Kapan papamu ingin bertemu denganku? Mia bicara
tanpa menoleh. Dia sibuk memasang sabuk pengaman.
Besok di kantornya jam tiga sore. Apa kau bisa?
Kurasa aku bisa. Sebelum jam tiga, aku sudah selesai
mengajar.
***
210
211
212
213
214
215
216
217
218
dekat, tekadnya.
219
Kalau sampai kita batal menikah gara gara ulahmu, aku tidak
mau tahu. Dengan gaya yang terkesan malas malasan, Mia
220
221
Hampir saja dia menjerit ketika Robert tiba tiba sudah berdiri
di depannya. Robert menatapnya dengan pandangan tajam.
Kenapa belum tidur? tanya Robert curiga.
Aku sudah tidur dari tadi. Aku ke dapur karena haus,
dusta Alan.
Robert manggut manggut. Oh, ya sudah. Aku juga
haus.
Kalau begitu, aku kembali ke kamarku dulu, cetus
Alan. Begitu sampai di kamarnya, dia menarik napas lega.
***
Alan benar benar menikmati kunjungannya di Medan.
Dia mengunjungi Istana Maimun, Kesawan Square dan tempat
tempat wisata lainnya yang ada di kota Medan. Mia dengan
senang hati menjadi pemandu Alan selama berada di Medan.
Alan juga sempat mencicipi kue yang menjadi ciri khas
kota Medan, bika Ambon. Dia mengajukan pertanyaan sama
yang sudah dilontarkan ribuan kali oleh orang yang pernah
mencicipi kue itu.
Kenapa dinamakan bika Ambon? tanya Alan.
Mana aku tahu, sahut Mia mengangkat bahu.
Kau kan orang Medan, masa tidak tahu? Alan
bersikeras.
Aku memang tidak tahu. Nggak pernah keluar di
ujian, kata Mia sekenanya.
Alan menggigit kue itu. Benar benar enak dan
empuk, dia mengacungkan ibu jarinya.
Mia tersenyum geli. Jangan makan banyak banyak.
Lihat badanmu, baru beberapa hari di sini sudah seperti
karung beras, ejek Mia.
Alan mendelik sebal tapi dia tidak membantah.
Beberapa hari ini Alan memang banyak makan. Terlebih lagi
pada saat mengunjungi Kesawan Square. Dia memesan
banyak makanan dan menghabiskannya. Mia sampai geleng
geleng kepala melihatnya. Walhasil, sesampainya di rumah,
Alan mengeluh karena sakit perut.
Aku memang tambah gemuk tetapi aku tetap tampan
kan?
Tampan kepalamu. Gemuk atau kurus tetap sama saja.
Kau tidak ada menarik menariknya sama sekali. Aku heran
222
223
***
Mia sedang menyiapkan bahan bahan untuk mengajar
ketika pintu rumahnya diketuk. Mia membuka dan dia merasa
surprise melihat orang yang mengetuk pintunya. Ternyata
Helen!
Helen, kau sudah pulang! Mia menjerit kesenangan.
Helen main lempar saja tas yang dibawanya. Dia dan
Mia meloncat loncat kegirangan seperti anak kecil. Lalu,
mereka pun melepas rindu dengan cara berpelukan erat.
Tugasku sudah selesai di Tokyo. Kebetulan sekali masa
tugasku selesai di saat aku mendengar kabar kalau kau dan
Alan akan menikah, kata Helen. Ia menghempaskan
pantatnya di atas sofa kesayangannya itu. Ah, aku rindu
sekali dengan sofaku ini, celutuknya.
Rupanya kabar cepat sekali menyebar, gumam Mia
manggut manggut. Siapa yang memberitahumu?
Calon mempelai pria sendiri.
Dasar si mulut ember, kata Mia sewot. Jangan
jangan, dia sudah berkoar ke mana mana!
Helen hanya tersenyum tipis melihat kekesalan yang
tampak di wajah Mia.
224
Helen, kali ini kau salah tentang perasaanku, kata Mia dalam
hati.
225
berutang
banyak
penjelasan
padaku.
Dia
harus
memberitahuku bagaimana perihal terjadinya pernikahan dia
dengan Mia. Aku tidak mungkin bertanya pada Mia karena aku
mungkin tidak akan mendapatkan jawaban yang kuinginkan.
226
***
Alan sedang mengutak atik laptopnya ketika pintu
kantornya terbuka lebar. Dia hendak mengamuk karena
pintunya dibuka tanpa diketuk lebih dahulu. Tapi dia
mengurungkan niatnya ketika melihat Helen berdiri di sana.
Kakak! serunya. Dia menghambur ke pelukan Kakak
yang disayanginya itu.
Kau benar benar jahat, Lan. Begitu pulang dari
Surabaya, bukannya menemuiku! protes Helen sambil pura
pura memasang tampang sebal.
Maafkan aku, Kak. Aku tidak bisa langsung
menemuimu karena ada banyak sekali pekerjaan yang harus
kuselesaikan. Aku juga belum menemui Mia. Oh ya, aku juga
tidak sempat membeli oleh - oleh. Aku sama sekali tidak
punya waktu.
Kau kan bisa suruh orang untuk membelinya.
Waktu itu, aku sama sekali tidak kepikiran. Ngomong
ngomong tentang oleh oleh, bukannya kau yang seharusnya
membawakan untukku? Mana oleh oleh untukku? tuntut
Alan.
Ini, Helen menyodorkan kotak coklat persegi panjang.
Apa ini?
Itu makanan asli dari Jepang, tukas Helen pendek.
Makanan apa? Alan menggoyang goyang kotak itu.
Dodol rumput laut.
Makanan apaan tuh? tanya Alan heran.
Kau cicipi saja dulu.
Tanpa banyak tanya lagi, Alan membuka kotak itu. Di
dalam kotak itu terdapat enam dodol yang dibungkus rapi
dengan kotak berukuran seperti kartu domino. Kotaknya
bagus, celutuknya.
Kemudian, dia menggigit dodol yang berwarna hijau itu
sedikit demi sedikit. Makanan apa ini? Rasanya aneh,
gumamnya.
Enak begitu kok malah dibilang aneh? kata Helen.
