Anda di halaman 1dari 4

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI 4 SKP

Nyeri dan Endometriosis:


Prinsip Penanganan Berbasis Patofisiologi Praktis
Hartanto Bayuaji Narsoyo
Divisi Fertilitas & Endokrinologi Reproduksi,
Departemen Obstetri & Ginekologi RSUP dr. Hasan Sadikin/
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRAK
Nyeri akibat endometriosis merupakan masalah penting dalam kesehatan reproduksi wanita. Walaupun demikian, belum diketahui secara
pasti jenis nyeri yang patognomonik untuk endometriosis maupun penyebab pastinya. Terdapat beberapa bukti bahwa estrogen, inflamasi,
dan adanya serabut saraf yang dekat dengan lesi endometriosis kemungkinan besar berperan penting terhadap terjadinya nyeri. Dengan
memahami interaksi berbagai faktor ini, dapat diketahui prinsip-prinsip praktis penanganan nyeri pada endometriosis.
Kata kunci: endometriosis, nyeri, estrogen, inflamasi, serabut saraf

ABSTRACT
Pain due to endometriosis is still an important problem in female reproductive health. However the exact mechanism as well as the
pathognomonic pain type in endometriosis is still enigmatic. There were evidences that estrogen, inflammatory process, and the presence of
nerve fibers near endometriotic lesion may contribute to this problem. Understanding the interaction between those factors could improve
pain management in endometriosis. Hartanto Bayuaji Narsoyo. Pain and Endometriosis: Management Principles Based on Practical
Pathophysiology.
Key words: endometriosis, pain, estrogen, inflammation, nerve fibers
PENDAHULUAN
Seberapa besar masalahnya? Endometriosis
merupakan penyakit akibat implantasi jaringan kelenjar endometrium beserta stromanya
di luar kavum uteri.1 Nyeri merupakan
masalah utama pada endometriosis. Sekitar
83% penderita endometriosis melaporkan
adanya nyeri abdominopelvik, dismenore,
dan dispareuni.2,3 Sebaliknya, pada sekitar
33% penderita nyeri panggul kronik, ternyata
ditemukan lesi endometriosis.4 Melihat
kenyataan tersebut, salah satu aspek penting
dalam penatalaksanaan endometriosis adalah
pengendalian nyeri. Walaupun demikian,
masih banyak kontroversi terkait dengan
mekanisme nyeri. Lebih jauh, keadaan
tersebut
menyebabkan
bervariasinya
modalitas penatalaksanaan berdasarkan faktor
kemungkinan penyebab nyeri. Dalam tulisan
ini, akan dibahas prinsip-prinsip penanganan
nyeri akibat endometriosis berbasis pada
pemahaman patofisiologi praktis.
Alamat korespondensi

PENANGANAN NYERI BERBASIS


PATOFISIOLOGI PRAKTIS
Sejak awal abad ke-20, nyeri pada
endometriosis merupakan aspek yang
menarik perhatian para peneliti. Hingga
kini, ditemukan berbagai variasi nyeri pada
endometriosis. Dengan kata lain, belum
ditemukan satu sifat nyeri yang patognomonik
untuk endometriosis. Lebih jauh, ternyata
tidak ditemukan pula hubungan yang jelas
antara nyeri dan tingkat penyakit.5 Salah satu
dampak hal ini adalah terjadinya keadaan
yang disebut sebagai diagnostic delay.6
Ballard dkk4 menemukan bahwa persepsi
nyeri endometriosis yang paling sering
dikemukakan pasien adalah jenis throbbing,
gnawing, dan dragging pada tungkai. Wanita
dengan lesi endometriosis dalam lebih
cenderung mengalami nyeri rektal tajam
dan perasaan tertarik pada bagian bawah
dibandingkan dengan lesi endometriosis

