Anda di halaman 1dari 11

Hematemesis

A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan
usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan
hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus
(Davey, 2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal
dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan
asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya
tercampur sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna
hitamseperti ter karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan

saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai
hematemesis ( Purwadianto & Sampurna, 2000).
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
B. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas seperti hematemesis
biasanya terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena
dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai
sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian
atas. Perdarahan pada saluran cerna bagian atas paling sering disebabkan oleh :
1. Kelainan Esofagus
a. Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.

b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya
sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan
endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan
mudah berdaharah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntahmuntah hebat yang pada
akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat
dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan
oleh karsinoma esofagus.
d. Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang
pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras
tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI, yang bersifat korosif
untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita
juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan
epigastrum.

e. Esofagitis dan tukak esofagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena
daripada hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan
jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obatobatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh
nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering
menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau
jamu-jamuan.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang
berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa
nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan
pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan
dari hematemesis.

c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan
pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa
pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan
menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
C. Faktor Pencetus
a)

Makanan yang merangsang, pedas, kasar

b)

Obat-obatan

c)

Kelelahan fisik

d)

Peningkatan asam lambung

e)

Over hidrasi

D. Patofisiologi
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu
juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi
alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan
ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang
varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan

yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan
kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya
meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan
riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai
kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi
Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat
menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey,
2005).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah syok (frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis
hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38-39oC,
nyeri pada lambung, hiperperistaltik, penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah
beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan
peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).
F. Diagnosis
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada
riwayat makan obat GAINS, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan
erosl/ulkus peptikum. riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit

ringan sampai berat, dapat disertai pangguan kesadaran (prekoma. koma


hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik
Diagnosis terdiri dari 2 tahap yaitu:
(1) Diagnosis klinis tentative
Dibuat saat anamnesa, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboraturium
(2) Diagnosis spesifik
Dilakukan saat pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan radiology
G. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah
koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan
kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi
sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi
paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas), anemi posthemoragik
(kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari). (Mubin, 2006)
H. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan

saluran

cerna

bagian

atas

meliputi:

mutlak, obat obat

yang menimbulkan

1.Pengawasan dan pengobatan


a. Penderita
efek

harus

sedatif

diistirahatkan

morfin,

b. Penderita

meperidin dan

dipuasakan

perdarahan

selama

berhenti

perdarahan

dapat

c. Infus cairan langsung dipasang


NaCl

0,9

d. Pengawasan
bila

paraldehid sebaiknya dihindarkan .

diberikan

tekanan

perlu

makanan

cair.

dan diberikan larutan garam fisiologis

selama

terhadap

masih berlangsung dan bila

belum

tersedia

darah.

darah, nadi, kesadaran penderita dan

dipasang

CVP

monitor.

e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk


mengikuti
f.

Transfusi

keadaan
darah

dan mempertahankan

perdarahan.

diperlukan untuk mengganti


kadar

hemoglobin

darah

yang hilang

50 70 % nilai

normal.

g. Pemberian obat obatan hemostatik seperti vitamin K 410 mg/hari,


karbasokrom
(simetidin

(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor


atau

ranitidin)

antagonis

berguna untuk menanggulangi perdarahan.

h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
1.

Pemasangan pipa nasogastrik

Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (umbah

lambung)

dengan

air , dan pemberian obat-obatan.

Pemberian air pada kumbah lambung akan


lokal sehingga

menyebabkan vasokontriksi

diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa

lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Umbah lambung


ini akan dilakukan berulang

kali memakai air sebanyak 100- 150 ml

sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat
diulang setiap 1 2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan
setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
2. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai

efek

vasokoktriksi, pada

pemberian pitresin per

infuse akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus


sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan
perdarahan

varises dapat

berhenti.

Perlu

diingat

bahwa

pitresin

dapat merangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,


karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada
penderita penyakit jantung

iskemik. Karena itu

perlu

pemeriksaan

elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit


jantung koroner/iskemik.
3. Pemasangan
Dilakukan

balon
pemasangan

Sengstaken-Blakemore
balon

Sengstaken-Blakemore

tube) untuk penderita perdarahan akibat

pecahnya

Tube
tube

(SB

varises. Sebaiknya

pemasangan

tube dilakukan

sesudah

penderita tenang dan kooperatif,

sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan tujuan pemakaian alat


tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan akibat yang dapat timbul
pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil
yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,
obstruksi jalan napas tidak pernah ditemukan.
4.Pemakaian

bahan

sklerotik

Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %


sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan

varises

kemudian ditekan

dengan balon SB tube. Cara

pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan
yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
5.Tindakan
Bila

operasi

usaha usaha

kegagalan dan

penanggulangan

perdarahan tetap

perdarahan

diatas mengalami

berlangsung, maka dapat dipikirkan

tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa

dilakukan

adalah:

ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto -kaval. Operasi


efektif
membaik.

dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati

DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
(3rd ed.). Jakarta: EGC.
2. Jhoxer (2010). Asuhan Keperawatan Hematomesis
Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dari
http://kumpulanasuhankeperawatan.blogspot.com/2010/01/asuhankeperawatan-hematomesis-melena.html.
3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta :
EGC, 2004. pp. 519-37

Anda mungkin juga menyukai