Kau bilang begitu karena kau lumayan lama di Jepang
tetapi aku? Ini pertama kalinya aku makan dodol yang terbuat
dari rumput laut, cetus Alan. Ini, dia menyodorkan makanan
itu ke Helen. Kau berikan saja pada orang lain.
Kau tidak mau lagi?
227
228
229
230
Kalau aku bilang, aku jatuh cinta pada Mia, apa kau
akan mengurungkan niatmu mencegah pernikahan kami?
Tenggorokan Helen yang baru disiram air jeruk
mendadak terasa kering. Matanya tidak berkedip. Buru buru
dia melambaikan tangan pada pelayan yang lewat dan segera
meminta agar dibawakan dua gelas air jeruk lagi. Tenangkan
dirimu, Len. Pasti ini salah satu taktik Alan agar aku tidak
mencegah pernikahannya. Helen menarik napas dalam
231
pernah akur. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus
mendukung mereka? Atau? Helen menatap Alan dengan
pandangan cemas. Kalau aku menyetujui rencana Alan, aku
tidak hanya membohongi seluruh anggota keluargaku tetapi
juga Mia. Aku akan merasa sangat berdosa karena
merahasiakan rencana Alan darinya. Kalau sampai dia tahu,
persahabatan kami akan putus. Hati Helen dicekam rasa takut
233
BAB 12
234
235
236
237
238
239
240
sama wanita
keluhnya.
yang
sama
galaknya
dengan
doberman,
241
242
243
244
245
246
BAB 13
Alan menghentikan mobil tepat di depan sebuah rumah
yang kecil mungil. Bentuk rumah itu memanjang dan hanya
terdiri dari satu lantai.
Alan menoleh ke arah Mia. Bagaimana menurutmu?
Kau suka tempat tinggal kita yang baru?
Mia memperhatikan bangunan mungil di depannya.
Aku tidak bisa menilainya kalau hanya melihat dari luar. Aku
harus melihat bagian dalamnya.
Alan tersenyum simpul. Dia mematikan mesin mobil dan
segera membuka pintu. Demikian juga perempuan yang baru
dinikahinya itu.
Alan lalu menggandeng tangan Mia memasuki rumah
yang dicat dengan warna putih itu.
Bagaimana? Kau suka tidak?
Mia manggut manggut. Lumayan. Aku suka
desainnya, kata Mia jujur.
Alan tersenyum puas. Dia mendekati telinga Mia. Aku
yang merancangnya, bisik Alan di telinga Mia.
Mata Mia terbelalak. Aku tidak percaya!
247
248
249
250
251
252
arisan. Dengan begitu, kita tidak perlu kerja dua kali. Beres
kan? dia melirik istrinya yang masih melotot. Alan bersikap
seolah olah tidak terjadi apa apa.
Mia jadi merasa lelah sendiri. Percuma saja aku marah
marah nggak karuan. Si genit ini rupanya sudah kebal dengan
teriakanku. Kapan acaranya? tanyanya dengan ketus.
Hari Sabtu depan. jam setengah tujuh malam.
Kita menggunakan jasa katering saja. Lebih mudah dan
cepat.
Oke! Alan mengacungkan ibu jarinya. Mia hanya
tersenyum kecut melihatnya.
***
Acara yang digelar Mia dan Alan di rumah mereka
berlangsung lancar. Hampir seluruh tetangganya berdatangan.
Pada kesempatan yang sama, Mia dan Alan mengutarakan
keinginan mereka untuk tidak mengikuti arisan.
Sia sia saja, Pak RT membujuk mereka membatalkan
niatnya. Keduanya bersikeras mengatakan tidak bisa.
Keduanya sama sama mengutarakan ketidaksukaan terhadap
acara seperti arisan.
Tapi dengan arisan, kalian bisa lebih akrab dengan
tetangga, kata Pak RT. Dia berusaha keras untuk merubah
pendirian pasangan itu.
Kami akan mengakrabkan diri dengan tetangga yang
lain, Pak. Tetapi dengan cara kami sendiri, kata Alan.
Pak RT menarik napas panjang. Dia menyerah. Kalau
kalian bersikeras, aku tidak bisa memaksa. Itu adalah
keputusan kalian dan aku menghargainya, cetusnya.
Terima kasih atas pengertian Bapak, kata Alan dan
Mia berbarengan.
Seusai acara, para tamu yang hadir mulai berpulangan.
Mia dan Alan bahu membahu membereskan rumah mereka
yang berantakan.
Aku tidak suka dengan pasangan Suryadi, kata Mia
sambil mencuci piring.
Kenapa? Memangnya apa yang telah mereka perbuat
makanya kau tidak suka?
Yang istri senang sekali bergosip sedangkan suaminya
genit sekali. Setiap berbicara dia selalu mencari kesempatan
untuk memegang tanganku.
253
***
Aku sudah siap. Ayo kita pergi, kata Mia.
Alan memandang Mia dari atas ke bawah.
Setiap hari kuperhatikan pakaianmu selalu tertutup.
Kalau bukan kemeja dengan celana, pasti kemeja dengan rok.
Atau blazer. Apa kau sadar penampilanmu itu tidak modis?
Alan, aku mau mengajar bukannya mau ikut peragaan
busana. Lagipula apa kata murid muridku kalau aku
berdandan bak seorang model? Bisa bisa mereka pikir aku
bukan guru bahasa Inggris tapi guru sekolah keperibadian.
Apa salahnya kalau guru tampil modis? Siapa tahu ada
majalah atau stasiun teve yang tertarik untuk membuat artikel
tentang guru guru modis? Mungkin saja kau bisa masuk di
dalamnya.
Kau ini mengada ada saja. Modis atau tidak aku tidak
peduli. Yang penting aku tampil rapi.
254
255
256
257
258
259
260
Dasar pria tidak tahu diri. Tebal muka, gerutunya dalam hati.
261
262
263
265
BAB 14
Alan sedang makan siang saat ponselnya menjerit
jerit minta diangkat. Dengan gerakan setengah enggan, dia
mengangkat ponselnya. Dia sempat melihat layar ponselnya.
Keningnya berkerut. Ini kan nomor sekolah Mia. Halo?