superfisial. Walaupun demikian, intensitas


nyeri maupun area nyeri individual ternyata
tidak berkaitan dengan diagnosis secara
bedah. Beberapa mekanisme yang diduga
sebagai penyebab nyeri pada endometriosis
adalah7:
a. Produksi zat-zat, seperti prostaglandin,
growth factors, dan sitokin dari makrofag yang
teraktivasi, juga sel-sel yang berkaitan dengan
implan endometriosis.
b. Efek langsung dan tidak langsung dari
perdarahan aktif pada implan endometriosis.
c. Iritasi atau invasi serabut saraf dasar
panggul.
Dari penelusuran berbagai kepustakaan, ada
beberapa hal penting yang ternyata dapat
membantu memahami proses terjadinya
nyeri pada endometriosis.1,2 Lebih lanjut,
berbekal pemahaman tersebut, prinsipprinsip dasar penanganan nyeri pada
endometriosis dapat lebih mudah dipahami.

email: tantobayuaji@gmail.com

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

487

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


pustaka yang ada.2,12-14
Bukti Kedua: Inflamasi meningkat
Beberapa mediator radang ternyata
meningkat aktivitasnya pada lesi-lesi
endometriosis. Salah satu mediator radang
yang
penting
adalah
prostaglandin.
Prostaglandin dipandang sebagai penyebab
nyeri yang penting dalam patogenesis
endometriosis. Prostaglandin E2 dan F2
diketahui diproduksi secara berlebih di
uterus dan jaringan endometrium penderita
endometriosis. Sifat vasokonstriktif dan
kemampuan prostaglandin F2 untuk
menimbulkan kontraksi berperan dalam
timbulnya
dismenorea.
Lebih
jauh,
prostaglandin E2 mempunyai sifat dapat
merangsang nyeri secara langsung. Dengan
melihat karakteristik tersebut, dapat dipahami
bahwa peningkatan kedua zat tersebut
akan merangsang timbulnya nyeri pada
endometriosis.8

17B2HSD

17B2HSD

17B2HSD

Gambar 1 Perbandingan aktivitas enzim COX-2, aromatase, dan 17B2HSD pada endometrium wanita normal, dengan endometriosis, dan pada jaringan endometrium ektopik; terlihat dampak perbedaan aktivitas ketiga enzim tersebut pada sintesis
prostaglandin dan estradiol10

Berikut akan dipaparkan berbagai bukti terkait


patofisiologi praktis serta prinsip solusinya.
Perlu diingat bahwa penanganan secara lebih
mendetail bergantung pada pedoman yang
berlaku di setiap institusi. Namun, prinsip
pemahamannya adalah sama.
Bukti Pertama: Estrogen memengaruhi
lesi endometriosis
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa
lingkungan estrogen-dominan merupakan
syarat untuk tumbuhnya lesi endometriosis.
Telah diketahui bahwa estradiol merupakan
bentuk terkuat estrogen dibandingkan
estron dan estriol. Estradiol disintesis
melalui aktivitas enzim 172-hidroksisteroid
dehidrogenase (17B2HSD) yang mengonversi
estron menjadi estradiol. Sebenarnya, aktivitas
enzim ini bersifat bolak-balik dengan tujuan
menyeimbangkan sintesis estron dan estradiol.
Ternyata, pada lesi endometriosis, diketahui
bahwa konversi estron menjadi estradiol
lebih dominan. Dengan demikian, estradiol
banyak didapatkan pada lesi endometriosis,
yang selanjutnya akan memengaruhi respons
imun dan sintesis prostaglandin.8,9 Peran
prostaglandin akan dibahas lebih lanjut pada
bukti kedua.

