Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata seorang pejuang cilik yang
berusaha hidup dan berjuang ditengah kerasnya hidup sebagai
seorang manusia. Tubagus singgih, sebuah nama yang biasa tetapi
mengandung makna dan harapan dari kedua orang tuanya. Mereka
berharap semoga kelak anaknya menjadi orang sukses dan hidup
jauh lebih layak dibanding mereka. Tak banyak keinginan mereka,
tetapi untuk mewujudkan hal tersebut perlu perjuangan yang tak
sedikit adanya. Tubagus singgih adalah pria kelahiran pulau Dewata
Bali. Dia dilahirkan dari keluarga kurang mampu, jika dibandingkan
oleh keluarga-keluarga lain. Bagaimana tidak, dalam keluarga
tersebut hanya mengandalkan seorang ibu yang bekerja sebagai
penjahit disalah satu garment di Kuta, sedangkan ayahnya hanya
seorang pengangguran. Tetapi keadaan tersebut justru membuatnya
menjadi lebih semangat untuk belajar dan dapat meneruskan
pendidikan dari SD sampai SMP. Selama di SD, Alhamdulillah dia
selalu berprestasi diajang olimpiade matematika hingga masuk SMP
favorit. Pantas memang semua hasil itu dia dapat karena kerja keras
dan doa dari kedua orang tua.
Suatu ketika ditengah malam yang hening
Termenung diatas teras dan berkata Tuhan kelak aku akan menjadi
orang yg seperti apa? Bisakah aku membahagiakan kedua orang
tuaku sebelum engkau memanggilnya? aku sangat menyayangi
mereka. Pintanya dalam hati. Doa sederhana namun sangat mulia.
Namun.
Musibah tak dapat dihindarkan, ditengah kebahagian, dunia
terguncang. Ya, ledakan bom bali I mengakibatkan ibunya terkena
luka bakar ditangan kanan sehingga beliau tak dapat bekerja dan
hal itu membuat perekonomian keluarganya menjadi kacau selama
setahun.
Ibunya merupakan sosok wanita yang tegar walaupun beban
manafkahi keluarga tertegun padanya. Dia selalu tetap bekerja
tanpa mempedulikan rasa sakit pada tangannya. Hingga akhirnya
beliau jatuh sakit dan meninggal akibat kegagalan fungsi ginjal.
Begitu sedih rasanya, ibu yang selalu ada untuk kita, yang menjadi
tulang punggung keluarga harus pergi meninggalkan aku untuk
menghadap Sang Khaliq. Selain itu kesedihannya bertambah karena
tak dapat mengantar kepulangan beliau hingga bersemayam
dipekalongan, karena ia harus berjuang menghadapi ujian nasional
SMP. Ayahnya berusaha menutupi penyakit yang diderita ibunya
agar tak mengganggu konsentrasi untuk UN nanti. Saat ku tanya
bagaimana perasaannya tentang hal itu, ia termenung dan
meneteskan air mata sambil berkata aku sangat kecewa, kecewa
sekali aku belum meminta maaf kepada ibu, aku menyesal
sungguh tak kusangka