LATAR BELAKANG
LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses
inflamasi dan proliferasi sel glomerulus dengan manifestasi klinis dan pola
histopatologik yang multiple.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi
seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi
gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit
dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan
beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di
Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%),
Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3
Latar belakang
PATOFISIOLOGI
Patogenesis
.Glomerulonefritis paska streptokokus dapat didahului oleh infeksi
streptokokus hemolitikus grup A. Glomerulonefritis paska streptokokus
dapat terjadi setelah radang tenggorokan dan jarang dilaporkan bersamaan
dengan demam rematik akut. Hal ini disebabkan terjadinya pembentukan
komplek imun yang bersirkulasi dan terjadi pembentukan komplek imun in
situ ini telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis
paska streptokokus. (Noer 2002 )
menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran
kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar
ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria
dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang
terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,
pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler
disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat
dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis
glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran
basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa
mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen
seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat
diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya
terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di
ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem
komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan
penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit
kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat
ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.4
Sebagian pasien glomerulonephritis akut (5-10%) memperlihatkan tipe
perjalanan penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat
meninggal dalam waktu 2 3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom
Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini
terutama mengenai pasien-pasien dewasa. Gejala klinis oliguri dan anuri
yang timbul sementara, tidak selalu menunjukan prognosis yang buruk. Pada
umumnya prognosis dapat diramalkan hanya berdasarkan kelainan-kelainan
histopatologis berupa proliferasi ekstra kapiler yang ekstensif meliputi lebih
dari 75% glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan perjalanan
penyakit yang progresif seperti kenaikan circulating " brinogen dan atau FDP
urin, disamping oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa
minggu.13
Patofisiologi
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata
(kelopak), mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan
ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi
pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam
air seni) dan gagal ginjal.
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai
tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan
berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine
dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut,
ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan
elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi
ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit
dapat ditimbulkan.
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel
penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah
penyakit paling sering menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini
terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi
penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus,
keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi
kebocoran protein atau kebocoran eritrosit.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak
jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis.Glomerulonefritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan pada struktur
jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial
maupun sistem vaskulernya.
Patofisiologi
Menurut Smeltzer(2001, hlm.1440) Glomerulonefritis kronik awitannya
mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi
antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga
terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit
berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan
fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai
2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRG).
Patofisiologi
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata
(kelopak), mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan
ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi
pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam
air seni) dan gagal ginjal.
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai
tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan
berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine
dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut,
ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan
elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi
ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit
dapat ditimbulkan.
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel
penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah
penyakit paling sering menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini
terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi
penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus,
keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi
kebocoran protein atau kebocoran eritrosit.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak
jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan pada struktur
jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial
maupun sistem vaskulernya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.3.7.
GAMBARAN PATOLOGI
2.3.9.
DIAGNOSIS BANDING
hipernatremia
Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 2 jam perhari selama fase
akut.
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan
menentukan intervensi selanjutnya.
b.
Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction.
Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
c.
Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien.
Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya
Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d.
Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N :
1 2 ml/kgBB/jam).
Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat.
e.
Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8
jam.
Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status
neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f.
Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
2.
Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium
Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas
normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi:
a.
Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan,
penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
b.
Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak
laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan pada skrotum
merupakan indikasi adanya ascites.
c.
Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila
menggunakan tiazid/furosemide.
Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan
penanganan pemberia potassium.
d.
Monitor dan catat intake cairan.
Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan
intake sodium.
e.
Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein
sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
f.
Monitor hasil tes laboratorium
Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin
indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
3.
anorexia.
Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai
dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
a.
Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan
kalori essensial.
b.
Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan
klien.
Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan
kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan
makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
c.
Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus
ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan
4.
ASUHAN KEPERAWATAN
C.
Dx
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan
- memberikan
perfusi
tindakan
- tinggikan kepala
informasi tentang
jaringan
keperawatan
b.d
selama (....x....)
toleransi
perfusi jaringan
tambahan sesuai
kebutuhan
yang
dengan kh:
indikasi.
intervensi.
diperlukan - klien
- untuk
untuk
meningkatkan
menunjukan
O2 atau
memaksimalkan
adekuat misalnya
oksigenasi untuk
sel.
haluaran urine
kebutuhan seluler.
yang adekuat.
- memaksimalkan
transport oksigen
Resiko
kejaringan.
- menandakan area
gangguan
tindakan
perubahan warna,
integritas
keperawatan
turgor, vaskular.
dapat menimbulkan
Perhatikan
pembentukan
dekubitus.
gangguan
thd ekimosis,
adanya dehidrasi
(edema)
dengan kh:
purpura.
atau hidrasi
mempengaruhi
sirkulasi dan
- menunjukkan
mukosa.
integritas jaringan
prilaku untuk
- berikan matrass
mencegah
busa.
- menurunkan
kerusakan kulit.
selular yang
Perubahan Setelah dilakukan - awasi konsumsi
menyebab iskemia.