Tuan Harsono, saya ibu Farida, kepala sekolah tempat
Mia mengajar. Saya ingin memberitahukan kalau istri anda
masuk rumah sakit.
Apa? Alan nyaris tersedak. Jantungnya berdegup
keras. Dia terserang panik. Rumah sakit mana? tanyanya
kalap.
Rumah sakit Cempaka.
Kenapa? Dia sakit apa? Alan bertanya dengan
membabi buta.
Kami tidak yakin. Dia tadi pingsan. Sepertinya perutnya
sakit. Karena yang kami lihat dia terus memegangi perutnya.
Dia dirawat di mana? Alan bertanya dengan suara
yang dibuat setenang mungkin.
Kamar 2E.
Aku segera ke sana.
Alan langsung lupa dengan rasa laparnya. Dia
meninggalkan kantin seperti orang gila karena saking
khawatirnya memikirkan Mia. Setelah menitip pesan pada
Sarah, dia langsung memacu mobilnya seperti orang
kesetanan.
Begitu sampai di rumah sakit, dia langsung menuju
ruang gawat darurat. Setelah mencari informasi ke sana
kemari, akhirnya dia menemukan Mia yang sedang terbaring
lemah. Istrinya itu sedang didampingi seorang dokter dan Ibu
Farida. Dia mengangguk dan memberi salam kepada bos
istrinya itu.
Dokter, istri saya sakit apa? tanya Alan cemas.
Mia menoleh saat mendengar suara Alan. Dia tidak
menyadari hatinya diliputi perasaan senang saat melihat
266
267
268
269
270
271
Enak saja. Aku yang pertama kali masuk, jadi aku yang
mandi duluan. Memangnya kau saja yang bisa terlambat? Aku
juga. Apa kata bawahanku kalau aku datang terlambat? Aku
bisa dianggap memberikan contoh yang buruk. Kalau sudah
begitu bagaimana bawahanku bisa menghormatiku? Sudah,
kau tunggu saja sampai aku selesai mandi. Kau tidak akan
terlambat. Sekolahmu dari rumah kita kan enggak jauh jauh
amat.
Memang tidak jauh. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu
mandi duluan. Karena kalau kau sudah mandi, lamanya minta
ampun. Hanya Tuhan yang tahu apa yang kau lakukan di
kamar mandi.
Tiba tiba pintu kamar mandi terbuka. Saking
terkejutnya, Mia sampai mundur beberapa langkah ke
belakang. Alan menepuk kening istrinya. Jangan ngomong
sembarangan yah. Aku mandinya lama karena aku ini orang
yang bersih. Kau sendiri bagaimana? Berbeda sekali dengan
perempuan lainnya. Masa mandi cuma sepuluh menit, Alan
mencibir.
Itu karena aku tidak suka lama lama berada di kamar
mandi. Biar mandi cuma sebentar tetapi aku lebih bersih
darimu. Ayolah Alan, aku mandi duluan yah. Kau baik deh,
rayu Mia sambil mengedipkan matanya.
Memang, tetapi tetap saja aku tidak mau! Alan
membanting pintu kamar mandi tepat di depan hidung Mia.
Mia
melotot.
Dia
berkacak
pinggang
dan
menghentakkan kakinya. Dia memang begitu kalau sedang
kesal. Cepat cepat digedornya pintu kamar mandi. Alan
kumohon sekali ini saja. Kau kan bos. Kalau terlambat sedikit
kan tidak apa apa. Tapi kalau aku? Bisa malu aku di depan
murid muridku. Lagipula setahuku dulu kau sering datang
terlambat.
Namun, sia sia saja usaha Mia karena tidak ada
jawaban dari dalam kamar mandi.
Alaaaan, rengek Mia sambil mengetuk ngetuk pintu
kamar mandi.
Pintu kamar mandi terbuka lagi. Alan menatap Mia
sebal.
272
273
gelengkan
kepalanya.
Ckckckkau ini kekanak kanakkan sekali. Bukan
salahnya kalau dia diciptakan dengan kumis dua helai.
Iya, iya aku tahu. Daripada menceramahiku tentang
kecoa sepertinya lebih baik kau usir kecoanya yah?
Untuk apa diusir? Nanti datang lagi. Lebih baik
dimatikan saja.
Ya, terserah kau saja deh, mau diapakan. Yang
penting, aku tidak melihat kecoa itu lagi.
Saat mematikan kecoa yang sangat ditakuti Mia, Alan
tersenyum senyum sendiri. Dasar aneh, sama kecoa saja
takut.
***
Alan mempunyai kebiasaan yang sudah dijalaninya
sejak kecil. Setiap bangun tidur, Alan selalu bercermin. Pagi
itu, dia kembali menjalani ritualnya. Betapa terkejutnya dia
saat melihat cermin. Matanya yang sebelah kanan bengkak
dan ada benjolan kecil berwarna merah di kelopak matanya.
Alan ternganga. Dia menyentuh matanya yang bengkak itu.
274
275
***
Alan baru saja selesai membersihkan rumah, ketika
pintunya diketuk. Siapa?
Ini aku, Helen.
Alan berjalan tergopoh gopoh menuju pintu. Dia
membukanya dengan wajah tersenyum lebar. Alan menyambut
kedatangan kakaknya itu dengan sukacita.
Mana Mia?
Mengajar, sahut Alan pendek.
Kau tidak mengantarnya?
Enggak. Aku lagi sakit mata.
Helen mendekatkan wajahnya dan mengamati mata
Alan.
Dia mengibaskan tangannya, Ah cuma bintitan biasa
saja. Kau kan bisa menggunakan kacamata hitam.
Alan tidak menyahut. Dia duduk di sofa dan menyalakan
televisi. Helen duduk di sampingnya.
Bagaimana dengan pernikahanmu?
Baik baik saja, jawab Alan singkat.
Ceritakan padaku, apa saja yang terjadi setelah kalian
menikah. Apa ada yang istimewa? tanya Helen penasaran.
Alan menggeleng. Tidak ada kejadian yang istimewa.
Helen menatap tidak percaya. Masa sih tidak ada?
Padahal kan kalian sudah menikah selama enam bulan.
Alan mendengus pelan. Dia tidak peduli dengan
keheranan Helen.
