Disusun oleh:
dr. Syukran
: dr. Syukran
: dr. Nurjannah
Lokasi Wahana
No.
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
(dr. Nurjannah)
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis CHF
2. Pengobatan CHF berdasarkan etiologi
3. Mengenali gejala awal CHF
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: CM
Nadi
Suhu
: 80x/menit
: 36,50 C
Status Internus
Kepala : Normochepali
Mata
Thoraks
o Paru
Perkusi
Perkusi
Perkusi
: Timpani
Laboratorium:
Tanggal 12 September 2015
Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
LED
MCV
MCH
MCHC
GDS
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
: 14 gr/dl
: 7.050/mm3
: 167.000/mm3
: 41%
: 20 mm/jam
: 90 fL
: 30 pg
: 34 mg/dl
: 100 mg/dl
: 26 mg/dl
: 1,5 mg/dl
: 50 mg/dl
: 83 mg/dl
Definisi
Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien karena
didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga menimbulkan gejala klinis
(dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap, kualitas
hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek
Patogenesis
Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung.
Sebagai reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih
banyak darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat.
Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini menambah jumlah
darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan
yang progresif pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan
meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi
sangat edema sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang sekalipun. Tubuh
kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung
bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan gejalagejala gagal jantung mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang berlebihan, maka
kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung
menjadi terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat
juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup
atrioventrikularis dapat
mengganggu
pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan
tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu: meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi
kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas
6
miosit
2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf
simpatis
3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit
5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air
6. TNF merupakan toksisitas langsung miosit
7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit
8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit.
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel
menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan
LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya
bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left Atrium
Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika
tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah
edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan
arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner akan
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung
kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis gagal jantung secara umum :
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal
jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular
paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung
kiri.
Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari
cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut.
Paroksismal Nokturnal Dispneu (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu
7
oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih
spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.
Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena
aktivitas fisik.
Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama pada
posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh
gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena.
Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia
atau kesulitan menelan.
Diagnosis
Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :
Kriteria mayor :
a. Paroksismal nokturnal dispneu
b. Ronki paru
c. Edema akut paru
d. Kardiomegali
e. Gallop S3
f. Distensi vena leher
g. Refluks hepatojugular
h. Peningkatan tekanan vena jugularis
Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut
ini :
1. EKG
EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat
digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan
elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati
perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya
gagal jantung.
2. Foto thorax
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih
besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa terlihat normal.
Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti vena paru-paru,
9
berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih
berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali. Pada gagal
jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia darah,
seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau menurun
sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut dari
gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Urin menjadi
lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang. Kelainan
pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan.
Dapat
pula
terjadi
peningkatan
bilirubin
dan
enzim-enzim
hati,
aspartat
aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal jantung yang
akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas.
Penatalaksanaan
Non farmakologi :
a
Anjuran Umum
-
Tindakan Umum
-
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1,5 liter pada gagal jantung ringan).
Hentikan rokok, tirah baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
10
akut.
Farmakologi
-
Diuretik : untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema,
permulaan dapat digunakan loop diuretic (furosemid) atau tiazid. Bila respon tidak
cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop
diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.
Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:
Kelas NYHA I
Kelas NYHA II
Kelas NYHA IV
Penyebab primer
Keadaan paru
4. Plan :
12
DIAGNOSIS KERJA
CHF
TERAPI
-
IVFD RL 16 tts/mnt
Amlodipin 1x10mg
Rontgent Thorax PA
O/
CHF
P/
IVFD RL 16 tts/mnt
-
Amlodipin 1x10mg
O/
A/
CHF
P/
IVFD RL 16 tts/mnt
-
Amlodipin 1x10mg
S/
O/
A/
CHF
P/
-
Amlodipin 0-0-1
Spironolacton 25 mg 1-0-0
Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan penyebab timbulnya penyakit yang
dideritanya dan menjelaskan perjalanan penyakit nantinya serta komplikasi yang akan
timbul kemudian harinya
14