- mengidentifikasi
status
tindakan
makanan atau
kekurangan nutrisi
nutrisi
keperawatan
atau kebutuhan
kurang
selama (....x....)
dari
- gejala yang
dengan kh :
mual muntah.
akumulasi toksin
kegagalan
- menunjukkan
untuk
menurunkan
bsi
laboratorium
meliputi jumlah
pemasukkan dan
nutrient
protein kualitas
memerlukan
yang
ada tanda
intervensi.
diperlukan malnutrisi.
amino essensial
- berguna untuk
untuk
pembentuk
an SDM
sesuai indikasi.
normal.
memenuhi
kebutuhan budaya
meningkatkan
kerjasama pasien.
- memberikan
nutrient cukup
untuk memperbaiki
energy, mencegah
penggunaan otot,
meningkatkan
regenerasi jaringan,
dan keseimbangan
elektrolit.
- mengidentifikasi
Gangguan
citra diri
tindakan
b.d
keperawatan
pengobatan, dan
- membantu pasien
struktur
mengidentifikasi
tubuh
dapat menerima
(edema)
kondisinya,
- dorong
- kebutuhan
dengan kh :
Kurang
memberikan aspek
perasaan dan
yang mungkin
metode koping
timbul, dengar dg
untuk persepsi
aktif.
sehari-hari.
sendiri.
memasukkan
- menyatakan
manajemen
penerimaan
terhadap situasi
hidup.
diri.
Setelah dilakukan - perhatikan tingkat - factor ini secara
pengetahu tindakan
ansietas/takut dan
langsung
an b.d
keperawatan
perubahan proses
mempengaruhi
kurang
selama (....x....)
pikir.
kemampuan untuk
terpajan
sumber
menggunakan
informasi
penyakitnya
pengetahuan.
bertanya.
dengan kh :
- meningkatkan
- Menyatakan
proses belajar,
pemahaman ttg
meningkatkan
kondisi dan
pengambilan
hubungan tanda
keputusan
berdasarkan
proses penyakit
keputusan, dan
- secara benar
menurunkan
melakukan
ansietas
prosedur yang
sehubungan dengan
diperlukan dan
ketidaktahuan.
menjelaskan
alasan tindakan.
D.
DX
1
2
3
4
5
Evaluasi
EVALUASI
Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Nutrisi pasien terpenuhi
Pasien dapat menerima kondisinya
Pasien dapat memahami penyakitnya
Asuhan Keperawatan
3. Intervensi
a. Nyeri Kronis b.d peradangan dan trauma jaringan
Intervensi :
1)
Rasional :
Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri
pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi terjadinya
komplikasi.
2)
Rasional :
Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi
3)
Pantau :
pakaian sama )
Rasional :
Untuk mengidentifikasi kemajuan ke arah atau penyimpanan dari
hasil yang diharapkan.
2) Berikan diuretik loop yang di programkan dan evaluasi
efektivitasnya : resolus edema, bunyi paru bersih, penurunan tekanan,
peningkatan haluaran urine, dan penurunan berat badan, natrium serum
dalam batas normal.
Rasional :
Hipertensi pada glomerulonefritis akut lebih tergantung pada
volume daripada renin. Diuretik mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
Hiponatremia, hipokalemia dan aidosis metabolik hipokoremik dapat terjadi
dengan terapi diuretik agresif.
3) Beritahu dokter tentang temuan yang menandakan
berkembangnya insufisiensi ginjal yang meliputi peningkatan BUN dan
kreatinin serum, dan penurunan secara kontinue haluaran urine disertai
dengan perubahan mental. Berikan obat yang diresepkan (agen sitotoksik
seperti cytoxan atau kortikosteroid seperti prednison) untuk mencegah
kerusakan glomerulus lanjut bila perkembangan glomerulonefritis berjalan
cepat evaluasi efektivitasnya. Jadwalkan obat untuk mencapai efektivitas
terapeutik maksimum dan hindari interaksi merugikan antara obat dengan
obat. Konsul pada referensi farmakologi atau farmasis bila diperlukan
Rasional :
Tindakan awal untuk progresi glomerulonefritis adalah agen
imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit ginjal
serum
Intervensi :
1) Pantau :
Pantau :
2)
peningkatan suhu, SDP lebih dari 10.000/mm3, urin keruh, bau menyengat,
diikuti oleh disuria. Jika diduga adanya infeksi salauran kemih, lakukan
pemeriksaan urine bersih untuk kultur.
Rasional :
Karena agen imunosupresif melemahkan kemampuan pasien untuk melawan
infeksi, infeksi oportunistik dapat berkembang.
f.
rasa takut. Berikan privasi tanpa gangguan. Sediakan waktu bersama mereka
untuk mengembangkan hubungan.
2)
DAFTAR REFERENSI
Daftar Pustaka
1. Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2006. Buku saku Diagnosa
Keperawatan.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2, Jakarta,
EGC.
L. Beta Gelly, A. Sowden Linda (2002), Buku Keperawatan Pediati, Edisi 3,
Jakarta, EGC.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC.
http://pataulanursing.wordpress.com/2011/09/20/asuhan-keperawatan-padapasien-dengan-glomerulonefritis/
DAFTAR PUSTAKA
1.