Gus Dur merupakan sosok seorang muslim yang memiliki pemikiran luas dan
menembus berbagai disiplin ilmu. Beliau memiliki wawasan yang luas terhadap Islam,
kemanusiaan, kebangsaan, kebudayaan, seni, yang menyebabkan Gus Dur menjadi sosok
tokoh yang terhormat di mata internasional. Semua pemikiran yang dilakukan Gus Dur
memiliki benang merah yaitu berpijak pada pandangan hidup yang sangat kokoh, yaitu
spiritualitas. Gus Dur menerima banyak rintangan seperti teror pembunuhan, namun semua
rintangan tidak dipedulikan oleh Gus Dur. Gus Dur pernah mengatakan, Ketika kita
mengambil keputusan harus tetap berjuang, tidak usah memikirkan kendala dan omongomongan orang lain. Gus Dur mempunyai tipologi spiritual yang mengarah kepada empat
bentuk, yaitu:
1. Spiritual-Humanis
Seorang humanis merupakan individu yang meletakkan kemanusiaan sebagai tujuan
dalam setiap gerakan dan perjuangannya. Hal ini menyebabkan seorang humanis
sangat menghargai kemanusiaan dengan memberikan rasa cinta dan kasih sayang,
perlindungan dari penindasan dan ketidakadilan, menebarkan kedamaian,
kenyamanan, harmoni, dan lain-lain. Setiap orang memang memiliki kekuatan
spiritual yang berbeda, namun ada tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tingkat
kecintaan kepada Tuhan. Gus Dur dalam tulisannya:
Pada mulanya, orang baru beriman saja, kemudian ia melaksanakan Islam
ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah ia memasuki tingkat yang
lebih tinggi lagi (ihsan) dengan mendalami tasawuf, hakikat, dan makrifat.
Pada tingkat ini mulai disadari bahwa keyakinan tauhid dan ketaatan kepada
syariat mesti berwujud kecintaan kepada sesama manusia.
Kecintaan kepada sesama manusia inilah yang melandasi pemikiran dan gerakan
yang dilakukan oleh seorang Gus Dur. Menjunjung tinggi martabat manusia dengan
memberikan perlindungan, rasa aman, dan nyaman bagi orang lain merupakan bagian
dari upaya untuk meninggikan martabat agama. Menurut Gus Dur, keberadaan agama
menjadi tidak berfungsi jika tidak bermanfaat bagi manusia. Gus Dur selalu
menegaskan bahwa kemanusiaan mesti mendapatkan tempat yang istimewa dalam
kehidupan, apa pun agama yang dianut.
2. Spiritual-Inklusif-Kosmopolit
Menurut Gus Dur, Islam adalah agama yang terbuka dan memberikan jaminan
kebebasan kepada manusia untuk berpikir dan menentukan pilihan keyakinannya
sendiri sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dialami. Dasar utama
pertimbangan Gus Dur dalam pengambilan keputusan adalah hati nurani kemanusiaan
yang paling dalam. Al-Quran dan hadits yang dibaca dan didalami selalu berfungsi
untuk memberikan penghargaan terhadap keragaman manusia tersebut. Kerangka
besar pemikiran Gus Dur adalah menjadikan agama bisa berfungsi untuk semua
orang. Secara tidak gamblang Gus Dur mengatakan bahwa cinta adalah agamanya,
tetapi Islam yang ia percayai adalah agama cinta dan kasih sayang. Islam akan
menjadi semakin kehilangan fungsinya yang signifikan jika terbelenggu oleh negara
menurut Gus Dur. Beliau sangat menentang berbagai gagasan dan keinginan segelintir
orang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, hal itu didasarkan atas
keinginan beliau yang kuat akan keinklusifan, pluralitas, universalitas, dan
kekosmopolitan Islam. Gus Dur begitu bersemangat untuk memisahkan agama dari
negara. Bagi Gus Dur, tugas negara yang paling penting adalah bagaimana seorang
pemimpin dapat memberikan jaminan kesejahteraan dan keadilan bagi semua
warganya. Sebagai warga negara khususnya umat muslim di Indonesia, memiliki
tugas bersama yaitu memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut dalam wujud
yang konkrit, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh semua warga negara. Gus
Dur menyatakan,
Negara haruslah melayani semua pihak, karenanya Islam tidak perlu
diformalkan dalam kehidupan bernegara. Cukup apabila para warga
negaranya memperjuangkan sumbangan dan peranan Islam secara informal
dalam pengembangan demokrasi.