Berarti usahamu kurang berhasil dong? tanya Helen
lagi.
Mungkin iya, mungkin juga tidak, sahut Alan
sekenanya.
276
Bagaimana sih anak ini. Dulu dia bilang akan berusaha untuk
mendapatkan cinta Mia. Sekarang dia malah bersikap seolah
tidak terjadi apa apa.
Kakak benar, katanya dalam hati. Mau sampai kapan aku dan
Mia hidup seperti ini?
277
keheranan.
Alan memantapkan hatinya. Dia mengepalkan
tangannya dan mulai menggedor pintu kamar Mia dengan
suara yang sangat keras. Kontan saja, Mia terbangun dari
tidurnya dan langsung. Dia melihat ke kanan dan kiri seperti
orang yang ketakutan.
Mia! suara Alan mengejutkannya.
Haaaah, Mia mengacak acak rambutnya sendiri.
Ternyata dia yang mengganggu tidurku. Ada apa? Mia
berteriak.
279
280
281
282
BAB 15
Sabtu sore Mia sedang berjalan jalan di Mal Kelapa
Gading. Alan tidak bersamanya karena dia ada pekerjaan
mendadak. Tetapi Alan berjanji akan menyusulnya.
Mia berjalan santai sembari melihat etalase etalase
toko tetapi tidak ada satupun yang menarik perhatiannya.
Karena itu, dia memilih masuk ke toko buku. Kalau ditanya
benda apa yang paling disukainya, baju atau buku, maka Mia
memilih buku. Mia sudah suka membaca sejak umur tujuh
tahun. Membaca lebih dari sekedar hobby buatnya. Itu sudah
seperti keharusan buat Mia. Karena kegemarannya membaca
283
284
berarti dia belum sampai. Kalau sudah begini, aku tidak bisa
menghindar dari Arman.
Bagaimana kalau kita makan bersama? Aku yang
traktir.
Mia bungkam. Berani sekali dia mengajakku makan
285
hubunganku dengannya.
286
di sini?
288
289
***
Nyonya Harsono melamun sambil memandang bunga
bunga anggreknya yang tertata rapi. Sesekali dia menghela
napas pelan.
Hana yang sedang duduk di kursi taman memperhatikan
gerak gerik mamanya. Dia menangkap kalau ada yang
sedang dipikirkan mamanya. Ada apa, Ma? tanya Hana.
Kelihatannya mama memikirkan sesuatu.
Tidak ada apa apa, Nak. Mama baik baik saja.
Jangan bohong, Ma. Aku tahu benar kalau Mama
sedang memikirkan sesuatu. Katakan padaku, Ma. Mungkin
bisa aku bantu.
290
291
292
saja. Hana tidak akur dengan Alan. Jadi bisa saja, dia
berbohong untuk menjatuhkan abangnya. Tetapi itu tidak
mungkin. Masa dia tega melakukan itu pada abang
kandungnya sendiri. Aku harus bersikap tenang.
Nyonya Harsono menarik napas dalam dalam. Dia
menoleh ke Hana yang duduk santai sambil melipat tangan.
Mama tidak percaya ucapanmu barusan. Alan dan Mia tidak
mungkin melakukan itu pada keluarga mereka sendiri.
Darimana kau punya teori seperti itu?
Aku menyimpulkan begitu setelah mendengar cerita
Mama.
Kau tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri hanya
dengan mendengar cerita Mama.
Aku tahu itu. Karena itu, untuk membuktikannya, aku
mengajak Mama untuk menyelidikinya. Bagaimana? Mama
mau atau tidak? Hana menatap mamanya.
Nyonya Harsono termangu ragu. Aku tidak mungkin
293
294
295
296
297
298
299
300
dingin.
301
302
berbuat apa apa. Kali ini pasangan suami istri konyol itu bisa
berkelit. Tetapi lihat saja nanti. Aku pasti bisa mengungkap
rahasia pernikahan mereka.
303
BAB 16
Hari Sabtu itu cuaca sangat panas. Mia paling benci
cuaca seperti ini. Emosinya biasanya mudah sekali terpancing
karena cuaca panas. Karena itu Mia malas keluar dan memilih
menghabiskan waktu seharian dengan berada di rumah.
Dia mengisi waktu dengan duduk menonton dvd serial
korea.
Mi, kita main golf yuk, ajak Alan.
Mia melotot. Panas panas begini, mau main golf?
Memangnya kenapa?
Apa kau tidak tahu kalau kelamaan berada di bawah
cuaca panas, kita bisa sakit.
Kita kan bisa pakai topi atau payung, sahut Alan
santai.
Nggak mau ah. Kau saja yang pergi.
Aku enggak mau pergi sendiri. Ayo dong, Mi. Temani
aku. Nanti aku traktir deh, rayu Alan.
Mia bersikukuh menolak ajakan Alan. Tetapi suaminya
itu tidak mudah putus asa. Dia terus merayu Mia, sampai
istrinya itu bosan mendengar ocehannya.
Ya sudah, aku temani, bentak Mia kesal.
Karena pergi dengan terpaksa walhasil sepanjang
perjalanan Mia memasang muka cemberut.
Alan hanya tersenyum geli melihat tingkah istrinya itu.
Jangan cemberut gitu dong Mia, mukamu bisa cepat tua,
goda Alan.
Apa pedulimu kalau mukaku tua?
Ya, terang aja aku peduli. Kau kan istriku, goda Alan.
Itukan katamu, balas Mia sambil meleletkan lidahnya.
304
305
sampai jam berapa sih? Apa dia tidak tahu kalau kulitku mulai
gosong gara gara menunggu dia. Mia mengamati Alan dari
306
Lan, apa kau tidak bisa melihat cuaca saat ini? Aku
sudah tidak kuat lagi. Panas sekali, Lan.
Aku tahu. Bagaimana kalau kau tunggu di cafetaria
saja sementara aku bermain? Dengan begitu, kau tidak
kepanasan saat menungguku, usul Alan.
Mia baru mau membuka mulut saat dia mendengar
suara yang tidak asing lagi.
Apa kalian tidak menyadari kalau sedang jadi pusat
perhatian?
