Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi sistem hepatobilier


Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral (diverticulum
hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini
terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik
ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian
kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut,
nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstrahepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli
empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran
intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris.1
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus
biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat
dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus
biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial
melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum.
Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris
komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus
pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.2
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6 cm berisi 3060mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian infundibulum dalam kantung
dinamakan kantong Hartmann.1

Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dindingnya
mengandung katup berbentuk spiral dan disebut Katup Heister yang memudahkan cairan empedu
mengalir ke kantung empedu.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier.Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini
mengalir ke dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid hepatikum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe
berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier

B. Fisiologi Metabolisme Bilirubin Normal


Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan, transportasi, asupan,
konjugasi, dan ekskresi bilirubin.6,7

Fase Pre-hepatik
1) Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.6.7
2) Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma,
harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang
tidak larut dalam air.6,7

Fase Intra-Hepatik
3) Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit,
terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif
terfasilitasi, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam
hepatosit, bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap
larut sebelum dikonjugasi.6,7
4) Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi)
akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di
reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl
transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk

diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.6.7


Fase Post-Hepatik
5) Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu
melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran
kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).6.7
Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu,
bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi
mencapai ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim

bakteri khusus, yaitu -glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora
feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut
urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen
direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus
urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak
berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi
urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.6.7

Gambar 2. Metabolisme bilirubin

C. Ikterus Obstruktif
Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah gambaran
klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena adanya
peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. Terdapat 3
jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik (hemolitik), ikterus
intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Ikterus obstruktif merupakan
ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik,
yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal.1

1.

Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ikterus

obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif intrahepatik


pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier sedangkan
ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena adanya sumbatan
pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya ikterus
obstruktif adalah sebagai berikut:
a)

Ikterus obstruktif intrahepatik :


Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit hati karena

alkohol, serta sirosis hepatis.5 Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin


terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.
b) Ikterus obstruktif ekstrahepatik :
1) Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi ke
dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin ke dalam plasma
menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma.5
2) Tumor ganas saluran empedu
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan
tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Umur kejadian
rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang didapatkan pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan
adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.5
3) Atresia bilier
Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier merupakan
penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak. Terdapat dua jenis atresia
biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang
dibandingkan dengan ekstrahepatik.5
4) Tumor kaput pankreas
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel asiner.
Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas, dan
sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput pankreas. Pada stadium

lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum,


hati, dan kandung empedu.5
2. Patofisiologi Ikterus Obstruktif
Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik, dan
ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif disebut juga ikterus
posthepatik karena penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu
setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar.
Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga bilirubin
tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran balik ke dalam
pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita
menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar seperti
sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi
bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan bilirubin urin
positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan
feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti dempul (acholis).

3. Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik


Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif, bergantung
pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan terjadinya ikterus.
Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang secara umum dikeluhkan oleh pasien yang
mengalami ikerus, yaitu berupa:5
a) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang
terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan sublingual.
b) Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih dalam

plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna urin menjadi
lebih gelap seperti teh.
c) Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan.
Manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien berdasarkan jenis penyakit yang
menyebabkan obstruksi. Pada kasus icterus obstruktif yang disebabkan oleh pasien sirois
hepatis dapat ditemukan manifetasi hematemesis, melena, spider navy, dan splenomegaly. 5,8,9
Pada penyakit batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak menunjukan gejala
klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap asimptomatik selama
bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat berkembang menjadi simptomatik. Kurang dari 50%
penderita batu empedu mempunyai gejala klinis.5,8,9
Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan adanya kolik
biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen yang menjalar
hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah makan. Serangan kolik bilier ini
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh empedu, menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat
dan terjadi peningkatan kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timbulnya
nyeri visera pada daerah epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen. 5,8,9
Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dikarenakan implikasi pada saraf yang
mempersarafi vesika felea, yaitu plexus coeliacus. Nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen
mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melui plexus coeliacus dan nervus
sphlangnicus mayor menuju ke medulla spinalis. Proses peradangan dapat menyebabkan
plexus coeliacus terjepit, sehingga nyeri dapat menyebar dan mengenai peritoneum parietal
dinding anterior abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini menyebabkan nyeri somatik
dirasakan dikuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah angulus inferior skapula,
serta radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh nervus
frenikus (C3, C4, C5) akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di daerah bahu
mendapat persarafan dari nervus supraklavikularis (C3, C4). 5,8,9
Nyeri hebat ini sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Perangsangan mual dapat
diakibatkan oleh karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga mengakibatkan aliran
balik cairan empedu ke hepar menyebabkan terjadinya proses peradangan pada sekitar
hepatobilier yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan

menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan pergerakan


peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di
lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan daerah
kuadran kanan atas abdomen. Tanda Murphy positif positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu pasien menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. 5,8,9
Koledokolitiasis dapat terjadi apabila batu berpindah tempat dari kandung empedu dan
menyumbat duktus koledokus. Sumbatan ini dapat menyebabkan kolangitis atau pankreatitis
akut. Pasien dengan koledokolitiasis sering menunjukan gejala jaundice dan demam, selain
nyeri. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya feses yang berwarna dempul akibat retensi
aliran bilirubin ke dalam saluran cerna akibat adanya obstruksi, serta keluhan berupa urin
berwarna cokelat gelap seperti teh karena meningkatnya kadar ekskresi bilirubin ke dalam
urin.

4. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
1)
Pemeriksaan rutin
Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka
berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan
prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila prothrombin time meningkat,
maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar, atau obstruksi bilier.10
Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti teh
secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau tidak.
Apabila urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai adanya peningkatan
kadar bilirubin direk yang diekskresikan melalui urin yang mengarah pada
ikterus obstruktif.10
Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses yang
berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran bilirubin
direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan pada aliran
empedu.10
2)

Tes faal hati :

Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk mensintesa


protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme zat yang
terdapat dalam darah, meliputi:10
Albumin
Albumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air
dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport
beberapa komponen darah, seperti ion, bilirubin, hormone, enzim, dan obat.
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan

fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.


Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat
pada jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak terdapat di dalam
hati, dan lebih spesifik menunjukan fungsi hati daripada AST. Apabila terjadi
peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepatoseluler,
sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan

adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.


Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi,
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan
paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian
sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan enzim ini terlepas ke dalam
sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati,

pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.


Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim marker
spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT
adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat
nilainya pada gangguan empedu, seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia
bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi
peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi

kerusakan hati.
Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus

halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena

ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.


Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin direk
biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi empedu.

3)

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang

menyebabkan ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke


pemeriksaan yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm.
Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran
empedu lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan
pada daerah duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian
distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat
kemudian diikuti pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak
tinggi atau letak rendah dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau
intrahepatal, tidak tampak pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat
pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan
obstruksi letak rendah (distal).
Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas
tinggi disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan
terlihat masa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan
heterogen.
Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena
karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal
maupun menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas,
serta dapat ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.

4)

Pemeriksaan PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk

menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh


gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan
memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu
radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu
utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus
koledokus terlihat ireguler oleh tumor.
5)

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)11


Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari

traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta
untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor panreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas
Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:
a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada
duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu
yang menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis
umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis,
iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat
keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma
bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra
duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk

simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus


yang berbentuk ireguler.
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler
dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran
seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan
tampak penyempitan saluran empedu bagian distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah
obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.

5. Tatalaksana Ikterus Obstruktif


Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan dengan
perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya
membutuhkan tindakan pembedahan.5
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi, yaitu
dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi
elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi.5
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah adalah
kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut
dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak
terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering
menyebabkan kolesistitis akut dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain
adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.5
a.

Teknik operasi untuk kolesistektomi terbuka


Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris tengah,

paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan, tergantung pada pilihan
ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat untuk diseksi serta eksplorasi.

Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang paling serba
guna dalam diseksi kandung empedu dan saluran empedu.12

Gambar 1. insisi untuk pembedahan sistem bilier12

Terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu secara


antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta). Jika anatomi
porta tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya adalah memulai diseksi
pada porta. Dengan traksi pada kandung empedu menggunakan klem yang dipasang di fundus
dan kantung Hartman, peritoneum yang menutupi segitiga Calot diinsisi dan disisihkan
dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem ganda, dan
lalu dipotong, meninggalkan puntung sekurangnya 1sampai 2 mm.12

Gambar 2. Langkah-langkah teknik kolesistektomi 12

Pemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus. Memperhatikan anomali


yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini. Anomali yang cukup sering adalah
masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik kanan, anomali lain adalah masuknya saluran
hepatik asesorius kanan yang cukup besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa struktur
saluran yang dipotong sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui.
Persambungan saluran sistikus dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika
kandung empedu mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan
atau klem tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau
lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada tahap
operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.12

b. Kolangiografi operatif
Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama, untuk
mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Alasan kedua adalah
untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak dicurigai, dengan insidensi setinggi 5
sampai 10 persen.12

Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak kanula
kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll). Pilihannya adalah
kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk mempermudah insersi dan fiksasi.
Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang aman setelah persambungan sistikus dan
saluran empedu (biasanya sekurangnya 2,0 cm). Insisi harus cukup besar untuk memasukkan
kanula atau kateter, yang dapat diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula
lalu dipertahankan di tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material
kontras untuk kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai
untuk kolangiografi, menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image
intensifier) serta monitor televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara lambat
dan pemaparan multiple sistem saluran saat sedang diisi.12
c. Laparoskopi Kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopi merupakan cara yang invasif untuk mengangkat batu empedu
dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada tahun 1988 dan
telah berkembang dengan cepat. Indikasi untuk operasi adalah batu empedu, polip
simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan
pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat saluran empedu. Teknik ini adalah
perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas dengan normal. Penyulitnya adalah
adanya cidera saluran empedu, perdarahan, kebocoran empedu dan cidera akibat trokar.12

Gambar 3. Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi12

Gambar 4. Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi12


d. Kolesistektomi laparoscopi

Langkah-langkah
A.

Tempat trokar

B.

Fundus ditahan/dipegang dan cephalad diretraksi untuk mengekspos/mengenai kandung

empedu proksimal dan ligamentum hepotoduadenale. Selain itu bagian posterolateral


infundibulum di retraksi untuk dapat mengenai segitiga Calot
C.

Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus sistikus di diseksi.

Klip dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus dengan kandungan empedu
D.

Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di insersi

E.

Duktus sistikus dan arteri sistikus dibagi

F.

Gambar intraoperatif yang menunjukkan bagian lateral infundibulum kandungan empedu,

nampak segitiga Calot yang sudah didiseksi begitu juga dengan arteri sistikus
* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu
Umumnya,

batu

duktus

empedu

dideteksi

intraoperatif

dengan

kolangiografi

intraoperatif atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi koledokus
yang merupakan bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien dengan batu duktus
empedu dideteksi sebelum operasi, biasanya dengan klirens endoskopik. Namun, kurang berhasil
sehingga batu di duktus harus dilakukan dengan kolesistektomi.
Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam duodenum dengan
mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter Oddi direlaksasikan dengan
glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat dilakukan pemasangan kateter balon
melalui duktus sistikus dan turun ke duktus empedu.

Anda mungkin juga menyukai