Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Hemorrhoid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan
merupakan suatu keadaan yang patologis (tidak normal), namun bila sudah mulai
menimbulkan keluhan, harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
Hemorrhoid dari kata ''haima'' dan ''rheo''. Dalam medis, berarti pelebaran pembuluh
darah vena (pembuluh darah balik) di dalam pleksus hemorrhoidalis yang ada di
daerah anus. Dibedakan menjadi 2, yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna
yang pembagiannya berdasarkan letak pleksus hemorrhoidalis yang terkena
(Murbawani, 2006).
Hemorrhoid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh (dilatasi) vena. Pelebaran pembuluh vena yang terjadi di daerah anus
sering terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises daerah anus dan
perianus. Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan
pembuluh vena. Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering disebut wasir,
ambeien atau hemorrhoid. Hemorrhoid dapat dibagi atas hemorrhoid interna dan
hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid dapat disebabkan karena bendungan sentral seperti
bendungan susunan portal pada sirosis hepatic, herediter atau penyakit jantung
koroner, serta pembesaran kelenjar prostate pada pria tua, atau tumor pada rectum
(Patologi F.K.UI, 1999).
Hemorrhoid interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah. Hemorrhoid
interna sering terletak di kanan depan, kanan belakang dan kiri lateral. Hemorrhoid
eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis inferior,
terdapat di sebelah distal pada mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus
(Sjamsuhidajat, 1998).
Hemorrhoid dapat menyebabkan kesulitan untuk defekasi. Hemorrhoid tidak
hanya terjadi pada pria usia tua, tetapi wanita bisa terjadi hemorrhoid. Usia muda
1

dapat pula terjadi hemorrhoid (Isselbacher, dkk, 2000). Diperkirakan bahwa 50 %


dari populasi yang berumur lebih dari 50 tahun menderita hemorrhoid secara nyata
atau minimal. Kebanyakan dari mereka tidak memberikan keluhan (Robbins, 1995).
Dewasa ini, pola makan masyarakat semakin berubah sesuai dengan tuntutan
keadaan. Banyak para pekerja yang hanya mengutamakan rasa kenyang di banding
gizi dari makanan yang hendak dimakan. Yang penting, cepat dan bisa langsung
kenyang. Kebanyakan makanan-makanan itu sangat rendah kandungan seratnya.
Padahal mengonsumsi makanan rendah serat terlalu banyak dapat menyebabkan
susah buang air besar. Bila sudah mengalami kesulitan dalam buang air besar, maka
pada akhirnya untuk mengeluarkan faeses kita harus mengejan. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah di daerah anus, yakni pleksus hemorrhoidalis akan merenggang,
membesar karena adanya tekanan yang tinggi dari dalam. Bila hal ini terjadi secara
terus-menerus, maka pembuluh darah itu tidak akan mampu kembali ke bentuk
semula. Kejadian ini dialami pula oleh wanita yang sedang hamil dan seseorang yang
obesitas. Lama kelamaan, akan terjadi penonjolan hemorrhoid yang tidak dapat
dimasukkan kembali ke dalam anus, sehingga harus dilakukan operasi (Murbawani,
2006). Hemorrhoid yang membesar dapat disertai dengan prolaps yang melalui anus.
Bila prolaps tidak segera diobati dapat menjadi kronik dan bisa terinfeksi atau
mengalami trombosis. Bila prolaps sudah terinfeksi akan menimbulkan rasa nyeri
yang hebat dan akan terjadi pendarahan yang banyak. Penderita hemorrhoid yang
sudah prolaps pada saat defekasi akan keluar darah yang banyak dan rasa nyeri
(Isselbacher, dkk, 2000).
Hemorrhoid dapat dicegah dengan minum air putih yang cukup, makan
sayuran yang banyak, dan buah-buahan yang banyak, sehingga membuat feces tidak
mengeras. Apabila banyak memakan makanan yang mengandung serat dan banyak
minum air putih yang banyak dapat meperlancar defekasi, selain itu ginjal menjadi
sehat (Gotera, 2006). Selain itu hemorrhoid dapat dicegah dengan cara olah raga yang
cukup, duduk tidak terlalu lama dan berdiri tidak terlalu lama (Merdikoputro, 2006).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci
terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan
pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan
kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan
arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai
darah tambahan ke rectum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

FISIOLOGI
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior
(bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan
inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi
sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inverior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya
aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :(1) kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
dan (2) peistaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon.
Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang
defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek
gastrokolik setelah makan, terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada
hari itu.

Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding


rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani
eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh system saraf voluntary. Refleks
defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.Serabut
parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan
terjadinya kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada
waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan
tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan
glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (maneuver dan
peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfinfter
eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan
keinginan defekasi menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan
pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum
saat terjadi peristaltik masa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan
keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila
massa feses yang keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan,
maka disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan
menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini
merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). (Price, 2005)
II.2 DEFINISI
Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui secara
jelas. Hemorrhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces.
Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula

morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna,


tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat
pada jaringan yang mendasarinya untuk membentuk depresi inter hemorrhoidalis.
Hemorrhoid sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik
pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi, atau
dengan sirosis hepatis (Isselbacher, 2000). Pada sirosis hepatic terjadi anatomosis
normal antara system vena sistemik dan portal pada daerah anus mengalami
pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada hipertensi portal. Hipertensi portal
menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal hepatica,
dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran pembuluh darah
vena di daerah anus (Underwood, 1999).
Hemorrhoides atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah.
Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia
atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam
susunan pembuluh vena. Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan
uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan portal
pada cirrhosis hati, herediter atau penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat
pada pria tua, atau tumor pada rectum (Bagian Patologi F.K.UI, 1999).
II.3 ETIOLOGI
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban
duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua,
konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks
peranal, kurang minum air, kurang makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi. (Sudoyo, 2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar
tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk

sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor penyebab


hemoroid. (Oswari, 2003)
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan,
pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor
mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal),
fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi
saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)
II.4 KLASIFIKASI
Menurut asalnya hemorrhoid dibagi dalam:
1. Hemorrhoid Interna
2. Hemorrhoid Eksterna
Dan dapat dibagi lagi menurut keadaan patologis dan klinisnya, misalnya meradang,
trombosis atau terjepit (Bagian Bedah F.K.UI,1994).
Hemorrhoid Interna
Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar terdapat
peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan
terjadi pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna
disebut dengan hemorrhoid interna (Isselbacher, dkk, 2000). Hemorrhoid interna jika
varises yang terletak pada submukosa terjadi proksimal terhadap otot sphincter anus.
Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer,
yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil
terdapat diantara ketiga letak primer tersebut (Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid
interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh lapisan epitel dari
mukosa, yang merupakan benjolan vena hemorrhoidalis interna. Pada penderita
dalam posisi litotomi terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles
disebut: three primary haemorrhoidalis areas (Bagian Bedah F.K. UI, 1994).
Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna.
Trombosis akut pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak

menyenangkan. Pasien mengalami nyeri mendadak yang parah, yang diikuti


penonjolan area trombosis (David, C, 1994).
Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat empat tingkat hemorrhoid interna,
yaitu;

Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan dari

benjolan hemorrhoid.
Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi

prolaps hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.


Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps

hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV : hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi.
(Bagian Bedah F.K.U.I, 1994).

Hemorrhoid Eksterna
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka disebut
hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari linea pectinea dan
diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan
karena dilatasi vena hemorrhoidalis. Ada 3 bentuk yang sering dijumpai:
1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.
2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.
3. Bentuk skin tags.
Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan, tapi
dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri
pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti
infeksi, abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna
yang prolaps dan terjepit, terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan
penderita skin tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi.
Hemorrhoid eksterna trombotik disebabkan oleh pecahnya venula anal. Lebih
tepat disebut hematom perianal. Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak,
yang dijumpai pada salah satu sisi muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa, seperti
hematom, akan mengalami resolusi menurut waktu (Dudley, 1992 ).
8

Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat dijumpai
timbul pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam
pleksus hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya.
Trombosis analis eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering terlihat pada
pasien yang tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui,
mungkin karena tekanan vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan
berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis di dalam vena. Pasien
memperlihatkan pembengkakan akuta pada pinggir anus yang sangat nyeri (David,
C, 1994).
Klasifikasi Derajat Hemoroid
Derajat I

: Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).

Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.


Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali (Merdikoputro,
2006).
II.5 PATOFISIOLOGI
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi,
diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid
uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke
sistem portal. Selain itu system portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah
terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk ini
sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau

dapat diobati dengan kompres duduk panas dan analgesik. Hemoroid eksterna
kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini
berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah. (Price, 2005)
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1, bila
terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3, pembesaran
hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan
jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dan infark. (Sudoyo, 2006)

II.6 GEJALA DAN TANDA HEMOROID


Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui
menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk gangguan
saluran cerna bagian bawah yang lain waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus
besar). Pasien sering mengeluh menderita hemorrhoid atau wasir tanpa ada hubungan
dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungan dengan hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna
yang mengalami trombosis (Sjamsuhidajat, 1998). Gejala yang paling sering
ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau penonjolan di
daerah dubur, sekret atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang air
besar, dan rasa tidak nyaman di daerah pantat (Merdikoputro, 2006).

10

Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita hemorrhoid


interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada anus atau kertas
pembersih sampai pada pendarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar.
Pendarahan luas dan intensif di pleksus hemorrhoidalis menyebabkan darah di anus
merupakan darah arteri. Datang pendarahan hemorrhoid yang berulang dapat
berakibat timbulnya anemia berat. Hemorrhoid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal penonjolan
ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh reduksi sesudah selesai defekasi.
Pada stadium yang lebih lanjut hemorrhoid interna didorong kembali setelah defekasi
masuk kedalam anus. Akhirnya hemorrhoid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolapse menetap dan tidak dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya mucus
dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorrhoid yang
mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus
dan rangsangan mucus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang meluas
dengan udem meradang (Sjamsuhidajat, 1998).
Apabila hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan merupakan gambaran
yang biasa sampai situasi dipersulit oleh trombosis, infeksi, atauerosi permukaan
mukosa yang menutupinya. Kebanyakan penderita mengeluh adanya darah merah
cerah pada tisu toilet atau melapisi feses, dengan perasaan tidak nyaman pada anus
secara samar-samar. Ketidaknyamanan tersebut meningkat jika hemorrhoid
membesar atau prolaps melalui anus. Prolaps seringkali disertai dengan edema dan
spasme sfingter. Prolaps, jika tidak diobati, biasanya menjadi kronik karena
muskularis tetap teregang, dan penderita mengeluh mengotori celana dalamnya
dengan nyeri sedikit. Hemorrhoid yang prolaps bias terinfeksi atau mengalami
trombosis, membrane mukosa yang menutupinya dapat berdarah banyak akibat
trauma pada defekasi (Isselbacher, dkk, 2000).

11

Hemorrhoid eksterna, karena terletak di bawah kulit, cukup sering terasa


nyeri, terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya. Peristiwa ini
menyebabkan pembengkakan biru yang terasa nyeri pada pinggir anus akibat
trombosis sebuah vena pada pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan
pembesaran vena interna. Karena thrombus biasanya terletak pada batas otot sfingter,
spasme anus sering terjadi. Hemorrhoid eksterna mengakibatkan spasme anus dan
menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat
keinginan untuk defekasi. Tidak adanya keinginan defekasi, penderita hemorrhoid
dapat terjadi konstipasi. Konstipasi disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari
tiga kali per minggu (Isselbacher, dkk,1999).
Hemorrhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan. Mula-mula
penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat masuk sendiri dengan
spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak dapat masuk ke anus dengan
sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan tangan. Bila tidak segera ditangani,
hemorrhoid itu akan menonjol secara menetap dan terapi satu-satunya hanyalah
dengan operasi. Biasanya pada celana dalam penderita sering didapatkan feses atau
lendir yang kental dan menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab.
Sehingga sering pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus.
(Murbawani, 2006).
II.7 GAMBARAN MIKROSKOPIK DAN MAKROSKOPIK HEMOROID
Secara Makroskopik
Hemorrhoid terdiri dari pembuluh vena yang melebar dan tipis yang menonjol
di bawah mukosa anus dan rectum. Dalam keadaan yang tidak terlindungi, maka
mudah terkena trauma dan mungkin mengalami trombosis. (Robbins, 1995).
Hemorrhoid Interna
Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri
lateral ( Sjamsuhidajat, 1998 ).

