Anda di halaman 1dari 8

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

KELOMPOK I
Adhimas Galih H
Bayu Mahendra L.S.P.
M. Denny Murappal
Wedya Ardhini
Yulia Trisaptya

Kelompok i

F1314002
F1314024
F1314058
F1314089
F1314107

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT


INVESTIGATIF
ATRIBUT SEORANG AKUNTAN
Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan investigasi terhadap Fraud :
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari awal
upayakan menduga siapakah pelaku kecurangan.
2. Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan. Auditor
harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak.
4. Auditor fraud

harus

tahu

bahwa

banyak

kecurangan

dilakukan

dengan

persekongkolan sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk
merumuskan teori mengenai persekongkolan
5. Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan teknik
investigatif yang ampuh
KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD
Menurut ACFE, Pemeriksa Fraud adalah profesi gabungan antara pengacara, akuntan,
kriminolog, dan detektif (investigator). Pemeriksa Fraud harus memiliki keahlian teknis,
kemampuan mengumpulkan fakta dari saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat
serta mampu melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap.
Selain itu seorang investigator juga harus memiliki kualifikasi tertentu antara lain :
-

Tidak gagabah atau sifat kehati-hatian


Menjaga kerahasiaan pekerjaan
Kreatif
Pantang menyerah
Berani
Jujur
Memiliki kemampuan pendekatan manusia
Ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

KUALITAS AKUNTAN FORENSIK


1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi normal dan
mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi
bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apakah yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
3. Tak pantang menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta tidak mendukung, dan
ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal Sehat
Kemempuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
5. Business Sense
Kemempuan untuk memahami bagaimana business sesungguhnya berjalan, dan bukan
sekedar bagaimana transaksi tersebut dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita dapat bertahan di bawah
tekanan cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
INDEPENDEN, OBJEKTIF, SKEPTIS
Independen adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1) auditor diharuskan bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain
Skeptisme merupakan sikap/pikiran selalu mempertanyakan atau mengasumsikan kerentanan
terhadap suatu kecurangan tetapi juga tidak membenarkan kejujuran yang absolut.
KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK
Kode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata-kata atau tulisan yang
disepakati untuk maksud tertentu sedangkan Etik merupakan norma dan asas yg diterima
oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensi
profesi bisa terwujud apabila adanya :
-

Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)


Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan
stakeholder lainnya.

Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai
jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat.
Tiga wilayah tingkah manusia menurut Lord John Flecther Moulton
1. Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman bagi yang
tidak patuh.
2. Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam menentukan
sikapnya.
3. Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita, namun kita
merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang kita inginkan.
Wilayah ini sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak dapat dipaksakan.
Kepatuhan ini adalah kepatuhan seseorang terhadap hal-hal yang tidak dipaksakan
kepadanya untuk diikutinya.
STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang
memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best
practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu
(benchmarking), yang kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk
mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti
tadi dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks
dan jejak audit tersedia

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian


hari untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini
juga membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise
dapat dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam
menghormati asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus
dihormati. Sehingga membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan
barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mencantumkan
beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud. Pemeriksa harus merancang
metodologi dan posedur pemeriksaan dengan menentukan peraturan perundang-undangan
yang

mempunyai

pengaruh

signifikan

terhadap

tujuan

pemeriksaan,

dan

harus

memperhitungkan resiko bahwa penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, dan


kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi.
Guna menetapkan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan :
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu
dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output,
outcome)

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

b. Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek


tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.
Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal :
a. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
b. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundangundangan
c. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil
kerja penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan adanya pengujian
untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan pemeriksa harus menilai resiko kemungkinan terjadinya penyimpangan, mencakup
pertimbangan apakan entitas mempunyai sistem pengendalian yang efektif untk mencegah
atau mendeteksi teradinya penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, apabila
diperoleh bukti yang cukup mengenai efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan
kepatuhan dapat dikurangi.
Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan skeptisme profesional
dalam menilai resiko-resiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksa
misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau
tekanan ynag dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang
memungkinkan terjadinya kecurngan, serta alasan atau sifat seseorang tersebut. Ketika
pemeriksa mengidentifiksi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan secara signifikan
dapat mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemerika harus merespon masalah
tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa memberikan keyakinan memadai bahwa
kecurngan tersebut dapat dideteksi.
Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam mengidentifikasi bahwa
kecurangan telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan
tersebut

secara

signifikan

mempengaruhi

tujuan

pemeriksaan,

apabila

ternyata

mempengaruhi, maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur


pemeriksaan untuk : (1) menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila
memang telah terjadi apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan :

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau
tidak bisa mengawasi proses pengendalian
b. Pemisahan tugas yang tidak jelas
c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d. Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak promosi
e. Dokumen-dokumennya hilangatau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda
memberikan informasi tanpa alasan yang jelas
f. Informasi yang salah atau membingungkan
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai
kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dilanggar.
Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur
pemeriksaan, untuk:
1) Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
2) Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus

menentukan

pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya


ketidakpatutan itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi
adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan atau
ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau
kedua-duanya.
Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar pemeriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.

STANDAR AKUNTANSI FORENSIK


1. Independensi

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Kelompok i

Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan bertanggung


jawab langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima (dewan komisaris/lembaga
penegak hukum/pengadilan), pihak yang menerima laporannya atau counterpart-nya
harus ditegaskan dalam kontrak.
2. Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah
akuntansi forensiknya.
3. Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian
profesional :
a. Sumber daya manuasi yang ada harus memiliki keahlian teknis, pendidikan dan
pengalaman yang sesuai denganpenugasan
b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin
c. Supervisi
Dalam hal lebih dari satu akuntan forensik dalam penugasan, seseorang harus
bertindak sebagai in charge yang bertanggung jawab mengarahkan penugasan
dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana seharusrnya
dan didokumentasikan dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku
e. Hubungan manusia
Seorang akuntan forensik harus mempunyai interpersonal skills dalam
hubungan keseharian maupun dalam melakukan wawancara dan interogasi.
f. Komunikasi
Akuntan

forensik

harus

mempunyai

kemampuan

yang

baik

dalam

mengkomunikasikan temuannya secara lisan maupun tertulis.


g. Pendidikan berkelanjutan
h. Kehati-hatian profesional
4. Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah dia mempunyai keahlian
profesional dalam pelaksanaan tugasnya, lingkup penugasan ini dicantuman dalam
kontrak.
5. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :
-

perumusan permasalahan dan evaluasinya

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

perencanaan
pengumpulan bukti
evaluasi bukti
komunikasi hasil penugasan

Kelompok i

Anda mungkin juga menyukai