Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai tujuan pembelajaran pada semester 3 blok 8,
Blok Perilaku, banyak kegiatan dan pembelajaran yang kami lalui
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Selain itu , terdapat juga
beberapa penugasan yang di berikan kepada mahasiswa. Review
artikel merupakan salah satu tekhnik penugasan agar mahasiswa
dapat menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
sarjana kedokteran, disamping sarana pembelajaran lain seperti
kuliah, kunjungan lapangan, praktikum dan lain-lain.
Penugasan yang berupa review artikel dalam blok 8 ini ada 2
topik , salah satunya yaitu

Social policy, health economics and

organization yang membahas mengenai program dan kebijakan


pemerintah untuk kesehatan yang berbasiskan masalah social dan
ekonomi. Penugasan ini dilakukan dengan mereview minimal 5
artikel dan akan di presentasikan pada jadwal yang telah ditentukan.
Oleh karena itu, disini kami membuat laporan hasil review kelompok
C untuk topic yang telah di sebutkan diatas, sebagai salah satu syarat
terpenuhinya

kegiatan

pembelajaran

kami

khususnya

dalam

penugasan.

B. Tujuan
- Untuk mengetahui program program dan kebijakan
pemerintah khususnya dalam pembangunan dalam bidang
kesehatan yang berbasiskan masalah sosialdan ekonomi.
- Untuk memenuhi kegiatan pembelajaran di blok 7
C. Manfaat
- Memperoleh informasi mengenai program program dan
-

kebijakan dalam pembangunan di bidang kesehatan.


Melatih diri dalam hal mereview sebuah artikel , baik

artikel lokal maupun internasional.


Sebagai pembelajaran dalam mencari sumber informasi
yang valid di berbagai media.

BAB II
HASIL REVIEW
Partisipasi

Masyarakat

Pada

Pelayanan

Kesehatan

Terstruktur Dan Paripurna


Pembangunan kesehatan

yang dicanangkan berdasarkan

sistem Kesehatan Nasional bertujuan agar tercapainya pelayanan


yang berkeadilan, merata, terjangkau, dan sesuai dengan kebutuhan.
Harapan ini dimungkinkan tercapai dengan pelayanan paripurna,
yakni pelayanan strata primer, skunder, dan tertier yang terstruktur
sedemikian rupa, sehingga potensi yang ada di masyarakat maupun
pemerintah dapat bergerak secara harmonis dan bermanfaat untuk
pengembangan pelayanan kesehatan.
Masalah yang dihadapi dalam mengembangkan pelayanan
terstruktur dan paripurna, antara lain, belum dioptimalkan pelayanan
di strata primer; jaminan kesehatan belum menjangkau secara luas;
sistem rujukan dari pelayanan kesehatan primer ke sekunder, tertier
dan

sebaliknya

tidak

berjalan

dengan

semestinya,

sehingga

memberikan dampak pembiayaan pelayanan kesehatan semakin


mahal. Keadaan ini pada akhirnya akan menyulitkan masyarakat
mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan bisa
menimbulan permintaan masyarakat agar diberikan pengobatan
gratis.
Landasan berpikir pelayanan kesehatan tersruktur dan
paripurna

ini adalah SK Menteri No. 131 2004 tentang sistem

kesehatan Nasional dan UU No. 40 SJSN (2004), dengan harapan


3

terwujudnya

pelayanan

kesehatan

yang

berkeadilan,

merata,

terjangkau, dan bermutu. Khusus untuk masyarakat miskin,


pemerintah melalui APBN telah memberikan jaminan kesehatan
secara paripurna. Pada pelayanan strata satu, diharapkan dapat
pelayanan

kesehatan

secara

holistik,

komprehensif,

dan

berkesinambungan. Bila ada pasien yang memerlukan pelayanan


lebih lanjut

dirujuk kepelayanan strata sekunder ataupun tertier.

