1. PENDAHULUAN
Pengelolaan air tanah yang terbaik didasarkan pada cekungan air tanah. Secara alamiah
cekungan air tanah dibatasi oleh batas hidrogeologi yang dikontrol oleh kondisi geologi
dan/atau hidrolika air tanah, serta pada umumnya tidak sama dengan batas wilayah
pemerintahan. Oleh karena itu, berdasarkan pelamparannya, terdapat cekungan air tanah
yang utuh di dalam kabupaten/kota, lintas kabupaten/kota, lintas provinsi, dan bahkan
lintas negara.
Dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawab di bidang pengelolaan air tanah,
Pemerintah Daerah akan memerlukan informasi yang lebih rinci termasuk batas cekungan
air tanah di wilayahynya,.
Guna membantu penarikan batas cekungan tersebut serta agar ada kesamaan persepsi
dalam penentuan batas-batas dimaksud, diperlukan panduan teknis penentuan batas
cekungan air tanah.
2. BATAS CEKUNGAN AIR TANAH
Cekungan air tanah dapat dibatasi oleh satu atau lebih batas hidrogeologi dengan kondisi
hidraulik berbeda-beda. Menurut Bonstra dan de Ridder (1981), batas tersebut dibedakan
menjadi empat tipe sebagai berikut ini (Gambar 1).
2.1 Batas Tanpa Aliran (Zero-flow Boundaries/Noflow Boundaries)
Batas tanpa aliran merupakan batas cekungan air tanah, pada batas tersebut tidak terjadi
aliran air tanah atau alirannya tidak berarti jika dibandingkan dengan aliran pada akuifer
utama.
Batas tanpa aliran dibedakan menjadi tiga tipe berikut ini.
a.
b.
c.
Batas tanpa aliran eksternal (external zero-flow boundary), yaitu batas yang
merupakan kontak/persinggungan antara akuifer dan bukan akuifer
(akuiklud/akuifug) pada arah lateral/mendatar (sumbu x, y).
Batas tanpa aliran internal (internal zero-flow boundary), yaitu batas yang
merupakan kontak antara akuifer dan bukan akuifer pada arah vertikal/tegak (sumbu
z). Batas tersebut merupakan batas vertikal bagian bawah cekungan air tanah.
Batas pemisah air tanah (groundwater divide), yaitu batas pada arah lateral yang
memisahkan dua aliran air tanah dengan arah berlawanan.
11
12
Batas muka air permukaan dibedakan menjadi dua tipe berikut ini:
a.
b.
Batas muka air permukaan eksternal (external head-controlled boundary, B1), yaitu batas muka
air permukaan yang bersifat tetap, misal muka air laut dan muka air danau. Batas tersebut
ditetapkan sebgai batas lateral cekungan air tanah jika akuifer utama pada cekungan itu bersifat
tak tertekan. Jika akuifer utma berupa akuifer tertekan, batas cekungan itu berada di daerah lepas
pantai.
Batas muka air permukaan internal (internal head-controlled boundary, B2), yaitu batas muka air
permukaan yang berubah terhadap waktu, misal sungai dan kanal, yang ditetapkan sebagai batas
cekungan air tanah pada arah vertikal.
Peta geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk melakukan
pengelompokan formasi batuan atau satuan batuan menjadi satuan hidrogeologi, yakni
13
2)
akuifer atau bukan akuifer, dan memperoleh informasi tentang struktur geologi terutama
sesar (fault), lipatan (fold), dan kekar (joint).
Peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk memperoleh
informasi tentang satuan hidrogeologi (akuifer dan non akuifer).
Berdasarkan informasi seperti disebutkan pada angka 1) dan 2) di atas, batas tanpa aliran
eksternal adalah bidang kontak antara akuifer dan bukan akuifer. Batas itu dapat berupa bidang
sesar, keselarasan (conformity), atau ketidakselarasan (unconformity).
b.
Peta geologi dan peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk
memperoleh informasi tentang satuan hidrogeologi.
Peta topografi/peta rupa bumi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk
menentukan batas pemisah air permukaan (surface water divide).
B1
KOTA_4
KABUPATEN_1
KABUPATEN_3
A1
Batas
A1 :
A3 :
B1 :
C1 :
A1
KABUPATEN_ 2
C1
A3
Peta topografi/peta rupa bumi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk
memperoleh informasi tentang lokasi dan kedudukan muka air permukaan yang bersifat
tetap, misal muka air laut dan danau.
2) Peta geologi dan peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk
memperoleh informasi tentang satuan hidrogeologi.
3) Hasil analisis data hidrogeologi bawah permukaan dari kegitan pengeboran dan atau
pendugaan geofisika, untuk memperoleh informasi jenis akuifer dan sebarannya.
Berdasarkan informasi sebagaimana disebutkan pada angka 1), 2) dan 3) dapat ditentukan
1)
batas muka air permukaan eksternal adalah muka air laut di sepanjang garis pantai yang
berbatasan dengan akuifer utama dan muka air danau yang berbatasan dengan akuifer
utama.
14
2)
d.