488

Sintesis estrogen amat dipengaruhi oleh


enzim aromatase. Aktivitas aromatase
sendiri amat dipengaruhi oleh kerja enzim
siklooksigenase-2 (COX-2). Dalam sebuah
penelitian, ditemukan bahwa ekspresi enzim
aromatase pada jaringan endometrium
ektopik penderita endometriosis lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Demikian pula ekspresi enzim aromatase pada
implan endometriosis, terutama pada lesi
berwarna merah.11 Mengingat enzim COX-2
merupakan enzim utama dalam sintesis
prostaglandin, hal ini dipandang sebagai
suatu mekanisme terbentuknya lingkaran
proses timbulnya nyeri pada endometriosis.
Solusi: Turunkan pengaruh estrogen
Menurunkan pengaruh estrogen dapat
dilakukan dengan meniru kondisi menopause
(menggunakan agonis GnRH), menekan
proses menstruasi hingga timbul amenorea
(menggunakan danazol), dan menciptakan
kondisi seperti saat hamil (pseudopregnancy,
menggunakan progestin atau kombinasi
estrogen-progestin). Masing-masing cara
mempunyai keunggulan dan kelemahan
tersendiri, pembahasan mengenai hal
tersebut dapat dilihat pada berbagai tinjauan

Produksi prostaglandin E2 secara berlebih


pada inflamasi melalui rangkaian kerja
berbagai enzim merupakan salah satu
konsep penting dalam patogenesis nyeri.
Sel stroma lesi endometriosis menghasilkan
prostaglandin E2 dalam jumlah banyak, yang
selanjutnya menginduksi sintesis estradiol
lokal dan nyeri panggul. Ekspresi enzim
COX-2 meningkat pada lesi endometriosis
dibandingkan dengan ekspresi serupa pada
sel stroma endometrium normal. Lebih
jauh, ekspresi enzim prostaglandin sintase
juga meningkat pada lesi endometriosis.
Dengan demikian, keterpaduan kedua enzim
tersebut menyebabkan peningkatan sintesis
prostaglandin E2 pada lesi endometriosis.8
Selain hal tersebut, terdapat beberapa zat
juga yang meningkatkan aktivitas enzim
COX-2 serta sintesis prostaglandin E2.
Interleukin-1, vascular endothelial growth
factor (VEGF), estradiol, bahkan prostaglandin
E2 sendiri berperan penting dalam proses
tersebut.8
Solusi: Antiinflamasi
Antiinflamasi non-steroid (AINS) merupakan
pilihan yang cukup populer dalam
penanganan nyeri pada endometriosis. AINS
terbukti efektif untuk mengatasi dismenorea
primer.15 Namun, pada sebuah metaanalisis,
belum didapatkan bukti bahwa AINS
(dalam hal ini, naproksen) efektif mengatasi
dismenorea sekunder akibat endometriosis.

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


endometriosis. Demikian pula Wang dkk22
menemukan serabut-serabut saraf yang lebih
banyak pada lesi endometriosis dalam (deep
infiltrating endometriosis). Selanjutnya, untuk
timbulnya nyeri, serabut-serabut nosiseptif
tersebut harus mendapat rangsangan dari
zat-zat nosiseptor. Beberapa zat nosiseptor
biasanya bersifat mediator radang, sehingga
dengan memandang bahwa endometriosis
merupakan suatu kondisi inflamasi, dapat
dipahami
bahwa
mediator-mediator
yang dibentuk oleh endometriosis akan
merangsang serabut nosiseptif untuk
menghantarkan nyeri.1
Syarat utama terjadinya nyeri neuropatik
adalah terjadinya jejas pada serabut saraf.
Anaf dkk20 menemukan bahwa populasi sel
mast lebih tinggi pada lesi endometriosis
dibandingkan dengan populasi serupa di
tempat yang jauh dari lesi endometriosis,
demikian pula populasi sel mast yang
telah mengalami degranulasi. Lebih jauh,
populasi sel mast tersebut ternyata berada
dekat dengan serabut saraf di sekitar lesi
endometriosis. Diketahui pula bahwa dalam
granula sel mast terkandung nerve growth
factor (NGF) yang berfungsi merangsang
pertumbuhan nosiseptor dan penambahan
serabut saraf.
Gambar 2 Dengan pewarnaan imunohistokimia, tampak dekatnya lokasi serabut saraf (warna cokelat) dengan sel stroma lesi
endometriosis; tanda panah menunjukkan adanya sel stroma pada struktur saraf20

