Anda di halaman 1dari 12

Clinical Science Session

HIFEMA

Oleh :

Devi Ariani
M Luthfi Suhaimi

(02 923 021)


(03 120 086)

Preseptor :

Dr. Hj. Getry Sukmawati, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2008

HIFEMA
I. DEFINISI
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan,
yaitu daerah diantara kornea dan iris (kamera okuli anterior), yang dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humour aqueous (cairan mata) yang jernih. (1,2,3,4,5,6)
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma yang disebut perdarahan
sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan
atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. (1,3)
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden rata-rata terjadinya hifema di Amerika Utara adalah 17-20/100.000
populasi setiap tahunnya dengan mayoritas terjadi pada pasien dengan usia kurang
dari 20 tahun. Olahraga merupakan penyebab utama sebesar 60% pada pasien usia
muda. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan didapatkan 3 : 1. Trauma tumpul
merupakan penyebab paling umum yang ditemukan pada pasien dengan hifema.(5)
Sementara itu, United States Eye Injury Registry (USEIR) menemukan 33%
dari trauma serius pada mata akan menyebabkan terjadinya hifema. Risiko terjadinya
hifema sendiri sebesar 31% pada trauma terbuka bulbus okuli dan 35% pada trauma
tertutup bulbus okuli. USEIR juga menemukan 80% penderita hifema adalah lakilaki.(5)
III. ETIOPATOGENESIS
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena
kesalahan prosedur operasi mata.(2)
Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari pembuluh darah
korpus siliare dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris, sedangkan penyerapan

darahnya, sebagian besar akan diserap melalui trabecular meshwork dan selanjutnya
ke Kanal SchIemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. (2,6)
Apabila pembuluh darah rusak maka sistem hemostasis tubuh akan melakukan
penutupan terhadap pembuluh darah yang rusak dan melindungi terhadap kehilangan
darah lebih lanjut. Yang pertama terjadi adalah sumbatan sementara oleh trombosit,
yang kemudian diikuti oleh perubahan sumbatan menjadi bekuan yang tetap yaitu
pembentukan fibrin. (5)
Pada hari kelima setelah trauma biasanya terjadi perdarahan sekunder oleh
karena itu sebaiknya penderita dirawat. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan
darah terlalu cepat diserap sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu cukup
untuk regenerasi kembali dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah didalam
bilik mata depan dapat menghambat aliran akuos humor kedalam trabekula sehingga
dapat menimbulkan glaukoma sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis.
Darah dapat terurai menjadi hemosiderin yang dapat meresap masuk ke dalam kornea
menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi
kornea. (3,6)
Tingkatan dari hifema ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam bilik
depan bola mata.
Tabel. Derajat hifema berdasarkan luasnya darah dalam anterior chamber: (5)
Derajat (Grade)

Luas Hifema

< 1/3

II

1/3 - 1/2

III

1/2 - hampir total

IV

Total

Mikroskopik

Hanya terlihat dengan mikroskop, tidak terlihat makroskopik

IV. DIAGNOSIS
Gambaran klinik dari penderita dengan hifema adalah : (2,3,6)

Adanya anamnesis trauma, terutama mengenai matanya.

Ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata

Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal.

Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
sering disertai blefarospasme.

Gambar 1. Ilustrasi hifema

Gambar 2. Hifema pada bilik mata depan

Gambar 3. Hifema pada bilik mata depan

Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila


jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian
bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra okular, sebuah keadaan yang harus
diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma. (3)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hifema banyak ditemukan pada ras kulit hitam. Pada hifema ditemukan sel
sabit. Sel sabit mudah menimbulkan penyumbatan jala trabekula sehingga
menyebabkan peninggian TIO, bahkan pada hifema yang sedikit. (5,8)
Foto X-ray dan/atau CT-scan dibutuhkan untuk menyingkirkan tumor
intraokuler atau benda asing, yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan lainnya.(5,8)
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengetahui apakah sudah terjadi peninggian tekanan bola mata. Pemeriksaan
funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola
mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada
media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca.
Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali untuk mencari benda asing pada polus
posterior. (5,6)
Pemeriksaan USG ditujukan untuk mengetahui adanya kekeruhan pada
segmen posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan kekeruhannya.
Pemeriksaan USG dilakukan pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat
dilakukan oleh adanya kekeruhan kornea, bilik mata depan, lensa, karena berbagai
sebab atau perdarahan didalam bilik mata depan (hifema total). (5,6)
VI. TATALAKSANA
Pada dasarnya tatalaksana hifema ditujukan untuk: (5,7)
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata

Mencegah terjadinya imbibisi kornea


Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka cara pengobatan penderita dengan
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
A. PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI
1. Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) 45.(2,3,5,6,7) Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.
Ada persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini
sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus hifema.
2. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema tidaklah mutlak, tapi
cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud diatas digunakan obat-obatan
seperti :
(a) Koagulansia (2,3)
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan.
(b) Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan
kerugian sendiri-sendiri, miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. (5)
(c) Ocular Hypotensive Drug (2,3,5,6)
Semua sarjana menganjurkan pemberian asetazolamid (Diamox) secara oral
sebanyak tiga kali sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
(d) Kortikosteroid (5)