Alan dan Mia berbarengan menoleh ke arah sumber
suara. Ternyata itu Helen. Dia berdiri sambil tersenyum geli.
Helen! Apa yang kau lakukan di sini? cetus Mia dan
Alan berbarengan. Mereka sangat terkejut melihat kehadiran
Helen.
Tadinya aku ke sini mau bermain golf bersama dengan
teman temnanku. Apa daya, mereka jadi lebih tertarik
mendengar pertengkaran pasangan suami istri daripada
bermain golf, celoteh Helen.
Alan dan Mia melihat kesekelilingnya. Mereka baru
mengetahui kalau orang banyak sedang melihat ke arah
mereka. Pasangan suami istri itu jadi salah tingkah. Mereka
melemparkan senyum kecil tanda permintaan maaf.
Perasaan kami tidak melakukan sesuatu yang menarik
perhatian, celutuk Mia heran.
Itukan katamu, Mi. Yang pasti suara kalian saat
bertengkar kedengaran sampai ke mana mana. Sejak
kedatangan ke tempat ini, kalian adalah pasangan yang paling
menarik perhatian, ujar Helen.
Wajah Mia dan Alan merah padam karena saking
malunya. Helen bisa melihat itu. Tetapi dia tidak mau berhenti
bicara. Dia ingin memberi pelajaran pada pasangan muda itu,
supaya lain kali hal memalukan seperti ini tidak terulang lagi.
Aku tahu apa saja yang kalian perdebatkan dari tadi.
Kalian berdebat tentang golf, catur dan cuaca panas. Kalian
sudah menikah, tetapi tingkah kalian seperti anak kecil,
kecam Helen.
Mia dan Alan tidak berani menatap Helen. Kepala
mereka menunduk seperti orang yang sedang duduk di
pengadilan sebagai tertuduh. Helen jadi tidak tega melihatnya.
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
BAB 17
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
Silakan saja.
Sarah menuju mejanya sambil menggerutu. Apa sih
Baru jam empat sore. Alan baru keluar jam lima. Aku
kecepatan satu jam. Apa yang harus kulakukan untuk mengisi
waktu? Mia celingak celinguk. Tidak ada barang yang bisa
dibaca. Mia menarik napas pelan. Dia mulai terkantuk
keluar dari mulutnya kalau aku sedang marah. Apa dia tidak
punya kalimat yang lain, Mia menggerutu dalam hati.
Sudah jam lima lewat. Sebaiknya kita berangkat
sekarang.
329
sadar, kalau apa yang kulakukan ini sama dengan apa yang
dilakukan Mia. Aku merahasiakan kecurigaan Mama padanya.
Dia merahasiakan hubungannya dengan Arman dimasa lalu
dariku. Aku melakukannya dengan maksud baik. Mungkinkah
Mia juga begitu. Kalau benar begitu, tidak sepantasnya aku
marah padanya. Berbohong untuk kebaikan tidak ada
salahnya. Alan diliputi perasaan menyesal.
Lan, kau dengar atau tidak ucapanku barusan? tanya
Mia gemas.
330
331
332
333
Aku akui aku bukan orang yang baik. Dulu aku seorang
playboy, suka bertengkar dengan orangtua dan bersikap tidak
dewasa. Tetapi itu dulu, Alan menekan suaranya. Sekarang,
aku sudah berubah dan itu sebagian berkat istriku. Kau lihat
sendiri kan, pasangan hidup juga bisa berperan membuat kita
menjadi orang yang lebih baik. Tetapi, sepertinya kau tidak
tahu hal itu karena kau terlalu sibuk dengan dirimu sendiri.
Kau. mendadak ucapan Alan terhenti. Ternyata Mia sedang
meremas tangannya. Dia menggelengkan kepalanya sebagai
isyarat agar Alan berhenti bicara. Alan terpaksa menuruti
keinginan Mia. Terlebih lagi setelah dia menyadari seluruh
keluarganya sedang menatapnya tanpa berkedip. Tetapi itu
hanya untuk sesaat. Tidak berapa lama, Alan melanjutkan
perkataannya. Kalau aku jadi dia, mungkin aku juga akan
melakukan hal yang sama. Kau tahu Hana? Sifatmu itu buruk
sekali. Aku memang playboy dan kekanak kanakkan, tetapi
setidaknya aku bukan orang menyebalkan sepertimu.
Alan, sudah hentikan, Mia memegang tangan Alan.
Mia, kau diam saja. Mama dan Papa ingin mendengar
pendapatku dan aku sudah menyampaikannya. Mereka harus
tahu, bukan aku saja yang tidak bisa bersikap dewasa di
keluarga ini, tetapi juga anak perempuan kesayangan mereka
ini! Aku sudah selesai, Alan melap mulutnya dan
melemparkan serbet.
Maafkan dia. Mungkin dia sedang ada masalah
makanya kelewat emosi. Aku akan bicara dengannya, kata
Mia dengan suara pelan.
Mia menarik napas pelan. Dia menyesali suasana makan
malam yang tadinya berlangsung lancar berubah menjadi
ajang pertengkaran. Parahnya lagi, suaminya ikut ambil bagian
membuat makan malam ini menjadi berantakan. Atas nama
Alan, aku minta maaf. Aku tidak tahu mengapa dia bersikap
seperti itu. Aku akan bicara dengannya, kata Mia lagi lagi
dengan suara pelan.
Kau tidak perlu membujuknya Mia, Adi anak tertua
angkat suara. Apa yang dikatakan Alan, ada benarnya juga.
Karena kelewat dimanjakan, Hana tumbuh menjadi gadis yang
egois. Sebenarnya kami sudah lama mengetahui ini, hanya
saja kami memilih menutup mata dan telinga. Hanya Alan yang
tidak bersikap demikian. Jadi kami bisa memaklumi sikapnya
334
begitu adanya,
pernikahannya.
semoga
saja
dia
bisa
menyelamatkan
BAB 18
Sabtu ini, aku ingin kau ikut denganku, cetus Alan
saat makan malam bersama Mia.
Ke mana?
Ke pesta ulangtahun temanku.
Siapa namanya? Apa aku mengenalnya?
