PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang materi genetik. Hukum
yang dikenal pada ilmu genetika, yaitu adanya Hukum Mendel, baik Hukum
Mendel I maupun Hukum Mendel II. Hukum Mendel I (Hukum pemisahan
Mendel) menyatakan bahwa kedua faktor untuk tiap ciri itu tidak bergabung (tidak
bercampur) dengan cara apapun. Kedua faktor itu tetap berdiri sendiri selama
hidup individu dan memisah waktu pembentukan gamet - gamet. Hukum ini
berlaku pada persilangan monohibrid (Corebima, 2013). Hukum II Mendel
(Hukum pilihan bebas) menyatakan bahwa gen-gen untuk karakter yang berbeda
diwariskan secara bebas satu sama lainnya (Corebima, 2013). Hukum ini berlaku
untuk dua sifat beda (dihibrid). Namun hukum II Mendel tersebut bersyarat
bahwa gen gen tersebut terletak pada kromosom yang berbeda (Mettler, 1998).
Sedangkan ada kasus lain yang terjadi jika gen gen terletak pada kromosom
yang sama.
Pindah silang (crossing over) merupakan suatu peristiwa bertukarnya gen
gen pada kromatid dengan kromatid homolognya. Peristiwa pindah silang dapat
terjadi jika gen gennya terletak dalam kromosom yang sama, baik terletak pada
kromosom kelamin maupun kromosom kromosom tubuh. Pertukaran bagian
antara kromosom kromosom homolog menyebabkan perubahan posisi faktor
gen tertentu dari suatu kromosom ke pasangan homolognya, sehingga berakibat
munculnya tipe turunan yang bukan tipe parental disamping tipe parental
(Corebima, 2003). Crossing over terjadi ketika proses gametogenesis
yang
pindah silang tersebut secara genetik jarang dapat dideteksi karena kromatid
kromatid sesaudara biasanya identik. Peristiwa pindah silang umumnya terjadi
selama meiosis pada semua makhluk hidup berkelamin betina maupun jantan dan
antara semua pasangan kromosom. Campbell (2002) menjelaskan bahwa pindah
silang terjadi selama profase meiosis I. Ketika kromosom homolog pertama kali
muncul bersama sebagai pasangan selama tahap zygoten dan pachyten profase I,
suatu
perlengkapan
protein
yang
dinamakan
kompleks
sinaptonemal
Drosophila
melanogaster
yaitu
Drosophila
dapat
dikembangbiakan
setiap
dua
minggu,
murah
kromosom
(Corebima,
2013).
D.
melanogaster
genetika
karena
penampilan,
perilaku
dan
Kedua strain memiliki ciri fenotip yang berbeda dalam hal warna
mata dan warna tubuh, sehingga persilangan yang dilakukan
adalah
persilangan
dihibrid.
Persilangan
dihibrid
adalah
Strain N
pada lokus 48,5 dan cl (clot) pada lokus 16,5 terletak pada satu
kromosom yaitu kromosom nomor 2 (autosom) (Bruce et al.,
2002).
Peristiwa pindah silang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur
betina, temperatur, penyinaran sinar X, jarak antar gen, dan zat kimia (Suryo,
2008). Dari kelima tersebut salah satunya adalah umur betina. Suryo (2008)
menjelaskan bahwa makin tua umur suatu individu, makin kurang mengalami
pindah silang. Manfaat penelitian ini adalah mengetahui fenomena yang terjadi
pada persilangan Drosophila
melanogaster
stain
N >< bcl,
secara
acak
materi
genetik
selama
proses
orang
tua
dan
saudara
mereka.
Pada
kenyataannya
Rumusan Masalah
C. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti
1.1 Mengetahui
fenomena
yang
terjadi
pada
persilangan
Meningkatkan
pemahaman
mengenai
pengaruh
umur
betina
Batasan Masalah
5. Setelah betina mati, umur betina direntang menjadi 3, yaitu muda, sedang,
dan tua
6. Pengamatan dan penghitungan fenotip F2 dilakukan selama 14 hari atau
sampai lalat habis pada masing masing botol
7. Pengamatan fenotip yang dilakukan yaitu warna tubuh, bentuk sayap, warna
mata, faset mata
E. Asumsi penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Seluruh strain Drosophila melanogaster dianggap memiliki produktivitas
yang sama.