Pelayanan di strata satu tidak hanya memberikan pelayanan


pengobatan, namun lebih dari hanya sekadar mengobati orang sakit.
Upaya pembiayaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah baru
sebatas masyrakat miskin. Dulu dikenal dengan Askin, sekarang
dikembangkan menjadi Jamkesmas. Jamkesmas adalah upaya
pembiayaan kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Daerah
dan Puskesmas sebagai pemberi pelayanan di strata I. Apabila
diketemukan masalah kesehatan yang memerlukan pelayanan lajutan,
misalnya harus dirawat inap, maka akan dirujuk ke strata berikutnya
yakni strata II dan atau strata III. Pelayanan dengan sistem berjenjang
inilah yang dikatakan dengan pelayanan terstruktur dan paripurna.
Strategi Dan Kebijakan Kementrian Kesehatan : Menuju
Universal Coverage Dan Pemenuhan Serta Pemerataan
Fasilitas Dan Tenaga Kesehatan
Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan hanya 6000
di antaranya dihuni. Luas wilayah Indonesia sekitar 5 juta km persegi.
Hal ini menjadi tantangan pertama dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, menuntut tersedianya transportasi
4

udara, transportasi laut disamping transportasi darat yang memadai


dan terjangkau.
Tantangan kedua dalam pelayanan kesehatan yaitu kondisi
geografis Indonesia yang rawan bencana. Sebab, indonesia terletak
dipertemuan lempeng bumi dimana gempa bumi sangat sering terjadi
dan beberpa diantaranya menyebabkan tsunami.
Sensus tahun 1961 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Indonesia adalah 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 jumlahnya 119,2
juta jiwa dan pada tahun 2010 jumlahnya 237,6 juta jiwa. Jumlah
penduduk yang besar ini adalh tantangan juga pada pelayanan
kesehatan, sebab sumber daya yang diperlukan untuk pelayanan
kesehatan juga meningkat.
Alokasi anggaran untuk kementrian kesehatan yang cenderung
meningkat

nominalnya setiap tahun. Namun jika dibandingkan

dengan anggaran nasional, maka tampak bahwa presentase alokasi


anggaran untuk kemnetrian kesehatan belum meningkat dan masih
kurang dari 3%. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Anggaran Kesehatan Nasional harus 5% dari
APBN. Sebagian besar anggaran kesehatan nasioanal dilaksanakan di
provinsi/kab/kota.

Betapa

pentingnya

peran

pemerintah

provinsi/kab/kota dalam pembangunan kesehatan, karena kebanyakan


anggaran kesehatan berada di bawah kontrol pemerintah daerah.
Berdasarkan

hasil Riskesdes 2007 telah dihitung dan

diidentifikasi Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia


tampak bahwa dari 349 kabupaten, 230 tidak bermasalah kesehatan,
5

40 miskin dan bermasalha kesehatan berat, 12 tidak miskin


bermasalah kesehatan berat dan 57 misin dan bermasalah kesehatan
(tidak berat).
Dari IPKM, dapat diidentifikasi daerah bermasalah kesehatan
dan memerlukan perhatian khusus untuk memepernbaiki masalah
kesehatnnya. Untuk mengatasi masalah dan menyikapi berbagai
tanantangn pelayanan kesehatan, maka pada periode 2010-2014,
Kementrian kesehatan melaksanakan terobosan dalam bentuk
reformasi pembangunan kesehatan masyarakat. Tujuannya dalah
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
dengan melakukan tujuh upaya
1. Revitalisasi PHC dan sistem rujukanya, serta pemenuhan
BOK
2. Ketersediaan, keterjangkauan obat di seluruh fasilitas
kesehatan, termasuk saintifikasi jamu
3. Ketersediaan, distribusi SDM kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata
4. Pengembangan jaminan kesehatan
5. Penanganan daerah bermasalah kesehatan (PDBK), dan
peningakatan pelayanan kesehatan di DTPK
6. Pelaksanaan reformasi birokrasi
7. World class health care

