Anda di halaman 1dari 13

OSTEOARTRITIS

A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otototot yang menghubungkan sendi.
B. KLASIFIKASI
1. Osteoartitis Primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada
orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas
atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan
total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang
dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang
mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi.
Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada
nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar
sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun
banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil
(carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral
pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA
generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis
(DISH).

2. Osteoartitis Sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya,

seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan

pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,


penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi
yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.
C. PATOGENESIS
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga
pada akhirnya menimbulkan cedera.
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan
ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)
sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan
pada sendi.
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor
yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada
titik-titik tertentu ketika sendi bergerak.
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung
sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan
akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi
otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan
deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang

diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang
diterima.
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago.
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen
yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah
matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit
untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.
Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM
menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.
TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),
dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF
yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada
jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang
lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada
fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif.

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan


aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah
mengendur.
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi.
D. TANDA DAN GEJALA KLINIS
1. Nyeri
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ).
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya
bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris
( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago. Pada penelitian dengan menggunakan
MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan
sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah
satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular
menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang
sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.

3. Kaku pagi hari


Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.
6. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
7. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut.
E. FAKTOR RISIKO
1. Usia
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya OA
yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80% individu
berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan insidensi

Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk
penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi matriks
proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks. Perubahanperubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk
mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi
penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon terhadap anabolic growth
factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak seragam.

OA jarang pada usia di bawah 40 tahun. OA hampir tidak pernah terjadi pada anakanak dan sering pada usia di atas 60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia,
penyakit ini bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.
2. Jenis kelamin
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Walaupun prevalensi
OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut. Wanita
memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti
kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena
turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki reseptor
estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh estrogen.
Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa estrogen
menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan peningkatan
percobaan.
3. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika Amerika memiliki risiko
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain
menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan
kulit putih.

4. Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan,
seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk strukturstruktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat, atau
proteoglikan.
Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada penderita OA
sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar, dan populasi
menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang terkena
OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA adalah
adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibanding kembar
dizigot.
5. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan
risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.16 Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi OA
membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan
defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis OA,
dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme terjadi
pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium.
6. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis
lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui
peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali berat
badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan
berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT),
risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat. Penderita OA dengan obesitas
memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali timbulnya
penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para penderita OA.
Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang menyebabkan
kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian osteoartritis secara tidak
langsung melalui faktor-faktor sistemik.

7. Penyakit komorbid
Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain faktor obesitas. Hal
ini didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan beberapa penyakit seperti diabetes
mellitus, hipertensi, hiperurisemia, dan penyakit jantung koroner.
8. Menisektomi
Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan
merupakan salah satu faktor risiko penting pada timbulnya OA lutut. Osteoartritis lutut
dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi. OA campuran antara
patellofemoral dan tibiofemoral sering terjadi pada individu yang pernah menjalani
menisektomi.
9. Kelainan anatomis
Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko OA lutut antara
lain genu varum, genu valgus, Legg Calve Perthes disease, displasia asetabulum, dan
laksiti ligamentum pada sendi lutut. Kelemahan otot kuadrisep juga berhubungan dengan
nyeri lutut, disabilitas, dan progresivitas OA lutut. Selain karena kongenital, kelainan
anatomis juga dapat disebabkan oleh trauma berat yang menyebabkan timbulnya
kerentanan terhadap OA.
10. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan
meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan
dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu yang
pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan
ligamentum cruciatum anterior diperbaiki. Risiko berkembangnya OA pada kasus ini
sebesar 10 kali lipat.8
11. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat benda berat
(10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10
kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut.

Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga berrisiko mengalami
OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan menyebabkan disuse
atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya trauma pada kartilago. Pada
penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi yang diimobilisasi menunjukkan sintesis
aggrecan proteoglikan pada kartilago yang mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan
dengan peningkatan MMP yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
12. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang
lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor penentu
lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan
perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami benturan
keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu meningkatkan
risiko untuk menderita OA lutut.
13. Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu.
Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan
kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja fisik berat,
terutama yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti
penambang, petani, dan kuli pelabuhan.
F. PENETAPAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai
inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak
disertai kemerahan pada kulit)
Tidak disertai gejala sistemik
Nyeri sendi saat beraktivitas
Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMCI), Proksimal
interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang
(MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi

Nyeri saat malam hari (night pain)


Gangguan pada aktivitas sehari-hari
Kemampuan berjalan
Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)

2. Pemeriksaan fisik
Tentukan BMI
Perhatikan gaya berjalan/pincang?
Adakah kelemahan/atrofi otot
Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
Lingkup gerak sendi (ROM)
Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
Krepitus
Deformitas/bentuk sendi berubah
Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
Penonjolan tulang (Nodul Bouchards dan Heberdens)
Pembengkakan jaringan lunak
Instabilitas sendi
3. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis lain
Adanya infeksi
Adanya fraktur
Kemungkinan keganasan
Kemungkian Artritis Reumatoid
Diagnosis banding yang menyerupai penyakit OA
Inflammatory arthropaties
Artritis Kristal (gout atau pseudogout)
Bursitis (a.r. trochanteric, Pes anserine)
Sindroma nyeri pada soft tissue
Nyeri penjalaran dari organ lain (referred pain)
Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi, metabolik dll.)
4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan darah
membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk
ke ortophaedi.

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi non farmakologis
Edukasi pasien.
Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup.
Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.
2. Terapi farmakologis

Anda mungkin juga menyukai