Anda di halaman 1dari 4

A.

Penciptaan Manusia
Manusia menurut ajaran agama Hindu terdiri dari tubuh dan jiwa atau roh. Tubuh
merupakan wujud yang kelihatan dan yang bersifat fana. Ada saatnya nanti tubuh ini mengalami
kebinasaan. Sedangkan jiwa atau roh itu bersifat kekal. Hal ini dapat dilihat dari petikan kitab
Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20 di bawah ini:
"Apa yang tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan
pernah berhenti ada; keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran. Yang
tak pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan berhenti ada, tidak dilahirkan, kekal, abadi,
selamanya, tidak mati dikala tubuh jasmani mati."
Dalam agama Hindu diajarkan bahwa penciptaan manusia melalui Sari pancamahabhuta
yang bersatu dengan bumi kemudian menciptakan sadrasa (enam rasa), yaitu: rasa manis, pahit,
asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian unsur-unsur ini bercampur dengan unsur-unsur yang
lain, yaitu cita, budhi, ahangkara, dasendrya, pancatanmatra, dan pancamahabhuta. Pencampuran
ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki
(sukla). Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya dengan
pertemuan purusa dan prakrti, serta melahirkan manusia.
Sebelum menciptakan manusia, Tuhan Yang Maha Esa, menciptakan mulai dari yang
paling halus menuju yang paling kasar, yaitu menciptakan Dewa-dewa (malaikat), Gandharwa,
Pisaca, Raksasa, Yakosa dan sejenisnya, kemudian baru mahluk-mahkluk berbadan kasar seperti
manusia dan binatang. Manusia pertama disebut Manu, atau Swayambhu yang artinya: Mahluk
berfikir yang menjadikan dirinya sendiri. Dari kata Manu sekarang ini berkembang menjadi kata
manusya (manusia) yang berarti: keturunan manu.
Dalam zaman Brahmana diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
yang tampak dan tak nampak. Bagian yang tampak disebut rupa, yang tersusun dari lima unsur,
yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan sum-sum. Bagian yang tidak nampak disebut nama,
terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup. yaitu: nafas (prana atau atman), akal (budhi),
pemikiran (manas), penglihatan (caksu), dan pendengaran (strotra). Manusia memiliki lima alat
pengindraan (Buddhendriya), yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Juga memiliki lima alat bertindak (karmendriya), yaitu: tangan, alat melahirkan (upastha), alat
mengeluarkan (payu), kaki, lidah.

Dalam diri manusia terdapat atman yang merupakan percikan dari sifat-sifat sang hyang
widhi, meskipun demikian manusia tidaklah sempurna, fana, dapat mati. Hal ini disebabkan
karena Atman dipenjarakan di dalam tubuh, yang mengakibatkan manusia dikuasai oleh awidya.
Akibat awidya lebih lanjut ialah manusia dikuasai oleh hukum karma dan samsara, kelahiran
kembali (purnabhawa). Hukum karma tadi dapat menyebabkan orang dilahirkan kembali sebagai
manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan. Jika orang dilahirkan kembali sebagai manusia, hal
itu adalah suatu keuntungan yang besar, sebab kelahiran kembali sebagai manusia memberi
kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan hidup, guna mengatasi kesengsaraan. Itulah
sebabnya dewa-dewa pun perlu dilahirkan kembali sebagai manusia dulu, agar dapat mencapai
kebebasan abadi (nirwana).
B. Penciptaan Alam
Proses penciptaan alam semesta berawal dari tidak ada apa-apa, yang ada hanya Tuhan
Yang Maha Esa (Paramasiwa/Nirguna Brahma/Tuhan Tidak berbentuk), sunyi, kosong, gelap,
sepi dan hampa. Kemudian Tuhan mewujudkan diriNya menjadi Sadasiwa/Saguna Brahma
(Tuhan berwujud) yang merupakan penunggalan dari Purusa (unsur dasar kejiwaan) dan Pradana
(unsur dasar kebendaan). Baik Purusa maupun Prakerti keduanya adalah tanpa permulaan,
sifatnya tidak dapat diamati.
Penyatuan keduanya (unsur dasar kejiwaan dan unsur dasar kebendaan) melahirkan Tiga
sifat yang disebut Triguna yaitu
Satwam: sifat dasarnya tenang, terang dan menerangi.
Rajas: sifat dasarnya aktif dan dinamis.
Tamas: sifat dasarnya berat dan gelap, statis.
Alam ini dipandang oleh Hinduisme sebagai diciptakan oleh dewa Brahma berkali-kali,
setelah berkali-kali mengalami kehancuran akibat kekuatan penghancur dari Siwa Mahakala.
Dalam tiap-tiap penciptaan terdapat zaman-zaman yang mengandung 4 tingkatan (periode),
yaitu:
1.