12

Hemoroid Eksterna

Hemorrhoid Interna dan Eksterna

13

Trombosis Hemorrhoid

Prolaps Hemorrhoid

Secara Mikroskopik
Hemorrhoid secara mikroskopik tampak dinding vena yang menipis terisi
thrombus yang kadang-kadang telah menunjukkan tanda-tanda organisasi seperti
rekanalisasi ( Patologi, F.K.UI, 1999).
Trombosis Hemorrhoid

II.8 DIAGNOSIS
14

Sebagian besar penderita mengeluh adanya perdarahan perrektal, perdarahan


berupa darah merah segar, menetes sewaktu atau setelah buang air besar. Perdarahan
ini tidak disertai rasa nyeri atau rasa mules. Pada sebagian penderita perdarahan ini
tidak diketahui, sehingga tidak jarang pasen dengan hemorroid ini datang dengan
keluhan anemia. Sebagian lagi penderita mengeluh rasa nyeri. Rasa nyeri ini timbul
bila ada trombosis atau strangulasi dari hemorroid. Sebagian kasus mungkin
mengeluh adanya benjolan pada anusnya,atau ada yang keluar (prolaps) dari
anusnya.Keluhan lain mungkin berupa pruritus ani,atau rasa tidak enak daerah anus
atau

ada

discharge.Kadang-kadang

hemorroid

ditemukan

secara

kebetulan

(asimptomatik).
Terhadap penderita dengan keluhan seperti diatas hendaknya dilakukan
pemeriksaan fisik yang cermat. Penderita hemorroid derajat 3 dan 4 dengan mudah
dapat dilihat pada saat pemeriksaan, pada hemorroid derajat 2 pasen perlu disuruh
mengejan beberapa saat. Harus dilakukan colok dubur,anoskopi bahkan bila dianggap
perlu

(pada

kasus

perdarahan

masip)

dapat

dilakukan

colon

inloop,

rektosigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit lainseperti


malgnansi kolorektal atau inflammatory bowel diseases. Pada beberapa senter
dilakukan pemeriksaan tekanan sfinkter ani. Secara fisik beratnya hemorroid interna
dibagi menjadi 4 derajat (grade) :
Grade 1

: Hemorroid terbatas pada lumen anorektal, tidak menonjol keluar.

Grade II

: Hemoroid menonjol keluar saat mengedan dan masuk secara spontan.

Grade III

: Hemorroid

menonjol

keluar

dan

harus

dipotong

untuk

memasukkannya
Grade IV : Hemorroid menonjol dan tidak dapat masuk walaupun didorong.
Lokasi hemorrhoid interna yaitu lateral kiri, lateroventral kanan dan laterodorsal
kanan.

II.9 DIAGNOSIS BANDING

15

Diagnosis banding dari hemorrhoid adalah sebagai berikut:


a. Perdarahan
Antara lain karsinoma kolon-rektal, penyakit divertikel seperti divertikulitas,
colitis ulserosa, dan polip. Bila dicurigai adanya penyakit-penyakit tersebut maka
diperlukan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolon in loop.
b. Benjolan
Antara lain karsinoma anorektal atau prolapse rekti/procidentia. Pada procidentia,
seluruh dinding akan prolapse, sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang
prolapse.
II.10 TATA LAKSANA
a. Terapi Konservatif
1.) Pengelolaan dan modifikasi diet
Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat
yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa
tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga
feses menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi
usus menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan.
2.) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal.
Obat-obatan yang sering digunakan adalah
a. Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi kebiasaan
mengejan, misalnya Docusate Sodium
b. Anestetik topical, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine
ointment 5% (Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan
adalah penggunaan obat-obatan topical per rectal dapat menimbulkan efek
samping sistematik.
c. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang
timbul akibat iritasi karena kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan usus, misalnya Hamamelis water (Witch Hazel)
d. Analgesik, untuk mengatasi rasa nyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol,
Aspirin Free Anacin dan Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan
bagi pasien yang memiliki hipersensitifitas terhadap aspirin atau NSAID,
16

atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan bagian atas atau pasien
yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.
b. Terapi Tindakan Non Operatif Elektif
1.) Skelroterapi
Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5% dalam minyak nabati
sehingga terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang
menggelembung akan berkontraksi/mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke
dalam submukosa pada jaringan ikat longgar di atas hemoroid interna agar
terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis. Untuk menghindari nyeri yang
hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus junction (1-2 ml bahan
diinjeksikan kekuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan
bantuan anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi
hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat
merupakan terapi baik untuk derajat 1 dan 4.
2.) Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation)
Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada tahun 1963 dan bisa dilakukan
untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami prolapse. Tonjolan ditarik
dan pangkalnya (mukosa pleksus hemoroidalis) diikat dengan cincin karet.
Akibatnya timbul iskemik yang menjadi nekrosis dan akhirnya lepas. Pada
bekasnya akan mengalami fibrosis dalam beberapa hari. Pada satu kali terapi
hanya diikut satu kompleks hemoroid sedangkan ligase selanjutnya dilakukan
dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Komplikasi yang mungkin
timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada ligase mucocutaneus junction
yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip lepas atau
nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.
3.) Bedah Beku (Cryosurgery)
Tonjolan hemoroid dibekukan dengan C02 atau NO2 sehingga terjadi nekrosis
dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang akan
dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok
untuk terapi paliatif pada karsinoma recti inoperable.
4.) IRC (Infra Red Cauter)

17

Tonjolan hemoroid dicauter/dilelehkan dengan infra merah. Sehingga


terjadilah nekrosis dan akhirnya fibrosis. Terapi ini diulang tiap seminggu
sekali.
c. Terapi Operatif
1.) Hemoroidektomi
Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai berikut :
a. Gejala kronik derajat 3 atau 4
b. Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana.
c. Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan thrombosis serta gangrene
Prinsip hemoroidektomi :
a. Eksisi hanya pada jaringan yang benar-benar berlebih
b. Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga anoedema dan kulit normal
tidak terganggu Spinchter ani.
Ada beberapa macam metode yang digunakan adalah :
a. Metode Langenbeck
Untuk tonjolan yang soliter (hanya satu). Caranya dengan menjepit radiair
hemoroid internus, mengadakan jahitan jelujur di bawah klem dengan
catgut chromic No 2/0 dan melakukan eksisi diatas klem.Sesudah itu klem
dilepas dan jahitan di bawah klem diikat diikuti kontinuitas mukosa.
b. Metode Miligan Morgan
Untuk tonjolan pada . tiga tempat utama (jam 3, 7, 11). Caranya dengan
mengangkat vena yang varises kemudian dijahit walaupun sebenarnya
metode miligan morgan originalnya tanpa jahitan. Sesuai prosedur aslinya,
benjolan hemoroid dijepit kemudian dilakukan diseksi. Predikel vaskuler
diligasi dan luka dibiarkan terbuka agar terjadi granulasi. Metode ini sangat
sering digunakan di Inggris.
c. Metode Whitehead
Untuk hemoroid sirkuler/berat. Caranya dengan melakukan insisi secara
sirkular, mengupas seluruh v. hemoroidalis dengan membebaskan mukosa
dari submukosa, bagian yang prolapse dipotong, kemudian dijahit kembali.
Ini merupakan operasi hemoroid yang radikal.
d. Metode Ferguson
Yaitu benjolan hemoroid ditampakkan melalui anoskopi kemudian
dilakukan eksisi dan ligase pada posisi anatomic hemoroid tersebut.
Metode ini digunakan di Amerika Serikat.
18