Lebih lanjut, belum ditemukan pula


bukti bahwa satu jenis AINS lebih unggul
dibanding lainnya.16 Walaupun demikian,
penggunaan AINS merupakan langkah awal
yang rasional dalam penanganan nyeri akibat
endometriosis.17
Bukti Ketiga: Terdapat serabut saraf di
dekat lesi endometriosis
Selain kaitannya yang erat terhadap aspek
hormonal dan inflamasi, terdapat buktibukti bahwa serabut saraf berperan penting
terhadap timbulnya nyeri pada endometriosis.
Lesi endometriosis ternyata berinteraksi
dengan serabut saraf, dan timbul beberapa
jenis nyeri pada endometriosis. Nyeri
tersebut adalah nyeri nosiseptif, nyeri akibat
inflamasi, neuropatik, psikogenik, idiopatik,
dan campuran. Dalam ulasannya, Howard18
mengemukakan bahwa nyeri nosiseptif,
inflamasi, dan neuropatik merupakan tipe
nyeri terpenting dalam endometriosis.

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

Pada tahap awal endometriosis, pelepasan


mediator, seperti prostaglandin, interleukin,
dan produk-produk makrofag lainnya
akan menyebabkan rangsang nyeri yang
mengubah sifat nosiseptif serabut saraf pelvis.
Pada tahap lanjut, infiltrasi lesi endometriosis
akan menyebabkan kompresi mekanis pada
serabut saraf, terutama di sekitar ligamen
uterosakral. Lebih jauh, fibrosis dan hiperplasia
otot polos di sekitar lesi endometriosis juga
menyebabkan terjadinya iskemia yang
memperberat nyeri.18, 19
Untuk dapat menyebabkan nyeri nosiseptif,
harus terdapat serabut nosiseptor pada
atau di dekat lesi endometriosis sehingga
lesi endometriosis dapat berperan sebagai
pencetus rangsang nyeri. Tokushige dkk21
menemukan bahwa kerapatan serabut
saraf pada lesi endometriosis peritoneal
disertai nyeri adalah 6 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan pada wanita tanpa

Solusi: Jauhkan lesi endometriosis dari


serabut saraf
Maksud menjauhkan adalah mengupayakan
lesi endometriosis agar tidak berada dekat
dengan serabut saraf. Inilah prinsip terapi
bedah dalam endometriosis, terutama pada
lesi-lesi superfisial di peritoneum. Proses
pengangkatan atau destruksi lesi diharapkan
dapat menghilangkan kedekatan lesi
tersebut dengan serabut saraf.12
RANGKUMAN
Walaupun endometriosis dipandang amat
rumit dalam hal patofisiologinya maupun
penanganannya,
terdapat
beberapa
prinsip pemahaman yang dapat digunakan
untuk mempermudah arah penanganan.
Hubungannya dengan serabut saraf,
pengaruh estrogen, dan meningkatnya
inflamasi merupakan hal-hal yang telah
disepakati sebagai aspek penting dalam
endometriosis. Diharapkan penanganan nyeri
pada endometriosis makin terarah seiring
dengan makin baiknya pemahaman dasardasar penyakit ini.

489

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


DAFTAR PUSTAKA
1.

Burney RO, Giudice LC. Pathogenesis and pathophysiology of endometriosis. Fertil Steril. 2012;98:511-9.

2.

Donnez J. Endometriosis: Enigmatic in the pathogenesis and controversial in its therapy. Fertil Steril. 2012;98:509-10.

3.

Ballard K, Seaman H, drVries C, Wright J. Can symptomatology help in the diagnosis of endometriosis? Findings from a national case-control study. Part 1. Br J Obstet Gynecol. 2008;115:1328-

4.