Dengan demikian, yang diperjuangkan Gus Dur bukan lagi Islam harus menjadi dasar
negara, tetapi nilai-nilai dasar universal Islam harus mewarnai setiap kehidupan
masyarakat. Gagasan terhadap sikap inklusif Gus Dur bukan tanpa tantangan. Dengan
sikap seperti itu beliau mendapat serangan dari berbagai kalangan, terutama
kelompok-kelompok garis keras yang menginginkan berdirinya negara Islam.
Menurut beliau, orang yang paham Islam tetapi menyimpan penuh kebencian kepada
orang lain yang tidak sejalan dengannya, pasti perbuatan dan kata-katanya tidak akan
membawa kita kepada Tuhan. Dalam kesempatan lain Gus Dur berpesan, Jangan
pernah merasa lebih Islami dibanding sesamamu. Dan, jangan pernah menghakimi
keislaman muslim-muslim lainnya.
3. Spiritual-Dinamis-Progresif
Di berbagai kalangan Gus Dur dikenal sebagai tokoh intelektual dan spiritual
yang selalu menghendaki perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Meskipun
banyak nama atau label pada suatu gerakan dan pemikirannya yang beragam, namun
pada intinya cita-citanya tetap yaitu membuat tercapainya kebaikan dan keindahan
bagi semua manusia sehingga mereka semua merasakan kasih sayang Tuhan dalam
kehidupan yang konkret. Saat kembalinya beliau dari luar negeri, beliau dikenal
sebagai tokoh muda dengan pemikiran yang dinamis bahkan cenderung liberal.
Mengapa demikian? Sebab, ia nyaris mendobrak kemapanan yang sudah dijalani
semua orang saat itu. Pada saat pemerintahan Soeharto yang otoriter dan diktator
menjadi sasaran gerakannya. Aksi tersebut sudah ia lakukan sejak lama, ketika tokohtokoh lain belum banyak yang berani melakukan protes. Sasaran pemikiran dan
gerakan beliau yang lain adalah terletak pada model keberagaman umat Islam, baik
dalam menyikapi suatu masalah hukum, ataupun persoalan-persoalan keagamaan
yang lain. Beliau menginginkan sebuah pemikiran yang dinamis di kalangan umat
Islam yang mana tidak terus terjebak dalam romantisme masa silam. Beliau
mengahrapkan kaum muslim menjadi umat yang cerdas dan mandiri, serta tidak takut
dengan perkembangan jaman yang semakin maju.
dengan yang lain, seperti mampu mendengarkan, membaca, dan memahami yang
terjadi di sekitarnya.
KESIMPULAN
Tugas Manusia
: Menciptakan kerukunan dan toleransi antar umat beragama
Asumsi Manusia
:
1. Kedudukannya yang tinggi dihadapan makhluk lain
2. Statusnya yang mulia sebagai khalifah di bumi
3. Kemampuan inteleknya dalam merumuskan masalah dasar kemanusiaan
Asumsi Realitas
:
1. Dunia berada pada ketidakadilan karena adanya dominasi
2. Kemanusiaan mengalami kemunduran
Asumsi Ilmu
:
1. Komitmennya yang dalam terhadap rasionalitas
2. Keyakinan akan peran mendasar rasionalitas
3. Intelektual itu mempertahankan kebebasan berfikir, bukan membunuh kebebasan
berfikir
Metode Penelitian
:
1. Memandang realitas sosial itu adil atau tidak dan minoritas atau mayoritas
2. Pemahaman mendalam mengenai realitas sosial
3. Rekonstruksi menggunakan prinsip keadilan (Islam dalam pandangan Gus Dur)