Upaya pemenuhan dan pemerataaan

Selain peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemenkes


juga memperkuat SDM kesehatan daerah melalui program tenaga
kesehatan pegawai tidak tetap (PTT) yang terdiri dari : 3.020 dokter
umum, 904 dokter gigi, 86 dokter spesalis/dokter gigi spesialis, dan
28.968 bidan.
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan motivasi tenaga PTT,
tahun 2009 gaji dan intensif mereka telah dinaikkan. Terutama bagi
mereka yang bekerja di daerah terpencil dan sangat terpencil. Mudahmudahan hal ini dapat memotivasi tenaga yang dikontrak untuk lebih
semangat dalam melayani masyarakat.
Upaya terobosan dalam pembangunan kesehatan
Salah satu upaya terobosan di bidang litbang, data dan
informasi pelaksanaan riset kesehatan dasar (riskesdes). Telah
dilaksanakan dua kali yaitu tahun 2007 dan 2010. Riskesdes 2007
berbasis Puskesmas dan hasilnya antara lain untuk mengembangkan
dan menghitung Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat.
Riskesdes 2010 berbasis provinsi dan hasilnya antara lain
dimanfaatkan untuk mengevaluasi status pencapaina MDGs bidang
kesehatan.

Untuk

meningkatkan

kementrian

kesehatan

telah

pemanfaatan

mereposisi

grand

obat

generik

strategi

dari

mempromosikan obat generik dengan menenkan haraga yang murah


ke arah kualitas yang baiak dan harga terjangkau.
Dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi,
kementrian kesehatan melaksnakn program Jampersal 2011. Adapun
sasarn dari program jampersal adalah seluruh ibi=u bersalin yang
7

belum mempunyai jaminan kesehatan.; untuk tahun 2012, dibatasi


hingga persalinan kedua. Bentuk pelayanan jampersal adalah : a)
pemeriksaan kehamilan (antenatal), b) persalianan, dan c) pelayanan
nifas dna termasuk d) KB pasca persalinan. Jampersal dilaksanakan di
fasilitas kesehatn pemerintah dan swasta yang menjadi mitra.
Jampersal terintegrsi dengan Jamkesmas dan BOK.
Kebijakan lainnya yaitu melakukan saintifikasi jamu, agar
jamu yang merupakan produk asli Indonesia dapat digunakan dalam
praktek kedokteran sehingga diperlukan kajian berbasis bukti. Dalam
rangka pelaksanaan saintifikasi jamu, diperlkuan regulasi yang dapat
menjamin penggunaan jamu di fasilitas kesehatan.l klinik jamu medik
juga dikembangkan di 12 rumash sakit pendidikan diikuti dengan
perjanjian kerjasama antara Badan Litbangkes dan IDI antuk
mengembangkan body of knowledge pelayananh jamu di Indonesia.
Untuk mengatsi distribusi obat yang saat ini msih belum
merata, akan dikembangkan pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan yang disebut e-logistic system. Beertujuan untuk
mengetahui ketersediaan obat di dearah melaui sisitem online.
Pembanguan ini akn dilaksanakan pada tahun 2011 secara bertahap,
yaitu :
a) Membnangun sistem online di mana obat menjadi bagian dari
sistem informasi kesehatan nasional (SIKNAS)
b) Uji coba
c) Penyuluhan regulasi tentang e-logistic
d) sosialisasi

Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan


program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih
dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian
berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas)

sejak

tahun

2008

sampai

dengan

sekarang.

JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan


yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan
prinsip asuransi kesehatan sosial. Pelaksanaan program Jamkesmas
mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur
dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas,
transparan, efisien dan efektif.
Program Jamkesmas Tahun 2011 dilaksanakan dengan
beberapa perbaikan pada aspek kepesertaan, pelayanan, pendanaan
dan pengorganisasian.
1. Pada aspek kepesertaan, sejak tahun 2010 telah dilakukan upaya
perluasan

cakupan,

melalui

penjaminan

kesehatan

kepada

masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, masyarakat miskin


penghuni lapas/rutan serta masyarakat miskin akibat bencana
paska tanggap darurat, sampai dengan satu tahun setelah kejadian
bencana. Peserta yang telah dicakup sejak tahun 2008 meliputi
masyarakat miskin dan tidak mampu yang ada dalam kuota,
peserta Program Keluarga Harapan (PKH), gelandangan, pengemis
dan anak terlantar. Kementerian Kesehatan saat ini telah
mencanangkan Jaminan Kesehatan Semesta pada akhir Tahun
9