Kreta Yoga, adalah zaman terdapatnya kebahagiaan abadi.

2.

Dvapara Yoga, adalah zaman mulai timbulnya dosa/noda-noda.

3.

Treta Yoga, adalah zaman yang penuh sengsara dan merajalelanya dosa-dosa.

4.

Kali Yoga, adalah zaman yang penuh dengan kejahatan yang banyak menimpa umat

manusia.

Akhirnya sebagai periode penutup, maka timbullah masa Pralaya yaitu kehancuran total
dari pada alam. Tetapi sesudah itu dewa Brahma menciptakan lagi dunia baru yang dimulai pada
Malam Brahma yang digambarkan sebagai malam gelap gulita.
Menurut pandangan agama Hindu terhadap alam semesta serta mahluk/manusia ciptaan
Maha pencipta Sang Hyang Widhi ini, bahwa sebelum Hyang Widhi mencipta, sebenarnya tiada
terdapat suatu apapun di alam semesta ini. Pustaka Upanisada (Brihad-aranyaka dan ChandogyaUpanisada) mengatakan: sebelum diciptakan alam ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam
diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha Esa dan tidak ada duanya. Ciptaan Hyang
Widhi adalah merupakan pancaran ke-Maha-Kuasaan-Nya (Wibhuti) Hyang Widhi Wasa sendiri.
Wibhuti ini terpancar melalui tapa. Tapa adalah pemusatan tenaga fikiran yang terkeram hingga
menimbulkan panas yang memancar. Dalam pustaka Taittrriya-Upanisadha ada disebutkan Sang
Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa. Setelah melakukan Tapa, terciptalah semuanya, yaitu segala
apa yang ada di alam ini. Setelah menciptakan, kedalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi
satu. Kekuatan Tapa-Nya menyebabkan terwujudnya dunia ini. Bentuk dunia ini bulat seperti
telur, maka alam semesta ini dalam kitab Puruna disebut Brahma-Anda (telur Hyang Widhi).
Tegasnya Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini
daripada diriNya sendiri, tetapi karena ke-Maha-Kuasaan-Nya, dirinya itu tetap sempurna.
Dalam kitab Upanisada ada diletakkan:
Dari yang sempurna lahirlah yang sempurna, walaupun yang sempurna (Sang Hyang
Widhi) diambil oleh yang sempurna (alam semesta) tetapi sisanya (Sang Hyang Widhi) tetap
sempurna adanya.
Menurut agama Hindu tidak dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan, tetapi
yang jelas adalah: Sang Hyang Widhi secara continue mengadakan ciptaan sebagai tersebut
dalam kitab suci Bhagavadgita, Bab III, sloka 24:
jika aku berhenti bekerja, dunia ini akan hancur-lebur. Dan aku jadi pencipta keruntuhan
memusnahkan semua mahluk/manusia ini semua
C. Hubungan Manusia dan Alam
konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
hidup/alam dimulai dari konsep Rta dan Yadnya.
Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam
kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.

Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam
keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsureunsur yang
dimiliki oleh manusia. Hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga, salah
satu cara yang dipakai untuk menjaga hubungan timbal balik ini.
Manusia hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Manusia memperoleh bahan keperluan
hidup dari lingkungannya. Manusia dengan demikian sangat tergantung kepada lingkungan/alam
semesta. Oleh karena itu manusia harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi
lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan
harus selalu bersih dan rapi. Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak. Hutan tidak boleh
ditebang semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat menganggu
keseimbangan alam. Lingkungan justu harus dijaga kerapiannya, keserasiannya dan
kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih akan menciptakan keindahan.
Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang dan tenteram dalam diri manusia.

Anda mungkin juga menyukai