Aku bilang juga kau enggak bakalan kenal. Namanya
Albert. Dia temanku sewaktu kuliah. Itu bukan sekedar pesta
ulang tahun saja tetapi semacam ajang reuni. Rencananya
teman temanku akan hadir semua. Berhubung waktu di
pesta pernikahan, mereka tidak mempunyai kesempatan
mengenalmu lebih dekat, maka aku mengajakmu. Aku ingin
kau lebih mengakrabkan diri dengan teman temanku dan
pasangannya.
Di mana pestanya diadakan?
Jangan khawatir, Mia. Pestanya tidak diadakan di
diskotik tetapi di rumah.
Kenapa aku harus khawatir kalau pestanya diadakan di
diskotik?
Bukannya kau tidak suka diskotik?
Kalau datang sekali dua kali aku kira tidak ada
masalah.
Jadi, kalau aku mengajakmu ke sana suatu waktu, kau
tidak akan menolaknya kan? tantang Alan.
Ayo, siapa takut?
Alan tertawa geli melihat gaya Mia. Aku ingin melihat
wajahnya saat memasuki diskotik. Aku juga penasaran ingin
336
***
Mia merasa bingung harus memakai baju apa ke pesta
ulang tahun temannya Alan. Setelah lama berpikir, akhirnya
dia memutuskan untuk memakai kemeja dengan rok berbentuk
huruf A. Dia menjepit kemejanya dan menguncir rambutnya.
Untuk wajahnya, Mia memakai riasan yang tidak terlalu tebal.
Dia memakai lipstik yang berwarna sama dengan bibirnya. Mia
berputar di depan kaca. Setelah yakin dengan penampilannya,
dia mengambil tas tangannya dan keluar dari kamar.
Sebelum berangkat, Alan sempat tertegun melihat
penampilan istrinya. Walaupun bajunya tidak terlalu modis,
harus Alan akui Mia justru terlihat manis dengan kemeja dan
rok. Dia sangat anggun dan feminim. Aku sampai lupa kalau
337
338
339
340
341
342
tidak pernah ciuman. Ini tidak mungkin. Masa gadis seperti dia
belum pernah mengalaminya. Tidak. Aku tidak percaya. Mi,
344
345
***
Mia duduk sambil menatap kaca yang tergantung di
meja riasnya. Kemarin malam dia sudah bertekad bulat untuk
meminta penjelasan langsung dari mulut Alan mengenai
kecemburuannya terhadap Arman.
347
348
349
350
BAB 19
Hana termenung di ruangannya yang terletak di lantai
sembilan. Berkas berkas yang seharusnya dia periksa,
tersusun rapi di atas meja tanpa ada tanda tanda disentuh.
Saat berkas itu diantarkan, dia hanya menatapnya tanpa ada
351
352
kalian berdua. Saat itu tiba, bahkan Tuhan pun tidak bisa
menolong kalian, cetusnya dingin.
353
***
Kau menyuruhku bolos mengajar untuk datang ke
tempat seperti ini? tanya Mia sambil mengedarkan pandangan
ke seluruh ruangan kantor itu.
Alan menarik Mia sampai ke depan pintu yang tertutup.
Lihat ini, cetusnya.
Mia menatap pintu itu. Dia termangu saat melihat papan
nama dari besi bertuliskan Perry Gunawan ditempel di pintu
itu. Dia melirik Alan. Apa yang kita lakukan di sini? tanya Mia
heran.
Kita akan meminta Perry agar mengurungkan niatnya
menceraikan Hana.
Mia tertegun. Kenapa kau tiba tiba ingin berbuat ini.
Aku kira kau setuju dengan niat Perry.
Entahlah. Rencana ini mendadak muncul di kepalaku.
Bagaimana? Kau mau membantuku tidak?
Mia tersenyum lebar. Tentu saja, katanya ceria.
***
Perry menatap tajam pasangan suami istri muda di
depannya itu. Perry menggosok gosok keningnya. Kemudian
dia menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya. Jarinya
mengetuk ngetuk meja. Aku benar benar tidak habis pikir,
Lan. Dulu kau bilang, kau mendukung niatku untuk
354
355
356
357
BAB 20
Hana tiba di rumah orangtuanya jam tujuh kurang
sepuluh menit. Seperti yang ia duga kedua orangtuanya,
abangnya Adi dan Ari beserta istri mereka sudah berada di
sana. Demikian juga Helen.
Kita belum bisa memulai rapat ini. Mia dan Alan belum
datang, kata Helen. Dia datang dari arah dapur sambil
membawa nampan yang dipenuhi cangkir berisi teh manis.
Hana langsung memutar otak untuk mencari jawaban
yang bisa memuaskan Helen. Barusan aku menghubungi Alan.
Dia bilang akan datang terlambat. Sepertinya jalanan agak
macet, sahutnya. Bagaimana kalau kita menunggu mereka di
ruang keluarga? usul Hana.
Aku rasa itu saran yang baik. Lagipula ada yang ingin
kubicarakan dengan papa. Ini masalah pekerjaan, cetus Adi.
Seluruh anggota keluarga berjalan menuju ruang
keluarga. Tidak berapa lama, mereka terhanyut dalam obrolan.
Helen asyik bicara dengan mama dan kakak iparnya. Mau tidak
mau, Hana ikut bergabung dengan mereka.
Helen
menegakkan
kepalanya
dan
memasang
telinganya baik baik. Dia mendengar suara mobil memasuki
pekarangan.
Sepertinya mereka sudah datang, ucapan Helen
membuat suasana yang tadinya ramai berubah menjadi sepi.
358
359
360
Aha,
jadi secara tidak langsung mereka sudah
mengakuinya. Tetapi ini tidak cukup. Aku harus mengorek
rahasia mereka lebih dalam lagi. Kenapa? tanya Hana
dengan pongah.
Papa dan Mama bisa terkena serangan jantung, kata
Alan.
Seharusnya kau memikirkan itu sebelum melakukan
pernikahan tipuan ini, kata Hana. Alan, kalaupun kau bisa
mencegahku mengatakan yang sebenarnya, cepat atau
lambat, mereka akan mengetahui yang sebenarnya. Kalau
tidak dari aku, mungkin dari Helen atau dari orang lain,
katanya santai.