2. Jumlah medium dalam tiap botol dianggap sama
3. kondisi lingkungan yang meliputi suhu, pH, kelembaban dan temperatur
dianggap sama
F. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk
ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2003). Pada penelitian ini
strain yang digunakan adalah strain N dan bcl.
2. Pindah silang adalah proses penukaran segmen dari kromatid-kromatid
bukan kakak beradik dari sepasang kromosom homolog (Suryo, 2008).
3. Fenotip adalah karakter yang dapat diamati dalam suatu individu yang
merupakan hasil suatu interaksi genotip dengan lingkungan tempat hidup
dan berkembang (Corebima, 2013). Pada penelitian ini, fenotip dari
Drosophila melanogaster strain N adalah warna tubuh kuning kecoklatan,
warna mata merah, faset mata halus, dan sayap menutupi tubuh dengan
sempurna sedangkan fenotip Drosophila melanogaster strain bcl adalah
warna tubuh hitam, warna mata coklat, faset mata halus, dan sayap
menutupi tubuh dengan sempurna.
4. Chiasma adalah interpretasi dari tiap silangan pada pindah silang (Rothwell,
1983 dalam Corebima, 2013). Chiasma mempunyai makna bahwa telah
terjadi pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster (lalat buah) adalah serangga kecil dengan
panjang dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering ditemukan di
sekitar buah yang rusak/busuk (Iskandar, 1987). D. melanogaster
sepasang
telur (fertilisasi) tidak selalu sama pada semua jenis atau strain D. melanogaster.
Demikian juga Fowler (1973) melaporkan bahwa jumlah sperma yang ditrasfer D.
melanogaster jantan berkaitan dengan perbedaan strain. Dengan demikian macam
strain akan terkait dengan jumlah keturunan.
Beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan
betina D. melanogaster, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing,
sedangkan pada jantan agak membulat (Gambar 2.1). Tanda hitam pada ujung
abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat tanpa
bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada
betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedangkan pada betina ada
7. Lalat jantan memiliki sex comb berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki
depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan Kaufmann, 1961
dalam Aini 2008). Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas
abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Wiyono, 1986 dalam
Aini 2008).
Gambar 2.1
hari, pada suhu 25oC lama siklus menurun yaitu 5 hari. Siklus hidup pupa
pada suhu 20oC adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu 25oC sekitar
4,2 hari. Pada suhu 25oC siklus hidup D. melanogaster dapat sempurna
sekitar 10 hari, tetapi pada suhu 20oC dibutuhkan sekitar 15 hari.
Pemeliharaan D. melanogaster sebaiknya berada dalam suhu ruang
dimana temperatur tidak dibawah 20oC atau diatas 25oC. Suhu tinggi
(diatas 30oC) dapat mengakibatkan sterilisasi atau kematian Pada
temperatur rendah keberlangsungan hidup dari D. melanogaster terganggu
dan siklus hidupnya menjadi lebih panjang (contoh pada suhu 10 oC untuk
mencapai tingkat larva dibutuhkan sekitar 57 hari dan pada suhu 15 oC
sekitar 18 hari). Hal yang perlu diingat adalah suhu di dalam biakan botol
dapat lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol,
karena adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Demerec dan
Kaufmann, 1961). Siklus hidup D. melanogaster dapat dilihat pada gambar
2.2
Gambar 2.2
10
11
(synaptonemal
complex)
menggabungkan
kromosom
sehingga terikat kuat satu dengan yang lainnya, fungsinya mirip sebuah
resleting. Pemasangan berlangsung secara cermat, penataan yang homolog
satu sama lain gen demi gen. Peristiwa pindah silang mengakibatkan gen
sealel bertukar tempat.