Batas sebagaimana disebut pada angka 1) merupakan batas lateral cekungan air tanah jika
akuier utama berupa akuifer tertekan, batas lateral cekungan itu berada di daerah lepas
pantai.
2)
3)
Peta geologi dan peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk
memperoleh informasi tentang satuan hidrogeologi dan parameter akuifer terutama
keterusan (T) dan koefisien kelulusan (k).
Peta curah hujan tahunan rata-rata skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, sebagai
data masukan untuk penghitungan jumlah imbuhan air tanah di dalam cekungan (Total-Q).
Peta aliran air tanah skala lebih besar atau sama dengan 1:100.000, untuk menentukan arah
aliran air tanah dan penghitungan jumlah aliran air tanah yang masuk kedalam cekungan
(Qin) atau jumlah aliran air tanah yang keluar dari cekungan (Qout).
Berdasarkan informasi seperti disebutkan pada angka 1), 2), dan 3) di atas, batas aliran air tanah
ditentukan sebagai berikut :
1)
2)
Jika Qin/Total-Q dan Qout/Total-Q cukup berarti, di lokasi yang dikaji (tipe batas C1 dan C2)
merupakan batas aliran air tanah masuk dan batas aliran air tanah keluar, artinya Qin dan Qout
perlu diperhitungkan dalam evaluasi potensi cekungan air tanah yang bersangkutan.
Jika Qin/Total-Q dan Qout/Total-Q tidak berarti, Qin dan Qout dapat diabaikan. Artinya, tipe
batas C1 dan C2 dapat ditentukan sebagai batas tanpa aliran eksternal atau sebagai tipe batas
A1.
Peta geologi dan peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, hasil
analisis pendugaan geofisika, dan penampang litologi dari hasil kegiatan pengeboran, untuk
memperoleh informasi tentang ketebalan akuifer di bawah kanal atau sungai (d) dan
ketebalan maksimum akuifer utama (d3-maks dan d4-maks) yang berada di kedua sisi kanal
atau sungai (Akuifer-3 dan Akuifer-4).
2)
Peta topografi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk memperoleh informasi
lokasi dan sebaran kanal dan sungai.
3)
Hasil analisis data pengukuran atau rekaman kedudukan muka air kanal dan muka air
sungai, untuk memperoleh informasi tentang kedudukan muka air kanal dan muka air
sungai.
15
Berdasarkan informasi seperti pada angka 1), 2) dan 3) di atas, batas muka air permukaan
internal ditentukan sebagai berikut.
1)
2)
3)
4)
c.
Jika d/d3-maks > 5% dan d/d4-maks > 5%, tipe batas B2 merupakan batas vertikal bagian
atas cekungan air tanah, artinya Akuifer-3 dan Akuifer-4 berada dalam satu cekungan air
tanah.
Jika d/d3-maks 5% dan d/d4-maks 5%, tipe batas B2 merupakan batas lateral cekungan
air tanah, artinya Akuifer-3 dan Akuifer-4 berada pada cekungan air tanah yang berbeda.
Jika d/d3-maks > 5% dan d/d4-maks < 5%, tipe batas B2 merupakan batas lateral cekungan
air tanah dari Akuifer-4.
Jika d/d3-maks < 5% dan d/d4-maks > 5%, tipe batas B2 merupakan batas lateral cekungan
air tanah dari Akuifer-3.
d.
e.
f.
Nama cekungan air tanah maksimum terdiri atas dua nama lokasi geografi, yakni nama ibu kota
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, nama danau, rawa, sungai, pulau, teluk, dan bukit.
Jika dalam suatu cekungan air tanah dijumpai satu lokasi ibu kota provinsi, nama cekungan air
tanah adalah nama ibu kota provinsi tersebut. Misal : Cekungan Air tanah (CAT) Jakarta.
Jika dalam suatu cekungan air tanah dijumpai satu lokasi ibu kota provinsi dan lebih dari satu ibu
kota kabupaten/kota, nama cekungan air tanah adalah nama ibu kota provinsi dan nama ibu kota
kabupaten/kota yang mempunyai peringkat luas cakupan dominan. Misal : CAT SerangTangerang.
Jika dalam suatu cekungan air tanah dijumpai satu lokasi ibu kota kabupaten/kota, nama
cekungan air tanah adalah nama ibu kota kabupaten/kota tersebut. Misal : CAT Bogor.
Jika dalam suatu cekungan air tanah dijumpai lebih dari satu lokasi ibu kota kabupaten/kota,
nama cekungan air tanah adalah dua nama ibu kota kabupaten/kota dengan urut-urutan sesuai
dengan peringkat luas cakupannya. Misal CAT Magelang-Temanggung.
Jika dalam suatu cekungan air tanah tidak dijumpai lokasi ibu kota provinsi dan atau
kabupaten/kota, atau cekungan tersebut terlampar mencakup beberapa lokasi ibu kota provinsi
dan atau kabupaten/kota dalam suatu wilayah sungai, nama cekungan air tanah adalah nama
geografi/hidrologi yang lebih dikenal seperti nama ibu kota kecamatan, pulau, bukit, teluk,
danau, rawa, dan sungai/wilayah sungai. Misal CAT Rawa Danau dan CAT Brantas.
16