Helen? Mia keheranan. Helen tidak tahu apa apa
tentang hal ini. Jadi jangan bawa bawa namanya! tegas
Mia.
Astaga, Hana berlagak kaget. Kakak iparku sayang,
kau polos sekali. Ternyata kau belum mengenal suamimu itu
dengan baik. Sejak kecil, dia tidak pernah menyembunyikan
rahasia apapun dari kakak perempuanku itu, kata Hana pura
pura prihatin.
Mia menoleh ke Alan. Apa itu benar?
Alan tidak mengangguk ataupun menggeleng. Dia
hanya menatap Mia dengan wajah tanpa ekspresi dan mulut
terkunci rapat.
Itu saja sudah cukup memberi jawaban buat Mia. Sudah
jelas Alan telah memberi tahu Helen tentang rahasia mereka.
361
362
363
hidup tanpanya.
Semua orang yang ada disekitar Alan terperangah, tidak
terkecuali Mia. Dia syok berat.
Apa kau bilang? Tuan Harsono bertanya lagi untuk
memastikan kalau dia tidak salah dengar.
Alan mengulangi lagi kata katanya. Aku mencintai
Mia, katanya dengan penuh percaya diri. Jadi, Papa jangan
memaksaku untuk menceraikannya!
Tapi, Tuan Harsono kebingungan. Bagaimana bisa?
Bukankah tadi kau bilang, kalian menikah karena kesepakatan?
Kenapa sekarang kau bilang kau mencintainya? Papa benar
benar tidak mengerti.
Alan melirik Mia. Dia bisa melihat ekspresi di wajah
istrinya itu. Kaget, bingung dan marah bercampur jadi satu.
Matanya seolah olah meminta penjelasan.
Sulit kupercaya. Kebohongan apa lagi ini, abangku
sayang? tanya Hana dengan nada sinis.
Hana, kau bisa diam atau tidak? tegur Helen dingin.
Hana menuruti perintah Helen sambil merengut sebal.
Apa Mia mencintaimu? kali ini Adi yang buka suara.
364
boleh gegabah. Masalah ini, hanya aku dan Alan yang bisa
menyelesaikannya. Tidak boleh ada orang lain yang ikut
campur. Sementara itu, Alan hanya bisa pasrah menunggu
jawaban Mia. Kalau itu yang diinginkannya, tidak ada jalan lain
kecuali mengabulkannya.
365
berada dalam situasi seperti ini dan biasanya kami selalu bisa
menyelesaikan permasalahan. Tetapi, aku tidak tahu dengan
masalah yang satu ini.
366
begitu, siapa lagi yang bisa kupercaya dalam hidup ini selain
keluargaku?
367
368
369
dikatakan kakak, maka sia sia saja aku berbuat seperti itu.
Aku kehilangan Perry. Aku tidak berhasil mendapatkan jabatan
Alan. Itu berarti aku tidak mendapatkan apa apa. Hana
tercenung sendirian sambil meratapi nasibnya.
370
BAB 21
Keesokan pagi, Alan tidak menemukan sosok Mia di
ruang makan seperti biasa. Dia mencari ke kamar, tetapi Mia
tidak ada di situ. Alan pergi ke ruang kerja untuk melihat
apakah tas yang biasa dibawa Mia mengajar masih ada di situ
atau tidak. Ternyata sudah tidak ada. Jadi dia sudah pergi.
Alan menyeret kakinya kembali ke dapur. Dia tertegun saat
melihat meja makan. Di atasnya tersedia nasi goreng. Alan
tersenyum kecut. Jadi, semarah marahnya dia, ternyata
masih
sempat
membuat
sarapan
untukku.
Alan
menghempaskan pantatnya di kursi makan. Dia menatap piring
berisi nasi goreng itu dengan wajah tanpa ekspresi. Bagaimana
mau makan kalau suasana hatiku buruk begini? Dia melirik
nasi goreng yang dihias timun dan telur mata sapi. Jangan
jangan sudah ditaruh racun lagi. Biasanya Alan paling suka
dengan nasi goreng buatan Mia karena rasanya yang enak.
Tetapi pagi itu, dia benar benar tidak nafsu makan. Ah
371
pikir Mia.
***
Sejak pagi itu Alan kesulitan bertemu dengan Mia di
rumah mereka sendiri. Setiap ia pulang kantor, Mia sudah
tidur. Pada pagi hari, ketika Alan keluar kamar, Mia sudah
tidak ada. Kalau sudah begitu, Alan hanya bisa mengelus dada.
Ingin rasanya Alan meminta agar Mia menghentikan
tindakannya itu namun dia tidak punya keberanian. Dia
khawatir Mia akan bertindak lebih ekstrem lagi, misalnya
dengan meninggalkan rumah. Jadi dia masih marah padaku,
372
373
374
375
376
377
***
Keesokan harinya, sepulang dari sekolah, Mia
menemukan secarik kertas dengan tulisan tangan Alan di atas
meja kerja yang biasa mereka gunakan secara bergantian. Mia
meraih kertas itu dan membacanya. Selesai membaca, Mia
menaruh kertas itu di atas meja. Kemudian dia duduk
378
379
380
381
382
383
384
***
Mia baru saja selesai mandi, ketika bel rumahnya
berbunyi nyaring. Setelah menjemur handuknya, dia berjalan
untuk membuka pintu. Dia mengintip melalui jendela untuk
melihat siapa yang datang, namun dia tidak melihat siapapun.
Aneh. Kenapa tidak ada orang? Mia meraih handel pintu dan
memutarnya. Betapa terkejutnya Mia, saat melihat Hendra dan
Robert berdiri di depannya sambil menyeringai.
Alih alih memeluk mereka, Mia hanya berdiri diam
seperti patung. Mulutnya terkunci rapat. Hendra dan Robert
jadi kebingungan melihatnya. Kenapa reaksinya begini? Aku
kira dia akan menjerit kesenangan melihat kita, tapi kenapa
reaksinya seperti melihat hantu saja? Robert mengungkapkan
keheranannya.
Hendra mengibas ngibaskan tangannya di depan Mia,
namun tidak ada reaksi. Dia pun menepuk jidat Mia dengan
sangat keras sampai adiknya itu menjerit kesakitan. Dia
mengusap usap keningnya yang memerah bekas tepukan
Hendra. Kenapa Abang memukul keningku? Sakit tahu! ringis
Mia.