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi


iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Pemberian prednison 40
mg/hari secara oral segera setelah terjadinya hifema guna mengurangi perdarahan
sekunder.
(e) Obat-obat lain
Sedativa diberikan bila penderita gelisah. (3) Diberikan analgetika bila timbul
rasa nyeri. (5)
Pada hifema primer penderita dipulangkan dari perawatan bila sesudah 5 hari
perdarahan hilang atau dengan koagulum yang mengecil.
Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera
anterior diharuskan tirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada
mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi.
Perdarahan berulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki
risiko tinggi menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian
mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan
pembentukan bekuan darah menurunkan risiko terjadinya perdarahan ulang. Dosisnya
adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/hari selama 5 hari. Apabila
timbul glaukoma maka tatalaksana cukup diberikan timolol 0,25% atau 0,5% dua kali
sehari; asetazolamid, 250mg oral empat kali sehari; dan obat hiperosmotik (manitol,
gliserol dan sorbitol). (4)
Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokuler tetap tinggi
(35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan
saraf optikus dan pewarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati,
maka besar kemungkinannya cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan
pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal.
Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan darah
disentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis
disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari
keruskan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut

kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer. Cara
lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi vesikoelastik, dan
sebuah insisi yang lebih besar 180 berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. (4)
Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat
penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang
secara perlahan dalam periode sampai setahun. (4)
B. OPERASI
1. Parasentesis (1,3,5,6)
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea
2 mm dari limbus kearah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar.
Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Tindakan pembedahan parasentesis dilakukan bila terlihat tanda-tanda
imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah
5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang. (3)
Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila : (5)
Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila : (5)
Tekanan bola mata rata-rata >25 mmHg selama 6 hari
Bila terlihat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia anterior perifer dilakukan pembedahan bila : (5)
Hifema total bertahan selama 5 hari
Hifema difus bertahan selama 9 hari
2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologis.

VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan akibat hifema secara langsung dapat
menimbulkan retensi darah pada bilik mata depan. Komplikasi yang penting
diantaranya adalah :
1. Perdarahan sekunder (1,3,5)
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya.
2. Glaukoma sekunder (1,3,5)
Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatik hifema disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Insidensinya
20%, sedang di RS Dr. Soetomo sebesar 17,5%. Gejala hifema sekunder :
Timbul rasa sakit baru pada mata
Hifema segar baru dalam bilik mata depan.
Terlihat garis darah mengalir pada iris
Penelitian oleh Bakri tahun 2005 melaporkan adanya oftalmia simpatetik yang
mengikuti hifema.
3. Hemosiderosis kornea (1,3)
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya 10%.
4. Sinekia posterior
Sinekia posterior dapat terjadi pada penderita hifema akibat trauma.
Komplikasi ini sekunder terhadap iritis atau iridosiklitis. Walau demikian, komplikasi

ini jarang terjadi jika pasien ditangani dengan baik. Sinekia posterior lebih sering
terjadi pada pembedahan yang dilakukan untuk mengevakuasi hifema. (8)
5. Sinekia anterior perifer
Sinekia anterior perifer sering terjadi pada pasien yang ditangani secara
medis, namun hifema masih tertinggal di bilik mata depan untuk waktu yang cukup
lama, biasanya lebih dari 9 hari. Patogenesis sinekia anterior perifer mungkin
disebabkan iritis yang terjadi cukup lama disebabkan oleh trauma awal dan/atau
iritasi kimia akibat darah pada bilik mata depan. (8)
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma
tersebut, seperti luksasi lensa, ablasio retina dan edema makula. Hifema sekunder
yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan
hifema primer dan dan memberikan rasa sakit sekali. (8)
Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan
intraokuler akibat adanya darah yang penuh dalam bola mata. Dapat juga terjadi
siderosis akibat hemoglobin atas siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata. (8)
6. Corneal Blood Staining (5)
Komplikasi ini terjadi pada sekitar 2 11 % kasus, terutama pada hifema yang
luas atau total, pasien dengan waktu pembekuan yang tidak normal dan adanya
kerusakan pada endotel kornea. Pada keadaankeadaan ini akan menimbulkan deposit
dari hemoglobin, hemosiderin dan degenerasi dari eosinofil di stroma kornea yang
menimbulkan warna kekuningan pada kornea yang mengakibatkan penurunan visus
dan ambliopia pada anakanak.
7. Atrofi papil
Atrofi papilla nervus optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama ataupun
bila terdapat kontusio pada N. optikus. Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap
tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari. (8)

VIII. PROGNOSIS (5)


Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan. Bila
darah sedikit di dalam bilik mata maka darah ini akan hilang dan jernih dengan
sempurna, sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka
prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di
dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibanding dengan
hifema sebagian.
Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu: (6)
Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata (ruptur koroid,
pembentukan scar makula)
Apakah terjadi hifema sekunder
Apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada
kornea dan atrofi optikus
Keberhasilan penyembuhan terjadi hampir 80 % pada hifema derajat 1.
sementara pada hifema derajat 4 angka kesembuhan mencapai 35%.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I, dkk. Trauma Tumpul Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Ed ke-2.
PERDAMI. Jakarta: Sagung Seto. 2002. 266.
2. Sidarta I. Trauma Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi-3. FKUI. 2004.
264.
3. Sidarta I. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI. 2005.
170.
4. Vaughan D, Taylor A, Riordan E.P. Trauma. Dalam : Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Widya Medika. 2000. 384-387.
5. Ferenc K, Dante JP. Dalam : Ocular Trauma; Principles and Practice. Thieme:
New York. 2002. 45-53;95-108;280-284.
6. Nana W. Trauma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jilid II. Jakarta. 1981. 312322.
7. Sidarta I. Cedera Mata. Dalam : Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto.
2004. 169-175.
8. Sheppard. John D. Hyphema. Diakses dari ; Http://www.eMedicine.com

11

Anda mungkin juga menyukai