Peristiwa pindah silang ini terjadi ketika meiosis I yaitu pada saat
kromosom itu mengganda menjadi 2 kromatid dan yang homolog
bergandeng pada bidang ekuator. Ketika sudah terjadi persilangan antara
kromatid kromosom homolog, maka pada anafase I bagian kromosom
yang bersilang tidak kembali ke induk melainkan melekat pada kromosom
satunya (Yatim, 1983). Gardner (1984) menyatakan bahwa peristiwa
12
karena
kromatid-kromatid
sesaudara
biasanya
identik.
Peristiwa pindah silang yang secara genetik mudah dideteksi adalah yang
berlangsung antara dua kromatid bukan sesaudara (non-sister chromatids).
Pada fase meiosis I terjadi tahapan antara lain Interfase I, Profase I,
Metafase I, Anafase I dan Telofase I. Menurut Rondonuwu (1989), Profase
I merupakan fase meiosis yang paling penting yang terdiri dari beberapa
langkah, yaitu.
a. Leptoten. Tahap ini ditandai oleh kromosom yang berbentuk benang-benang
panjang mulai menebal dan ada yang lebih tebal yang disebut kromomer yang
kelihatan seperti manik-manik pada seutas benang.
b. Zigoten. Pada tahap ini terjadi peristiwa dimana kromosom yang homolog
berpasang-pasangan. Kedua kromosom yang homolog terletak paralel, saling
merapat satu dengan yang lain membentuk bivalen. Proses bergandengnya
disebut sinapsis.
c. Pakiten. Pakiten adalah fase utama penebalan kromosom dan mengganda
menjadi dua kromatid, empat kromosom dalam satu bivalen disebut tetrad.
d. Diploten. Keempat kromatid dalam satu bivalen bergerak memisah seolah-olah
menolak, menghasilkan pasangan-pasangan kromatid menjadi jelas. Keempat
kromosom masih tetap terikat oleh sentromer masing-masing anggota bivalen.
Waktu terjadi pemisahan longitudinal dari kromosom anggota bivalen, dapat
terjadi pertautan pada beberapa tempat yang disebut kiasma sehingga dapat
terjadi pertukaran segmen-segmen dari kromatid-kromatid yang homolog dan
kejadian ini disebut pindah silang (crossing over).
13
14
Gambar 2.3
15
Gambar 2.4
16
Gambar 2.5
2
3
4
5
kerusakan sel
18
internal
eksternal
Umur
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
H1 = variasi umur betina menyebabkan perbedaan frekuensi pindah silang pada
D. melanogaster persilangan N >< bcl
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan dan Jenis Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAK
(Rancangan Acak Kelompok) karena menggunakan lalat dari pupa yang
diampul secara acak dari botol peremajaan sedangkan teknik analisa data
yang digunakan adalah Analisis Varian Tunggal (Anava Tunggal) karena
dalam penelitian ini hanya menggunakan satu variabel bebas yaitu umur
betin.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitafif eksperimental karena pada persilangan ini terdapat
satu variabel bebas yaitu umur betina yang divariasi muda, sedang dan tua.
Data yang diperoleh diambil langsung dari perhitungan hasil pengamatan
F2 persilangan (F1(N) >< bcl). Persilangan ini diulang sebanyak 9 kali.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
20
a.
D. Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur betina
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah frekuensi pindah silang (hasil
anakan F2)
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah jenis makanan yang
diberikan, suhu dan kondisi lingkungan sekitar
E. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol selai, selang
ampul, selang plastik, kuas kecil, kompor gas, pisau dapur, blender,
mikroskop stereo, kain kasa, timbangan, panci, pengaduk, gunting, dan
cutter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah D.melanogaster
strain N, bcl, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, air ,yeast, busa
penutup, kertas pulpasi, cotton bud, kantong plastik dan kertas label
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Pengamatan fenotip
1.1 Meletakkan strain (N, bcl) yang didapatkan dari laboratorium dibawah
mikroskop stereo
1.2 Mengamati fenotipnya mulai dari warna tubuh, warna mata, keadaan sayap,
dan faset mata
1.3 Membedakan antara strain jantan dan strain betina
1.4 Mencatat hasil pengamatan di dalam buku jurnal
2. Pembuatan Medium
21
2.1 Menimbang pisang, tape singkong dan gula merah dengan perbandingan
7:2:1 untuk satu resep (700 gram : 200 gram :100 gram)
2.2 Menyisir gula merah dan direbus dengan air hingga larut, kemudian disaring
2.3 Memotong potong kecil kecil pisang dan tape singkong dan dimasukkan
ke dalam ember
2.4 Mengahaluskan pisang dan tape menggunakan blender serta ditambahkan
air secukupnya
2.5 Memasukkan pisang dan tape singkong yang sudah di blender ke dalam
panci yang berisi gula merah (sambil api dinyalakan)
2.6 Memanaskan selama 45 menit dengan api sedang
2.7 Mengaduk medium yang dipanaskan selama 45 menit
2.8 (Setelah 45 menit) Mengangkat medium dari kompor kemudian diisikan ke
dalam botol selai yang telah difiksasi
2.9 Menutup botol selai yang sudah diisi medium dengan gabus penutup dengan
busa penutup yang telah difiksasi.
2.10 Mendinginkan medium dalam botol selai yang masih panas dengan cara
memasukkan botol pada bak atau baskom yang berisi air secukupnya.
3. Menyiapkan Stok Induk
3.1 Menambahkan 3-5 butir yeast ke dalam botol yang berisi medium sudah
dingin
3.2 Melipat kertas pulpasi dan dimasukkan ke dalam botol yang sudah diberi
yeast
3.3 Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster sesuai dengan strain pada
setiap botol selai yang berisi medium yang telah disiapkan tadi dengan cara
menyedot D. melanogaster dari botol stock
3.4 Melabeli botol tersebut dengan nama srain dan tanggal perlakuan
3.5 Menunggu beberapa hari hingga ada pupa yang menghitam
4. Pengampulan
4.1 Menyiapkan selang ampulan, gabus kecil dan pisang
4.2 Memasukkan pisang kecil ke dalam selang ampulan bagian tengah hingga
membagi selang menjadi 2 bagian
4.3 Mengambil pupa yang sudah hitam dari stock yang telah diremajakan dan
dimasukkan ke dalam selang (1 selang berisi 2 pupa yang dibatasi oleh
pisang kecil ditengah tadi)
4.4 Menutup kedua ujung selang ampulan dengan gabus kecil
4.5 Menunggu hingga pupa menetas sehingga siap untuk dikawinkan atau siap
untuk dilakukan persilangan dengan batas maksimal tiga hari setelah pupa
menetas.
5. Persilangan 1 (P1)
22
5.1 Memasukkan satu ekor D. melanogaster strain N dan bcl dari selang
ampulan ke dalam botol selai yang berisi medium, kemudian diberi label
yang berisi nama persilangan dan tanggal persilangan pada luar botol
5.2 Mengulang masing-masing persilangan sebanyak 9 kali ulangan
5.3 Melepas jantan setelah dua hari persilangan
5.4 Mernunggu hingga dalam botol terdapat larva
5.5 (Setelah terdapat larva) Memindahkan (betina) ke botol baru yang berisi
medium
5.6 Menunggu beberapa hari hingga terdapat pupa hitam
5.7 (Setelah terdapat pupa yang menghitam) mengampul pupa hitam F1 dan
melabeli selang ampul
5.8 Mengamati fenotip yang muncul ketika pupa menetas
6. Persilangan 2 (P2)
6.1 Memasukkan satu ekor D. melanogaster strain N betina hasil persilangan
(F1) dengan bcl jantan resesif dari stok kemudian diberi label pada botol
yang berisi
23
100
parental+ rekombinan
24
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data
1. Pengamatan Fenotip D. Melanogaster
Strain awal pada praktikum ada 2, yaitu strain N dan strain bcl. Berdasarkan
hasil pengamatan fenotip, ciri ciri dari strain tersebut adalah sebagai berikut.
1. Strain N
Warna mata
: Merah
Faset mata
: Halus
Gambar 5.1
2. Strain bcl
Warna mata
: Coklat
Faset mata
: Halus
25
: Merah
Faset mata
: Halus
: Coklat
: Halus
: Kuning kecoklatan
: Menutupi seluruh permukaan tubuh dengan sempurna
26
Gambar 5.1
Fe Sex
not
ml
ip
ah
si
Ulangan ke
10
12
15
12
13
Ju
l
a
n
g
a
n
F
bcl
N
>
<
cl
11
19
15
67
22
34
92
11
46
18
23
69
33
14
11
17
58
13
27
27
12
78
60
12
39
10
12
43
ls
to
k
U
m
u
r
m
u
d
a
J
69
m
l
a
h
si
ot
ip
Sex
Ulangan ke
Ju
ml
ah
a
n
g
a
28
n
F
b
c
12
13
14
21
15
60
18
25
17
87
13
11
16
57
13
19
15
69
cl
24
36
24
11
36
>
<
cl
10
12
ls
to
k
U
m
u
r
s
e
d
a
n
g
J
60
69
78
103
83
39
3
m
l
a
h
29
er
Sex
Ulangan ke
To
en
tal
si
ot
la
ip
la
h
n
g
a
n
F
<
b
cl
sto
cl
>
cl
U
m
ur
tu
a
B. Analisis Data
1. Rekonstruksi Kromosom
30
1.1 Rekonstruksi kromosom pada persilangan N >< bcl jika tidak terjadi
pindah silang
P1
Genotip 1
: N >< bcl
: b+ cl + >< bcl
b+cl+
bcl
+ +
: b cl ; bcl
Gamet
F1 :
bcl
b+cl+
bcl
b+cl+
(N
heterozig
ot)
F1 : b+cl+
bcl
(N heterozigot)
bcl
b+cl +
bcl
bcl
b+cl+
bcl
bcl
31
bcl
(N
heterozigo
t)
(bcl homozigot)
Perbandingan F2 = N : bcl
1: 1
1.2 Rekonsrtuksi kromosom pada persilangan N >< bcl, jika terjadi pindah
silang
P1
: N >< bcl
bcl
bcl
: b+cl+ ;
bcl
F1 :
Bcl
b+cl+
bcl
b+cl+
(N
heterozig
ot)
F1 :
bcl
b+cl+
(N heterozigot)
32
b+
b+ b +
b+
b+
cl+
cl
b
duplikasi
cl+
+
cl
cl+
cl
cl +
cl
cl
cl
b+
b+
cl+
cl
cl+
cl
b+cl
33
bcl+
Bcl
b+cl+
bcl
bcl
b+cl
bcl+
bcl
bcl
bcl
bcl
(cl)
(b)
(bcl)
(N
heterozigot
)
Perbandingan F2 = N : cl : b : bcl
1: 1: 1 : 1
2. Frekuensi Turunan Tipe Rekombinan
2.1 Frekuensi turunan tipe rekombinan persilangan P2 : F1N><bclstok
(F1(N><bcl)) umur muda
rekombinan
parental rekombinan
X 100 %
Ulangan 1
31
47+31 X 100 % = 39,74359%
Ulangan 2
25
35+ 25 X 100 % = 41,66666%
Ulangan 3
28
41+28 X 100 % = 40,5797101%
32
68+ 32 X 100 % = 32,00%
41
83+41 X 100 % = 33,064516%
Ulangan 4
Ulangan 5
34
rekombinan
parental rekombinan
23
37 +23
Ulangan 2
22
47+22
X 100 % = 31,884058%
Ulangan 3
28
50+ 28
X 100 % = 35,897436%
Ulangan 4
27
76+ 27
X 100 % = 26,213592%
Ulangan 5
20
63+ 20
X 100 % = 24,0963855%
X 100 % = 38,3333333%
Ulangan
Total
an
Ratarata
Umur
1
2
3
4
5
6 7 8 9
39,7 41,6 40,5 32,0 33,0
187,
37,40
muda
Umur
4
7
7
0
6
38,3 31,8 35,8 26,2 24,0
04
156,
8
31,28
sedang
Total
3
8
9
1
9
78,0 73,5 76,4 58,2 57,1
4
337,23
Menghitung JK
FK =
343,44 2
= 11795,10336
10
35
= 11888,98432 11795,10336
= 93,88096
JK
KT
Ft
hitung
ab
el
0,
0
5
36
Ulan
gan
Perla
51,8
9,029
6,
723
58722
207,48944
93,88096
93,8
16,34
7,
809
21583
kuan
6
Gala
22,97884
324,34924
5,77471
t
Total
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur betina terhadap
frekuensi pindah silang, sehingga umur betina divariasikan. Umur betina setelah
menetas itu dikelompokkan menjadi 3 rentangan yaitu betina umur muda, betina
37