Tolong diralat. Aku bukannya memukul tetapi
menepuk, sahut Hendra kalem. Lagipula aku terpaksa begitu.
Kami datang jauh jauh dari Medan, sambutan yang kami
terima hanya begini saja. Masih mending dilempari telur deh
dari pada didiamkan. Setidaknya mereka tahu kalau kami ada,
sindir Hendra.
Mia tersipu malu. Maaf deh, kata Mia sambil
merangkul kedua abangnya itu. Aku benar benar terkejut
385
386
387
bisa curiga kalau sampai tidak melihat Alan. Aku memang akan
memberitahukan mereka mengenai masalahku dengan Alan,
tetapi saat ini aku belum siap. Mia menggigit bibirnya. Apa aku
menelepon Alan saja untuk meminta bantuannya? Tetapi apa
dia mau menolongku mengingat pertemuan kami yang terakhir
di mana aku memperlakukannya sangat buruk. Peduli amat,
aku akan meneleponnya. Dia pasti mau menolongku. Mia mulai
memencet nomor Alan. Tetapi, beberapa saat kemudian, Mia
membatalkannya. Di mana harga dirimu Mia? Bagaimana
Alan. Kalaupun dia datang ke sini, pasti pada saat aku sedang
tidak di rumah.
388
389
390
391
ocehannya itu.
butuh. Aku
Mia santai.
mendengar
mendengar
392
BAB 23
Alan memandang wajahnya lekat lekat yang terpantul
di meja rias Mia. Sialan, gara gara tidak tidur semalaman,
393
bisa menyimpan rahasia ini lagi. Aku tidak sanggup jika harus
berbohong lagi. Aku harus mengatakan yang sebenarnya
394
395
396
malam ini kita menginap saja di hotel. Aku tidak tahan berada
di sini. Hawa kebohongannya membuat aku sulit bernapas.
Jangan begitu dong, Bang, Mia memelas.
Jangan bicara lagi, bentak Robert. Mia dan Alan
sampai terperangah dibuatnya. Bagaimana tidak, selama ini
Robert dikenal sebagai orang yang sangat tenang dalam
menghadapi berbagai masalah dan sama sekali tidak pernah
marah. Namun, perbuatan Mia dan Alan rupanya kali ini benar
benar keterlaluan sehingga Robert tidak bisa mentolerir lagi.
Sebelum kalian memperbaiki kesalahan yang kalian buat,
jangan coba coba menemui kami! tegasnya dengan wajah
dingin.
Hendra dan Robert masuk ke kamar mereka dan mulai
membereskan barang barang mereka. Mia tidak kuasa
mencegahnya. Dia dan Alan hanya berdiri diam sambil
memperhatikan gerak gerik Hendra dan Robert. Setelah
selesai, mereka meninggalkan Mia dan Alan tanpa bicara
sepatah katapun. Mia hanya bisa memandangi kepergian
mereka dengan wajah bersimbah air mata.
***
Sejak kepergian Hendra dan Robert, Mia terus menerus
mengurung diri di dalam kamar. Alan jadi cemas dibuatnya.
Dia berdiri di depan kamar Mia. Aku bisa mengerti kenapa dia
sampai begini. Reaksi keluarganya lebih parah dari keluargaku.
Alan menggerakkan tangannya untuk mengetuk pintu. Namun,
entah apa yang ada di pikirannya, dia mengurungkan niatnya.
Tangannya menggantung di udara. Dia memutar handel pintu
dan mendorongnya. Hatinya terenyuh saat melihat Mia duduk
terpekur di atas ranjang sambil menekuk lututnya dengan
wajah penuh linangan air mata. Dia mengangkat wajahnya.
Kenapa kau masih di sini? tanyanya pada Alan.
Dengan keadaanmu seperti ini, tidak mungkin aku
meninggalkan kau sendirian.
Kau tidak perlu cemas. Aku akan baik baik saja.
Jangan bersikap sok tegar deh. Alan duduk di tepi
ranjang. Kau membutuhkan seorang teman, Mi. Apa pun yang
terjadi di antara kita, aku tetap temanmu, karena kita sudah
memutuskan itu dari awal, ucapnya lembut. Dia mengelus
kepala Mia dengan penuh rasa sayang. Aku yang
membawamu ke dalam jurang penuh masalah ini, karena itu
397
398
399
400
401
***
Begitu menginjakkan kakinya di teras, Mia langsung
disambut Alan. Dari mana saja kau? Kenapa pergi tidak bilang
bilang? tanya Alan dengan nada cemas.
Aku pergi untuk bertemu dengan Arman, kata Mia
terus terang. Dia memilih tidak masuk ke dalam rumah. Dia
berjalan ke halaman dan duduk di atas rumput.
Alan terdiam. Dia mengikuti Mia ke halaman. Dia hanya
berdiri sambil memandangi jalanan yang berada tepat di
depan rumahnya.
Mia mendongak dan menatap Alan. Kau tidak ingin
tahu kenapa aku mencarinya?
Alan menggeleng dan tersenyum tipis. Aku rasa itu
bukan urusanku, Alan menghempaskan pantatnya di atas
rumput.
Mia tersenyum kecut. Tentu saja itu urusanmu karena
kau masih suamiku.
Baiklah. Kenapa kau menemuinya?
402
403
404
Tidak ada satu pun bintang yang terlihat. Hanya ada awan.
Apakah ini akan menjadi pertanda buruk buat kami? Dia
405
406
BAB 24
Mia berdiri di tangga pesawat dan melihat ke
sekelilingnya. Empat tahun berlalu, akhirnya Mia kembali lagi
ke Jakarta. Dia kembali di hari di mana ia dan Alan seharusnya
merayakan ulang tahun pernikahan. Dia berjalan dengan
penuh percaya diri menuju tempat pengambilan bagasi.
Sepanjang perjalanan dia terus menerus berpikir. Aku tidak
407
408
409
mana dia? Kok aku belum melihatnya. Masa dia tidak bisa
mengejarku. Mia mulai didera perasaan khawatir karena
410
411