2014, sehingga nantinya seluruh penduduk Indonesia akan masuk


dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (universal
coverage).
2. Pada aspek pelayanan, pada Tahun 2010 diperkenalkan paket INADRGs versi 1.6 yang lebih sederhana, lebih terintegrasi serta
mudah dipahami dan diaplikasikan, namun demikian pada akhir
tahun 2010 dilakukan perubahan penggunaan software grouper
dari INA-DRGs ke INA-CBGs. Seiring dengan penambahan
kepesertaan maka perlu perluasan jaringan fasilitas kesehatan
rujukan dengan meningkatkan jumlah Perjanjian Kerja Sama
(PKS) antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan
fasilitas kesehatan rujukan setempat.
3. Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui Tim
Pengelola

Jamkesmas

terus

melakukan

upaya

perbaikan

mekanisme pertanggungjawaban dana Jamkesmas, agar dana yang


dikirimkan sebagai uang muka kepada fasilitas kesehatan dapat
segera dipertanggungjawabkan secara tepat waktu, tepat jumlah,
tepat sasaran, akuntabel, efisien dan efektif.
4. Pada

aspek

pengorganisasian

dan

manajemen,

dilakukan

penguatan peran Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di


Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, terutama peningkatan
kontribusi pemerintah daerah di dalam pembinaan dan pengawasan
serta peningkatan sumber daya yang ada untuk memperluas
cakupan

kepesertaan

melalui

Jaminan

Kesehatan

Daerah

(Jamkesda) dan memberikan bantuan tambahan (suplementasi dan

10

komplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh program


Jamkesmas.
Program Askeskin: Semakin Diperlukannya Kerja Sama
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Salah satu kebijakan pemerintah yang menarik untuk dibahas
dalam konteks desentralisasi adalah pemberian jaminan untuk
gakin

yang dikenal

dengan

Askeskin.

Program

Askeskin

merupakan program yang sangat strategis dalam meningkatkan


derajat kesehatan masyarakat khususnya gakin. Program ini telah
dirintis sejak Indonesia mengalami krisis multi dimensi sekitar
tahun 1997 yang dikenal

dengan

program

Jaring Pengaman

Kesehatan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK). Pengaruh program


jaminan pada gakin sejak diluncurkan memang positif. Data
penelitian equitap (menggunakan data sebelum adanya program
Askeskin oleh kabinet sekarang) menunjukkan pengaruh yang
positif dalam peningkatan akses dan utilisasi. Data menunjukkan
bahwa program JPSBK yang diluncurkan sejak tahun 1999,
memberikan pengaruh positif.
Jaminan

Kesehatan

Masyarakat

Salah

Satu

Cara

Mensejahterakan Rakyat
Pembangunan

kesehatan

adalah

sebagai

bagian

dari

pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang


ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya
kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya
masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan
11

didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya


pelayanan kesehatan. Ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan
perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan
kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran
swadana serta biaya kesehatan yang mahal semakin mempersulit
masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan. Untuk
memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan merupakan
kewajiban

pemerintah

dalam

penyediaan

fasilitas

kesehatan

sebagaimana di sebutkan dalam amandemen UUD 1945 perubahan ke


tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum
yang layak, maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.
Maka dari itu pemerintah melaksanakan berbagai upaya
pemeliharaan kesehatan penduduk miskin untuk menjamin akses
penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Dimulai sejak tahun
1998, dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPSBK) tahun 1998 2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi
Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar
Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004. Program-program tersebut
diatas berbasis pada provider kesehatan (supply oriented), dimana
dana disalurkan langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) berfungsi ganda yaitu
sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola
pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan.

12

Upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin ini juga


diselenggarakan sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu jilid satu, telah berupaya untuk mengatasi
hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu
kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan
melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK
Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes
(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN). Selanjutnya
pada semester I tahun 2005, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT
Askes (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas
dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di RS dengan
sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa.
Untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan
efisien masih perlu diterapkan suatu mekanisme jaminan kesehatan
yang berbasis asuransi social, yang melibatkan beberapa pihak yaitu
Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah,
Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes (Persero)), dan Pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit
dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang
berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan
kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali.
13

Jamkesmas:

Refleksi

Masa

Depan

Sistem

Jaminan

Kesehatan Nasional
Kesehatan adalah hak mendasar bagi warga negara terutama
masyarakat miskin yang menjadi kewajiban pemerintah untuk
menyediakan berbagai fasilitas penunjangnya. Untuk menjamin
penduduk miskin agar mampu mengakses pelayanan kesehatan, sejak
tahun 2005 pemerintah telah membuat program pemeliharaan
kesehatan yang bernama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Miskin (JPKMM). Program yang lebih dikenal sebagai
program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin) ini pada
tahun 2008 berubah menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Perubahan ini dilakukan karena Askekin memiliki
beberapa permasalahan seperti data kepesertaan tidak tuntas, peran
ganda penyelenggara, penyelenggaraan program kurang berdampak
pada kesadaran rumah sakit dalam menata pembiayaan dan mutu,
verifikasi yang kurang optimal, dan paket pelayanan yang tidak
menyeimbangkan antara jumlah sasaran peserta dengan jumlah dana
yang tersedia.
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan
tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. Jumlah sasaran peserta sebesar
19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa
mengacu pada data BPS tahun 2006, yang dijadikan dasar penetapan
jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menteri Kesehatan.

14

Meskipun demikian, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor

1185 Tahun 2009

tentang

Peningkatan

Kepesertaan

Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan,


dan Rumah Tahanan Negara, serta Korban Bencana, maka
kepesertaan Jamkesmas telah diperluas menjadi meliputi masyarakat
korban bencana, panti asuhan, panti jompo, dan penghuni lembaga
pemasyarakat. Sedangkan bagi gelandangan, pengemis, anak telantar,
dan anak jalanan dapat mengakses Jamkesmas secara langsung tanpa
menggunakan kartu Jamkesmas dengan rekomendasi dari Dinas
Sosial setempat.
Menuju Universal Coverage melalui SJSN
Kementerian Kesehatan saat ini sedang menyusun peta jalan
(road map) menuju pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional atau
Jaminan Kesehatan Semesta (universal coverage) 2014, sebuah
jaminan yang tidak hanya mencakup masyarakat miskin tetapi juga
untuk seluruh masyarakat. Sejak tahun 2010, Jamkesmas sudah mulai
disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU SJSN salah
satunya dengan mengintegrasikan Jamkesmas dengan Jaminan
Kesehatan Nasional (Jamkesnas). Sistem Jaminan Sosial Nasionao
(SJSN) adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh warga negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi masalah
mendasar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan jaminan kematian.
15

Jaminan kesehatan dalam SJSN diselenggarakan menggunakan


mekanisme asuransi sosial dan bersifat wajib agar sumber
pendanaannya jelas dan terukur serta untuk pengendalian biaya
pelayanan kesehatan. Jaminan kesehatan ini bersifat nasional dengan
menerapkan prinsip portabel agar dapat menjamin kesehatan seluruh
warga negara di wilayah Indonesia. Walaupun bersifar nasional, hal
ini