Metode hemoroidektomi yang sering dilakukan adalah metode langenback


karena mudah untuk dilakukan dan tidak mengandung resiko pembentukan
jaringan parut sirkuler yang dapat menimbulkan stenosis.
2.) Stapled Hemorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/PPH)
Prosedur penanganan hemoroid ini terhitung baru karena baru dikembangkan
sekitar tahun 1990-an. Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi
jaringan hemoroid serta mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan
hemoroid ini sebenarnya masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB
sehingga tidak perlu dibuang semua. Prosedur tidak bisa diterapi secara
konservatif maupun terapi non operatif. Mula-mula jaringan hemoroid yang
prolapse didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator lalu dijahitkan
ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian dengan menggunakan alat yang
disebut circular stapler. Dengan menukar sekrup yang terdapat pada ujung alat,
maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan
terpotongnya jaringan tersebut maka suplay darah ke jaringan tersebut akan
terhenti sehingga jaringan hemoroid akan mengempis dengan sendirinya.
Kerjasama jaringan dan m.spinchter ani untuk melebar dan mengerut
menjamin control keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Keuntungan
penanganan dengan PPH antara lain nyeri minimal karena tindakan dilakukan
di luar bagian sensitive, tindakan berlangsung cepat sekitar 20-45 menit, dan
pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit lebih singkat.
Penyulit pada PPH dan operasi konvensional lainnya tidak jauh berbeda. Tetapi
ada kemungkian terjadi perdarahan, thrombosis, serta penyempitan kanalis
analis. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang akan
mengakibatkan kerusakan dinding rectum jika m.spinchter ani internus tertarik
dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka
panjang. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit
untuk memperoleh jalan masuk ke kanalis analis kalaupun bisa, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
II.11 KOMPLIKASI
19

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan


strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005)
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan dan takut
berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak normal) dari
selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga
tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan besar.
Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk. (Dermawan, 2010)

II.12 PROGNOSIS
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi hasilnya
sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka kejadian rekuren
sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti ligase cincin karet (rubber band ligation)
menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50% antara kurun waktu 5-10 tahu
kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini biasanya dapat ditangani dengan terapi
non operatif. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan keberhasilan
terapi dengan PPH. Setelah sembuh, penderita tidak boleh sering mengejan dan
dianjurkan makan makanan yang berserat tinggi.

20

BAB III
KESIMPULAN
Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis

interna.

Hemorrhoid

dibagi

atas

hemorrhoid

interna

bila

pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna, hemorrhoid eksterna


apabila terjadi pembengkakan di pleksus hemorrhoidalis ekterna.
Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi
proksimal terhadap otot sphincter anus. Letaknya distal dari linea pectinea dan
diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan
karena dilatasi vena hemorrhoidalis. Faktor risiko hemorrhoid, yaitu; keturunan,
anatomic, pekerjaan, umur, endokrin, mekanis, fisiologis, dan radang.
Gejala klinis hemorrhoid, yaitu; darah di anus, prolaps, perasaan tidak nyaman
pada anus (mungkin pruritus anus), pengeluaran lendir, anemia sekunder (mungkin),

21

tampak kelainan khas pada inspeksi, gambaran khas pada anoskopi, atau rektoskopi.
Terapi hemorrhoid derajat I dan II terapi yang diberikan berupa terapi lokal dan
himbauan tentang perubahan pola makan. Dianjurkan untuk banyak mengonsumsi
sayur-sayuran dan buah yang banyak mengandung air. derajat III dan IV, terapi yang
dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan hemoroidektomi. Terapi ini bisa juga
dilakukan untuk pasien yang sering mengalami perdarahan berulang, sehingga dapat
sebabkan anemia, ataupun untuk pasien yang sudah mengalami keluhan-keluhan
tersebut bertahun-tahun. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya hemorrhoid dengan minum yang cukup, makan cukup
sayuran, dan buah-buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras.

DAFTAR PUSTAKA
Brown, John Stuart, 1995, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1994,Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta
hal. 266-271.
Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1999 Kumpulan Kuliah Patologi, Jakarta, hal.263-279.
Dudley, Hugh A.F, 1992, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, hal.506-508.
David C, Sabiston, 1994, Buku Ajar Bedah, Bagian 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.56-59.

22

Faisal, 2006, Wasir, www. medika. blogspot. com.


Gotera, W, 2006, Ambeien yang Bandel, www. balipost. co. id.
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2000, Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.159-165.
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper 1999 Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Edisi 13,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.255-256.
Kumar, Robbins, 1995, Buku Ajar Patologi II, Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.274-275.

23

Anda mungkin juga menyukai