umur sedang, dan betina umur tua. Menurut Alshbly (2011), betina umur 1-3 hari
termasuk muda, 4-12 hari termasuk sedang, dan 13-26 hari termasuk tua. Siklus
hidup total terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar antara 10-14 hari.
Lalat dewasa dapat hidup sampai 10 minggu (Wiyono, 1986). Dalam kondisi
menguntungkan lalat buah Drosophila dapat hidup lebih dari 40 hari.
Dari hasil analisis data yang diperoleh, frekuensi turunan tipe rekombinan
umur betina muda berbeda dengan umur betina sedang. Hal itu
ditunjukkan setelah diuji anova yang menunjukkan bahwa F fitung lebih
besar daripada F tabel 0,05. Hal itu sesuai dengan pernyataan Suryo
(2004) yang menyatakan bahwa terjadinya pindah silang dipengaruhi oleh
beberapa faktor dan salah satunya adalah umur. Semakin tua umur suatu
individu, maka semakin berkurang mengalami pindah silang. Pindah
silang banyak terjadi pada individu muda dan frekuensi pindah silang
menurun sejalan dengan peningkatan umur betina (Kidwell, 1997 dalam
Corebima, 2013). Sinnot (1958) menyatakan bahwa seiring bertambahnya
umur D.melanogaster frekuensi pindah silang pada telurnya akan
berkurang. Pindah silang lebih banyak terjadi pada lalat betina muda dan
cenderung menurun dengan meningkatnya umur lalat (Apriani, 1996).
Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Proses metabolisme dalam sel-sel akan berkurang sesuai dengan
pertambahan usia (Hurlock, 1999). Dengan bertambahnya usia maka
akumulasi
kerusakan sel
38
39
sintesis protein membutuhkan ATP. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
dalam pembentukan enzim membutuhkan ATP, dan semakin tua umur individu
metabolisme menurun sehingga produksi ATP juga menurun, sehingga frekuensi
pindah silang juga akan menurun.
Namun, dari data yang kami peroleh hanya variasi umur muda dan sedang
saja yang dapat dibedakan, sedangkan umur tua masih belum dapat dibedakan
karena belum diperoleh data. Pada umur tua belum diperoleh data karena
disebabkan adanya beberapa faktor yaitu adanya kutu, pemindahan betina yang
kurang dari 24 jam dan sebagainya.
40
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Umur betina berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang pada persilangan
Drosophila melanogaster stain N >< bcl. Berdasarkan data yang
diperoleh setelah diuji anova, dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara
frekuensi pindah silang antara umur betina muda dan umur sedang. Namun,
untuk data umur tua masih belum dibedakan karena data yang diperoleh
masih belum lengkap.
B. Saran
Dari penelitian ini, peneliti memiliki saran sebagai berikut.
1.
Dalam penelitian ini dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kecekatan dan
kekompakan antar individu dalam kelompok.
Dalam melakukan penelitian ini sebaiknya dalam pembuatan medium
2.
5.
41
42