tidak

mengurangi

peran

pemerintah

daerah

dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak


mampu. Selain itu, dalam SJSN juga ditetapkan manfaat (benefit
package) yang jelas, sistem pemberian pelayanan kesehatan dan
pembiayaan (delivery and financing of healthcare), serta standar dan
harga obat sehingga biaya dan kualitas pelayanan kesehatan dapat
diprediksi lebih mudah. Hal ini sangat penting bagi kelangsungan
program jaminan kesehatan. Semuanya itu diselenggarakan secara
bertahap sesuai dengan kelayakan program. Hal ini diperlukan agar
tujuan pencapaian program kesehatan universal coverage dapat
berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak sosial sehingga
dapat diterima sebagai sebuah program yang dibutuhkan masyarakat.
Jaminan kesehatan menyeluruh ini ditujukan bagi seluruh warga
negara yang bersedia menerima layanan rumah sakit negeri kelas tiga.
Masa Depan Jamkesmas
Meskipun berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch
(ICW), program Jamkesmas masih memiliki banyak kendala seperti
data peserta masih belum akurat, sosialisasi belum optimal, adanya
16

pungutan untuk mendapatkan kartu, adanya peserta yang tidak


menggunakan kartu ketika berobat, adanya pasien Jamkesmas yang
mengeluarkan biaya, dan masih buruknya kualitas pelayanan pasien
Jamkesmas, program Jamkesmas sesungguhnya merupakan upaya
untuk perluasan pemberian pelayanan kesehatan, khususnya bagi
masyarakat miskin walaupun belum bersifat universal coverage.
Lebih lanjut, pada dasarnya program Jamkesmas telah sesuai
dengan semangat pelaksanaan SJSN meskipun baru sebagian
masyarakat yang tercakup. Prinsip dasar yang dilaksanakan dalam
program Jamkesmas sebenarnya sudah sejalan dengan arah SJSN
dengan mengadopsi beberapa prinsip asuransi sosial seperti dikelola
secara nirlaba, sasaran kepesertaan yang jelas melalui pembentukan
database kepesertaan, pengendalian biaya klaim melalui verifikasi,
dan pengendalian mutu dan biaya pelayanan dengan pembiayaan
prospektif.
Alih-alih mendebatkan BPJS yang tidak kunjung terbentuk,
pencapaian universal coverage bagi seluruh warga negara menjadi
prioritas utama bagi Pemerintah. Jadi, yang lebih penting dan
prioritas harus dilakukan adalah menekankan bagaimana masyarakat
miskin dan hampir miskin mendapatkan jaminan, dan secara bertahap
masyarakat menengah dan atas turut pula tercakup dalam program ini.
Prioritas dan perhatian para pengambil kebijakan harus
mengarah pada kesepakatan dan konsensus road map serta penahapan
yang jelas. Terakhir, pemenuhan persyaratan politis, ekonomis, dan
17

teknis juga harus direalisasikan agar program idealis ini tidak menjadi
pepesan kosong. Akhirnya, dukungan dan kerja sama para pemangku
kepentingan menjadi kata akhir demi kesuksesan program Jamkesmas
sekarang dan mendatang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pelayanan kesehatan paripurna masih perlu disosialisasikan
secara

berkesinanmbungan

sehingga

sistem

pelayanan

paripurna secara berjenjang ataupun pelayanan secara


komprehensif di jenjang pertama terlaksana dengan baik
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
2. Jamkesmas sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak
hanya terbatas pada masyarakat miskin saja. Bagi kelompok
masyarakat yang kurang mampu, perlu bantuan dari
pemerintah untuk memberikan subsidi pembayaran premi
asuransi kesehatan.
3. Kepersertaan Jaminan
ditingkatkan

Kesehatan

Masyarakat

perlu

melalui regulasi pemerintah daerah khusus

mengenai upaya pembiayaan kesehatan masyarakat untuk


memberikan subsidi

sebagai cost shering premi Jaminan

Kesehatan Sosial, atau dengan cara mempercepat adanya PP


dari UU SJSN.

18

4. Berbagai program di bidang kesehatan terus dikembangkan


oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap kesehatan seperti upaya menuju universal coverage ,
upaya

pemenuhan

dan

pemerataan

fasilitas

upaya

pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan serta upaya


terobosan dalam pembangunan di bidang kesehatan. .

19

20

Anda mungkin juga menyukai