Ballard K, Lane H, Hudelist G, Banerjee S, Wright J. Can specific pain symptoms help in the diagnosis of endometriosis? A cohort study of women with chronic pelvic pain. Fertil Steril.

91.

2010;94:20-7.
5.

Gruppo Italiano per Studio dellEndometriosi. Relationship between stage, site and morphological characteristics of pelvic endometriosis and pain. Hum Reprod. 2001;16:2668-71.

6.

Ballard K, Lowton K, Wright J. Whats delay? A qualitative study of womens experiences of reaching a diagnosis of endometriosis. Fertil Steril. 2006;86:1296-301.

7.

Jones K, Sutton C. Treatment of endometriosis-related pelvic pain. In: Tulandi T, Redwine D, editors. Endometriosis advances and controversies. 1st ed. New York: Marcel Dekker Inc;
2004.

8.

Bulun SE. Mechanism of disease: Endometriosis. New Engl J Med. 2009;360:268-79.

9.

Delvoux B, Groothuis P, DHooghe T, Kyama C, Dunselman G, Romano A. Increased production of 17beta-estradiol in endometriosis lesions is the result of impaired metabolism. J Clin
Endocrinol Metab. 2009;94:876-83.

10. Bulun SE. Mechanism of disease: Endometriosis. New Engl J Med. 2009;360:268-79.
11. Bukulmez O, Hardy DB, Carr BR, Word RA, Mendelson CR. Inflammatory status influences aromatase and steroid receptor in endometriosis. Endocrinology. 2008;149:1190-204.
12. Crosignani P, Olive D, Bergqvist A, Luciano A. Advances in the management of endometriosis: An update for clinicians. Hum Reprod Update. 2006;12:179-89.
13. Brown J, Kives S, Akhtar M. Progestagens and anti-progestagens for pain associated with endometriosis. Cochrane Database Systematic Reviews [Internet]. 2011 Aug 29 [cited 2012 Mar
14]; 3:CD002122. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22419284/DOI: 101002/14651858CD002122pub2.
14. Brown J, Pan A, Hart RJ. Gonadotrophin-releasing hormone analogues for pain associated with endometriosis. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2010 Sep 26 [cited
2010 Dec 8]; 12:CD008475. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21154398/DOI: 10.1002/14651858.CD008475.pub2.
15. Marjoribanks J, Proctor ML, Farquhar C. Nonsteroidal antiinflammatory drugs for primary dysmenorrhea. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2003 Aug 19 [cited 2009 Oct
7]; 4:CD001751. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14583938/DOI: 10.1002/14651858.CD001751
16. Allen C, Hopewell S, Prentice A, Gregory D. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for pain in women with endometriosis. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2005 Aug
22 [cited 2009 Jan 21]; 2:CD004753. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16235379/DOI:10.1002/14651858.CD004753.pub3.
17. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Algoritma penanganan endometriosis, adenomiosis, dan endometriosis ekstrapelvik (clinical practice guideline). 2009.
18. Howard FM. Endometriosis and mechanisms of pelvic pain. J Minim Invasive Gynecol. 2009;16:540-50.
19. Herington JL, Glore DR, Lucas JA, Osteen KG, Bruner-Tran KL. Dietary fish oil supplementation inhibits formation of endometriosis-associated adhesions in a chimeric mouse model. Fertil
Steril. 2012;99:543-50.
20. Anaf V, Chapron C, Nakadi IE, Moor VD, Simonart T, Noel JC. Pain, mast cells, and nerves in peritoneal, ovarian, and deep infiltrating endometriosis. Fertil Steril. 2006;86:1136-43.
21. Tokushige N, Markham R, Russell P, Fraser IS. Nerve fibres in peritoneal endometriosis. Hum Reprod. 2006;21:3001-7.
22. Wang G, Tokushige N, Markham R, Fraser IS. Rich innervation of deep infiltrating endometriosis. Hum Reprod. 2009;24:827-34.

490

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai