Anda di halaman 1dari 20

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Mukosa rongga mulut normal dilapisi oleh lapisan epitel skuamosa dan
memiliki perbedaan topografi yang berhubungan dengan karateristik fisik. Mukosa
rongga mulut dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mukosa pengunyahan, mukosa lining
dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdiri dari sel epitel yang berkeratinisasi
dan ditemukan pada bagian gingiva, dorsum lidah dan palatal keras. Mukosa lining
terdapat pada bagian dasar mulut, palatal lunak dan sisi ventral/lateral lidah yang
epitelnya adalah tidak berkeratin. Lidah mempunyai mukosa khusus dimana terdiri
dari papila-papila yang berfungsi dalam pengecapan. Mukosa rongga mulut akan
mengalami perubahan seperti hiperplasia atau hiperkeratosis apabila terpapar dengan
bahan-bahan iritan tertentu, dan bila perubahan ini bersifat irreversibel, akan
terjadinya karsinoma.1,20

2.1 KSS Rongga Mulut


KSS rongga mulut merupakan suatu keganasan yang berasal dari epitel, baik
berasal dari mukosa pada dinding rongga mulut, organ dalam mulut atau kelenjar
saliva.2 Sebanyak 95% dari seluruh kanker di rongga mulut adalah karsinoma sel
skuamosa rongga mulut. Tingkat prevalensi kanker mulut kebanyakannya ditemukan
di negara seperti India karena penggunaan produk tembakau yang berlebihan. Bagian
rongga mulut yang paling dampak terkena kanker mulut adalah lidah, bibir inferior
dan dasar mulut. Kanker mulut dapat timbul secara denovo atau dari daerah yang
sebelumnya memiliki lesi atau kondisi prekanker, yaitu lesi prakanker yang paling
umum adalah leukoplakia dan kondisi prekanker adalah lichen planus erosif.21,22 KSS
rongga mulut merupakan bagian dari kanker di daerah kepala dan leher yang
menempati peringkat keenam kanker terbanyak di dunia dengan distribusi geografis
yang luas dan secara signifikan menyebabkan morbiditas maupun mortalitas.23
Di Indonesia, kanker telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Frekuensi relatif kanker mulut di Indonesia diperkirakan 3-5%.3,4 Menurut hasil

Universitas Sumatera Utara

penelitian, lebih dari 90% kanker mulut adalah karsinoma epidermoid atau karsinoma
sel skuamosa. Diseluruh dunia diperkirakan 378.000 kasus baru kanker mulut yang
didiagnosa pertahun. Dinegara tertentu, seperti Sri Lanka, India, Pakistan dan
Bangladesh kanker mulut merupakan kanker yang paling sering. Di India kanker
mulut dapat mencapai lebih dari 50% dari semua jenis kanker. Pria mempunyai
tingkatan kanker mulut yang lebih tinggi daripada wanita di dunia yaitu pada laki-laki
4% dan wanita 2%. Di Singapura, insiden kanker rongga mulut tertinggi pada wanita
sebesar 5.8 per 100.000 populasi, sedangkan pada laki-laki yang tertinggi berada di
Perancis yaitu 17.9 per 100.000 populasi.24

2.1.1 Gambaran Histopatologi Sel Skuamosa Rongga Mulut

Menurut World Health Organization (WHO), kode klasifikasi histologi tumor


pada kavitas rongga mulut dan oro-faring pada tahun 2005 dibagi seperti tabel bawah:
Tabel 1. Klasifikasi WHO tumor pada kavitas rongga mulut.25
Malignant epithelial tumours
Squamous cell carcinoma

Kode
8070/3

Verrucous carcinoma

8051/3

Basaloid squamous cell carcinoma

8083/3

Papilarry squamous cell carcinoma

8052/3

Spindle cell carcinoma

8074/3

Acantholytic squamous cell carcinoma

8075/3

Adenosquamous carcinoma

8560/3

Carcinoma cuniculatum

8051/3

Lymphoepiteal carcinoma

8082/3

Universitas Sumatera Utara

Menurut kode morfologi dari International Classification of Diseases for


Oncology (ICD-O) (821) dan Systematized Nomenclature of Medicine dimana
jenisnya diberi kode /0 untuk tumor jinak, /3 untuk tumor ganas dan /1 untuk kasus
borderline atau ragu-ragu. KSS rongga mulut secara umum mempunyai gambaran
histopatologi yang tidak berbeda dari KSS kulit maupun organ tubuh lainnya. KSS
rongga mulut ada yang berdiferensiasi baik dimana menyerupai epitel skuamosa
berlapis normal dan menghasilkan keratin dan ada juga KSS rongga mulut yang
berdiferensiasi buruk.25
Berdasarkan derajat diferensiasi KSS rongga mulut, dapat dibagi kepada tiga,
yaitu diferensiasi baik, sedang dan buruk. Gambaran KSS yang berdiferensiasi baik
adalah mengandung sel berkeratin, gambaran keratin seperti tanduk mutiara (pearl
horn formation) dengan ukuran yang bervariasi, pertumbuhan yang lambat, tidak
cepat bermetastase dan mempunyai prognosa yang baik. Pada lesi tipikal, kelompok
sel ganas ini dapat ditemukan secara aktif menginvasi jaringan konektif dengan
bentuk yang tidak teratur (Gambar 1).21,25

Gambar 1. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi baik


dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (x100).
Anak panah: A. Mutiara keratin B. Nukleus sel.25

Universitas Sumatera Utara

Gambaran KSS untuk yang diferensiasi sedang, berbeda dari satu dengan yang
lainnya, dimana tersusun secara tipikal, sehingga epitel skuamosa juga kurang jelas.
Laju pertumbuhan sel individu lebih cepat dengan pembelahan mitosis yang lebih
meningkat dan bahkan ukuran bentuknya yang lebih bervariasi (Gambar 2).21,25

Gambar 2. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi sedang


dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel
(anak panah merah).25

Untuk gambaran KSS yang berdiferensiasi buruk, sering sekali menghasilkan


petunjuk sel-sel yang tidak jelas sehingga menimbulkan kesulitan dalam
mendiagnosis. Sel-sel ini menunjukkan kurangnya daya kohesif yang sangat tidak
teratur, pembentukan sel tumor raksasa, adanya anaplasia, peningkatan mitosis, serta
tidak adanya pembentukan keratin (Gambar 3).21,25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi buruk


dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel
(anak panah merah).25
KSS rongga mulut memiliki kecenderungan besar untuk menghasilkan
metastasis pada kelenjar getah bening. Pada praktek klinis, rencana pengobatan dan
prognosis KSS rongga mulut terutama didasarkan pada tumor primer, metastasis
kelenjar getah bening regional dan sistem pementasan metastasis (TNM). Namun,
sistem ini tidak menyediakan informasi tentang karakteristik biologi dan tingkat
keagresifan klinis tumor yang jelas, dan ini telah menimbulkan suatu sistem penilaian
keganasan KSS rongga mulut yang multifaktorial dikembangkan. Sistem penilaian
pertama KSS rongga mulut telah dikembangkan oleh Broder pada tahun 1927 dan
yang baru-baru ini merupakan sistem penilaian Bryne (1989). Berdasarkan sistem
penilaian Bryne (Tabel 2), terdapat empat parameter yang diperlihatkan untuk menilai
derajat diferensiasi KSS rongga mulut, yaitu derajat keratinisasi, pleomorphism inti,
infiltrasi limfosit dan bentuk invasi tumor. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut
akan dinilai dengan memperhitungkan skor dari empat parameter tersebut, yaitu skor
4-8 (diferensiasi baik), skor 9-12 (diferensiasi sedang), dan skor 13-16 (diferensiasi
buruk).21

Universitas Sumatera Utara

10

Tabel 2. Sistem penilaian derajat diferensiasi KSS rongga mulut dengan parameter
Bryne.21
Skor

Parameter
morfologi
Derajat
keratinisasi

>50%
20-50%
5-20%
0-5%
berkeratinisasi berkeratinisasi berkeratinisasi berkeratinisasi

Pleomorphisme
inti

Sedikit

Sedang

Banyak

Sangat
banyak
Kumpulan
sel-sel kecil
tersebar luas
dan
berinfiltrasi
Tidak ada

Bentuk invasi

Mendorong,
berbatas tegas

Berinfiltrasi,
bentuk
benang padat

Kumpulan
sel-sel kecil
yang
berinfiltrasi

Infiltrasi
limphoplasmasistik

Berat

Sedang

Ringan

2.1.2 Etiologi
Penyebab karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya
diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Kanker rongga
mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari
beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor.
Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja secara terpisah, kombinasi dari berbagai
faktor sering ditemukan bersama-sama. Secara garis besar, etiologi kanker rongga
mulut dapat dikelompokkan atas faktor lokal, faktor luar, dan faktor pejamu (host).2,5
Faktor lokal seperti iritasi kronis umumnya dapat menyebabkan kanker seperti
trauma mekanis dari gigitiruan yang tidak pas, restorasi yang tidak tepat, oral hygiene
yang buruk dan tepi-tepi gigi yang tajam. Faktor luar meliputi kebiasaan merokok
dan minum alkohol. Asap rokok mengandung bahan karsinogen (nitrosamine) dan
alkohol menyebabkan rasa panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut.

Universitas Sumatera Utara

11

Terjadinya rangsangan menahun menyebabkan kerusakan jaringan berulang-ulang


sehingga mengganggu keseimbangan sel dan terjadinya displasia. Selain itu, sinar
ultraviolet (UV) seringkali dianggap sebagai faktor penting yang dapat menyebabkan
mutasi gen jika terpapar untuk jangka waktu yang panjang. Infeksi virus dan jamur
yang tidak sembuh-sembuh meskipun telah diobati juga dapat menyebabkan kanker
apabila infeksi tersebut berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang sehingga
memicu terjadinya karsinoma. Faktor host seperti nutrisi yang dikonsumsi dapat
mempengaruhi terjadinya kanker seperti kekurangan zat anti-oksidan seperti Vitamin
A, C dan E. Selain itu, unsur lain seperti usia, jenis kelamin, imunologi dan genetik
seseorang dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kanker.2,5

2.1.3 Patogenesis dan Siklus Sel


KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang
menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang
akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan tersebut memicu
terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya pertumbuhan otonom dan
perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara
intraepitel dekat membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi
pertumbuhan klonal keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan
epitelium normal. Setelah beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi
membran dasar jaringan epitel menandakan awal kanker invasif.5,26
Karsinogenesis merupakan proses genetik yang memicu perubahan morfologi
dan tingkah laku seluler. Analisis perubahan di tingkat molekuler dapat menjadi alat
diagnosis utama dan pemandu untuk melakukan perawatan, karena perubahan
morfologis terjadi setelah adanya perubahan genetik. Kanker dan lesi prekanker
rongga mulut berkembang sebagai akibat dari siklus sel yang tidak terkontrol
dikarenakan multiple mutations. Proto-onkogen, Tumor supresor gen (TSG), dan
molekul gatekeeper (cyclins dan CDK) merupakan kelompok gen DNA perbaikan
yang dapat bermutasi di karsinoma sel skuamosa.25

Universitas Sumatera Utara

12

Siklus sel normal dikendalikan oleh suatu kelompok protein yang secara umum
disebut cyclin. Siklus berlangsung melalui fase mitosis (M), gap-1 (G1), sintesis DNA
(fase S), gap-2 (G2), mitosis (M) dan seterusnya. Sel anak hasil mitosis secara teratur
masuk ke siklus dalam fase G1, sebagian sel anak masuk ke fase istirahat (G0). Sel
pada fase G0 dapat aktif kembali masuk ke fase G1 siklus sel. Masuknya kelompok
sel ke fase istirahat, kemudian aktif kembali menyebabkan proses regenerasi tubuh
berlangsung cepat.27
Masing-masing fase memiliki fungsi untuk mengaktivasi dan melengkapi fase
sebelumnya, dan siklus sel akan berhenti jika fungsinya sudah terganggu. Diantara
G1/S terdapat checkpoint untuk memonitor DNA sebelum replikasi dan G2/M untuk
memonitor DNA setelah replikasi. Checkpoint dilakukan oleh Tumor supresor gen
(TSG) salah satunya gen p53 atau dikenal sebagai master guardian of the genome dan
merupakan unsur utama dalam memelihara keseimbangan genetik. Fungsi gen p53
mendeteksi sintesis DNA yang salah atau kerusakan DNA kemudian menginduksi gen
reparasi DNA serta menginduksi apoptosis.27

Gambar 4. Skema ilustrasi p53 checkpoint 27

Universitas Sumatera Utara

13

Pada gambar di atas (Gambar 4) menunjukkan internal control (checkpoint).


Terdapat dua checkpoint inti, satu terdapat pada masa transisi antara G1/S checkpoint
dan G2/M checkpoint yang berfungsi untuk memeriksa kerusakan DNA, jika
ditemukan adanya kerusakan, maka sirkulasi sel akan melambat, waktu ini akan
digunakan untuk memperbaiki DNA yang rusak, jika tidak dapat diperbaiki maka
jalan untuk terjadinya apoptosis akan aktif dan DNA yang rusak akan dihancurkan.
Gen p53 seharusnya merangsang p21 menekan semua cyclin dependent kinase agar
cyclin tidak bekerja, sehingga siklus sel akan terhenti. Pada saat terhentinya siklus sel
akan memberikan waktu terjadinya perbaikan DNA sehingga dapat dihindari
terbentuknya sel yang mengandung defek DNA.27

2.2 Onkogen
Onkogen merupakan gen pengatur pertumbuhan yang mengalami perubahan
dalam pengaturan jalur transduksi sinyal-sinyal sel. Mutasi gen ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan produksi atau fungsi protein dalam sel. Onkogen berperan
penting dalam proses karsinogenesis, tetapi tidak cukup untuk mengubah sel-sel
epitel.7
Beberapa onkogen mempunyai implikasi dalam karsinogenesis rongga mulut.
Penyimpangan reseptor faktor pertumbuhan epidermal proto-onkogen (EGFR / c-erb
1), gen anggota keluarga ras, c-myc, int-2, hst-1, PRAD -1, dan bcl-1 diyakini
berkontribusi terhadap perkembangan kanker.7
Deregulasi faktor pertumbuhan terjadi selama karsinogenesis rongga mulut,
melalui peningkatan produksi dan stimulasi autokrin. Penyimpangan ekspresi dari
Transforming growth factor (TGF-) dilaporkan terjadi pada awal karsinogenesis
rongga mulut. Penyimpangan ini terjadi pertama kali pada epitel hiperplastik dan
kemudian pada infiltrasi sel-sel radang karsinoma. TGF- merangsang proliferasi sel
dengan mengikat EGFR secara autokrin dan parakrin.7,26

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.1

Gen Penekan Tumor

Onkogen

saja

tidak

cukup

sebagai

inisiator

proses

karsinogenesis.

Transformasi sel premalignan menjadi sel ganas terjadi akibat inaktivasi gen penekan
tumor, dan dianggap sebagai penyebab utama dalam perkembangan keganasan. Gen
penekan tumor paling sering diinaktivasi melalui mutasi titik, penghapusan, dan
penyusunan ulang salinan gen.7,26
Salah satu gen penekan kanker adalah gen p53 yang merupakan pelindung
siklus sel. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol
sejumlah gen termasuk gen apoptosis jika kerusakannya berat. Rekonstitusi jalur
apoptosis oleh p53 dapat terjadi dengan mentransfer gen p53 wild type rekombinan
pada sel kanker yang mengekspresi p53 null atau mutan. Bila sel terluka, p53 dalam
inti memicu sel untuk melakukan arrest pada perbatasan G1/S dengan menginduksi
penghambat CDK (cyclin D kinase) dan sistem perbaikan DNA terlebih dahulu
menghilangkan luka tersebut sebelum sel memasuki fase S tanpa adanya DNA yang
rusak. Program arrest dan apoptosis ini tergantung pada lingkungan fisiologik
ataupun jenis sel. Oleh karena itu kehilangan fungsi gen p53 ini merupakan penyebab
munculnya malignansi. Inaktivasi gen p53 ini biasanya terjadi dalam dua tahap yakni
inaktivasi pada satu alel oleh mutasi titik atau delesi kecil dan berikutnya adalah
kehilangan alel normal oleh delesi segmen kromosom. Inaktivasi alel pertama dapat
terjadi pada sel somatik maupun sel germ. Gen ini juga disebut guardian of the cell.
Sel yang tidak memiliki p53 menunjukkan ketidakstabilan genom dan memperbesar
karsinogenesis.7

2.3 Nukleus
Nukleus (Gambar 5) sering dikenal sebagai inti sel. Nukleus pertama kali
dikenalkan oleh Brown pada tahun 1831 yang mengamati sel-sel tumbuhan. Struktur
nukleus sel tumbuhan (eukariot) mempunyai inti sel yang jelas ketika diamati, karena
bahan-bahan

inti

yang

ada

di

dalam

nukleus

dibatasi

oleh membran

nukleus (karyotheca), yaitu struktur membran fosfolipid bilayer mirip dengan


struktur membran plasma.28

Universitas Sumatera Utara

15

Nukleus memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sebuah sel.
Peranan nukleus dalam hal ini adalah untuk mengatur dan mengontrol segala aktifitas
kehidupan sel serta membawa informasi genetik yang diturunkan ke generasi
berikutnya. Informasi genetik ini disimpan dalam suatu molekul polinukleutida yang
disebut DNA (Deoxyribonucleic acid). DNA pada umumnya tersebar di dalam
nukleus sebagai matriks seperti benang yang disebut kromatin. Ketika sel akan
memulai membelah, kromatin akan berkondensasi membentuk struktur yang lebih
padat dan memendek yang selanjutnya disebut kromosom. Kromosom tersusun atas
molekul DNA dan protein histon. Struktur di dalam nukleus yang merupakan tempat
berkonsentrasinya molekul DNA adalah nukleolus (anak inti.). Nukleolus berperan
sebagai tempat terjadinya sintesis molekul RNA (Ribonucleic acid) dan ribosom. RNA
merupakan hasil salinan DNA yang akan ditransfer ke sitoplasma untuk
diterjemahkan menjadi rantai asam amino yang disebut protein.28

Gambar 5. Bentuk nukleus27

Universitas Sumatera Utara

16

2.3.1 Nukleolus
Struktur nukleolus (anak inti) pada pengamatan mikroskop elektron terlihat
sebagai sebuah atau lebih bangunan basofil yang berukuran lebih besar dari ukuran
butir-butir kromatin.28
Nukleolus merupakan tempat berlangsungnya transkripsi gen, dimana molekul
rRNA diproses. rRNA adalah salah satu jenis RNA yang merupakan materi penyusun
ribosom. Molekul rRNA yang baru terbentuk, akan segera dikemas bersama protein
ribosom untuk dikeluarkan dari inti sel. Transkripsi molekul rRNA di dalam
nukleolus menjamin pembentukan molekul ribosom pada sitoplasm. Di dalam
nukleolus, terdapat sejumlah potongan-potongan DNA (rDNA) yang ditranskripsi
menjadi rRNA secara berulang-ulang, dan berlangsung cepat dengan bantuan
enzim RNA polymerase I. Potongan-potongan DNA tersebut dinamakan nucleolar
organizer. Kandungan RNA dalam nukleolus jika dibanding dengan bagian lain dari
inti sel adalah tidak tetap, yaitu diperkirakan 5%-20%.28,29

2.3.2 Nucleolar Organizing Region (NOR)


Nucleolus organizer region (NOR) atau nucleolar organizer merupakan bagian
kromosom dimana sekitarnya terjadi pembentukan nukleolus.14 Nukleolus organizer
regions (NORs) adalah segmen kromosom dienkripsi untuk RNA ribosom (rRNA)
yang hadir pada loop spesifik DNA. NOR telah menerima banyak perhatian baru-baru
ini karena dari pengamatan didapati bahwa frekuensi NOR dalam inti secara
signifikan lebih tinggi dalam sel-sel ganas berbanding sel normal, sel reaktif atau sel
neoplastik jinak sehingga merupakan nilai diagnostik dalam karakterisasi invasi pada
karsinoma. NOR juga berperan dalam estimasi aktivitas selular yang diterapkan pada
berbagai lesi neoplastik atau hiperplastik.30 Daerah ini merupakan bagian tertentu dari
kromosom yang berhubungan dengan nukleolus setelah nukleus membagi dan berisi
beberapa salinan tandem gen DNA ribosom. Pada manusia, NOR mengandung gen
5.8S, 18S, 28S rRNA yang berkerumun di lengan pendek kromosom 13, 14, 15, 21
dan 22 (kromosom akrosentrik).14,30 NOR adalah gen yang mengkode prekursor dari
tiga ribosomal RNA terbesar (18S, 5.8S dan 25S pada tanaman). NOR termasuk gen

Universitas Sumatera Utara

17

aktif rRNA, yang menimbulkan konstriksi sekunder kromosom metafase. Pada


metafase, sisa protein dari nukleolus sering terkait dengan konstriksi sekunder. Setiap
gen rRNA pada NOR hampir identik secara berurutan, meskipun bervariasi dalam
ukuran karena perbedaan jumlah elemen DNA ulangan dalam bagian ruangan
intergenik umum.32
Dalam komplemen kromosom lengkap selalu ada enam kromosom dengan
terminal nucleolus organizing region (NOR). Dalam kebanyakan kasus, bagian dari
NOR adalah decondensed, dan dari beberapa bagian decondensed ini dibentuk
bersama-sama menjadi nukleolus besar. Nukleolus besar ini mudah terlihat dalam
fase kontras bahkan tanpa pra-perawatan karena struktur khusus dan ukuran besarnya.
Bentuk nukleolus berkisar dari membulat ke irregular. Selain pembentukan nukleolus
dari enam NOR ini, ada juga beberapa nukleolus yang lebih kecil terdiri dari NOR
hanya dua sampai lima nucleolus organizing kromosom.30,33 Nucleolus organizer
region (NOR) dapat diidentifikasi melalui teknik argyrofilik (AgNOR) melalui proses
rutin fiksasi formalin parafin.14
NORs juga mengandung zat asam, dan protein non-histon yang mengikat ion
perak dan dapat dilihat secara selektif dengan metode perak pada sampel sitohistologi. NORs yang dihubungkan dengan protein argyrofilik apabila diwarnakan
dengan perak disebut sebagai AgNOR. Sifat biokimia yang tepat dari protein ini
belum didefinisikan, tetapi telah diketahui sebagai B 23, C 23 dan RNA polymerase
dan dikaitkan dengan asam, unsur non-histon.30 Pada mikroskop cahaya, protein
AgNOR dapat terlihat sebagai titik-titik hitam yang terletak di dalam nukleolus.14,30
NORs banyak menarik perhatian karena frekuensi muncul pada sel ganas lebih tinggi
daripada sel normal, reaktif atau sel neoplastik jinak.31

2.3.3 Nucleophosmin dan Alternative Reading Frame (ARF)


Nucleophosmin (NPM) atau B23 merupakan sebuah fosfoprotein nukleolar
dalam pengolahan rRNA dan juga merupakan salah satu protein argyrofilik dari
AgNORs. NPM terlibat dalam mengendalikan pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan
merupakan program kematian sel. NPM yang berlebihan ekspresi dapat berkontribusi

Universitas Sumatera Utara

18

dalam timbulnya kanker. NPM berperan dalam biogenesis ribosom, dimana


fosforilasi dan modifikasi NPM oleh cyclin E - CDK2 holoenzyme diperlukan untuk
duplikasi sentrosom dan replikasi DNA. NPM merupakan onkogen kuat dan
menyebabkan translokasi kromosom pada leukemia myeloid akut.12,13
ARF merupakan protein yang berperan sebagai gen penekan tumor dalam
nukleolar. Laporan terbaru dari Sherr, Roussel dan Yanping Zhang menunjukkan
bahwa NPM dan ARF berinteraksi secara langsung dalam nukleolus. Laporan data
juga menunjukkan NPM nucleocytoplasmic merupakan kunci utama dalam
mempromosi proliferasi sel. Pengolahan rRNA dipengaruhi oleh pembentukan
kompleks ARF - NPM dalam nukleolus. ARF berinteraksi dengan protein argyrofilik
nucleolar

untuk

mencegah

produksi

ribosom

dan

tumorigenesis,

serta

menggarisbawahi potensi onkogenik pada nukleolus.12


Protein shuttling di antara nukleus dan sitoplasma merupakan kunci mekanisme
dalam memastikan perkembangan siklus sel yang tepat. Dalam penelitian
sebelumnya, NPM telah diidentifikasi sebagai target p53-independen novel oleh
protein penekan tumor ARF. Dalam menanggapi sinyal hiperproliferatif karena NPM,
nukleolar ARF mengikat NPM secara efektif dalam menghambat shuttling
nucleocytoplasmic NPM.13 Tanpa sebuah checkpoint ARF utuh, protein nukleolus
seperti NPM dapat berubah dan menyebabkan tumorigenesis melalui berbagai fungsi
nukleolarnya.12

2.3.4 Perwarnaan AgNOR


Pemeriksaan kanker pada saat ini banyak dilakukan dengan mengamati
proliferasi dan apoptosis sel. Proliferasi sel dapat dipelajari secara baik dengan
metode flow-sitometri atau pelabelan radioisotop dengan Ki-67, PCNA
(Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan teknik pewarnaan seperti AgNORs. Metode
AgNOR ini dapat digunakan dalam mengevaluasi morfologi dan kinetika sel, dan
merupakan parameter yang digunakan dalam menilai respon radiasi melalui hasil
histopatologi.31

Universitas Sumatera Utara

19

Pewarnaan AgNOR (prosedurnya dirujuk pada muka surat 32) ini dengan
mudah dapat dilakukan pada jaringan yang difiksasi dengan formalin, dan digunakan
untuk mengevaluasi morfologi dan kinetika sel dalam biopsi dengan ukuran yang
kecil.16 Marker kanker AgNORs dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan
proliferasi melalui bercak AgNORs pada daerah inti atau Nucleolar Organizer
Regions (NORs) lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA
ribosomal dengan bantuan RNA polymerase.31
Pengamatan sejumlah parameter AgNOR (jumlah, ukuran dan distibusi) dapat
digunakan dalam patologi sel kanker untuk kepentingan diagnostik maupun
prognostik. Jumlah, ukuran dan distribusi AgNOR dalam nukleus dapat digunakan
untuk memdeteksi dan memprediksi prognosis sejumlah neoplasia, seperti kandung
kemih, karsinoma faring, dan lesi pada kulit.16,31 AgNOR diamati dengan mikroskop
cahaya sebagai titik-titik hitam. Pengamatan AgNOR secara kuantifikasi dan
kualitatif lebih tepat dengan menggunakan metode morfometrik, dimana AgNORnya
diperbesarkan dengan skala geometrik tertentu sehingga gambarannya kelihatan lebih
jelas.19
Penelitian menunjukkan AgNOR dapat digunakan untuk menunjukkan adanya
aktifitas biologis pada karsinoma sel skuamosa. AgNOR juga digunakan pada oral
submukus fibrosis untuk memperkirakan perilaku biologis oral submukus fibrosis,
yang dapat dihubungkan dengan gradasi histologi klinis. Ketertarikan para ahli pada
protein AgNOR meningkat sekitar tahun 1980-an diikuti dengan observasi bahwa sel
ganas memiliki jumlah AgNOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel yang jinak
atau sel normal.34 Pada penelitian Salehinejad, dkk. (2007), sel ganas menunjukkan
jumlah AgNOR yang lebih banyak dan bentuk tidak beraturan, sedangkan sel jinak
memiliki AgNOR yang lebih sedikit dengan bentuk yang teratur.35 Pada sel normal,
hanya satu atau dua titik AgNOR yang dilihat sebagai titik-titik yang padat. Bagi selsel normal (Gambar 6) yang semakin bergerak menuju ke sel displastik dan sel-sel
ganas, jumlah DNA semakin meningkat berserta dengan peningkatan jumlah titik
AgNOR. Sel-sel ganas mempunyai derajat diferensiasi yang berlainan yang dimana
mempunyai nilai AgNOR yang berbeda. AgNOR yang ditemukan pada sel ganas

Universitas Sumatera Utara

20

diferensiasi baik (Gambar 7) mempunyai nilai AgNOR yang rendah dibanding dengan
sel ganas yang diferensiasinya sedang (Gambar 8), buruk (Gambar 9) atau
undifferentiated (Gambar 10). Ini karena derajat diferensiasi secara umum
berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor yang
derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi
yang tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi.36,37,38 Saat ini, berbagai studi
dilakukan untuk mengetahui kemungkinan menemukan penanda keganasan dari titiktitik AgNOR. Hal ini dilakukan karena teknik ini mudah dilakukan, murah, cepat dan
menghasilkan informasi yang akurat tentang perkembangan keganasan.35

Gambar 6. Gambaran mikroskopis mukosa normal rongga mulut


dengan pewarnaan AgNOR (100X). Anak panah
biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

Universitas Sumatera Utara

21

Gambar

7. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous


(KSS) rongga mulut berdiferensiasi baik dengan
NORs yang sedikit terdapat pada inti (1000X). Anak
panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

Gambar 8. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamousa (KSS)


rongga mulut berdiferensiasi sedang dengan sebagian
ukuran NORs pada inti yang beragam (1000X). Anak
panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 9. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS)


rongga mulut berdiferensiasi buruk dengan jumlah
NORs yang banyak dan beragam pada inti (1000X).
Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

Gambar 10. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS)


rongga mulut tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
dengan jumlah NORs yang banyak dan berkelompok
pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik
hitam AgNOR.38

Universitas Sumatera Utara

23

2.4 Kerangka Teori


Sel epitel rongga mulut

Nukleus
Nukleolus
Nucleolus Organizer Region (NOR)
NOR associated protein (NORAPs) yang bersifat
asam berhubungan dengan transkripsi RNA
ARF normal dan Nucleophosmin
dalam keadaan terkontrol
Sel Normal
Perbaikan
DNA
berhasil
(reversible)

p53 terhambat sehingga perbaikan


DNA terhambat
Mutasi gen

Bahan iritan /
karsinogenik
Faktor lokal
Faktor luar

Proliferasi
Apoptosis (-)

Displasia
Perbaikan DNA yang terhambat semakin banyak

Karsinoma rongga mulut


ARF terhambat masuk ke nukleoplasma
Ekspresi Nucleophosmin berlebihan dan mencegah
agregasi NOR yang terjadi secara menetap
(ireversibel)

Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam


dibawah mikroskop cahaya

Universitas Sumatera Utara

24

2.5 Kerangka Konsep


Sel epitel rongga mulut

Nukleus
Nukleolus
Nucleolus Organizer Region (NOR)
NOR associated protein (NORAPs) yang
bersifat asam berhubungan dengan
transkripsi RNA
ARF normal dan Nucleophosmin
dalam keadaan terkontrol
Bahan iritan /
karsinogenik
Faktor lokal
Faktor luar

Sel Normal
Perbaikan
DNA
berhasil
(reversible)

p53 terhambat sehingga perbaikan


DNA terhambat
Mutasi gen

Proliferasi
Apoptosis (-)

Displasia

Karsinoma rongga mulut


Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam
dibawah mikroskop cahaya
Data distribusi frekuensi AgNOR untuk
masing-masing tipe diferensiasi KSS.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai